pengaruh return on asset, return on equity, dan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
2.1.1. Pengertian dan Karakteristik Pasar Modal
Pasar modal pada hakikatnya adalah jaringan tatanan yang memungkinkan
pertukaran klaim jangka panjang, penambahan financial assets (dana hutang) pada
saat yang sama, memungkinkan investor untuk mengubah dan menyesuaikan
Portofolio investasi (melalui pasar sekunder). Proses pembentukan modal jelas
memegang peran penting dalam perkembangan suatu ekonomi. Tidak semua kegiatan
ekonomi mampu memenuhi kebutuhan investasinya dari tabungan sendiri. Dalam
realita, ada unit-unit kegiatan ekonomi yang surplus yaitu tabungan > investasi dan
ada unit ekonomi defisit yaitu tabungan < investasi (Brealy et.al, 2007). Untuk itu
dibutuhkan perantara yang bisa menyalurkan kelebihan dana dari unit yang surplus ke
unit yang defisit dan itulah peranan dari pasar uang dan pasar modal. Dalam unit
ekonomi yang surplus dan yang defisit bisa dipertemukan baik secara langsung
(misalnya menawarkan saham penuh dan obligasi pemerintah kepada masyarakat
luas) atau tidak langsung melalui lembaga perantara keuangan (misalnya bank
komersial). Pasar modal adalah pelengkap di sektor keuangan terhadap dua lembaga
lainnya yaitu bank dan lembaga pembiayaan (Lubis, 2006). Pasar modal memberikan
jasanya yaitu menjembatani hubungan antara pemilik modal dalam hal ini disebut
sebagai investor dengan peminjam dana dalam hal ini disebut dengan nama emiten
Universitas Sumatera Utara
(perusahaan yang go public). Para investor meminta instrumen pasar modal untuk
keperluan investasi portofolio sehingga pada akhirnya dapat memaksimumkan
penghasilan.
Instrumen pasar modal itu terbagi atas dua kelompok besar yaitu instrumen
pemilik (equity) seperti saham dan instrumen utang (obligasi atau bond) seperti
obligasi perusahaan, obligasi langganan, obligasi yang dapat dikonversikan dengan
menjadi saham, dan sebagainya (Munir, 1999). Patut juga diketahui, berbeda sekali
antara investasi secara portofolio yang biasanya dengan memberi instrument di pasar
modal dengan investasi secara langsung dan biasanya ikut langsung dalam proses
pendirian perusahaan. Pada kasus pertama, para investor tidak tertarik dan tidak
berkepentingan untuk menjalankan usaha dari perusahaan yang ia beli sahamnya,
mereka lebih berkepentingan terhadap dividend dan capital gain dari saham yang
dibeli. Pada kasus terakhir, investor yang bersangkutan ingin menguasai dan
menjalankan langsung investasi dimaksud (Chaerul, 1999). Perkembangan terakhir
pasar modal memperlihatkan bahwa para investor itu kebanyakan terdiri dari
pengelola dana (fund manager) dari dana pensiun, kepentingan mereka ikut campur
tangan di dalam kepengurusan perusahaan yang sahamnya mereka beli melalui pasar
modal menjadi semakin tidak berarti. Mereka justru mau membeli saham dari
perusahaan-perusahaan itu karena mereka percaya kepada pemimpin yang mengelola
perusahaan sekarang ini (Dermawan, 2007).
Para emiten melihat bahwa pencarian dana melalui pasar modal merupakan
pilihan pembiayaan yang lain, kemudian mereka memanfaatkan kesempatan ini
Universitas Sumatera Utara
dengan mengeluarkan saham dan atau obligasi. Semakin efisien dan efektif
pengelolaan pasar modal maka semakin banyak pula para calon emiten yang
berdatangan ke pasar modal, berarti hal ini sekaligus pula memperbaiki posisi equitynya dan pada akhirnya akan memperkuat daya saingnya di sektor industri dimana ia
terlibat. Karena surat saham dan obligasi itu dijual kepada masyarakat, maka
persyaratan full disclosure dan full transparancy harus pula dipenuhi oleh emiten
yang bersangkutan (Munir, 1999). Pasar modal selalu mempersyaratkan agar selalu
ada keterbukaan atau (full disclosure) dan hasil audit pendapat akuntan haruslah
bersifat unqualified opinion yakni wajar tanpa syarat. Penjamin emisi didalam proses
penentuan harga dan penawaran perdana dari instrumen pasar modal itu, juga dapat
berkepentingan terhadap pendapat akuntan publik tersebut. Di sini kelihatan bahwa
peranan akuntan publik selalu diperlukan mulai dari rencana emisi, proses emisi dan
berikut pada proses jual beli di pasar sekunder.
Pasar modal adalah suatu bidang usaha perdagangan surat-surat berharga
seperti saham, sertifikat saham, dan obligasi. Dalam pengertian klasik, seperti dapat
dilihat dalam praktek-praktenya di negara–negara kapitalis, perdagangan efek
sesungguhnya merupakan kegiatan perusahaan swasta. Motif utama terletak pada
masalah kebutuhan modal bagi perusahaan yang ingin lebih memajukan usaha
dengan menjual sahamnya pada para pemilik uang atau investor baik golongan
maupun lembaga-lembaga usaha (Tampubolon, 2005). Pasar modal dalam arti luas
adalah kebutuhan sistem keuangan yang terorganisasi termasuk bank-bank komersial
dan semua perantara di bidang keuangan serta surat-surat berharga jangka panjang
Universitas Sumatera Utara
dan jangka pendek, primer dan tidak langsung. Defenisi dalam arti menengah adalah
semua pasar yang terorganisasi dan lembaga-lembaga yang memperdagangkan
warkat-warkat kredit (biasanya yang berjangka waktu lebih dari 1 tahun) termasuk
saham-saham obligasi, pinjaman berjangka hipotek dan tabungan serta deposito
berjangka. Sedangkan defenisi dalam arti sempit adalah pasar terorganisasi yang
memperdagangkan saham-saham dan obligasi dengan memakai jasa makelar,
komisioner dan underwriter. Dengan dijualnya saham di pasar modal berarti
masyarakat diberi kesempatan untuk memiliki dan menikmati keuntungan yang
diperoleh perusahaan. Dengan kata lain, pasar modal dapat membantu pemerintah
meningkatkan pendapatan masyarakat. Melalui pasar modal, pemerintah ingin
mengIndonesiakan kultur ekonomi modern yang sehat. Seperti dalam hal
mendemokrasikan perusahaan-perusahaan PMA yang belakangan ini memiliki iklim
pertumbuhan yang sehat. Dengan pemindahan modal dari pihak asing menjadi milik
Indonesia melalui pemilikan saham diharapkan sebagian laba yang mengalir ke luar
negeri dapat ditahan di Indonesia untuk dimiliki oleh warga negara Indonesia. Pasar
modal adalah pasar tempat diterbitkan serta diperdagangkan surat-surat berharga
jangka panjang, khususnya obligasi dan saham. Defenisi ini sudah menyangkut dua
jenis pasar yang dikenal secara terpisah, yakni pasar perdana, dimana surat-surat
berharga itu pertama sekali diterbitkan dan pasar sekunder, dimana surat-surat
berharga itu diperdagangkan (Lubis, 2006).
