Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Infeksi Saluran Pernafasan

advertisement
Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) pada balita di Pusat Pelayanan Kesehatan Terapung (Puskesmas
Perairan) Kabupaten Batubara Tahun 2014
Yetti Fauizah,S.Kep,Ns,M.Kep
Musliardi
Atikah Alawiyah Tansara
ABSTRAK
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut,
Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian saluran pernapasan atas
hingga alveoli yang merupakan saluran pernapasan bawah dan termasuk jaringan
adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Di Lingkungan Pusat
Pelayanan Terapung Kabupaten Batubara terdapat kasus ISPA pada balita yang
banyak disebabkan polusi udara oleh sanitasi lingkungan yang buruk. Tujuan
penelitian ini yaitu Untuk mengidentifikasi hubungan sanitasi lingkungan dengan
ISPA pada balita.
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik dengan melakukan
observasi. Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua yang mempunyai anak
penderita ISPA yang berobat di pusat pelayanan kesehatan terapung berjumlah 36
orang, Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah tehnik total
sampling dengan mengambil semua sampel untuk diteliti.
Hasil penelitian terhadap 36 responden didapatkan dari 22 orang (61,1%)
yang memiliki sanitasi lingkungan buruk, terdapat 14 balita (36.1%) yang
mengalami ISPA sedang dan 8 orang (2,7%) mengalami ISPA berat Sedangkan
dari 14 orang (36.1%) yang memiliki sanitasi lingkungan baik terdapat 6 balita
(13.8%) mengalami ISPA sedang, 4 orang (5.5%) ISPA ringan dan 4 orang
(5.5%) ISPA berat.
Kesimpulan dari penelitian tersebut bahwa sanitasi lingkungan yang
buruk mengakibatkan penyakit ISPA yang diderita balita karena. Maka di
harapkan kepada kader kesehatan di pusat pelayanan kesehatan kabupaten
batubara
agar dapat memberikan informasi tentang keadaan lingkungan
berkondosi baik agar dapat mengurangi angka terjadinya ISPA pada balita.
Kata kunci
: Sanitasi Lingkungan, kejadian ISPA, balita
Daftar pustaka : 13 buku (2005 – 2013)
4 Internet (2010 – 2013)
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu kesehatan lingkungan
adalah ilmu multidisipliner yang
mempelajari
dinamika hubungan
interaktif antara sekelompok manusia
atau masyarakat dengan berbagai
perubahan komponen lingkungan
hidup manusia yang diduga dapat
menimbulkan gangguan kesehatan
pada masyarakat dan mempelajari
upaya untuk penanggulangan dan
pencegahannya (Chandra, 2007: 3)
Perkembangan
dan
pertumbuhan di wilayah kota yang
begitu pesat menjadikan munculnya
bermacam permasalahan, salah satu
masalah pokok yang sampai saat ini
belum tuntas adalah masalah sanitasi
perkotaan. Berdasarkan Laporan
Pencapaian tujuan pembangunan
Milenium di Indonesia tahun 2010
menunjukkan bahwa, akses sanitasi
layak di wilayah perkotaan masih
pada angka 69,51 % dari target yang
hendak dicapai di 2015 sebesar 76
,82 %, sedangkan capaian akses
sanitasi layak di wilayah perdesaan
sebesar 33.96 % dari target 55.55 %
(Bappenas, 2010) Penelitian lainnya
menunjukkan bahwa 17 persen
penghuni kawasan kumuh di
perkotaan melakukan aktifitas buang
sampah tanpa menggunakan tempat
pembuangan yang standar. Kesakitan
ISPA yang merupakan kesakitan
karena lingkungan di Indonesia
Tahun
2000-2010
cenderung
fluktuatif, dan Provinsi Jawa Timur
merupakan daerah kedua terbanyak
frekuensi KLB diare (Jurnal Ilmu
1
Lingkungan , Vol 10 (2):111122,(2012), ISSN : 1829-8907).
Sebagai salah satu Negara
berkembang
dengan
jumlah
penduduk lebih dari 200 juta jiwa,
masalah kesehatan lingkungan di
Indonesia menjadi sangat kompleks
terutama dikota-kota besar. Hal itu
disebabkan antara lain penyediaan air
bersih, pembuangan limbah industri
dan tempat pembuangan sampah
(Chandra, 2007: 13).
