BAB III KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

advertisement
BAB III
KAJIAN PUSTAKA,
RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
3.1. Kajian Teori
Kajian teori mempunyai peranan penting dalam hal melakukan penelitian.
Kegunaan dari kajian teori adalah, peneliti dapat menjustifikasi adanya masalah
penelitian dan mengidentifikasikan arah penelitian. Justifikasi masalah penelitian
berarti peneliti menggunakan kepustakaan untuk menunjukkan pentingnya
permasalahan penelitian untuk diteliti. Sedangkan mengidentifikasi arah
penelitian
berarti
peneliti
menelaah
atau
mengkaji
kepustakaan
dan
mengidentifikasi variabel-variabel kunci yang layak dan berhubungan serta
memiliki kecenderungan potensial yang perlu diuji dalam penelitian.
3.1.1. Kinerja Karyawan
Setiap pegawai dalam organisasi dituntut untuk memberikan kontribusi
positifmelalui kinerja yang baik, mengingat kinerja organisasi tergantung pada
kinerja pegawainya. Kinerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh karyawan
atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi.
Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam usaha
organisasi untuk mencapai tujuannya, sehingga berbagai kegiatan harus dilakukan
organisasi untuk meningkatkannya, salah satu diantaranya adalah penilaian
kinerja (Hariandja, 2007: 2). Menurut Mangkunegara (2010:9), Kinerja adalah
prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang
20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
dicapai sumber daya manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas
kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Kinerja merupakan hasil pelaksanaan suatu pekerjaan baik bersifat
fisik/material maupun non fisik/non material (H. Hadari Nawawi, 2005: 63).
Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi
kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan
(Rivai,2008: 309). Kinerja karyawan adalah tingkat pencapaian pekerjaan oleh
karyawan (Simamora, 2008: 231).
Menurut Rivai (2005: 309) kinerja merupakan perilaku nyata yang
ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan
sesuai dengan perannya dalam perusahaan
Dari beberapa pengertian oleh para ahli tersebut di atas, maka dapat
dikatakan bahwa kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dihasilkan oleh
karyawan atau perilaku nyata yang ditampilkan dari sejumlah upaya yang
dilakukannya pada pekerjaannya sesuai dengan perannya dalam organisasi.
3.1.1.1. Penilaian Kinerja Karyawan
Penilaian kinerja (performance appraisal) secara keseluruhan merupakan
proses yang berbeda dari evaluasi pekerjaan (job evaluation). Penilaian kinerja
berkenaan dengan seberapa baik seseorang dalam melakukan pekerjaan yang
ditugaskan/diberikan. Evaluasi pekerjaan menentukan seberapa tinggi harga
sebuah pekerjaan bagi organisasi, dan dengan demikian, pada kisaran berapa gaji
sepatutnya diberikan kepada pekerjaan itu (Simamora, 2008: 338).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk dapat melihat perkembangan
perusahaan adalah dengan cara melihat hasil penilaian kinerja. Dari hasil penilaian
dapat dilihat kinerja perusahaan yang dicerminkan oleh kinerja karyawan atau
dengan kata lain, kinerja merupakan hasil kerja konkrit yang dapat diamati dan
diukur.
Rivai (2008: 312-313) menyebutkan tujuan penilaian kinerja pada dasarnya
adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ini.
2.
Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk pemberian kenaikan
gaji berkala, gaji pokok, kenaikan gaji istimewa, dan insentif uang.
3.
Mendorong pertanggungjawaban dari karyawan.
4.
Pembeda antar karyawan yang satu dengan yang lain.
5.
Pengembangan sumber daya manusia.
6.
Meningkatkan motivasi kerja.
7.
Meningkatkan etos kerja.
8.
Memperkuat hubungan antara karyawan dengan supervisor melalui
diskusi tentang kemajuan kerja mereka.
9.
Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan untuk
memperbaiki desain pekerjaan, lingkungan kerja, dan rencana kerja.
10.
Riset seleksi sebagai kriteria keberhasilan/efektivitas.
11.
Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan
12.
SDM, karier dan keputusan perencanaan suksesi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
13.
Membantu menempatkan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai
untuk mencapai hasil yang baik secara menyeluruh.
14.
Sebagai sumber informasi untuk pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan gaji-upah-insentif-kompensasi dan berbagai imbalan lainnya.
15.
Sebagai penyalur keluhan yang berkaitan dengan masalah pribadi
maupun pekerjaan.
16.
Sebagai alat untuk menjaga tingkat kinerja.
17.
Sebagai alat untuk membantu dan mendorong karyawan untuk
mengambil inisiatif dalam rangka memperbaiki kinerja.
18.
Untuk mengetahui efektivitas sumber daya manusia, seperti seleksi,
rekrutmen, pelatihan dan analisis pekerjaan sebagai komponen yang
saling ketergantungan diantara fungsi- fungsi sumber daya manusia.
19.
Mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan-hambatan agar kinerja
menjadi baik.
20.
Mengembangkan dan menetapkan kompensasi pekerjaan.
21.
Pemutusan hubungan kerja, pemberian sangsi ataupun hadiah.
3.1.1.2. Faktor-faktor Berpengaruh Terhadap Kinerja Karyawan
Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang apa saja faktor yang
mempengaruhi kinerja seseorang, diantaranya adalah sebagai berikut; Pendapat
Henry Simamora yang dikemukakan oleh Mangkunegara (2010:14), yaitu:
1. Faktor individual yang terdiri dari kemampuan, keahlian, latar belakang
dan demografi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
2. Faktor psikologis yang terdiri dari persepsi, attitude, personality,
pembelajaran, dan motivasi
3. Faktor organisasi yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan,
pengahargaan, struktur, dan job desigh.
3.1.1.3.Dimensi Kinerja Karyawan
Dalam evaluasi kinerja karyawan terdapat aspek-aspek yang dinilai,
diantaranya aspek-aspek yang dikemukakan oleh Husein dalam (Anwar Prabu
Mangkunegara, 2010:18) antara lain :
1.
Mutu pekerjaan;
2.
Kejujuran karyawan;
3.
Inisiatif;
4.
Kehadiran
5.
Sikap;
6.
Kerjasama;
7.
Keandalan;
8.
Pengetahuan tentang pekerjaan;
9.
Tanggung jawab; dan
10.
Pemanfaatan waktu kerja.
Adapun dimensi dari kinerja pegawai menurut Bernadine dalam Robbins
(2006:260)adalah sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
1.
Kualitas
Tingkat dimana hasil aktifitas yang dilakukan mendekati sempurna, dalam
arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan aktifitas ataupun
memenuhi tujuan yang diharapkan dari suatu aktifitas.
2.
Kuantitas
Jumlah yang dihasilkan dalam istilah jumlah unit, jumlah siklus aktifitas
yang diselesaikan.
3.
Ketepatan Waktu
Tingkat suatu aktifitas diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan,
dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan
waktu yang tersedia untuk aktifitas lain.
4.
Efektifitas
Tingkat penggunaan sumber daya manusia organisasi dimaksimalkan
dengan maksud menaikan keuntungan atau mengurangi kerugian dari setiap
unit dalam penggunaan sumber daya.
5.
Kemandirian
Tingkat dimana seorang pegawai dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa
minta bantuan bimbingan dari pengawas atau meminta turut campurnya
pengawas untuk menghindari hasil yang merugikan.
6.
Komitmen Kerja
Tingkat dimana karyawan tetap bertahan dan yakin akan pekerjaan yang
sedang dijalankanya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
Dari berbagai dimensi di atas hanya 5 yang digunakan dalam penelitian ini
karena dianggap penulis sesuai dengan perusahan yang di teliti, kelima dimensi
tersebut adalah: kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, efektifitas dan kemandirian.
Tabel 3.1.
Dimensi kinerja karyawan
No
1
2
3
4
5
Dimensi Kinerja
Kualitas
Kuantitas
Ketepatan waktu
Kemandirian
Komitmen kerja
Sumber :Robbins (2006:260)
3.1.2. Pelatihan (Training)