Kemudian yang dimaksud investor adalah individu atau unit ekonomi yang
menanamkan tabungannya dalam bentuk asset dengan harapan memperoleh hasil atau
Universitas Sumatera Utara
return di masa yang akan datang. Di dalam konteks perekonomian global, dimana
pasar modal dibeberapa negara sudah sedemikian berkembang, asset tersebut pada
umumnya berbentuk asset financial, walaupun masih tersedia pula pilihan-pilihan
dalam bentuk riil seperti logam mulia, emas, persawahan, perkebunan, pabrik dan
atau real estate.
Sedangkan yang dimaksud dengan asset financial adalah surat-surat berharga
yang merupakan klaim atas hasil asset riil. Pemilikan asset financial bisa secara
langsung dan tak langsung. Dikatakan tidak langsung bila asset tersebut merupakan
klaim atas klaim. Pada bagian sebelumnya disinggung bahwa pasar modal adalah
suatu pasar dimana dana-dana jangka panjang diperjualbelikan. Secara lebih teliti
dapat disebutkan bahwa pasar modal adalah suatu lembaga (institution) dan
mekanismenya menyediakan dana jangka menengah dan jangka panjang bagi investor
dunia usaha, pemerintah dan perorangan, dimana berbagai instrument yang ada telah
siap dialihkan. Sebagaimana halnya pasar uang maka pasar modal dapat diartikan
dalam ruang lingkup lokal, regional, dan nasional. Karena menyangkut dana-dana
jangka panjang, maka pasar modal mengandung pengertian modal ekonomi. Danadana yang dihasilkan melalui penerbitan instrumen kredit oleh dunia usaha dan
perorangan diinvestasikan dalam persediaan (inventories) ataupun harta tetap (fixed
assets). Sedangkan hasil obligasi pemerintah dan saham-saham perusahaan digunakan
untuk membelanjai berbagai pengeluaran dan harta kekayaan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Modal dan Struktur Modal Perusahaan
Modal adalah hak atau bagian yang akan dimiliki oleh pemilik perusahaan
yang ditunjukkan dalam pos (modal saham), surplus dan laba yang ditahan atau
kelebihan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan terhadap seluruh hutang-hutangnya
(Munawir, 2002). Sumber dari modal adalah apa yang dapat dilihat berupa hutang
lancar, hutang jangka panjang dan modal sendiri. Modal menggambarkan hak pemilik
atas perusahaan yang timbul sebagai akibat penanaman (investasi) yang dilakukan
oleh para pemilik.
Struktur modal adalah bauran dari hutang, saham prefen, dan
saham biasa (Brigham dan Houston, 2006). Struktur modal adalah perimbangan atau
perbandingan antara modal asing dengan modal sendiri (Husnan, 2003).
Struktur modal dalam perusahaan berkaitan erat dengan investasi sehingga
dalam hal ini akan menyangkut sumber dana yang akan digunakan untuk membiayai
proyek investasi tersebut. Sumber dana tersebut pada dasarnya terdiri dari penerbitan
saham (equity financing), penerbit obligasi (debt financing) dan laba ditahan
(retained earning). Penerbitan saham dan obligasi sering disebut sumber dana yang
berasal dari luar perusahaan atau external financing sedang laba untuk laba ditahan
sering disebut dengan retained earning atau sumber dana sebagai pembelanjaan yang
berasal dari dalam perusahaan itu sendiri atau internal financing. Modal asing dalam
hal ini diartikan sebagai hutang baik jangka panjang maupun jangka pendek. Sedang
modal sendiri bisa terdiri dari laba ditahan dan bisa juga dengan penyertaan
kepemilikan perusahaan. Apabila dalam suatu perusahaan dalam memenuhi
kebutuhan dananya mengutamakan pemenuhan dengan sumber dari dalam
Universitas Sumatera Utara
perusahaan akan sangat mengurangi ketergantungan pada pihak luar. Apabila
kebutuhan dana sudah sedemikian meningkat karena pertumbuhan perusahaan, dan
dana dari sumber intern sudah digunakan semua, maka sudah tidak ada pilihan lain
selain menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan yaitu dalam bentuk
hutang (Tangkilisan, 2003).
Struktur modal merupakan masalah penting dalam pengembalian keputusan
mengenai pembelanjaan perusahaan. Struktur modal tersebut tercermin pada hutang
jangka panjang dan unsur-unsur modal sendiri, dimana kedua golongan tersebut
merupakan dana permanen atau jangka panjang (Brigham dan Houston, 2006). Untuk
mengukur struktur modal tersebut digunakan rasio struktur modal yang disebut
dengan leverage ratio. Leverage ratio adalah perbandingan yang dimaksud untuk
mengukur seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang. Dalam
perhitungan leverage ratio yang digunakan adalah long term debt to equity ratio.
Long term debt to equity ratio menunjukkan persentase modal sendiri yang dijadikan
jaminan untuk hutang jangka panjang yang dihitung dengan membandingkan antara
hutang jangka panjang dengan modal sendiri.
2.1.3. Teori Struktur Modal
2.1.3.1. Agency theory
Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan Wiliam H. Meckling
dalam Horngren et.al, (2000), manajemen merupakan agen dari pemegang saham dan
pemegang saham sebagai prinsipal atau pemilik perusahaan. Para pemegang saham
Universitas Sumatera Utara
berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan
wewenang kepada agen. Untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik, manajemen
harus diberikan insentif dan pengawasan yang memadai.
Pengawasaan dapat
dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan
dan pembatasaan terhadap keputusan yang dapat diambil manajemen. Kegiatan
pengawasaan tentu saja membutuhkan biaya yang disebut dengan biaya agensi. Biaya
agensi adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk
meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian
kontraktual perusahaan dengan kreditor dan pemegang saham (Farid dan Siswanto,
1998). Dalam teori agensi siapapun yang menimbulkan biaya pengawasaan, biaya
yang timbul
pasti merupakan tanggungan pemegang saham. Sebagai misal,
pemegang obligasi, mengantisipasi biaya pengawasaan, membebankan bunga yang
lebih tinggi. Semakin besar peluang timbulnya pengawasaan, semakin tinggi tingkat
bunga, dan semakin rendah nilai perusahaan bagi pemegang saham. Biaya
pengawasaan berfungsi sebagai disinsentif dalam penerbitan obligasi, terutama dalam
jumlah yang besar. Jumlah pengawasaan yang diminta oleh pemegang obligasi akan
meningkatkan seiring dengan meningkatnya jumlah obligasi yang beredar.