Kesehatan
lingkungan
pemukiman , tempat kerja dan
tempat-tempat umum serta tempat
pariwisata ditingkatkan melalui
penyediaan serta pengawasan mutu
air yang memenuhi persyaratan
terutama
penertiban
tempat
pembuangan sampah, penyediaan
sarana pembuangan limbah serta
sarana sanitasi lingkungan lainnya
sehingga masyarakat khususnya
balita terhindar dari penyakit ISPA
(Wahyuningsih, 2009: 39).
Infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA) merupakan masalah
kesehatan yang serius terutama pada
anak usia 1-5 tahun dan merupakan
penyebab kematian anak di negara
berkembang. ISPA yang tidak
mendapatkan
perawatan
dan
pengobatan yang baik akan menjadi
infeksi saluran pernafasan bawah
atau pneumonia penyakit paling
sering terjadi pada anak kecil
terutama bila anak mengalami gizi
kurang dan kombinasi dengan
keadaan lingkungan yang tidak
higiene dan merupakan penyebab
kematian paling sering pada anak
(Kemenkes RI, 2006).
Angka
kematian
balita
menggambarkan peluang untuk
meninggal pada fase antara kelahiran
dan sebelum umur 5 tahun.
Berdasarkan hasil Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2012 diperoleh bahwa angka
kematian balita (AKABA) di
Sumatera Utara sebesar 54/1.000
kelahiran hidup. Sedangkan angka
rata-rata nasional pada tahun 2012
sebesar 43 per 1.000 kelahiran hidup.
Angka nasional ini mengalami
sedikit penurunan dibandingkan
AKABA pada tahun 2007 yang
sebesar 44 per 1.000 kelahiran hidup
(profil-kes prov sumut. 2012).
Badan penelitian kesehatan
World Health Organitation (WHO)
tahun 2012 insiden Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) di Negara
berkembang dengan angka kematian
balita di atas 40 per 1000 kelahiran
hidup adalah 15%-20% pertahun
pada golongan usia balita. ISPA
lebih
banayak
di
Negara
berkembang
dibandingkan
di Negara maju dengan persentase
masing-masing sebesar 25%-30%
dan 10%-15%. Kematian balita di
Asia Tenggara sebanyak 2,1 juta
balita. India, Bangladesh, Indonesia,
dan Myanmar merupakan negara
dengan kasus kematian balita akibat
ISPA terbanyak. (Usman, 2012)
Di Indonesia menurut laporan
survei mortalitas subdit ISPA pada
tahun 2005 di 10 provinsi diketahui
bahwa 22,3% dari seluruh kematian
bayi diakibatkan oleh pneumonia
(P2PL, 2008). Sedangkan menurut
studi mortalitas pada Riskesdas
(Riset Kesehatan Dasar) pada tahun
2007, diketahui bahwa proporsi
kematian akibat pneumonia sebesar
23,8% dan pada anak balita sebesar
15,5%.
Kedua
data
tersebut
menunjukkan bahwa pneumonia
merupakan penyebab kematian balita
utama di Indonesia (Direktorat
Jenderal P2PL, 2006)
Cakupan penemuan kasus
Pneumonia pada balita, pada tahun
2012, dari 148.431 perkiraan kasus
balita yang menderita penemonia;
yang ditemukan dan ditangani hanya
17.443 balita atau 11,74%; angka ini
mengalami
penurunan
bila
dibandingkan tahun 2011 yaitu
22.442 balita atau 15,56%. Dari 33
kabupaten/kota,
terdapat
3
kabupaten/kota yang melaporkan 0
(nul) kasus yaitu Kabupaten Nias
Utara, Batubara dan Kota Binjai.
Kabupaten dengan jumlah penderita
kasus ditemukan dan ditangani
terbanyak
adalah
Kabupaten
Simalungun yaitu 32,44%, disusul
dengan Kota Medan sebesar 25,50%
dan Kabupaten Deli Serdang sebesar
21,53%. (Profil-Kes Prov Sumut.
2012).
Salah satu tujuan dari SDKI
2012 adalah mengukur tingkat dan
kecenderungan 2kematian bayi dan
anak. Angka kematian bayi dan anak
yang disajikan dalam Tabel 8 adalah
estimasi secara langsung berdasarkan
keterangan yang didapat dari bagian
riwayat kelahiran dari kuesioner
wanita mengenai tanggal kelahiran
anak, status kelangsungan hidup, dan
umur saat meninggal untuk anak
yang sudah meninggal. Angka-angka
kematian bayi dan anak (SDKI.
2012)
Selain kondisi gizi anak,
faktor lain yang menyebabkan
tingginya kejadian ISPA adalah
sanitasi
lingkungan.
Sanitasi
lingkungan adalah Status kesehatan
suatu lingkungan yang mencakup
perumahan, pembuangan kotoran,
penyediaan air bersih dan sebaginya.