Menurut pasal 1 ayat 9 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Ketatanegaraan
yang dikemukakan kembali okeh Simamora (2005:273) Pelatihan kerja adalah
keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta
mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, dan etos kerja pada
tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai jenjang dan kualifikasi jabatan
dan pekerjaan.
Menurut Hasibuan (2007:69) pelatihan adalah bagian pendidikan yang
menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan
diluar sistem pendidikan yang berlaku, dalam jangka waktu yang relatif singkat
dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori.
Menurut Rivai (2009:212) pelatihan adalah proses secara sistematis
mengubah tingkah laku karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan
berkaitan dengan keahlian dan kemampuan karyawan untuk melaksanakan
pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu karyawan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam
melaksanakan pekerjaanya.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka pelatihan adalah sebuah
proses di mana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu pencapaian
tujuan-tujuan organisasional. Karena proses ini berkaitan dengan berbagai tujuan
organisasional, pelatihan dapat dipandang secara sempit atau luas, luas dalam
pengertian
terbatas,
pelatihan
memberikan
karyawan
pengetahuan
dan
keterampilan yang spesifik dan dapat diindentifikasi untuk digunakan dalam
pekerjaan karyawan saat ini.
Pelatihan yang dilakukan tentunya mempunyai alasan tertententu, Sheal
(2003) yang dikemukakan kembali oleh Triton (Triton,2010:102) menyebutkan
empat alasan utama mengapa pelatihan dan pengembangan staf sekarang menjadi
semakin penting :
1. Perubahan-perubahan yang cepat dalam tegnologi serta tugas-tugas yang
dilakukan oleh orang-orang
2. Kurangnya keterampilan langsung dan keterampilan-keterampilan
jangka panjang
3. Perubahan-perubahan dalam harapan-harapandan komposisi angkatan
kerja
4. Kompetisi dan tekanan-tekanan pasar demi peningkatan-peningkatan
dalam kualitas produk-produk maupun jasa-jasa.
Tujuan utama pelatihan menurut Mangkunegara (2005:49),pelatihan secara
luas yang di kelompokan menjadi sembilan bidang yaitu :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
1. Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi
2. Meningkatkan produktivitas kerja
3. Meningkatkan kualitas kerja
4. Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia
5. Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja
6. Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara
maksimal
7. Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja
8. Meningkatkan keusangan (obsolescence).
9. Meningkatkan perkembangan skill pegawai.
3.1.2.1. Prinsip-prinsip pelatihan
Sofyandi (2008 115) mengemukakan lima prinsip pelatihan sebagai berikut:
1.
Participation, artinya dalam pelaksanaan pelatihan para peserta harus ikut
aktif karena dengan partisipasi peserta maka akan lebih cepat menguasai
dan mengetahui berbagai materi yang diberikan.
2.
Repetition, artinya senantiasa dilakukan secara berulang karena dengan
ulangan-ulangan ini peserta akan lebih cepat untuk memahami dan
mengingat apa yang telah diberikan.
3.
Relevance, artinya harus saling berhubungan sebagai contoh para peserta
pelatihan terlebih dahulu diberikan penjelasan secara umum tentang suatu
pekerjaan sebelum mereka mempelajari hal-hal khusus dari pekerjaan
tersebut.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
4.
Transference, artinya program pelatihan harus disesuaikan dengan
kebutuhan- kebutuhan yang nantinya akan dihadapi dalam pekerjaan yang
sebenarnya.
5.
Feedback, artinya setiap program pelatihan yang dilaksanakan selalu
dibutuhkan umpan balik yaitu untuk mengukur sejauh mana keberhasilan
dari program pelatihan tersebut.
3.1.2.2. Langkah-langkah pelatihan
Menurut Dessler (2006: 281), lima langkah pelatihan, yaitu:
1. Analisis kebutuhan, yaitu mengetahui keterampilan dan kebutuhan calon
yang akan dilatih, dan mengembangkan pengetahuan khusus yang
terukur serta tujuan prestasi.
2. Merencanakan instruksi, yaitu untuk memutuskan, menyusun, dan
menghasilkan isi program pelatihan, termasuk buku kerja, latihan, dan
aktivitas.
3. Validasi, di mana orang-orang yang terlibat membuat sebuah program
pelatihan dengan menyajikannya kepada beberapa pemirsa yang dapat
mewakili.
4. Menerapkan program, yaitu melatih karyawan yang ditargetkan.
5. Evaluasi dan tindak lanjut, di mana manajemen menilai keberhasilan
atau kegagalan program pelatihan.
3.1.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan pelatihan
Faktor-faktor yang menunjang kearah Efektivitas Pelatihan menurut Rivai
(2004:240) antara lain :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
1. Materi atau isi pelatihan
2. Metode pelatihan
3. Pelatih (instruktur/trainer)
4. Peserta pelatihan
5. Sarana pelatihan
6. Evaluasi pelatihan
3.1.2.4. Training Need Analysis (Analisis Kebutuhan Training)
Menurut Rivai dan Sagala, (2009: 219) Analisis kebutuhan pelatihan adalah
suatu diagnosa untuk menentukan masalah yang dihadapi saat ini dan tantangan di
masa mendatang yang harus dihadapi saat ini dan tantangan di masa mendatang
yang harus dipenuhi oleh program pelatihan dan pengembangan.
Sedangkan menurut (Hariandja 2007), mengemukakan analisis kebutuhan
pelatihan dan pengembangan sangat penting, rumit, dan sulit. Sangat penting
sebab di samping menjadi landasan kegiatan selanjutnya seperti pemilihan metode
pelatihan yang tepat, biaya pelatihannya tidak murah sehingga jika pelatihan tidak
sesuai dengan kebutuhan, selain tidak meningkatkan kemampuan organisasi juga
akan menghabiskan banyak biaya. Selanjutnya dikatakan rumit dan sulit sebab
perlu mendiagnosis kompetensi organisasi pada saat ini dan kompetensi yang
dibutuhkan sesuai dengan kecenderungan perubahan situasi lingkungan yang
sedang dihadapi dan yang akan dihadapi pada masa yang akan datang.
Tujuan dari analisis kebutuhan menurut Panggabean (2005:41) sebagai
berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
1.
Mengindentifikasi keterampilan prestasi kerja khusus yang dibutuhkan
untuk memperbaiki kinerja dan produktivitas.
2.
Menganalisis karakteristik peserta untuk menjamin bahwa program
tersebut cocok untuk tingkat pendidikan, pengalaman, dan keterampilan
begitu juga sikap dan motivasi seseorang.
3.
Mengembangkan pengetahuan khusus yang dapat diukur dan objektif.
Dalam tahap ini harus ada keyakinan bahwa penurunan kinerja dapat
ditingkatkan melalui pelatihan dan bukan disebabkan ketidakpuasan
terhadap kompensasi.
Menurut Rachmati Organisasi harus selalu beradaptasi terhadap lingkungan
yang berubah sehingga karyawan perlu melakukan penyesuaian terhadap kondisi
lingkungan yang dinamis tersebut. Dalam tahap awal, organisasi perlu membuat
identifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Siapa saja yang perlu yang
perlu diberikan pelatihan? Apa yang perlu dipelajari karyawan? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut manajemen dapat menggunakan langkah-langkah berikut
(Rachamawati,2008:112) :
1. Evaluasi prestasi
Melakukan monitoring pada setiap karyawan dan hasilnya dibandingkan
dengan standar atau traget rekrutmen. Karyawan yang mempunyai hasil
prestasi kurang atau di bawah standar yang telah ditetapkan organisasi,
mengindikasikan organisasi perlu mengadakan program pelatihan dan
pengembangan karyawan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
2. Analisis persyaratan kerja
Organisasi perlu mengetahui kemampuan dan keahlian yang dimiliki
karyawan. Karena jika karyawan deserahi tugas atau pekerjaan, tetapi tidak
memiliki keterampilan yang mendukung pekerjaan tersebut maka karyawan
tersebut membutuhkan pelatihan.
3. Analisis organisasi
Analisis organisasi bertujuan meninjau kembali apakah tujuan organisasi