2.1.3.2. Signaling theory
Isyarat atau teori signal adalah suatu tindakan yang diambil manajemen
perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen
memandang prospek perusahaan (Brigham dan Houston, 2006). Sehingga manajer
Universitas Sumatera Utara
dalam suatu perusahaan dengan prospek yang sangat menguntungkan akan mencoba
menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan
dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur
modalnya. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung
untuk menjual sahamnya dengan maksud membagi kerugian dengan pemegang
saham baru. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan
suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan tersebut
suram (Brealey et.al, 2007). Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham
baru, lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun, karena
menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat
menekan harga saham.
2.1.3.3. Asymmetric information theory
Asymmetric Information atau ketidaksamaan informasi adalah situasi dimana
manajer memiliki informasi yang berbeda (yang lebih baik) mengenai prospek
perusahaan dari pada yang dimiliki investor (Brigham dan Houston, 2006). Asimetris
informasi ini terjadi karena pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih
banyak dari pada para investor (Husnan, 2003). Dengan demikian, pihak manajemen
mungkin berpikir bahwa harga saham saat ini sedang undervalue (terlalu murah).
Tetapi investor akan menafsirkan kalau perusahaan menawarkan saham baru, salah
satu kemungkinannya adalah harga saham saat ini sedang terlalu mahal (sesuai
dengan persepsi pihak manajemen). Sebagai akibatnya para investor akan
Universitas Sumatera Utara
menawarkan harga saham baru tersebut dengan harga yang lebih rendah. Karena itu
emisi saham baru akan menurunkan harga saham (Husnan, 2003).
2.1.3.4. Pecking order theory
Teori ini dikenalkan pertama kali oleh Donaldson pada tahun 1961 sedangkan
penamaan pecking order theory dilakukan Myers pada tahun 1984 (Husnan, 2003).
Secara singkat teori ini menyatakan bahwa: (a) Perusahaan menyukai internal
financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan), (b)
Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan akan
menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dulu, yaitu dimulai dengan
penerbitan obligasi, kemudian diikuti sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti
obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru
diterbitkan. Sesuai dengan teori ini, tidak ada suatu target debt to equity ratio, karena
ada dua jenis modal sendiri, yaitu internal dan external. Modal sendiri yang berasal
dari dalam perusahaan lebih disukai daripada modal sendiri yang berasal dari luar
perusahaan. Perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan dari modal internal,
yakni dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan depresiasi (Brealey et.al,
2007). Urutan penggunaan sumber pendanaan dengan mengacu pada pecking order
theory adalah: dana internal (internal fund), hutang (debt), dan modal sendiri (equity)
(Husnan dan Pudjiastuti, 2002). Dana internal lebih disukai dari dana eksternal karena
dana internal memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu “membuka diri lagi” dari
sorotan investor luar. Kalau bisa memperoleh sumber dana yang diperlukan tanpa
Universitas Sumatera Utara
memperoleh “sorotan dan publisitas publik” sebagai akibat penerbitan saham baru.
Dana eksternal lebih disukai dalam bentuk hutang daripada modal sendiri
dikarenakan dua alasan. Pertama adalah pertimbangan biaya emisi. Biaya emisi
obligasi lebih murah dari biaya emisi saham baru (Husnan, 2003). Hal ini disebabkan
karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama. Kedua, manajer
khawatir kalau penerbitan saham baru ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh para
investor dan membuat harga saham akan turun. Hal ini disebabkan antara lain oleh
kemungkinan adanya informasi asimetris antara pihak manajemen dengan pihak
investor.
2.1.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal
Salah satu tugas manajer keuangan adalah memenuhi kebutuhan dana.
Didalam melakukan tugas tersebut manajer keuangan dihadapkan adanya suatu
variasi dalam pembelanjaan, dalam arti kadang-kadang perusahaan lebih baik
menggunakan dana yang bersumber dari hutang (debt) kadang-kadang perusahaan
lebih baik kalau menggunakan dana yang bersumber dari modal sendiri (equity).
Oleh karena itu manajer keuangan di dalam operasinya perlu berusaha untuk
memenuhi suatu sasaran tertentu mengenai perimbangan antara besarnya hutang
dengan jumlah modal sendiri yang tercermin dalam struktur modal perusahaan
(Brigham dan Houston, 2006), Untuk itu perlu diperhitungkan berbagai faktor yang
mempengaruhi struktur modal perusahaan dan faktor-faktor tersebut dapat diuraikan
antara lain:
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.1. Struktur aktiva
Kebanyakan perusahaan industri di mana sebagian besar dari pada modalnya
tertanam dalam aktiva tetap (Fixed assets), akan mengutamakan pemenuhan
modalnya dari modal yang permanen, yaitu modal sendiri, sedangkan hutang sifatnya
sebagai pelengkap (Riyanto, 2000). Hal ini dapat dihubungkan dengan adanya aturan
struktur finansial konservatif horizontal yang menyatakan bahwa besarnya modal
sendiri hendaknya paling sedikit dapat menutupi jumlah aktiva tetap plus aktiva lain
yang sifatnya permanen. Dan untuk perusahaan yang sebagaian besar dari aktivanya
terdiri atas aktiva lancar akan mengutamakan kebutuhan dananya dengan hutang. Jadi
dapat dikatakan bahwa struktur aktiva mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
struktur modal dalam suatu perusahaan. Pada perusahaan-perusahaan besar di negara
industri menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara struktur aktiva
terhadap struktur modal dalam suatu perusahaan (Horngren et.al, 2000).
2.1.4.2. Tingkat pertumbuhan aktiva
Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang cepat harus lebih banyak
mengandalkan modal eksternal. Floating cost pada emisi saham biasa lebih tinggi
dibanding pada emisi obligasi. Dengan demikian perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan yang tinggi cenderung lebih banyak menggunakan hutang (obligasi)
dibanding perusahaan yang lambat pertumbuhannya (Riyanto, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.3. Profitabilitas
Perusahaan dengan rate of return yang tinggi cenderung menggunakan
proporsi hutang yang relatif kecil dikarenakan dengan rate of return yang tinggi,
kebutuhan dana dapat diperoleh dari laba yang ditahan. Perusahaan dengan tingkat
pengembalian yang tinggi atas investasi cenderung akan menggunakan hutang yang
relatif kecil, dengan tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan
untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan
secara internal (Brigham dan Houston, 2006). Dari sudut pandang calon investor,
indikator penting untuk menilai prospek perusahaan di masa yang akan datang adalah
dari pertumbuhan profitabilitas perusahaan. Indikator ini sering diperhatikan untuk
mengetahui kemampuan perusahaan memberikan return terhadap investasi yang
sesuai dengan tingkat yang disyaratkan investor.