Kesehatan lingkungan pada
hakekatnya adalah suatu kondisi atau
keadaan lingkungan yang optimum
sehingga
berpengaruh
positif
terhadap terwujudnya status keseatan
yang optimum pula. Ruang lingkup
kesehatan lingkungan tersebut antara
lain : penyediaan air bersih,
pembuangan sampah, pembuangan
air kotor (air limbah), rumah hewan
ternak (kandang), dan sebagainya.
Keadaan lingkungan yang kurang
baik
memungkinkan
terjadinya
berbagai penyakit antara lain diare
dan infeksi saluran pernapasan
(Jurnal STIKes Kediri Volume 6,
No. 1, Juli 2013).
Pada tahun 2006, cakupan
penemuan pneumonia balita di Jawa
Tengah mencapai 26,62%. Angka
tersebut mengalami penurunan pada
tahun 2007 yaitu menjadi 24, 29%
dan pada tahun 2008 juga mengalami
penurunan menjadi 23,63%. Angka
ini sangat jauh dari target SPM
(Standart Pelayanan Minimal) tahun
2010 sebesar 100% (Dinkes Jawa
Tengah,2008).
Di Sumatera Utara, Infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA)
merupakan penyakit ketujuh dari 10
pola
penyakit
terbanyak
di
puskesmas Provinsi Sumatera Utara
dengan
jumlah
kasus
4.463.
Berdasarkan
Profil
Kesehatan
Provinsi Sumatera Utara. Selama
tahun 2012, ditemukan 41.291 balita
menderita infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA) dengan cakupan
penemuan 32,4% sedangkan dalam
tahun 2013 cakupan penemuan dan
penanganan
penderita
penyakit
100%.
Berdasarkan data Susenas,
untuk fasilitas sanitasi, pencapaian
Indonesia sempat meningkat tinggi
dari tahun 1992 (30,9%) sampai
dengan tahun 1998 (64,9%), dimana
dalam
enam
tahun
terjadi
peningkatan sebanyak tiga kali lipat.
Walaupun demikian, sejak tahun
1998
pertumbuhan
akses
ini
melambat, bahkan sempat menurun
di tahun 2000 (62,7%) dan 2002
(63,5%)
karena
tingkat
pertumbuhannya tidak sebanding
dengan
tingkat
pertumbuhan
penduduk. Data terakhir untuk tahun
2004, proporsi rumah tangga yang
memiliki akses pada fasilitas sanitasi
yang layak, artinya menggunakan
tangki septic atau lubang sebagai
tempat pembuangan akhir mencapai
dua pertiga dari seluruh rumah
tangga di Indonesia (67,1%).
Berdasarkan survey awal
yang dilakukan oleh peneliti bahwa
data yang diperoleh dari Puskesmas
Perairan selama tahun 2014, yaitu
terdapat 36 balita yang terserang
penyakit ISPA berobat ke Puskesmas
Perairan Tanjung Tiram. Kondisi
rumah dan lingkungan Kelurahan
Bagan Area kurang memenuhi
syarat, banyak balita yang terserang
ISPA dengan keluhan batuk, demam,
pilek dan sesak karena lokasi dekat
dengan pinggiran kota tempat
lajunya transportasi darat sehingga
menyebabkan polusi udara, serta di
pinggir sungai, laut dan industry.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar
belakang masalah yang telah
diuraikan dalam penulisan
diatas,
maka
rumusan
masalah dalam penelitian ini
adalah
“apakah
ada
Hubungan
Sanitasi
Lingkungan Dengan Kejadian
Infeksi Saluran Pernafasan
Pada Balita
di Pusat
Pelayanan
Kesehatan
Terapung Kab. Batubara
Pada Tahun 2015”.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan
sanitasi lingkungan dengan
kejadian
infeksi
saluran
pernafasan akut (ISPA) Pada
Balita di Pusat Pelayanan
Kesehatan
Terapung
(Puskesmas Perairan) Kab.
Batubara pada tahun 2015.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi
sanitasi
lingkungan
di
Pusat
Pelayanan
Kesehatan
Terapung
(Puskesmas
Perairan) Kab. Batubara
pada tahun 2015.
2. Mengidentifikasi
kejadian
ISPA di Pusat Pelayanan
Kesehatan
Terapung
(Puskesmas Perairan) Kab.