secara keseluruhan sudah tercapai atau belum. Tujuan organisasi secara
keseluruhan perlu ditinjau kembali apakah memang sudah mencapai target
atau belum. Apabila organisasi tidak atau belum mencapai target dengan
efektif maka manajemen perlu program pelatihan.
4. Survei sumber daya manusia
Seluruh manajemen dan karyawan diminta menjelaskan masalah dan
hambatan yang dihadapi selama program ini berlangsung untuk mengetahui
tindakan apa yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
3.1.2.4. Metode pelatihan
Menurut Rachmawati (2008: 114), ada dua metode yang digunakan
perusahaan untuk pelatihan, yaitu:on the job training dan off the job training.
1. On the job training
Pelatihan pada karyawan untuk mempelajari bidang pekerjaannya sambil
sambil benar-benar mengerjakannya. Beberapa bentuk pelatihan on the job
training, yaitu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
a. Couching/understudy
Bentuk pelatihan dan pengembangan ini dilakukan di tempat kerja oleh
atasan atau karyawan yang berpengalaman. Metode ini dilakukan dengan
pelatihan secara informal dan tidak terencana dalam melakukan pekerjaan
seperti menyelesaikan masalah, partisipasi dengan tim, kekompakan,
pembagian pekerjaan, dan hubungan dengan atasan atau teman kerja.
b. Pelatihan magang/Apprenticeship training
Pelatihan yang mengkombinasikan antara pelajaran di kelas dengan praktik
di tempat kerja setelah beberapa teori diberikan pada karyawan. Karyawan
akan dibimbing untuk mempraktikkan dan mengaplikasikan semua prinsip
belajar pada keadaan pekerjaan sesungguhnya.
2. Off the job training
Pelatihan yang menggunakan situasi di luar pekerjaan. Dipergunakan apabila
banyak pekerja yang harus dilatih dengan cepat seperti halnya dalam
penguasaan pekerjaan. Beberapa bentuk pelatihan off the job training, yaitu:
a. Lecture
Teknik seperti kuliah dengan presentasi atau ceramah yang diberikan
pengajar pada kelompok karyawan. Dilanjutkan dengan komunikasi dua
arah dan diskusi. Hal ini digunakan untuk memberikan pengetahuan umum
pada peserta.
b. Presentasi dengan video
Teknik ini menggunakan media video, film, atau televisi sebagai sarana
presentasi tentang pengetahuan atau bagaimana melakukan suatu pekerjaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
Metode ini dipakai apabila peserta cukup banyak dan masalah yang
dikemukakan cukup kompleks.
c. Vestibule training
Pelatihan dilakukan di tempat yang dibuat seperti tempat kerja yang
sesungguhnya dan dilengkapi fasilitas peralatan yang sama dengan
pekerjaan sesungguhnya.
d. Bermain peran (Role playing)
Teknik
pelatihan
ini
dilakukan
seperti
simulasi
dimana
peserta
memerankan jabatan atau posisi tertentu untuk bertindak dalam situasi yang
khusus.
e. Studi kasus
Teknik ini dilakukan dengan memberikan sebuah atau beberapa kasus
manajemen untuk dipecahkan dan didiskusikan di kelompok atau tim di
mana masing-masing tim akan saling berinteraksi dengan anggota tim yang
lain.
f. Self study
Merupakan teknik pembelajaran sendiri oleh peserta di mana peserta
dituntut untuk proaktif melalui media bacaan, materi, video, dan kaset.
g. Program pembelajaran
Pembelajaran ini seperti self study, tapi kemudian peserta diharuskan
membuat rangkaian pertanyaan dan jawaban dalam materi sehingga dalam
pertemuan selanjutnya rangkaian pertanyaan tadi dapat disampaikan pada
penyelia atau pengajar untuk diberikan umpan balik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
h. Laboratory training
Latihan untuk meningkatkan kemampuan melalui berbagai pengalaman,
perasaan, pandangan, dan perilaku di antara para peserta.
i. Action learning
Teknik ini dilakukan dengan membentuk kelompok atau tim kecil dengan
memecahkan permasalahan dan dibantu oleh seorang ahli bisnis dari dalam
perusahaan atau luar perusahaan.
3.1.2.5.Evaluasi Pelatihan
Menurut Kaswan (2013: 237), menjelaskan bahwa evaluasi merupakan
proses yang menetukan sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai. Menurut
Brikerhoff, dalam pelaksanaan evaluasi ada tujuh elemen yang harus dilakukan,
yaitu penentuan fokus yang akan dievaluasi (focusing the evaluation), penyusunan
desain evaluasi (designing the evaluation), pengumpulan informasi (collecting
information), analisis dan intepretasi informasi (analyzing and interpreting),
pembuatan laporan (reporting information), pengelolaan evaluasi (managing
evaluation) dan evaluasi untuk evaluasi.
3.1.2.6. Fungsi Evaluasi Pelatihan
Menurut Fauzi (2011:158), Fungsi utama evaluasi adalah memberikan data
informasi
yang benar
mengenai
pelaksanaan suatu
pelatihan sehingga
penyelenggaraan pelatihan tersebut dapat mengambiil keputusan yang tepat,
apakah pelatihan itu akan diteruskan, ditunda atau sama sekali tidak dilaksanakan
lagi. Oleh karena itu, evaluasi pelatihan berfungsi sebagai suatu usaha untuk :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
1. Menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan pelatihan
2. Menentukan faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan pelatihan
3. Menemukan penyimpangan atau kekeliruan pelaksanaan pelatihan
4. Memperoleh bahan untuk menyusun saran perbaikan, perubahan, penghentian
atau perluasan pelatihan.
Menurut Philips dalam Kaswan (2013:136), Evaluasi program pelatihan
dapat memiliki beberapa tujuan dalam organisasi, evaluasi dapat membantu
untuk:
1. Menentukan apakah program mencapai tujuanya
2. Mengindentifikasikan kekuatan dan kelemahan program, yang dapat
mengarah pada perubahan, seperti yang dibutuhkan
3. Menentukan rasio biaya keuntungan program pelatihan
4. Menentukan siapa yang seharusnya berpartisipasi dalam program pelatihan di
masa yang akan datang
5. Mengindentifikasikan peserta mana yang paling mendapat manfaat atau yang
paling tidak mendapat manfaat program itu
6. Mengumpulkan data untuk membantu dalam membesarkan program
tersebuut di masa yang kan datang
7. Membangun database untuk membantu manajemen dalam mengambil
keputusan
3.1.2.7. Model evaluasi pelatihan
Evaluasi Program ditujukan supaya fleksibel dan spesifik untuk kondisi
tertentu, dalam artian untuk menjawab pertanyaan, menguji hipotesis atau
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
menjelaskan proses program. Evaluasi difokuskan untuk memperoleh informasi
yang dapat menurunkan ketidakpastian mengenai masalah yang dihadapi selama
evaluasi. (McDavid & Hawthorn, 2006:375).
Menurut Jack J Phillips dan Ron Drew Stone dalam bukunya How To
Measure Training Result yang dikutip kembali oleh satriono (2008: 6-7) evaluasi
training atau pelatihan dibagi menjadi 5 tahap, yaitu :
1.
Reaction;
Pengukuran evaluasi training level 1, untuk mengetahui tingkat kepuasan
peserta terhadap pelaksanaan suatu pelatihan. Evaluasi pelatihan di tingkat
ini mengukur bagaimana reaksi kepuasan peserta pelatihan terhadap
program yang diikuti berdasarkan persepsi dan apa yang dirasakan peserta,
hal-hal yang diukur dalam materi pelatihan, fasilitator dan fasilitas
pelatihan.
2.
Learning
Pengukuran evaluasi training level 2, untuk mengukur tingkat tambahan
pengetahuan, ketrampilan maupun perubahan sikap peserta setelah
mengikuti pelatihan, di tingkat ini diukur mengenai seberapa jauh dampak
program pelatihan yang diikuti peserta dalam hal peningkatan pengetahuan,
keahlian, dan perilaku mengenai suatu hal yang dipelajari dalam pelatihan.
Biasanya data evaluasi diperoleh dengan membandingkan hasil dari
pengukuran sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan dari setiap peserta.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
3.
Application/Behaviour
Pengukuran evaluasi training level 3, untuk mengetahui tingkat perubahan
perilaku kerja peserta pelatihan setelah kembali kelingkungan kerjanya, di
tingkat ini evaluasi pelatihan dilakukan sebagai usaha untuk mengetahui
apakah keahlian, pengetahuan, atau sikap yang baru sebagai dampak dari