2.1.4.3.1. Return On Asset (ROA)
Return On Assets (ROA) yang sering disebut juga sebagai return on
investment (ROI) digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya dengan
tanpa mengindahkan dari sumber mana modal tersebut berasal atau keseluruhan
modal (Djarwanto, 2002). Rasio ini merupakan rasio yang terpenting diantara rasio
rentabilitas / profitabilitas yang lainnya. ROA atau ROI diperoleh dengan cara
membandingkan antara Net Income After Tax (NIAT) terhadap total asset. Aktiva
suatu perusahaan di danai oleh pemegang saham dan kreditor, sehingga aktiva
Universitas Sumatera Utara
tersebut akan menjadi modal kerja bagi perusahaan dalam melakukan usahanya. Hasil
usaha perusahaan dinyatakan dalam bentuk laba bersih atau NIAT. ROA merupakan
rasio antara laba setelah pajak (NIAT) terhadap total assets. ROA mencerminkan
kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih setelah pajak dari total assets
yang digunakan untuk operasional perusahaan. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan
bahwa perusahaan semakin efektif dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan
laba bersih setelah pajak, yang juga dapat diartikan bahwa kinerja perusahaan
semakin efektif (Tangkilisan, 2003). Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya
tarik perusahaan kepada investor. Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan
perusahaan tersebut makin diminati investor, karena tingkat kembalian akan semakin
besar (Ang, 1997). Hal ini juga akan berdampak bahwa harga saham dari perusahaan
tersebut di pasar modal juga akan semakin meningkat, dengan kata lain ROA akan
berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Hasil ini membuktikan bahwa dalam
membuat keputusan investasi saham, investor masih mempertimbangkan ROA.
Secara matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut :
Net Income after Tax
Return on Assets (ROA) = ---------------------------------- 100%
Total Assets
Keterangan :
Laba bersih setelah pajak (Net Income After Tax) adalah laba bersih
setelah pajak yang dihasilkan oleh perusahaan, dimana data yang
Universitas Sumatera Utara
digunakan adalah data yang tercantum didalam laporan keuangan yang
dipublikasikan oleh perusahaan.
Total Assets adalah total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan dan yang
tercantum di dalam laporan keuangan yang dipublikasikan.
Profitabilitas suatu perusahaan dapat diukur dengan menghubungkan antara
keuntungan atau laba yang diperoleh dari kegiatan pokok perusahaan dengan
kekayaan atau asset yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan perusahaan
(operatimg asset). Operating Asset adalah semua aktiva kecuali investasi jangka
panjang dan aktiva-aktiva lain yang tidak digunakan dalam kegiatan atau usaha
memperoleh penghasilan yang rutin atau usaha pokok perusahaan. Pengukuran
kinerja keuangan perusahaan dengan ROA menunjukkan kemampuan atas modal
yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan
laba. ROA adalah rasio keuntungan bersih setelah pajak untuk menilai seberapa besar
tingkat pengembalian dari asset yang dimiliki oleh perusahaan. ROA yang negatif
disebabkan laba perusahaan dalam kondisi negatif pula atau rugi. Hal ini
menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan secara keseluruhan belum
mampu untuk menghasilkan laba. Keunggulan ROA diantaranya adalah sebagai
berikut: 1.) merupakan pengukuran yang komprehensif dimana seluruhnya
mempengaruhi laporan keuangan yang tercermin dari rasio ini. 2.) mudah dihitung,
dipahami, dan sangat berarti dalam nilai absolut. 3.) merupakan denominator yang
dapat diterapkan pada setiap unit organisasi yang bertanggung jawab terhadap
profitabilitas dan unit usaha. Kelemahan ROA terdiri dari: 1.) membuat manajer
Universitas Sumatera Utara
divisi memiliki kecenderungan untuk melewatkan project yang menurunkan
divisional ROA, meskipun sebenarnya project tersebut dapat meningkatkan tingkat
keuntungan perusahaan secara keseluruhan. 2.) cenderung untuk berfokus pada tujuan
jangka pendek dan bukan tujuan jangka panjang. 3.) Sebuah project dalam ROA
dapat meningkatkan tujuan jangka pendek, tetapi project tersebut mempunyai
konsekuensi negatif dalam jangka panjang, berupa pemutusan beberapa tenaga
penjualan, pengurangan budget pemasaran, dan penggunaan bahan baku yang relatif
murah sehingga menurunkan kualitas produk dalam jangka panjang (Wild et.al,
2004,). Semakin besar rasio ROA menunjukkan kenaikan laba bersih operasi dari
perusahaan yang bersangkutan. terdapat hubungan yang positif antara ROA dengan
harga saham perusahaan yang dapat meningkatkan nilai buku saham perusahaan
(Higgins, 1998).
2.1.4.3.2. Return On Equity (ROE)
Rasio ini menggunakan hubungan antara keuntungan setelah pajak dengan
modal sendiri yang digunakan perusahaan. Yang dianggap modal sendiri adalah
saham biasa, agio saham, laba ditahan, saham preferen dan cadangan-cadangan lain.
Melihat hubungan-hubungan itu, Return On Equity tidak lain adalah rentabilitas
ekonomi. Bagi perusahaan pada umumnya masalah rentabilitas adalah lebih penting
dari pada masalah laba, karena laba yang besar saja belumlah merupakan ukuran
bahwa perusahaan itu telah bekerja dengan efisien (Riyanto, 2000). Return On Equity
diperoleh dari Net Income after tax dibagi equity. Hasil pembagian ini pada umumnya
Universitas Sumatera Utara
dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi rasio ini menandakan kinerja perusahaan
semakin baik atau efisien, nilai equity perusahaan akan meningkat dengan
peningkatan rasio ini. Return On Equity (ROE) yaitu rasio untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih yang dikaitkan dengan
pembayaran dividen. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
Net Income after Tax
ROE = ---------------------------- X 100 %
Total Equity
Keterangan :
Net Income After Tax adalah laba setelah pajak
Total Equity adalah total modal sendiri
Semakin besar rasio ROE menunjukkan kenaikan laba bersih dari perusahaan
yang bersangkutan. Ada hubungan yang positif antara ROE dengan harga saham
perusahaan yang dapat meningkatkan nilai buku saham perusahaan (Higgins,1998).
2.1.4.3.3. Price Earning Ratio ( PER )
Price Earning Ratio (PER) adalah rasio harga saham dengan penghasilan atau
price earning ratio sering digunakan untuk membandingkan peluang investasi
(Husnan dan Pudjiastuti, 2002). Suatu rasio harga dan penghasilan saham dihitung
dengan membagi harga pasar per lembar saham (market price share) dengan
penghasilan per lembar saham (Earning per share). PER menunjukkan perbandingan
antara harga saham di pasar atau harga perdana yang ditawarkan dibandingkan
dengan pendapatan yang diterima (Husnan dan Pudjiastuti, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Rumus menghitung PER yaitu :
Market price per share
PER = -------------------------------- x 100%
Earning per share
Atau :
Harga pasar per lembar saham
Rasio Harga / Laba = ---------------------------------------- x 100%
Laba per lembar saham
Adapun kegunaan rasio PER ini adalah : 1) menentukan nilai pasar saham
yang diharapkan, 2) menentukan nilai pasar saham dimasa yang akan datang. Secara
fundamental rasio ini diperhatikan oleh investor dalam memilih saham karena
perusahaan yang mempunyai nilai PER yang tinggi menunjukkan nilai pasar yang
tinggi pula atas saham tersebut, sehingga saham tersebut akan diminati oleh investor
dan hal ini pada akhirnya akan berdampak pada kenaikan harga saham sebaliknya
apabila perusahaan mempunyai PER yang rendah menunjukkan nilai pasar yang
rendah sehingga akan berdampak terhadap penurunan harga saham (Husnan, 2003).