Batubara pada tahun 2015
cross sectional yaitu suatu penelitian
dimana variabel yang termasuk
faktor risiko dan variabel yang
termasuk efek diobservasi secara
bersama pada waktu yang sama
(Notoatmodjo, 2005:148).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di
Desa Bagan Area sebagai salah satu
desa di pusat pelayanan kesehatan
terapung Kabupaten Batubara .
Pemilihan lokasi penelitian ini
didasarkan pada: a). Terdapat kasus
ISPA yang cukup tinggi, b).
Lingkungan
tempat
tinggal
masyarakat di pesisir pantai, c).
Belum pernah diteliti mengenai
kasus hubungan sanitasi lingkungan
dengan ISPA pada balita di lokasi
tersebut.
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
3.1.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian dalam bentuk survey yang
bersifat
observasional
dengan
metode pendekatan cross-sectional,
yaitu suatu penelitian yang dilakukan
dengan pengamatan sesaat atau
dalam suatu periode waktu tertentu
dan setiap subjek studi hanya
dilakukan satu kali pengamatan
selama penelitian bertujuan untuk
menggambarkan hubungan sanitasi
lingkungan dengan kejadian ISPA
pada balita di pusat pelayanan
kesehatan
terapung
Kabupaten
Batubara tahun 2014”.
3.1.2 Desain Penelitian
Desain
yang
digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian
Survei Analitik dengan rancangan
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada
tanggal 06 - 22 Oktober 2014 Di
Pusat Pelayanan Kesehatan Terapung
Kabupaten Batubara.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan
objek penelitian atau objek yang
diteliti.. (Notoatmodjo, 2005 : 81).
Populasi dalam penelitian ini adalah
balita yang menderita ISPA dan
berobat di Desa Bagan Area pusat
pelayanan
kesehatan
terapung
Kabupaten Batubara. Berdasarkan
dari
pusat pelayanan terapung
diketahui bahwa jumlah penderita
ISPA balita usia 1-5 tahun pada
bulan Oktober 2014 sebanyak 36
orang.
3.3.2 Sampel
bulan, diperoleh jumlah sampel
Sampel adalah bagian dari
sebanyak 36 orang.
populasi (sebagian atau wakil
populasi yang diteliti). Sampel
penelitian adalah seluruh atau
sebagian dari populasi yang diambil
3.4 Definisi Operasional
sebagai sumber data dan dapat
Dalam penelitian ini yang
mewakili seluruh populasi. Sampel
menjadi variabel Independen (X)
dari penelitian ini adalah balita yang
adalah pengetahuan orang tua balita
menderita ISPA di desa Bagan Area
dan variabel dependen (Y) adalah
dan berobat di pusat pelayanan
hasil penderita ISPA
kesehatan terapung. Sampel diambil
Tabel 3.1
menggunakan teknik accidental
Defenisi
dengan waktu penelitian selama satu
Operasional Variabel X dan Y
No
1
Variabel
Indepennden
Sanitasi
Lingkungan
Dependen
Kejadian ISPA
pada balita
Defenisi Operasional
Merupakan status atau
kondisi lingkungan yang
memenuhi standar
kesehatan meliputi,
pengolahan sampah,
persediaan air bersih,
pembuangan air limbah
Infeksi saluran
pernafasan yang terjadi
pada balita usia 1-5
tahun diperoleh dari
data rekam medis
puskesmas terapung
(puspelkes)
Keluhan gangguan pada
saluran pernafasan yang
dialami oleh balita usia
1-5 tahun dengan gejala
batuk pilek
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Observasi
1. Baik
jika Ordinal
jawaban
benar ≥ 75%
2. Buruk
jika
jawaban
benar < 75%
Observasi
1. ISPA Ringan =
batuk, pilek,
demam
2. ISPA Sedang
=Pernafasan
cepat
3. ISPA Berat=
sianosis,
kejang, nafas
cuping hidung
Nominal
Pusat
Pelayanan
Kesehatan
Terapung. Sebelah Barat berbatasan
dengan Kecamatan Medang Deras,
sebelah timur berbatasan dengan
Kabupaten Asahan. Pada daerah
selatan
berbatasan
dengan
Kecamatan Talawi dan sebelah
Terapung Kabupaten Batubara
Utara berbatasan dengan Selat
Tahun 2014 34
Malaka.
Di
Pusat
Pelayanan
Kesehatan Terapung Noini banyak
Karakteristik
Frekuensi
Presentase (%)
terdapat balita yang menderita ISPA.
Responden
Di sekitar daerah di Pusat
1 Pelayanan
Pendidikan
Kesehatan Terapung tidakSD
banyak
13
36.1
persediaan air bersih dan pengelolaan
SMP
10
27.7
sampah yang tidak baik SMA
sehingga
8
22.2
menyebabkan udara yang PT
tercemar
5
13.8
berakibat banyak balita yang terkena
Jumlah
36
100
ISPA.