program pelatihan, benar-benar dapat dimanfatkan dan diaplikasikan dalam
perilaku kerja sehari-hari dan berpengaruh secara signifikan terhadap
pencapaian sasaran kerja individu dan organisasi.
4.
Result
Pengukuran evaluasi training level 4, untuk mengetahui dampak perubahan
perilaku kerja peserta pelatihan terhadap tingkat produktifitas organisasi,
tingkat ini mengukur keberhasilan program pelatihan dari sudut pandang
bisnis dan organisasi. Bagaimana hasil pelatihan berpengaruh terhadap
bisnis atau lingkungan kerja disebabkan karena adanya peningkatan kinerja
peserta pelatihan, waktu, habit, cost dan customer satisfaction yang berhasil
ditingkatkan atau diturunkan oleh peserta pelatihan
5.
ROTI
Pengukuran evaluasi training level 5, yaitu ROTI (Return on Training
Investmen) dilakukan untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi
yang telah dikeluarkan untuk training.
3.1.2.8. Dimensi Pelatihan
Berdasarkan uraian berbagai sumber di atas maka dapat disimpulkan
bahwa pelatihan dalam suatu perusahaan dapat dikelompokan menjadi tiga
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
bagian, yaitu perencanaan yang mencakup analisis kebutuhan pelatihan (training
need analysis), pelaksanaan pelatihan dan evaluasi pelatihan. Ketiga hal tersebut
yang akan menjadi dimensi pelatihan dalam penelitian ini dan berhubungan
dengan dimensi kinerja karyawan sesuai dengan gambar 3.1. di bawah ini :
Kinerja karyawan
Pelatihan
Kualitas
Analisis kebutuhan pelatihan
Kuantitas
Ketepatan waktu
Pelaksanaan pelatihan
Efektifitas
Evaluasi pelatihan
Kemandirian
Gambar 3.1. Korelasi Antar Dimensi Pelatihan dan Kinerja Karyawan
Sumber : Dessler (2006: 281)
3.1.3. Kepemimpinan
Berikut beberapa pengertian mengenai kepemimpinan menurut para ahli,
diantaranya;
Dalam buku The Art of Leadership, Ordway Tead menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang agar mereka mau bekerja
sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Kartini Kartono, 2011:57)
Menurut George R. Terry kepemimpinan sebagai aktivitas untuk
mempengaruhi orang-orang agar diarahkan mencapai tujuan organisasi. (Miftah
Thoha, 2012:259)
Sedangkan
Stephen
P.
Robbins
dan
Mary
Coulter
(2012:488)
menyampaikan bahwa, “Leadership is what leaders do. It’s process of leading a
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
group and influencing that group to achieve it’s goals”. “Kepemimpinan adalah
apa yang pemimpin lakukan. Itu adalah proses memimpin kelompok dan
mempengaruhinya untuk mencapai tujuan.”
Kepemimpinan diperlukan oleh perusahaan dalam upaya pencapaian tujuan
suatu organisasi. Karyawan dituntut untuk dapat mengikuti arahan dari
pimpinannya karena merekalah yang dianggap mampu menjadi influence bagi
karyawan untuk dapat memiliki tujuan yang sama dengan perusahaan. Jika tujuan
yang dituju tidaklah sama maka akan sulit bagi suatu organisasi menjalankan
proses pencapaiannya.
Sehingga jika disimpulkan dari beberapa pendapat di atas, bahwa
kepemimpinan
sebenarnya
adalah
bagaimana
pemimpin
bisa
mengajak
karyawannya menuju tujuan perusahaan.
3.1.3.1. Tipe-Tipe Kepemimpinan
Ada beberapa tipe kepemimpinan yang diutarakan oleh G.R Terry yang
kembali dikutip oleh Suwatno dan Priansa (2011:156) , yaitu:
1. Kepemimpinan Pribadi (Personal Leadership)
Dalam tipe ini pimpinan mengadakan hubungan langsung dengan bawahannya,
sehingga timbul hubungan pribadi yang intim.
2. Kepemimpinan Non-Pribadi (Non-Personal Leadership)
Dalam tipe ini hubungan antara pimpinan dengan bawahannya melalui
perencanaan dan instruksi-instruksi tertulis.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
3. Kepemimpinan Otoriter (Authoritarian Leadership)
Dalam tipe ini pimpinan melakukan hubungan dengan bawahannya dengan
sewenang-wenang sehingga sebetulnya bawahannya melakukan semua
perintah bukan karena tanggung jawab tetapi lebih karena rasa takut.
4. Kepemimpinan Kebapakan (Paternal Leadership)
Tipe kepemimpinan ini tidak memberikan tanggung jawab kepada bawahan
untuk bisa mengambil keputusan sendiri karena selalu dibantu oleh
pemimpinnya, hal ini berakibat kepada menumpuknya pekerjaan pemimpin
karena segala permasalah yang sulit akan dilimpahkan kepadanya.
5. Kepemimpinan Demokratis (Democratic Leadership)
Dalam setiap permasalahan pemimpin selalu menyertakan pendapat para
bawahnnya dalam pengambilan keputusan, sehingga mereka akan merasa
dilibatkan dalam setiap permasalahan yang ada dan merasa bahwa pendapatnya
selalu diperhitungkan, dengan begitu mereka akan melaksanakan tugas dengan
rasa tanggung jawab akan pekerjaannya masing- masing.
6. Kepemimpinan Bakat (Indigenous Leadership)
Pemimpin tipe ini memiliki kemampuan dalam mengajak orang lain, dan
diikuti oleh orang lain. Para bawahan akan senang untuk mengikuti perintah
yang diberikan karena pembawaannya yang menyenangkan.
Selain itu ada pendapat dari W.J. Reddin dalam artikelnya yang berjudul
What Kind of Manager (Kartini Kartono, 2011:34) juga mengemukakan watak
dan tipe pemimpin yang dikelompokan menjadi 3 pola dasar, yaitu:
1. Berorientasikan tugas (task orientation)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
2. Berorientasikan hubungan kerja (relationship orientation)
3. Berorientasikan hasil yang efektif (effectiveness orientation)
3.1.3.2. Fungsi Kepemimpinan dan Sifat-sifat Pemimpin
Menurut Kartono (2011:93), fungsi dari kepemimpinan ialah memandu,
menuntun, membimbing, membangun, memberi atau membangunkan motivasimotivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi
yang baik, memberikan supervise/pengawasan yang efisien, dan membawa para
pengikutnya kepada sasaran yang dituju, sesuai dengan ketentuan waktu dan
perencanaan.
Menurut Suwatno dan Priansa (2011:149), seorang pemimpin yang efektif
adalah seorang yang mampu menampilkan dua fungsi penting, yaitu fungsi tugas
dan fungsi pemeliharaan. Fungsi tugas berhubungan dengan segala sesuatu yang
harus dilaksanakan untuk memilih dan mencapai tujuan-tujuan secara rasional,
tugas-tugas tersebut antara lain menciptakan kegiatan, mencari informasi,
memberi informasi, memberikan pendapat, menjelaskan, mengkoordinasikan,
meringkaskan, menguji kelayakan, mengevaluasi, dan mendiagnosis. Fungsi
pemeliharaan berhubungan dengan kepuasan emosi yang diperlukan untuk
mengembangkan dan memelihara kelompok, masyarakat atau untuk keberadaan
organisasi. Beberapa fungsi tersebut antara lain mendorong semangat,
menetapkan standar,
mengikuti,
mengekspresikan perasaan, menciptakan
keharmonisan, dan mengurangi ketegangan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
Jika disederhanakan fungsi kepemimpinan adalah memastikan karyawannya
mendapatkan segala kebutuhan dalam kegiatan kerja, yang selanjutnya akan
melancarkan proses pencapaian tujuan organisasi.
Terdapat sepuluh sifat pemimpin yang unggul yang diutarakan oleh G.R
Terry didalam Kartono(2011:47), yaitu:
a.
Kekuatan.
b.
Stabilitas emosi.
c.
Pengetahuan tentang relasi insani.
d.
Kejujuran.
e.
Objektif.
f.
Dorongan pribadi.
g.
Keterampilan berkomunikasi.
h.
Kemampuan mengajar.
i.
Keterampilan sosial.
j.
Ke cakapan teknis atau kecakapan manajerial.
3.1.3.3. Dimensi Kepemimpinan
Berikut ini adalah dimensi kepemimpinan yang dijadikan sebagai acuan
dalam penelitian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Andrew EB Tani
(2008)yang diterapkan juga sebagai gaya kepemimpinan di PT Intraco penta,Tbk
yang mempunyai style lidership PCDCA Behaviors: Manage by head & Lead by
heart yang dikelompokan menjadi dua yaitu kepemimpinan berfokus pada
pekerjaan (Manage by head) dan berfokus kepada manusia (Lead by heart).
PCDCA Behaviors, Manage by head & Lead by heart dapat diuraikan sebagai:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
a.
Smart Plan
1. Kepemimpinan yang berfokus kepada pekerjaan, maka seorang pemimpin
harus dapat menjadi planner dan mempunyai kemampuan seperti berikut:

Mendorong anggota tim untuk merencanakan standar kerja dan cara
mengontrolnya

Menetapkan sasaran dan standar prestasi yang jelas dan spesifik untuk
pekerjaan anggota tim

Mengatur distribusi kerja seluruh anggota tim dan mempersiapkan
second man dengan baik

Menerangkan kepada anggota tim secara jelas tugas dan tanggung
jawab yang diberikan

Mendorong anggota tim untuk terus meningkatkan standar kerja di
bagian masing-masing
2. Kepemimpinan yang berfokus kepada manusia, maka seorang pemimpin
harus dapat menjadi inspirator bagi bawahanya dan mempunyai
kemampuan seperti berikut:

Memberi dan menerima usulan, saran dan rekomendasi dari anggota
tim dalam menetapkan sasaran yang hendak dicapai bersama serta
batas waktu untuk mencapainya

Menunjukkan komitmen pribadi yangtinggi dan ketekunan dalam
mencapai sasaran-sasaran tim

Menjelaskan kepada anggota tim bagaimana pekerjaan yang dipercaya
memberikan kontribusi pada organisasi secara keseluruhan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
b.
Smart Coordination
1. Kepemimpinan yang berfokus kepada pekerjaan, maka seorang
pemimpin harus dapat menjadi koordinator dan mempunyai kemampuan
seperti berikut:

Mengadakan rapat-rapat tim secara berkala

Memastikan adanya sasaran-sasaran tim yang jelas dimengerti

Mengadakan evaluasi hasil kerja tim secara terus menerus

Memastikan bahwa anggota tim mempunyai pengertian yang jelas
tentang apa yang diputuskan pada akhir tiap rapat tim
2. Kepemimpinan yang berfokus kepada manusia, maka seorang pemimpin
harus dapat menjadi motivator bagi bawahanya dan mempunyai
kemampuan seperti berikut:
 Menekankan kerjasama daripada persaingan antar anggota tim
 Menumbuhkan keinginan seluruh anggota tim untuk berbuat lebih
banyak (willingness to do more)
 Secara berkala berusaha merasakan tingkat semangat tim
 Mengusahakan adanya suasana kekeluargaan dan hubungan yang
serasi, selaras dan seimbang serta keterbukaan dan kejujuran dalam
tukar pendapat di dalam rapat-rapat tim.
c. Smart Execution
1. Kepemimpinan yang berfokus kepada pekerjaan, maka seorang
pemimpin harus dapat menjadi instruktur dan mempunyai kemampuan
seperti berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
 Menerapkan mekanisme komunikasi dengan anggota tim secara
teratur dan efektif
 Memanfaatkan ketrampilan dan kemampuan anggota tim dalam
membagi tugas
 Memberi umpan balik kepada anggota tim mengenai caranya
melakukan pekerjaan
 Memberikan keputusan yang tegas kepada anggota tim bilamana
diperlukan
2. Kepemimpinan yang berfokus kepada manusia, maka seorang pemimpin
harus dapat menjadi Coach bagi bawahanya dan mempunyai kemampuan
seperti berikut:
 Membentuk dan membina hubungan kerja yang hangat dan bersahabat
dengan anggota tim
 Menciptakan suasana kerja yang bergairah, antara lain dengan
memperlihatkan sikap keteladanan dalam berbagai hal.
 Sangat memperhatikan tingkat kedisiplinan anggota tim
 Menumbuhkan keinginan anggota tim untuk mengambil risiko yang
layak dalam menggunakan wewenang yang diberikan.
d. Smart Checking
1. Kepemimpinan yang berfokus kepada pekerjaan, maka seorang
pemimpin harus dapat menjadi evaluator dan mempunyai kemampuan
seperti berikut:
 Membicarakan setiap tugas dan pencapaian hasilnya dengan seksama
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
 Menjelaskan kepada anggota tim kriteria yang dipergunakan dalam
mempertimbangkan prestasi
 Mempersilakan
anggota
tim
berbicara
secara
terbuka
dan
membicarakan pandangan-pandangannya secara langsung dan jujur
selama diskusi mengenai penilaian prestasi
 Mengkaitkan penghargaan yang diberikan kepada anggota tim
(kenaikan gaji dan kenaikan pangkat) dengan prestasi daripada dengan
faktor-faktor lainnya seperti hubungan pribadi.
2.
Kepemimpinan yang berfokus kepada manusia, maka seorang pemimpin
harus dapat menjadi katalisator bagi bawahanya dan mempunyai
kemampuan seperti berikut:
 Mempertimbangkan semua informasi yang relevan pada waktu
melakukan penilaian karya anggota tim
 Mempergunakan pengakuan dan pujian (disamping gaji) untuk
menghargai prestasi yang sangat bagus
 Memperhatikan dan menunjukkan penghargaan apabila anggota tim
telah meneluarkan tenaga dan waktu tambahan dalam melaksanakan
tugas.
e.
Smart Action
1. Kepemimpinan yang berfokus kepada pekerjaan, maka seorang
pemimpin harus dapat menjadi Problem Solver dan mempunyai
kemampuan seperti berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48

Meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan kepada anggota
tim

Mendorong anggota tim untuk menemukenali masalah-masalah yang
menyebabkan tidak sesuainya hasil kerja dengan apa yang
diharapkan

Memberikan dan menerima saran- saran jalan keluar untuk
mengatasi masalah yang ditemukenali oleh anggota tim

Mendorong anggota tim untuk mengambil langkah konkrit yang
dapat memperbaiki prestasi
2.
Kepemimpinan yang berfokus kepada manusia, maka seorang pemimpin
harus dapat menjadi mentor bagi bawahanya dan mempunyai
kemampuan seperti berikut:

Memperhatikan prestasi setiap anggota tim

Memberikan petunjuk kepada anggota tim yang kurang berprestasi
dan berusaha untuk mendorong tumbuh kembangnya lebih lanjut