PER merupakan bagian dari rasio pasar dimana sudut pandang rasio pasar ini lebih
banyak pada sudut pandang investor dan juga merupakan ukuran untuk menentukan
bagaimana pasar memberi nilai/harga pada suatu perusahan. Perusahaan dengan PER
yang rendah mungkin dapat menurunkan minat investor terhadap harga saham, namun
perlu diingat pula bahwa PER yang rendah mempunyai potensi untuk meningkat,
sehingga investor tidak hanya terpaku pada PER yang tinggi saja (Dermawan, 2007).
Universitas Sumatera Utara
PER yang tinggi belum tentu mencerminkan kinerja yang baik, karena PER yang tinggi
bisa saja disebabkan oleh turunnya rata-rata pertumbuhan laba perusahaan.
2.1.4.4. Besaran perusahaan (ukuran perusahaan)
Ukuran perusahaan akan mempunyai pengaruh terhadap struktur modal dalam
suatu perusahaan. Pada kenyataannya semakin besar suatu perusahaan maka
kecenderungan penggunaan dana eksternal juga semakin besar. Hal ini disebabkan
perusahaan besar memiliki kebutuhan dana yang besar dan salah satu alternatif
pemenuhan dana yang tersedia adalah pendanaan eksternal. Kebijakan hutang
perusahaan dipengaruhi oleh ukuran besaran perusahaan dan ada hubungan yang
positif antara besaran perusahaan dan rasio hutang. Besaran perusahaan berpengaruh
positif terhadap leverage perusahaan (Brealey et.al, 2007).
2.1.4.5. Tingkat pertumbuhan penjualan
Bagi perusahaan dengan tingkat pertumbuhan penjualan dan laba yang tinggi
kecenderungan penggunaan hutang sebagai sumber dana eksternal yang lebih besar
dibandingkan
dengan
perusahaan-perusahaan
yang
tingkat
pertumbuhan
penjualannya lebih rendah. Penggunaan hutang sebagai sumber dana untuk mendanai
pertumbuhan penjualan bersifat jangka pendek.
Pertumbuhan penjualan perusahaan berpengaruh positif dengan leverage
maka tingkat pertumbuhan penjualan berhubungan positif dengan hutang (Farid dan
Sudomo Siswanto, 1998).
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.6. Kebijakan dividen
Secara tidak langsung, kebijakan dividen akan memiliki pengaruh terhadap
tingkat penggunaan hutang suatu perusahaan. Kebijakan dividen yang stabil
menyebabkan adanya keharusan bagi perusahaan untuk menyediakan sejumlah dana
guna membayar jumlah dividen yang tetap tersebut (Husnan dan Pudjiastuti, 2002).
Apabila perusahaan menggunakan tingkat hutang yang tinggi, maka ada
kemungkinan bahwa dalam jangka panjang perusahaan tidak akan mampu membayar
dividen yang stabil serta memenuhi beban tetap hutang. Kebijakan dividen
mempunyai pengaruh yang negatif terhadap debt ratio (Husnan dan Pudjiastuti,
2002).
2.1.4.7. Risiko bisnis
Dalam suatu perusahaan, risiko bisnis akan meningkat jika penggunaan
hutang tinggi dan hal ini juga akan meningkatkan kemungkinan kebangkrutan bagi
perusahaan. Risiko bisnis ditunjukkan oleh variabilitas pendapatan yang akan
diterima pada masa yang akan datang (Horngren et.al, 2000). Perusahaan dengan
risiko yang tinggi seharusnya menggunakan hutang yang lebih sedikit untuk
menghindari kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan (Farid dan
Sudomo Siswanto, 1998).
2.1.4.8. Operating leverage
Variabel ini timbul dikarenakan perusahaan menggunakan cost operasi tetap
dengan menggunakan aktiva tetap dalam operasi perusahaan. Dalam suatu
Universitas Sumatera Utara
perusahaan, tingkat operating leverage pada suatu tingkat hasil akan ditunjukkan oleh
perubahan dalam volume penjualan yang mengakibatkan adanya perubahan yang
tidak proporsional dalam laba atau rugi operasi. Operating leverage merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi risiko bisnis (Farid dan Sudomo Siswanto, 1998).
Semakin besar Operating leverage perusahaan maka semakin besar variasi
keuntungan akibat perubahan pada volume penjualan perusahaan dan mengakibatkan
semakin besar risiko bisnis perusahaan. Pada tingkat risiko yang tinggi, sebaiknya
struktur modal dipertahankan atau mengurangi penggunaan hutang yang lebih besar.
Sebaliknya untuk perusahaan dengan cost tetap yang kecil dapat menggunakan
hutang yang lebih besar.
2.1.5. Teori-Teori Dividen
Perusahaan mendistribusikan pendapatannya berdasarkan pada kebijakan
dividen yang telah ditetapkan. Tujuan utama manajemen yaitu meningkatkan
kekayaan pemegang saham melalui kenaikan harga saham di bursa efek. Kebijakan
dividen bersangkutan dengan keputusan seberapakah pendapatan yang diperoleh
perusahaan yang akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen dan
seberapakah yang ditahan (retained earning) untuk diinvestasikan kembali ke bisnis
perusahaan. Untuk menghasilkan keputusan keputusan yang tepat tersebut,
manajemen memperhatikan preferensi pemegang saham terhadap dividen dan capital
gain. Teori-teori mengenai kebijakan dividen dikaitkan dengan preferensi pemegang
saham yang bertitik tolak pada peningkatan nilai perusahaan, secara garis besar
Universitas Sumatera Utara
adalah bahwa dividen tidak relevan dengan nilai perusahaan dan dividen relevan
dengan nilai perusahaan. Teori yang menyatakan bahwa dividen relevan dengan nilai
perusahaan terbagi dua yaitu perusahaan sebaiknya membagikan dividen yang tinggi
untuk meningkatkan harga sahamnya dan teori yang lain berpendapat bahwa
perusahaan sebaiknya membayarkan dividen yang rendah saja. Teori-teori tersebut
adalah sebagai berikut :
2.1.5.1. Dividend irrelevance arguments atau teori irrelevansi dividen
Teori ini dikemukakan oleh Merton Miller dan Franco Modigliani. Teori ini
juga dikenal dengan Teori "M dan M". Miller dan Modigliani berpendapat bahwa
kebijakan dividen tidak mempunyai efek terhadap harga saham perusahaan maupun
cost of capital. Nilai perusahaan ditentukan oleh kemampuan menghasilkan
pendapatan dari asset perusahaan dan resiko yang berkaitan dengan asset tersebut.