2 Pekerjaan
Data hasil penelitian
ini
Bekerja
23
63,8
meliputi data sanitasi lingkungan
Tidak bekerja
13
36,1
yang terdiri dari penyediaan air
Jumlah
36
100
bersih berwarna atau
berbau,
3 Jenis Kelamin balita
pengeloaan Sampah tempatPerempuan
sampah
16
44,4
tertutup,Tempat
sampah
Laki-laki
20
55,6
konstruksinya kuat, pengelolaanJumlah
36
100
limbah apakah limbah4 mencemari
Umur Balita
sumber air bersih dan menimbulkan
2 tahun
13
36,1
bau sebagai variabel independen
(X)
3 tahun
10
27,8
dan data kejadian ISPA pada
Balita
4 tahun
7
19,4
sebagai variabel dependen (Y).
5 tahun
6
16,7
Langkah
berikutnyaJumlah
36
100
dilakukan teknik analisis data dengan
menggunakan análisis chi square
Berdasarkan tabel 4.1, dapat
untuk mengetahui hubungan sanitasi
dilihat bahwa mayoritas balita yang
lingkungan dengan kejadian infeksi
mengalamai
ISPA
di
Pusat
saluran pernapasan akut (ISPA) pada
Pelayanan Kesehatan Terapung
balita di Pusat Pelayanan Kesehatan
Kabupaten Batubara Tahun 2015
Terapung
Kabupaten
Batubara
berjenis kelamin laki-laki sebanyak
Tahun 2014.
20 orang (55.6%) dengan usia balita
4.2 Data Demografi
33
4.2.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian
yang diperoleh dari 36 responden
dan hasilnya disajikan dalam bentuk
tabel di bawah ini :
Tabel 4.1
Data Karakteristik Responden di
Pusat Pelayanan Kesehatan
2 tahun sebanyak 13 orang (36.).
Responden
berpendidikan SD
sebanyak 13 orang (36.1%), bekerja
sebanyak 23 orang (63.8%).
4.2.2 Sanitasi Lingkungan di Pusat
Pelayanan
Kesehatan
Terapung
Kabupaten
Batubara Tahun 2014
Sanitasi lingkungan yang
menjadi faktor penyebab ISPA dapat
dilihat berdasarkan tabel dibawah ini:
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Sanitasi
Lingkungan di Pusat Pelayanan
Kesehatan Terapung Kabupaten
Batubara Tahun 2014 35
No
1
2
Sanitasi lingkungan
Baik
Buruk
Jumlah
Berdasarkan
tabel
4.2
diketahui sanitasi lingkungan di
Pusat Pelayanan Kesehatan Terapung
Kabupaten Batubara Tahun 2014
mayoritas buruk sebanyak 32 orang
(88.8%).
4.2.3 Kejadian ISPA pada balita di
Pusat Pelayanan Kesehatan
Terapung
Kabupaten
Batubara Tahun 2014
Kejadian ISPA pada balita
berdasarkan hasil rekam medis yang
ada di pusat pelayanan kesehatan
terapung kabupaten batubara tahun
2015 dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Data
Kejadian ISPA Pada Balita di
Pusat Pelayanan Kesehatan
Terapung Kabupaten Batubara
Tahun 2014 35
No
1
2
3
Kejadian ISPA Pada Balita
ISPA Ringan
ISPA Sedang
ISPA Berat
Jumlah
Berdasarkan tabel di atas
diketahui kejadian ISPA pada balita
di Pusat Pelayanan Kesehatan
Terapung
Kabupaten
Batubara
mayoritas mengalami ISPA berat
yaitu sebanyak 16 responden
(44.4%).