Mengusahakan adanya pelatihan yang dibutuhkan sehingga anggota
tim dapat memperbaiki prestasi
Seluruh dimensi tersebut jika dilaksanakan dengan baik maka akan
membantu dalam memaksimalkan peran pemimpin dalam perusahaan. Pemimpin
diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan dengan memberikan motivasi
dan menstimulasi ide kreatif, memperhatikan karyawan dan kebutuhan khususnya,
juga bisa menjadi pemimpin yang bersifat mengayomi serta seorang yang dapat
dihormati oleh seluruh karyawannya.Gambar 3.2 di bawah ini merupakan dimensi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
dari kepemimpinan dan hubunganya dengan dimensi-dimensi kinerja didalam
penelitian ini.
Kepemimpinan
Kinerja Karyawan
Smart Plan
Kualitas
Smart Coordination
Kuantitas
Smart Execution
Ketepatan waktu
Smart Checking
Efektifitas
Smart Action
Kemandirian
Gambar 3.2. Korelasi Antar Dimensi Kepemimpinan dan
Kinerja Karyawan
Sumber : Andre EB Tani (2008)
3.1.4. Budaya Organisasi
Menurut Fahmi,(2010:45) Budaya adalah hasil karya cipta manusia yang
dihasilkan dan telah dipakai sebagi bagian dari kehidupan sehari–hari. Suatu
budaya yang dipakai dan diterapkan dalam kehidupan selama periode waktu yang
lama akan mempengaruhi pola pembentukan dari suatu masyarakat, seperti
kebiasaan rajin bekerja, dan kebiasaan–kebiasaan ini berpengaruh secara jangka
panjang yaitu pada semangat rajin bekerja yang terus terjadi hingga diusia senja,
begitu pula sebaliknya jika sudah terbiasa malas dan tidak suka bekerja maka itu
juga akan terbawa hingga pada saat menjadi kakek nenek
Sedangkan budaya organisasi menurut Jones yang dikutip kembali oleh
Fahmi (2010:47) adalah suatu kebiasaan yang berlangsung lama dan dipakai serta
diterapkan dalam kehidupan aktivitas kerja sebagai salah satu pendorong untuk
meningkatkan kualitas kerja para karyawan dan manajer perusahaan Jones
mendefinisikan kultur organisasi sebagai sekumpulan nilai norma hasil berbagai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
50
yang mengendalikan interaksi anggota organisasi satu sama laindan dengan orang
di luar organisasi.
Budaya organisasi merupakan faktor yang paling kritis dalam organisasi.
Efektivitas organisasi dapat ditingkatkan dengan menciptakan budaya yang kuat,
yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan organisasi. Organisasi yang
berbudaya kuat akan memiliki ciri khas tertentu sehingga dapat memberikan daya
tarik bagi individu untuk bergabung.
Suatu budaya yang kuat merupakan perangkat yang sangat bermanfaat
untuk mengarahkan perilaku, karena membantu karyawan untuk melakukan
pekerjaan dengan lebih baik, sehingga setiap karyawan perlu memahami budaya
dan bagaimana budaya tersebut terimplementasikan.
3.1.4.1. Tingkatan dan karakteristik budaya organisasi
Menurut Schein (2005) budaya ada dalam tiga tingkat, yaitu:
1.
Artifact (Artifacts)
hal-hal yang ada bersama untuk menentukan budaya dan mengungkapkan apa
sebenarnya budaya itu kepada mereka yang memperhtikan budaya. Artifact
termasuk produk, jasa, dan bahkan pola tingkah laku dari anggota sebuah
organisasi.
2.
Nilai-nilai yang didukung (Espoused Values)
Alasan yang diberikan oleh sebuah organisasi untuk mendukung caranya
melakukan sesuatu.
3.
Asumsi Dasar (Basic Assumption)
Keyakinan yang dianggap sudah ada oleh anggota suatu organisasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
51
Sedangkan Luthans (2006: 125), menyatakan budaya organisasi mempunyai
sejumlah karakteristik penting. Beberapa diantaranya adalah:
1.
Aturan perilaku yang diamati
Ketika anggota organisasi berinteraksi satu sama lain, mereka menggunakan
bahasa, istilah, dan ritual umum yang berkaitan dengan rasa hormat dan cara
berperilaku.
2.
Norma
Adalah standar perilaku, mencakup pedoman mengenai seberapa banyak
pekerjaan yang dilakukan, yang dalam banyak perusahaan menjadi ”jangan
melakukan terlalu banyak; jangan terlalu sedikit.”
3.
Nilai dominan
Organisasi mendukung dan berharap peserta membagikan nilai-nilai utama.
Contohnya adalah kualitas produk tinggi, sedikit absen, dan efisiensi tinggi.
4.
Filosofi
Terdapat kebijakan yang membentuk kepercayaan organisasi mengenai
bagaimana karyawan dan atau pelanggan diperlakukan.
5.
Aturan
Terdapat pedoman ketat berkaitan dengan pencapaian perusahaan.pendatang
baru harus mempelajari teknik dan prosedur yang ada agar diterima sebagai
anggota kelompok yang berkembang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
52
6.
Iklim organisasi
Merupakan keseluruhan ”perasaan” yang disampaikan dengan pengaturan
baru yang bersifat fisik, cara peserta berinteraksi, dan cara anggota organisasi
berhubungan dengan pelanggan dan individu dari luar.
3.1.4.2.Fungsi budaya organisasi
Sedangkan budaya organisasi juga mempunyai fungsi, menurut Supartha
(2008:20), fungsi utama budaya organisasi adalah :
1. Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok
lain.
Batas pembeda ini terbentuk karena adanya identitas tertentu yang dimiliki
oleh suatu organisasi atau kelompok, yang tidak dimiliki oleh organisasi atau
kelompok lain.
2. Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu organisasi.
Hal ini merupakan bagian dari komitmen kolektif karyawan. Para karyawan
mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan rasa tanggung jawab atas
kemajuan perusahaannya.
3. Sebagai mekanisme kontrol dalam memadu dan membentuk sikap serta
perilaku karyawan.
Dengan
dilebarkannya
mekanisme
kontrol,
didatarkannya
struktur,
diperkenalkannya tim-tim dan diberi kuasanya karyawan oleh organisasi,
makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat memastikan
bahwa semua orang diarahkan ke arah yang sama.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
53
4. Sebagai integrator.
Budaya organisasi dapat dijadikan sebagai integrator karena adanya sub-sub
budaya baru. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh perusahaanperusahaan besar di mana di setiap unit terdapat sub budaya baru. Demikian
pula, dapat dipersatukannya kegiatan para anggota organisasi yang terdiri atas
sekumpulan individu yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda.
5. Membentuk perilaku bagi karyawan.
Fungsi ini dimaksudkan agar para karyawan dapat memahami bagaimana
mencapai tujuan organisasi.
6. Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi.
Masalah utama yang sering dihadapi organisasi adalah masalah adaptasi
terhadap lingkungan eksternal dan integrasi internal. Diharapkan budaya
organisasi dapat berfungsi mengatasi masalah-masalah tersebut.
7. Sebagai acuan dalam menyusun rencana perusahaan.
Fungsi budaya organisasi adalah sebagai acuan untuk menyusun perencanaan
pemasaran, segmentasi pasar, penentuan positioning yang akan dikuasai
perusahaan tersebut.
8. Sebagai alat komunikasi.
Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antara atasan dan
bawahan atau sebaliknya, serta antar anggota organisasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
54
9. Sebagai penghambat berinovasi.
Budaya organisasi dapat juga sebagai penghambat dalam berinovasi. Ini bisa
terjadi apabila budaya organisasi tidak mampu mengatasi masalah-masalah
yang menyangkut lingkungan eksternal dan integrasi internal.
3.1.4.3.Unsur-unsur Pembentukan Budaya Organisasi
Supartha (2008:15) mengemukakan ada lima unsur pembentukan budaya
organisasi, sebagai berikut :
1. Lingkungan usaha
Lingkungan usaha merupakan unsur yang menentukan, apa yang harus
dilaksanakan perusahaan agar bisa berhasil. Lingkungan usaha yang
berpengaruh antara lain produk yang dihasilkan oleh pesaing, pelanggan,
teknologi, pemasok, kebijakan pemerintah, dan lain-lain.
2. Nilai-nilai
Setiap perusahaan mempunyai nilai-nilai inti sebagai pedoman berpikir dan
bertindak untuk semua anggota dalam mencapai tujuan/misi organisasi, nilainilai itu dapat berupa slogan atau moto. Di PT Intraco penta memiliki nilainilai yang disebut dengan INTAces atau kepanjangan dari intrco penta care,
excellence dan synergy. INTAces menjadi pedoman perilaku karyawan di
lingkungan kerja INTA Group, berikut ini adalah penjabaran dari INTAces:
a. Care