Dengan kata lain nilai perusahaan ditentukan oleh asset investment policy dan
bukannya dividend policy perusahaan, sehingga M dan M menyatakan bahwa
kebijakan dividen tidak relevan. Ada beberapa asumsi yang membuktikan bahwa
pendapat mereka benar. Asumsi-asumsi tersebut yaitu: Capital investment policy
perusahaan independen dari dividend policy-nya; Tidak ada pajak baik untuk
pemegang saham maupun untuk perusahaan ; Perusahaan tidak terkena flotation cost
jika menerbitkan saham baru, dan tidak ada biaya transaksi bagi pemegang saham
dalam transaksi di bursa ; Investor indiferen terhadap dividen maupun capital gain ;
Universitas Sumatera Utara
Investor dan manajer mempunyai informasi yang sama (symmetric information}
mengenai kesempatan investasi di masa yang akan datang.
Pembayaran dividen yang didahului dengan pengumuman pembayaran akan
mempengaruhi harga saham di bursa, namun menurut M dan M hal tersebut tidak
berkaitan dengan kebijakan dividen yang telah diputuskan perusahaan, tetapi hal
tersebut terjadi karena adanya reaksi investor terhadap informasi yang ada dalam
pengumuman
pembayaran
dividen
tersebut.
Informasi
tersebut
merupakan
pencerminan dari ekspektasi manjemen terhadap pendapatan yang mampu diperoleh
perusahaan dimasa yang akan datang. Informasi inilah yang akan mendorong investor
untuk bereaksi sesuai dengan isi informasi tersebut, yang mengakibatkan naikturunnya harga saham di bursa.
Teori Irrelevansi Dividen menurut M dan M ini juga menyatakan bahwa di
pasar terdapat clientele effect, yaitu pendapat bahwa perusahaan dinilai menarik oleh
pemegang saham yang dalam menentukan preferensinya berdasarkan pembayaran
dan stabilitas dividen menurut pola pembayaran dan stabilitas dari perusahaan
tersebut. Artinya adalah seorang pemegang saham yang menginginkan dividen yang
stabil sebagai pendapatannya akan menginginkan pembayaran dividen yang sama tiap
periode pembayaran. Sedangkan pemegang saham yang menyukai capital gain akan
lebih menyukai perusahaan yang berkembang, dimana pendapatannya banyak
diinvestasikan kembali dalam bisnis sehingga pembayaran dividennya menjadi tidak
stabil. Jika pemegang saham (clientele) mendapatkan apa yang mereka inginkan, M
Universitas Sumatera Utara
dan M berpendapat bahwa nilai saham dari perusahaan tidak dipengaruhi oleh
kebijakan dividen.
Teori M dan M menunjukkan bahwa dalam dunia yang sempurna (ada
kepastian, tidak ada pajak, tidak ada biaya transaksi dan tidak ada pasar lain yang
sempurna) nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh distribusi dividen. Teori M dan M
ini dianggap tidak valid (Brigham dan Houston, 2006) karena dalam keadaan dunia
nyata, perusahaan dan investor membayar pajak, perusahaan selalu mengeluarkan
floatation cost dalam menerbitkan saham baru dan investor terkena biaya transaksi
jika mereka bertransaksi, dan manajer selalu mempunyai informasi yang lebih baik
mengenai kesempatan investasi dimasa yang akan datang daripada informasi yang
dimiliki investor (keadaan asymmetric information).
Teori M dan M ini konsisten dengan Teori Residu Dividen (The Residual
Theory of Dividends) yang berfokus bahwa para investor lebih senang apabila
perusahaan menahan keuntungannya untuk diinvestasikan kembali daripada jika
keuntungan tersebut dibayarkan berupa dividen.
2.1.5.2. The-bird-in-the-hand-theory oleh gordon-lintner
Myron J. Gordon dan John Lintner tidak sependapat dengan salah satu asumsi
dari Teori M dan M yaitu investor bersikap indeferen terhadap dividen dan capital
gain. Menurut pendapat Gordon dan Lintaer required rate of return investor
meningkat seiring dengan menurunnya dividen yang diterima, karena investor lebih
yakin dalam menerima dividen daripada mengharapkan capital gain yang dihasilkan
Universitas Sumatera Utara
oleh laba yang ditahan (Brigham dan Houston, 2006). Dengan mempertimbangkan
resiko, investor menilai bahwa dividend yield (D1/P0),) beresiko lebih rendah daripada
g (growth) dalam total return yang diharapkan (Ks = D1/P0 + g), sehingga investor
menilai dividen lebih tinggi dari pada capital gain. Dengan kata lain investor
menyukai dividen, sehingga akan menaikkan harga saham perusahaan jika
perusahaan membayarkan dividen yang tinggi. Menanggapi pendapat Gordon dan
Lintner tersebut, M dan M berpendapat bahwa investor indeferen terhadap dividend
yield dan growth, sehingga total return yang diharapkan investor (KS) tidak
dipengaruhi oleh kebijakan dividen yang diputuskan manajemen, Menurut M dan M
resiko arus kas kepada investor dalam jangka panjang ditentukan oleh resiko arus kas
perusahaan dari pengoperasian assetnya dan bukan ditentukan oleh kebijakan
pembayaran dividen.
Teori ini dikatakan bird-in-fhe-fund theory karena Gordon dan Lintner
percaya pembayaran dividen saat ini (a bird in the hand) akan mengurangi
ketidakpastian yang dihadapi oleh investor, yang akan berpengaruh pada peningkatan
nilai Saham di bursa.
2.1.5.3. Tax differential theory
Teori ini dikemukakan oleh Litzenberg dan Ramaswamy yang menyatakan
bahwa pendapatan dividen yang diterima oleh pemegang saham akan dikenakan
pajak dan dibayarkan pada saat dividen diterima, sedangkan pajak atas capital gain
hanya dikenakan jika asset telah terjual. Perbedaan tingkat pajak menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
adanya preferensi investor terhadap salah satu kebijakan dividen. Investor dengan
pajak tinggi akan menyukai saham dengan dividen rendah, dan begitu juga
sebaliknya. Teori ini dibayarkan pada pengaruh pajak atas dividen dan capital gain
dalam penilaian investor terhadap return yang diharapkan. Jika pajak yang dikenakan
atas capital gain lebih rendah daripada pajak atas dividen, maka investor akan lebih
menyukai laba yang diperoleh perusahaan ditahan untuk investasi yang akan
menghasilkan capital gain dimasa depan daripada dividen karena alasan pajak.