4.2.4 Hubungan
Sanitasi
Lingkungan
dengan
Kejadian ISPA Pada Balita
di
Pusat
Pelayanan
Kesehatan Terapung
Frekuensi
PersentaseTahun
(%)
2014
36
4
11.1
Hasil
tabulasi88.8 silang
32
hubungan36 sanitasi
lingkungan
100
dengan Kejadian ISPA pada Balita di
Pusat Pelayanan Kesehatan Terapung
Kabupaten Batubara Tahun 2015
dapat dilihat pada tabulasi silang
berikut:
Tabel 4.4
Tabulasi Silang Hubungan
Sanitasi Lingkungan
dengan Kejadian ISPA
Pada Balita usia 1-5 tahun
di Pusat Pelayanan
Kesehatan Terapung
Kabupaten Batubara
Tahun 2014 36
ISPA Pada Balita
Sanitasi lingkungan
Ringan
Sedang
B
f
%
F
%
F
Baik
2
5.5
2
5.5
0
Buruk
4
11.1 12 33.3 16
Total
6
16.6 14 38.8 16
Berdasarkan tabel di atas
dapat dilihat bahwa dari 32 orang
(88.8%)
yang memiliki
Frekuensi
Persentasesanitasi
(%)
lingkungan
16 balita
6 buruk, terdapat
16.6
(44.4%) yang
ISPA berat
14 mengalami 38.8
dan 12 orang
(33.3%) 44.4
mengalami
16
ISPA sedang
Sedangkan
dari
36
100 4 orang
(11.1%) yang memiliki sanitasi
lingkungan baik terdapat 2 balita
(5.5%) mengalami ISPA sedang, 2
orang (5.5%) ISPA ringan.
Berdasarkan uji chi-square
untuk melihat hubungan variabel
independen dan dependendiperoleh
nilai p : 0,018 (p < α (0,05) artinya
hipotesis penelitian diterima, ada
hubungan yang signifikan antara
sanitasi lingkungan dengan kejadian
ISPA di Pust Pelayanan Kesehatan
terapung Kabupaten Batubara Tahun
2015. Selanjutnya diperoleh nilai x2
sebesar 31.792, artinya balita dengan
sanitasi lingkungan buruk memiliki
peluang
31.792
kali
untuk
mengalami ISPA berat dibandingkan
dengan yang memiliki sanitasi baik.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Sanitasi Lingkungan di Pusat
Pelayanan Kesehatan Terapung
Kabupaten Batubara Tahun
2015
Menurut tabel 4.3 sanitasi
lingkungan di di Pusat Pelayanan
Kesehatan Terapung Kabupaten
Batubara Tahun 2014 mayoritas
buruk.
Hasil penelitian yang
diperoleh dari pengisian data
observasi sanitasi lingkungan, masih
terdapat sarana air bersih yang tidak
memenuhi syarat kesehatan. Selain
itu juga masih terdapat warga yang
memiliki
tempat
pembuangan
sampah yang tidak memenuhi syarat
yaitu tempat pembuangan sampah
yang tidak tertutup serta bocor, dan
pembuangan limbah yang langsung
dialirkan ke sungai. Hal ini tentu saja
dapat sebagai media penyebaran
berbagai penyakit terutama ISPA,
media
berkembangbiaknya
mikroorganisme patogen, tempat
berkembangbiaknya
nyamuk,
menimbulkan bau yang tidak enak
serta pemandangan yang tidak sedap,
sebagai sumber pencemaran air
permukaan tanah dan lingkungan
hidup lainnya. Tempat pembuangan
sampah
yang
paling
lazim
diantaranya Tempat Pembuangan
Sampah (TPS) dan lahan kosong di
pinggir jalan sungai. Pada musim
hujan, sampah-sampah berserakan di
saluran drainase dan potensial sekali
sebagai media pertumbuhan berbagai
kuman penyakit.
Menurut
Widoyono
(2011:43),
sarana
air
bersih
merupakan salah satu sarana sanitasi
yang tidak kalah pentingnya
berkaitan dengan kejadian ISPA.
Pemakaian air minum yang tercemar
kuman
secara
massal
sering
bertanggung
jawab
terhadap
terjadinya ISPA.
4.3.2 Kejadian ISPA pada Balita
di
Pusat
Pelayanan
Kesehatan
Terapung
Kabupaten Batubara Tahun
2014
Menurut tabel 4.2 balita di
Pusat Pelayanan Kesehatan Terapung
Kabupaten
Batubara
mayoritas
menderita ISPA dengan tingkatan
sedang. Hal ini terlihat dari pengisian
data observasi terdapat keluhan
batuk, pilek, demam dan sesak pada
balita yang berobat di pusat
pelayanan
kesehatan
terapung
kabupaten Batubara Tahun 2015.
Kejadian
ISPA
bisa
dikategorikan sebagai ISPA ringan,
sedang, berat dengan keluhan yang
bermacam-macam penyebabnya dan
bisa dipengaruhi oleh sanitasi
lingkungan.
Menurut klinikita (2007)
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan
Akut) penyakit yang terbanyak
diderita oleh anak- anak, baik
dinegara berkembang maupun di
negara maju dan sudah mampu dan
banyak dari mereka perlu masuk
Rumah Sakit karena penyakitnya
cukup gawat. Penyakit-penyakit
saluran pernapasan pada masa bayi
dan anak-anak dapat pula memberi
kecacatan sampai pada masa dewasa.