Fokus kepada kebutuhan pelanggan

Berorientasi pada pelayanan

Memperlakukan satu sama lain dengan penuh hormat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
55

Memahami sikap, minat, kebutuhan dan perbedaan pandangan orang
lain

Pendekatan secara tulus dan positif

Menghargai peran dan kontribusi setiap karyawan

Mengutamakan kebutuhan organisasi di atas pribadi

Saling mendukung dan memotivasi satu sama lain.
b. Excellence

Berusaha memanfaatkan sumber daya secara optimal untuk mencapai
kinerja terbaik

Bekerja keras dan memberikan standar kerja terbaik

Melakukan sesuatu lebih baik, lebih cepat, lebih efisien dan
meningkatkan kualitas

Memiliki kebanggaan dan semangat yang tinggi

Merancang tugas yang lebih menantang untuk diri sendiri dan orang
lain

Meningkatkan kinerja dengan melakukan sesuatu yang baru dan
berbeda
c. Synergy

Membangun tim kerja yang kreatif untuk mencapai kesuksesan

Saling menghargai dan saling mendukung dalam memecahkan
persoalan dan meraih kesempatan

Menghargai adanya perbedaan satu dengan yang lain
http://digilib.mercubuana.ac.id/
56

Terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan dan alternatif-alternatif
baru