Berdasarkan kondisi perpajakan, pendapatan setelah pajak saham yang
membayarkan dividen tinggi lebih rendah daripada saham yang menghasilkan capital
gain yang tinggi. Perbedaan tersebut akan semakin besar seiring dengan semakin
lamanya holding period, karena pajak atas capital gain tidak dibayar sampai capital
gain tersebut terealisasi (Husnan dan Pudjiastuti, 2002).
2.1.6.
Harga Saham (Stock Price)
Harga saham adalah harga pasar yang tercatat setiap hari pada waktu
penutupan (closing price) dari suatu saham. Dalam penelitian ini, harga saham adalah
rata-rata harga saham 5 (lima) hari setelah publikasi laporan keuangan pada periode
pengamatan. Rata-rata harga saham dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
penjumlahan harga saham selama 5 hari berturut-turut dibagi dengan 5 hari
pengamatan. Laporan keuangan dapat menyajikan informasi yang relevan dengan
model keputusan yang digunakan oleh investor dalam membuat keputusan buy, hold,
atau sell saham. Suatu informasi dikatakan relevan bagi investor jika informasi
Universitas Sumatera Utara
tersebut mampu mempengaruhi keputusan investor untuk melakukan transaksi di
pasar modal yang tercermin pada perubahan harga.
Laporan keuangan mempunyai dampak terhadap kegiatan perdagangan
saham dan variabilitas tingkat keuntungan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa pada tanggal pengumuman laporan keuangan, kegiatan perdagangan maupun
variabilitas tingkat keuntungan lebih tinggi dibandingkan dengan periode di luar
tanggal pengumuman (Husnan dan Pudjiastuti, 2002).
Harga saham yang terjadi di pasar modal selalu berfluktuasi dari waktu ke
waktu. Fluktuasi harga dari suatu saham tersebut akan ditentukan antara kekuatan
penawaran dan permintaan. Jika jumlah penawaran lebih besar dari jumlah
permintaan, pada umumnya kurs harga saham akan turun. Sebaliknya jika jumlah
permintaan lebih besar dari jumlah penawaran terhadap suatu efek, maka harga
saham cenderung akan naik. Kekuatan pasar dapat juga dilihat dari data mengenai
sisa beli dan sisa jual. Bagi investor yang memerlukan investasi jangka panjang
maupun jangka pendek perlu memperhatikan likuiditas suatu saham dan posisinya di
pasar, apakah diminati masyarakat atau tidak. Faktor-faktor yang mempengaruhi
fluktuasi harga saham dapat berasal dari internal dan eksternal perusahaan. Faktor
internalnya adalah kinerja perusahaan, arus kas perusahaan, dividen, laba perusahaan
dan penjualan, sedangkan faktor eksternalnya adalah tingkat suku bunga, laju inflasi,
kebijakan pemerintah dan kondisi perekonomian. Hal-hal penting yang merupakan
faktor makro atau pasar yang dapat menyebabkan fluktuasi harga saham adalah
tingkat inflasi dan suku bunga, kebijakan keuangan dan fiskal, situasi perekonomian
Universitas Sumatera Utara
dan situasi bisnis internasional. Sedangkan faktor mikro perusahaan yang dapat
menyebabkan fluktuasi harga saham adalah pendapatan perusahaan, dividen yang
dibagikan, arus kas perusahaan, perubahan mendasar dalam industri atau perusahaan
dan perubahan dalam perilaku investasi misalnya merubah investasinya dari saham
menjadi obligasi.
2.1.7. Hubungan antara ROA, ROE dan PER terhadap harga saham
2.1.7.1. ROA terhadap harga saham
ROA merupakan rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur
kemampuan atas modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang dimiliki
untuk menghasilkan laba (Tangkilisan, 2003). Dalam perhitungan ROA hanya
menggunakan laba bersih setelah pajak dibagi dengan total aktiva perusahaan. Jika
dihubungkan dengan return saham maka ROA dapat digunakan untuk menentukan
ukuran kinerja perusahaan apakah perusahaan itu bagus. Dengan ROA yang semakin
tinggi maka return yang dihasilkan oleh suatu perusahaan semakin tinggi sehingga
harga saham perusahaan semakin tinggi, maka resiko yang ditimbulkan semakin
kecil. Tingkat pengembalian yang dihasilkan suatu perusahaan yang diukur dari laba
bersih setelah pajak lebih tinggi dan menaikkan tingkat pengembalian kepada
pemegang saham dapat meminimalkan resiko menjadi sekecil mungkin . ROA dapat
dilihat dari segi mana perusahaan mampu memperoleh penilaian yang baik dan juga
penilaian yang masih kurang baik dan juga dapat diketahui bagaimana pengaruhnya
terhadap Harga Saham.
Universitas Sumatera Utara
2.1.7.2. ROE terhadap harga saham
ROE adalah rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba bersih yang dikaitkan dengan ekuitas modal sendiri. Bagi
perusahaan pada umumnya masalah rentabilitas adalah lebih penting daripada
masalah laba, karena laba yang besar saja belumlah merupakan ukuran bahwa
perusahaan itu telah bekerja dengan efisien. Semakin tinggi rasio ROE menandakan
kinerja perusahaan semakin baik atau efisien, nilai equity perusahaan akan meningkat
dengan peningkatan rasio ROE kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
bersih yang dikaitkan dengan pembayaran dividen semakin meningkat dan akan
terjadi kecenderungan naiknya harga saham (Riyanto, 2000).
2.1.7.3. PER terhadap harga saham
PER (Price Earning Ratio) adalah Rasio harga terhadap laba per lembar
saham, merupakan suatu rasio yang lazim dipakai untuk mengukur harga pasar
(market price) setiap lembar saham biasa dengan laba per lembar saham
(Dermawan,2007). Ukuran ini melibatkan suatu jumlah yang tidak secara langsung
dikendalikan oleh perusahaan. PER mencerminkan penilaian investor terhadap
pendapatan dimasa mendatang. PER menunjukkan penilaian pasar dari potensi
pertumbuhan perusahaan dan prospek laba dimasa yang akan datang, rasio harga/laba
yang tinggi menunjukkan bahwa pasar mengharapkan pertumbuhan dan laba yang
tinggi dimasa mendatang. Demikian PER yang rendah menunjukkan ekspektasi laba
dan pertumbuhan yang rendah. Investor dapat mempertimbangkan rasio tersebut
Universitas Sumatera Utara
untuk memilah-milah saham mana yang nantinya dapat memberikan keuntungan
yang besar dimasa yang akan datang. Perusahaan dengan PER yang rendah mungkin
dapat menurunkan minat investor terhadap harga saham, namun perlu diingat pula
bahwa PER yang rendah mempunyai potensi untuk meningkat, sehingga investor
tidak hanya terpaku pada PER yang tinggi saja. PER yang tinggi belum tentu
mencerminkan kinerja yang baik, karena PER yang tinggi bisa saja disebabkan oleh
turunnya rata-rata pertumbuhan laba perusahaan. PER digunakan oleh para investor
untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dimasa yang
akan datang. Investor dapat mempertimbangkan rasio ini untuk memilah-milah saham
mana yang nantinya dapat memberikan keuntungan yang besar dimasa mendatang.