ISPA
dapat
ditularkan
melalui air ludah, darah, bersin,
udara pernapasan yang mengandung
kuman yang terhirup oleh orang
sehat kesaluran pernapasannya.
Infeksi saluran pernapasan bagian
atas terutama yang disebabkan oleh
virus, sering terjadi pada semua
golongan masyarakat pada bulanbulan musim dingin.Tetapi ISPA
yang berlanjut menjadi pneumonia
sering terjadi pada balita terutama
apabila terdapat gizi kurang dan
dikombinasi
dengan
keadaan
lingkungan yang tidak hygiene.
Risiko terutama terjadi pada anakanak
karena
meningkatnya
kemungkinan infeksi silang, beban
immunologisnya terlalu besar karena
dipakai untuk penyakit parasit dan
cacing, serta tidak tersedianya atau
berlebihannya pemakaian antibiotik.
1.3.3 Hubungan
Sanitasi
Lingkungan
dengan
Kejadian ISPA Pada Balita
di
Pusat
Pelayanan
Terapung Tahun 2014
Berdasarkan
tabel
4.4
mayoritas dari sanitasi yang buruk
dengan mayoritas balita mengalami
ISPA sedang di pusat pelayanan
kesehatan
terapung
kabupaten
batubara.
Menurut Chandra (2007)
Sanitasi lingkungan
sangat erat
kaitannya dengan angka kesakitan
penyakit menular, terutama ISPA.
Lingkungan sangat berpengaruh pada
terjadinya ISPA. Hubungan antara
lingkungan dengan kondisi kesehatan
sudah diketahui. Pada komunitas
aborigin prevalensi penyakit yang
tinggi disebabkan oleh sanitasi yang
buruk, kepadatan yang tinggi dan
penyediaan air bersih yang tidak
memadai. Penyakit ISPA merupakan
salah satu penyakit yang selalu
berada dalam urutan 10 besar
penyakit terbanyak.
Sedangkan
di
indonesia
penyakit saluran nafas banyak
ditemukan
secara
luas
dan
berhubungan erat dengan polusi
udara yang bersumber dari sampah
dan pembuangan limbah yang tidak
memenuhi syarat tertentu karena
pada dasarnya saluran pernafasan
merupakan salah satu bagian yang
paling mudah terpapar oleh bahanbahan yang mudah terhirup yang
terdapat di lingkungan. Debu yang
terhirup oleh balita menyebabkan
timbulnya
reaksi
mekanisme
pertahanan nonspesifik berupa batuk,
bersin,
gangguan
transport
mukosilier dan fagositosis oleh
makrofag.
Menurut
penelitian
Sari
Utami (2013) Universitas Negeri
semarang penyakit ISPA dan
Tuberkulosis yang erat kaitannya
dengan kondisi sanitasi lingkungan
yang merupakan penyebab kematian
nomor 2 di Indonesia. Faktor risiko
lingkungan dari pengelolaan sampah
yang
kurang
tepat
dapat
mempengaruhi
kejadian
gejala
penyakit ISPA seperti demam, batuk,
pilek, cuping.
Sanitasi lingkungan yang
berasal dari penyediaan air bersih,
tempat pembuangan sampah dan
pembuangan limbah yang tidak
memenuhi
syarat
kesehatan
mengakibatkan
memburuknya
kualitas udara. Sekitar 80 % polusi
udara disebabkan oleh sampah yang
menumpuk
serta
bau
yang
menyengat. Masih banyak warga
yang
kurang
memerhatikan
kebersihan lingkungan seperti tempat
penyediaan air bersih, pembuangan
sampah dan pembuangan limbah
sehingga menyebabkan polusi udara
yang tidak baik langsung terhirup
dan penyebaran peyakit ISPA dapat
terjadi di masyarakat khususnya
balita.
Maka dapat disimpulkan
bahwa sudah ada kesesuaian antara
fakta dan teori bahwa sanitasi
lingkungan berhubungan dengan
kejadian
ISPA
pada
balita.
Diharapkan kepada msyarakat desa
disekitar pusat pelayanan terapung
untuk selalu menjaga kebersihan
lingkungannya dengan baik.