Membangun kekuatan untuk menutupi kekurangan

Membagi pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan
3. Pahlawan
Pahlawan adalah tokoh yang dipandang berhasil dalam mewujudkan nilainilai budaya dalam kehidupan nyata. Pahlawan bisa berasal dari pendiri
perusahaan, para manajer, kelompok organisasi atau perorangan yang berhasil
menciptakan nilai-nilai organisasi.
4. Ritual
Karyawan yang berhasil memajukan perusahaan diberi penghargaan, yang
dilaksanakan secara ritual tiap tahunnya, misalnya kepada karyawan yang
tidak pernah absen, pemberi saran yang membangun, penjual terbanyak,
pelayan terbaik, dan sebagainya.
5. Jaringan budaya
Jaringan budaya adalah jaringan komunikasi informal yang pada dasarnya
merupakan saluran komunikasi primer. Fungsinya menyalurkan informasi
dan memberi interpretasi terhadap informasi.
3.1.4.4.Nilai-nilai Budaya Organisasi
Nilai-nilai budaya organisasi dapat mencerminkan falsafah dan misi
organisasi, tujuan, standar, dan larangan- larangan. Solusi ini dapat berjalan secara
berkesinambungan dan menjadi bagian budaya organisasi (Supartha, 2008:28)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
57
Supartha (2008:44) menyebutkan nilai-nilai budaya organisasi dibagi
menjadi dua, nilai subjektif dan nilai objektif.
1. Nilai subjektif
Nilai subjektif, yaitu sesuatu yang oleh seseorang dianggap dapat memenuhi
kebutuhannya pada suatu waktu dan oleh karena itu ia berkepentingan
atasnya, disebut bernilai atau mengandung nilai bagi yang bersangkutan.
Aspek subjektif meliputi :
a. Umur (belum dewasa, dewasa, matang).
b. Latar belakang pribadi (jenis dan tingkat pendidikan).
c. Latar belakang sosial budaya (budaya daerah, budayanasional).
d. Tingkat inteligensi (rendah, normal,superior dan genius)
e. Agama dan kepercayaannya sebagai keyakinan yang mempengaruhinya
2. Nilai objektif
Nilai objektif adalah sesuatu hal yang mengandung nilai. Suatu sistem nilai
objektif dapat dikonstruksikan berdasarkan kategori nilai tertentu, seperti
“penting” didasarkan pertimbangan kebutuhan, baik didasarkan pertimbangan
moral atara kesadaran etika, “benar” didasarkan pertimbangan agama atau
logika. Nilai objektif dibedakan berdasarkan fakta sebagai berikut :
a.
Nilai etika, yakni menyangkut hal baik dan buruk dalam hubungannya
dengan kegiatan perbuatan manusia.
b.
Nilai estetika, yakni berkenaan dengan keindahan bagus dan jelek.
c.
Nilai intelek, yakni berkaitan dengan logika dan pengetahuan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
58
d.
Nilai agama, yang berhubungan dengan perintah dan larangan Tuhan
yang ada dalam kitab suci.
e.
Nilai sosial, yakni menyangkut hubungan antara manusia dan pergaulan
hidup.
3.1.4.5. Dimensi budaya organisasi
Budaya organisasi merupakan faktor yang paling kritis dalam organisasi.
Efektivitas organisasi dapat ditingkatkan dengan menciptakan budaya yang kuat,
yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan organisasi, dalam pencapaian tujuan
organisasi maka harus didukung kinerja karyawanya yang unggul, didalam
penelitian ini dimensi dimensi yang berhubungan dengan kinerja karyawan adalah
sesuai yang dikemukakan oleh Supartha (2008:15) dapat dilihat pada gambar 3.3.
di bawah ini :
Budaya organisasi
Kinerja karyawan
Lingkungan usaha
Kuantitas
Nilai-nilai
Kualitas
Pahlawan
Ketepatan waktu
Ritual
Efektivitas
Jaringan budaya
Kemandirian
Gambar 3.3. Korelasi Antar Dimensi Budaya Organisasi dan Kinerja Karyawan
Sumber : Supartha (2008:15)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
59
3.2. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti mengenai
pelatihan, kepemimpinan, budaya organisasi, dan kinerja karyawan diantaranya
adalah sebagaimana tercantum dalam tabel berikut.
Tabel 3.2.
Penelitian Terdahulu
No
Peneliti
Hasil
1
Anam Amin,
Rashid Saeed,
dkk. (2013)
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara variabel
training benefit dan kinerja karyawan terhadap sektor pendidikan pakistan. Pelatihan
memberikan manfaat positif terhadap pembangunan, kebijakan organisasi, dan kinerja
karyawan dengan nilai signifikansi sebesar 0,01.
2
Afshan Sultana
(2012)
Penelitian ini mempelajari dampak pelatihan karyawan pada kinerja di bidang
Telekomunikasi di Pakistan . Penelitian dilaksanakan dengan set hipotesis yang berkaitan
dengan penelitian secara langsung ke pertanyaan. Hipotesis mendasar yang menyatakan
bahwa ada dampak positif dari pelatihan karyawan pada kinerja. Data dikumpulkan
melalui angket; analisa menunjukkan bahwa ada kuat dampak positif dari pelatihan
karyawan pada kinerja.
3
Onyanggo dan
Wanyoike (2014)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang kuat antara pelatihan
dan pengembangan karyawan dan kinerja. Hal ini terbukti dari hasil di atas bahwa
jenjang gaji didasarkan pada tingkat pendidikan dan jabatan
4
Rochelle Joy
Belonio
Temuan dalam studi ini menunjukkan bahwaManajer (pemimpin) di sektor perbankan di
Bangkok mengkombinasikan berbagai aspek atau faktor gaya kepemimpinan yang
tergantung pada lingkungan kerja di mana mereka beroperasi. Hasil Penelitian
menunjukan kepemimpinan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
karyawan.
5
By Raja Abdul
Ghafoor Khan,
Furqan Ahmed
Khan, Dr.
Muhammad
Aslam Khan vol
11, 2011
Pelatihan dan Pengembangan telah berdampak positif pada kinerja organisasi. Diskusi
dari semua hasil membuktikan hipotesis, H1 :Pelatihan desain telah berdampak
signifikan pada kinerja organisasi, H2 : Pada on the job telah berdampak signifikan
padaPerforma 68 organisasi, H3: Pengiriman style mempunyai dampak yang berarti pada
organisasi dan performa
H4 :Pelatihan & pengembangan telah berdampak signifikan pada kinerja organisasi.
Semua ini memiliki dampak yang positif pada kinerja organisasi.
6
M. Umer Paracha,
Volume 12 Issue
4 Version 1.0
March 2012
Kepemimpinan menunjukkan 55%, yang menunjukkan bahwa sektor pendidikan
(pendidik) kami telah memilih untuk Penelitian menekankan berat pada kepemimpinan
transaksional sementara hanya 34% mengandalkan kepemimpinan transformasional dan
hanya 12% merupakan faktor lain yang membuat dampak pada kinerja karyawan. Hasil
ini juga menginformasikanbahwa kinerja karyawan sangat bergantung pada
kepemimpinan dan dapat memainkan peran penting dalam menentukan kinerja
karyawan, sehingga organisasi harus hati-hati menganalisis, jenis kepemimpinan mereka
harus mengadopsi jika mereka ingin meningkatkan kinerja karyawan dan hasilnya
menunjukkan kita organisasi harus memilih.
7
Qaisar abas and
yaqoob, Pakistan
Economic and
Social Review
Volume 47, No. 2
(Winter 2009), pp.
269-292
Terdapat hubungan yang positif antara variabel kepemimpinan dan variabel kinerja
karyawan
Sumber: Berbagai literatur.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
60
Tabel 3.2.
Penelitian Terdahulu lanjutan
No
8
Peneliti
Fakhar
Shahzad,2013,
Volume
Number 2
Hasil
5,
Hasil keseluruhan didukung dengan hipotesis alternatif, bahwa budaya organisasi
memiliki dampak positif yang signifikan terhadap kinerja kerja karyawan di rumah
perangkat lunak yang dipilih di Pakistan.
9
Syed Munir
Ahmed Shah,
Desenver2011
Vol 3, No 8
1. Hubungan antara budaya organisasi dan kepuasan kerja karyawan adalahsignifikan
sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan inovasi dan pengambilan risiko tidak
akan menghasilkanberpengaruh pada kepuasan kerja karyawan dan penurunan budaya
organisasi juga akan memilikihasil yang sama dalam kasus anggota fakultas dari
Universitas Sindh.
10
amesh
Kumar
Moona
Haji
Mohamed, August
2013, Vol. 3, No. 8
1.uncertainty avoidance memiliki hubungan positive dengan kinerja karyawan sebesar
0.826 2. Masculinity/ femininity memiliki hubungan positive dengan kinerja karyawan
sebesar 0. 3.Power distance memiliki hubungan positive dengan kinerja karyawan
sebesar 0.89 4, Individualism memiliki hubungan positive dengan kinerja karyawan
sebesar 0.682
11
Musriha
(2013)
Berdasarkan hasil hipotesis pertama dapat diketahui bahwa hipotesis yang diajukan yaitu
Budaya Organisasi (X1), (pelatihan(X2 ), Kompensasi(X3)dan motivasi (X4) secara
serempak mempunyai pengaruh signifikan terhadap Kinerja diterima kebenarannya hal
ini dibuktikan dengan uji signifikasi atau Uji F s
12
Rizky Putra
(2011)
diketahui bahwa secara serempak kepemimpinan dan motivasi berpengaruh sangat
signifikan (high significant) terhadap kinerja karyawan pada PT. Bank Syariah Mandiri,
Tbk Cabang Petisah Medan. Berdasarkan uji parsial (uji t), diketahui bahwa motivasi
yang paling dominan mempengaruhi kinerja. Untuk hipotesis kedua, berdasarkan uji
parsial (uji t) diketahui bahwa kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap motivasi
13
Mulyaningrum
(2010)
Hipotesis menunjukkan konstruk pelatihan dan kepemimpinan mempunyai hubungan
positif dan signifikan terhadap konstruk laten kinerja
14
Eko Yudhi
Setiawan (2015)
Secara Parsial Kepemimpinan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
karyawan ISS Indonesia di Rumah Sakit National Surabaya
15
Rini Rosmiyati
(2014)
Titin Olga silvia
(2013)
kepemimpinan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan
16
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa variabel Pelatihan tidak berpengaruh signifikan
terhadap Kinerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Dharmasraya
Sumber: Berbagai literatur.
3.3. Rerangka Pemikiran
Kinerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh karyawan atau perilaku
nyata yang ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi. Kinerja
karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam usaha organisasi untuk
mencapai tujuannya, sehingga penting untuk diperhatikan faktor-faktor yang
menentukan kinerja karyawan. Kinerja karyawan merujuk pada hasil dari
perilaku, dinilai oleh beberapa faktor atau standar mutu kerja. Guna menghasilkan
kinerja karyawan yang optimal tentunya tidak terlepas dari peran manajeman
http://digilib.mercubuana.ac.id/
61
untuk memperhatikan variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja karyawan,
diantaranya adalah pelatihan, kepemimpinan, dan budaya organisasi.
Berdasarkan penelitian terdahulu Rizki (2011) menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara kepemimpinan dengan kinerja karyawan.
Keberhasilan tujuan sebuah organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan
seorang pimpinan untuk meningkatkan kualitas maupun keterampilannya dalam
mengelola organisasi yang dipimpinnya. Kepemimpinan yang baik akan
memperoleh respon positif dari karyawan cenderung akan meningkatkan kinerja
karyawan yang dijadikan sebagai dasar motivasi eksternal untuk menjaga tujuantujuannya tetap harmonis dengan tujuan organisasi.
Musriha (2013) meneliti bahwa pelatihan mempunyai pengaruh yang positif
terhadap kinerja karyawan dalam suatu perusahaan. Pelatihan dalam suatu
perusahaan sebagai upaya untuk pengembangan sumber daya manusia, adalah
suatu siklus yang harus terjadi terus menerus. Hal ini terjadi karena perusahaan itu
harus berkembang untuk mengantisipasi perubahan-perubahan dari luar
perusahaan. Diklat akan memberikan peningkatan keterampilan, pengetahuan dan
kemampuan dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya sehingga berdampak
juga pada meningkatnya kinerja karyawan.
Sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh mulyaningrum
(2010) menyatakan bahwa ada hubungan yang positif antara pelatihan dengan
peningkatan kinerja karyawan.
Budaya organisasi (organizational culture) adalah sebuah sistem makna
bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
62
organisasi-organisasi lainnya). Dalam hal ini budaya organisasi akan membantu
dalam perkembangan perusahaan secara jangka pendek dan jangka panjang,
melalui peningkatan kinerja karyawan dimana karyawan mempunyai rasa
memiliki, partisipasi, dan rasa tanggung jawab atas kemajuan perusahaannya.
Adapun kerangka pemikiran penelitian ini dapat dijelaskan dalam bentuk
skema seperti pada Gambar 3.4. berikut
H1
X1 :Training
H2
X2 : Kepemimpinan
Y : Kinerja karyawan
H3
X3 : Budaya organisasi
H4
Gambar 3.4. Model Penelitian
3.4. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan tinjauan pustaka maka dapat
dinyatakan hipotesis sebagai berikut :
H1. Training berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan.
H2. Kepemimpinan berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan.
H3. Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan.
H4. Training, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi secara besama-sama
berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download