PER menunjukkan hubungan antara harga pasar saham biasa dengan earning per
share. Perusahaan dengan peluang tingkat pertumbuhan yang tinggi biasanya
mempunyai PER yang tinggi, demikian pula sebaliknya perusahaan dengan
pertumbuhan yang rendah memiliki PER yang kecil atau rendah. PER tidak
mempunyai makna apabila perusahaan mempunyai laba yang sangat rendah
(abnormal) atau bahkan negatif. Dalam keadaan ini PER perusahaan akan begitu
tinggi (abnormal) atau bahkan negatif. PER merupakan bagian dari rasio pasar
dimana sudut pandang rasio ini lebih banyak dari sudut pandang investor dan juga
merupakan ukuran untuk menentukan bagaimana pasar memberi nilai atau harga pada
saham suatu perusahaan. Keinginanan investor untuk melakukan analisis suatu saham
melalui rasio-rasio keuangan seperti PER disebabkan adanya keinginan investor atau
calon investor akan saham perusahaan tersebut. Secara fundamental rasio PER
Universitas Sumatera Utara
diperhatikan oleh investor dalam memilih saham karena perusahaan yang mempunyai
nilai PER yang tinggi menunjukkan nilai pasar yang tinggi pula atas saham tersebut
sehingga saham tersebut akan diminati oleh investor dan hal ini pada akhirnya akan
berdampak pada kenaikan harga saham sebaliknya apabila perusahaan mempunyai
PER yang rendah menunjukkan nilai pasar yang rendah sehingga akan berdampak
terhadap penurunan harga saham (Husnan, 2003).
2.2.
Review Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan Return On Asset, Return On Equity, Price
Earning Ratio yang dihubungkan dengan prediksi pendapatan dan harga saham telah
banyak dilakukan oleh beberapa peneliti. Natarsyah (2000) dalam penelitiannya yang
berjudul “Analisis Pengaruh Beberapa Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik
Terhadap harga saham”, menyatakan bahwa semua variabel penelitian (ROA, ROE,
DPR, DER, BVS dan Beta saham) berpengaruh signifikan terhadap harga saham baik
secara parsial maupun simultan.
Haryanto dan Sugiharto (2003) yang meneliti pengaruh rasio profitabilitas
terhadap harga saham pada perusahaan industri minuman di Bursa Efek Jakarta.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah ROA, ROE dan NPM (Net Profit
Margin) sedangkan variabel dependennya adalah harga saham. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa secara simultan ROA, ROE dan NPM berpengaruh secara
signifikan terhadap harga saham. Secara parsial ROE berpengaruh terhadap harga
saham sedangkan ROA dan NPM tidak berpengaruh terhadap harga saham.
Universitas Sumatera Utara
Sianipar (2005) yang meneliti pengaruh faktor fundamental terhadap harga
saham industri perbankan di Indonesia. Variabel independen dalam penelitian ini
adalah ROA, CAR, EPS, ROE dan Net Interest Margin sedangkan variabel
dependennya adalah harga saham. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa secara
simultan seluruh variabel independen berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
Secara parsial hanya ROA yang tidak berpengaruh terhadap harga saham.
Gunawan et.al, (2003) dengan judul penelitian “Analisis Faktor Fundamental
Dan Risiko Sitematik Terhadap Harga saham Properti Di BEI” dengan menggunakan
Regresi berganda dan uji
Best Linier Unbiased Estimator (BLUE) mengatakan
bahwa Secara empiris factor fundamental (ROA, ROE, BV, b,DER,r) dan resiko
sistematik (beta) mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga saham secara
bersama-sama. Dan hanya variebel book value (BV) yang mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap harga saham secara parsial.
Penelitian Hadi (2004) dengan judul penelitian “Pengaruh ROE, ROA, NIM ,
DER, dan PER terhadap harga saham di Bursa Efek Indonesia” menggunakan alat
analisis Regresi berganda melalui Uji t dan Uji F mengatakan bahwa ROE, ROA,
NIM, DER, dan PER secara simultan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
harga saham perusahaan perbankan dan secara parsial ROE, ROA, NIM, DER, dan
PER tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham perusahaan
perbankan.
Hadi merekomendasikan bagi penelitian selanjutnya untuk meneliti objek
yang berbeda dan periode yang berbeda. Berdasarkan rekomendasi penelitian
Universitas Sumatera Utara
terdahulu maka pada penelitian ini objek yang akan diteliti adalah perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI pada periode penelitian tahun 2006-2009.
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
No.
Nama
Peneliti
Judul Penelitian
Variabel
Penelitian
Hasil Penelitian
1
Natarsyah
Syahib
(2000)
Analisis
Pengaruh
Beberapa
Faktor
Fundamental dan Risiko
Sistematik Terhadap Harga
saham.
ROA, ROE, DPR,
DER,BVS dan Beta
saham
Semua variabel penelitian
berpengaruh signifikan
terhadap harga saham baik
secara parsial maupun simultan
2
Haryanto
dan
Sugiharto
Pengaruh Rasio
Profitabilitas terhadap
Harga Saham Pada
Perusahaan Industri
Minuman di BEJ
ROA, ROE, NPM
Secara simultan ROA, ROE
dan NPM berpengaruh secara
signifikan terhadap harga
saham.
2003
Secara parsial hanya ROE yang
berpengaruh terhadap harga
saham
3
Gunawan,
Yanny
Widiastuty,
Wijianty
Imelda
(2003).
Analisis
Faktor
Fundamental Dan Risiko
Sitematik Terhadap Harga
saham Properti Di BEI
ROA,ROE,BV,Payout
Ratio,DER,Required
Rate of Return dan
resiko sistematik
(beta)
Secara
empiris
factor
fundamental (ROA, ROE, BV,
b,DER,r) dan resiko sistematik
(beta) mempunyai pengaruh
signifikan terhadap harga saham
secara bersama-sama. Dan hanya
variebel book value (BV) yang
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan terhadap harga saham
secara parsial.
4
Hadi
(2004)
Pengaruh ROE, ROA,
NIM, DER, dan PER
terhadap Harga saham di
Bursa Efek Indonesia
ROE, ROA, NIM,
DER, dan PER
ROE, ROA, NIM, DER, dan
PER secara parsial maupun
secara
simultan
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
harga
saham
perusahaan perbankan.
5
Ardin
Sianipar
2005
Pengaruh Faktor
Fundamental terhadap
Harga Saham Industri
Perbankan di Indonesia
ROA, CAR, EPS,
ROE, Net Interest
Margin
Secara simultan semua faktor
fundamental berpengaruh
signifikan terhadap harga
saham.
Secara parsial hanya ROA yang
tidak berpengaruh terhadap
harga saham.
Universitas Sumatera Utara
Download