4.4
Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti
telah berupaya semaksimal mungkin
untuk memperoleh data yang
sebenarnya dan mengontrol kondisi
yang berkaitan dengan proses dan
hasil penelitian yang optimal, namun
kendala yang ditemui tidak terlalu
membatasi dalam melaksanakan
penelitian ini, sehingga berbagai
kelemahan dan keterbatasan pada
saat melaksanakan penelitian ini
antara
lain
yaitu
:
dalam
melaksanakan
penelitian
ini
menggunakan observasi tentang
golongan ISPA pada balita yang
disebarkan kepada responden dalam
mengungkapkan
keadaan
yang
sebenarnya,
sehingga
perlu
dijelaskan kepada responden bahwa
penelitian
dilakukan
untuk
mengembangkan ilmu namun segala
rahasia tentang diri responden tetap
dijaga kerahasiaannya.
KESIMPULAN DAN
SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan
data
yang
diperoleh dari hasil penelitian,
analisis data dan pembahasan dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Sanitasi lingkungan di Pusat
Pelayanan Kesehatan Terapung
Kabupaten Batubara Tahun 2014
mayoritas buruk.
2. Kejadian ISPA pada balita di
Pusat
Pelayanan
Kesehatan
Terapung Kabupaten Batubara
mayoritas mengalami ISPA berat
3. Terdapat
hubungan
yang
signifikan
antara
sanitasi
lingkungan dengan kejadian
ISPA pada balita di Pusat
Pelayanan Terapung Kabupaten
Batubara Tahun 2014.
5.2
Saran
Penelitian
yang
telah
dilakukan di pusat pelayanan
terapung kabupaten batubara tahun
2014 maka kesimpulan yang ditarik
tentu mempunyai saran dalam bidang
kesehatan dan juga penulisanpenulisan selanjutnya, sehubungan
dengan hal tersebut maka sarannya
adalah sebagai berikut :
1. Bagi Tempat Penelitian
Diharapkan
bagi
tempat
penelitian terutama bagi Tenaga
Kesehatan di pusat pelayanan
terapung kabupaten batubara
supaya melakukan penyuluhan
untuk mencegah terjadinya ISPA
pada balita sehingga dapat
menjaga kesehatan balita dari
bakteri yang dihasilkan oleh42
buruknya sanitasi lingkungan.
2. Bagi Instansi Pendidikan
Untuk mata kuliah tertentu yang
berhubungan dengan sanitasi
diharapkan membuat program
dengan
penyuluhan
tentang
bagaimana kondisi lingkungan
yang baik
sehingga dapat
mengurangi timbulnya penyakit
ISPA yang diderita oleh balita
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan
kepada
peneliti
selanjutnya
agar
dapat
mengembangkan
penelitian
selanjutnya
terkait
dengan
sanitasi
lingkungan
dengan
sampel dan
variabel yang
berbeda dan populasi yang lebih
luas.
DAFTAR PUSTAKA
A Aziz, Alimul Hidayat.,
Wahyuningsih, Esty (ed.).
2008. Buku saku praktikum
keperawatan anak. Penerbit
Buku Kedokteran ECG,
Jakarta.
Chandra, budiman. 2007. Pengantar
kesehatan lingkungan. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran EGC
CCPHI, 2013. Program Air Bersih
dan Penyehatan Lingkungan
Berbasis Masyarakat
Dinas Kesehatan, 2008. Buku Profil
Kesehatan Jawa Tengah.
Dinkes Jawa Tengah
Kharmayana, 2011. Sanitasi Air dan
Limbah Mendukung
Kesehatan Pasien Di Rumah
Sakit. Jakarta: Salemba
Medika
Kementerian Kesehatan RI 2010.
Profil Kesehatan Indonesia
2009. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik
Indonesia
Machmud, R, 2006. Pneumonia
Balita Di Indonesia dan
Peranan Kabupaten dalam
Penanggulangannya.
Yogyakarta:
Andalas
University Press.
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku
Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta
Profil Kesehatan Indonesia, 2005.
Masyarakat yang Mandiri
Untuk Hidup Sehat. Jakarta.
Depkes RI
Riyanto,A dan Budiman, 2013.
Pengetahuan dan Sikap dalam
Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Salemba Medika
SDKI. 2012. Badan Pusat Statistik.
Jakarta: Indonesia.
Surjantini, 2012. profil kesehatan
provinsi sumatera utara.
Sucipto, 2012. Teknologi
Pengolahan Daur Ulang
Sampah. Yogyakarta: Gosyen
Publishing
Wahyuni.Sri, 2012. Jurnal Ilmu
Lingkungan , Vol 10(2):111122,(2012), ISSN : 1829-8907
Wahyuni, Puji, 2009. Dasar-dasar
Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Yogyakarta. Fitramaya
Download