BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Landasan Teori
2.1.1. Pengertian Jasa
Menurut Kotler (2003) yang diungkap oleh arief (2007,p11) jasa adalah sesuatu yang
tidak berwujud yang tindakan atau untuk kerja yang ditawarkan oleh salah satu pihak ke
pihak dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun.
Menurut kotler dan amstrong (1996) yang dikutip oleh arief jasa adalah setiap
tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada
dasarnya tidak berwujud dan tidak menyebabkan kepemilikan terhadap sesuatu, yang dapat
berhubungan dengan suatu produk fisik maupun tidak.
Jasa dapat diartikan sebagai sesuatu yang tidak berwujud, yang melibatkan tindakan
atau untuk kerja melalui proses dan kinerja yang ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak
lain. Dalam produksinya, jasa bisa terikat pada suatu produk fisik, tetapi bisa juga tidak
(Arief,2007,p11)
Pada dasarnya jasa merupakan semua aktifitas ekonomi yang hasilnya tidak
merupakan produk dalam betuk fisik atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat
yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah, seperti
kenyamanan, hiburan, kesenangan atau kesehatan pemecahan atas masalah yang dihadapi
konsumen (Arief,2007,p11).
2.1.2. Karakteristik Jasa
Menurut
Parasuraman,
Zeithhaml
dan
Berry
(1985)
yang
dikutip
oleh
(Arief,2007,p19), secara umum jasa mempunyai beberapa karakteristik khusus yang berbeda
dengan barang. Jasa mempunyai pengaruh besar dalam pemasarannya, yaitu
tidak
berwujud, tidak dapat dipisahkan antara proses produksi dengan konsumsi, mempunyai
tingkat variabilitas yang tinggi, tidak dapat disimpan dan tidak menyebabkan suatu
kepemilikan.
Terdapat perbedaan mendasar antar produk jasa dan produk barang. Perbedaan
tesebut adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Perbedaan Antara Barang dan Jasa
Barang
Jasa
Nyata
Tidak nyata
Homogen
Heterogen
Produksi,
distribusi
dan
konsumsinya
merupakan Produksi, distribsi dan konsumsinya
proses yang terpisah
merupakan proses yang simultan
Berupa barang
Berupa proses atau aktifitas
Nilai intinya dipoduksi di pabrik
Nilai intinya diproduksi pada saat
interaksi antara pembeli dan penjual
Pelanggan (biasanya)
tidak berpartisipasi dalam Pelanggan
berpartisipasi
dalam
proses produksi
proses produksi
Dapat disimpan
Tidak dapat disimpan
Ada perpindahan kepemilikan
Tidak dapat berpindah kepemilikan
Sumber : Arief (2007)
Sifat-sifat khusus jasa yang menyatakan “diberikan oleh suatu pihak kepada pihak
lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan terjadinya perpindahan
kepemilikan” perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam merancang program pemasaran.
Menutut Philip Kotler (2003) yang dikutip Arief (2007, p20) menyebutkan bahwa
pada umumnya terdapat empat karakteristik jasa yang dapat diidentidikasikan sebagai
berikut :
•
Intagibility, karena jasa tidak berwujud. Biasanya jasa dirasakan secara subjektif dan
ketika jasa dideskripsikan oleh pelanggan, ekresi seperti pengalaman, kepercayaan,
perasaan dan keamanan adalah tolak ukur yang dipakai. Inti dari suatu jasa adalah
ketidakwujudan dari fenomena itu sendiri. Oleh karena tingginya derajat ketidak
wujudan maka jasa sangat sulit di evaluasi oleh pelanggan.
•
Inseparabillity, tidak menyebabkan kepemilikan karena jasa adalah bukan benda
tetapi merupakan suatu seri aktifitas atau proses dimana produksi dan konsumsi
dilakukan secara simultan (simultaneously). Umumnya proses produksi tidak
kelihatan. Tidak ada pra produksi untuk me ngontrol kualitas lebih awal sebelum
dijual dan dikonsumsi. Untuk itu kontrol kualitas dan pemasaran harus dilakukan
pada waktu dan tempat yang secara simultan jasa diproduksi dan dikomsumsi.
•
Perishbality, karakteristik yang menyatakan bahwa tidak memungkinkan untuk
menyimpan jasa seperti barang.
•
Variability, karena proses memproduksi dan proses penyampaian dilakukan oleh
manusia. Oleh karena manusia mempunyai sifat yang tidak konsisten sehingga
penyampaian suatu jasa belum tentu sama tiap-tiap pelanggan.
Secara
umum,
dipamerkan,tidak
dimanfaatkan.
dapat
sifat
jasa
disimpan,
digambarkan
mudah
rusak
sebagai
produk
dan
diproduksi
yang
pada
tidak
saat
dapat
akan
2.1.3. Pemasaran Jasa
Pemasaran jasa tidak sama dengan pemasaran produk. Pertama, pemasaran jasa
lebih bersifat intagible dan immaterial karena produknya tidak kasat mata dan tidak dapat
diraba. Kedua produksi jasa dilakukan saat konsumen berhadapan dengan petugas sehingga
pengawasan kualitas dapat segera dilakukan. Hal ini lebih sulit daripada pengawasan produk
fisik. Ketiga, interaksi antara konsumen dan petugas adalah penting untuk dapat
mewujudkan produk yang dibentuk (Arief,2007,p114)
Seperti yang dijelaskan oleh Phillip Kotler (2000) yang dikutip di dalam Arief
(p111,2007) bahwa kesuksesan suatu industri jasa tergantung kepada sejauh mana
perusahaan mampu mengelola ketiga macam aspek secara sukses.
a)
Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada pelanggan.
b)
Kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan mampu memenuhi janji
tersebut.
c)
Kemampuan
karyawan
untuk
menyampaikan
janji
tersebut
kepada
pelanggan.
Pemasaran internal merupakan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan dalam
melatih, mengembangkan, memotivasi karyawannya agar dapat melayani pelanggan sebaik
mungkin. Hal ini merupakan masalah yang sangat penting, karena tidak mungkin
mengharapkan pelayanan kepada pelanggan dengan memuaskan karyawan yang tidak puas
terhadap perusahaan.
Pemasaran external merupakan kegiatan normal yang umumnya dilakukan antara
perusahaan dengan pelanggan dalam rangka menyiapkan produk, menetapkan harga,
melakukan promosi dan mendistribusikan produk kepada pelanggan.
Pemasaran
interaktif
menggambarkan
bagaimana
para
karyawan
melayani
pelanggan. Oleh karena pemasaran jasa terjadi interaksi langsung antara perusahaan yang
diwakili oleh karyawan dengan pelanggan maka pemasaran interaktif ini menjadi masalah
kritis. Kegagalan karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan mengakibatkan
jasa yang diberikan bernilai rendah bagi konsumen. Kalau pada produk fisik, penilaian
konsumen cenderung pada produknya maka dalam jasa penilaian konsumen akan terfokus
pada proses pemberian jasa yang dilakukan oleh karyawan perusahaan tersebut
(Arief,2007,p54).
2.2.
Functional Benefit
2.2.1. Pengetahuan Produk Konsumen
Pengetahuan produk dan keterlibatan konsumen adalah dua konsep penting dalam
porsi afeksi dan kognisi pada model roda analisis konsumen. Konsumen memiliki tingkatan
pengetahuan produk yang berbeda yang dapat dipergunakan untuk menerjemahkan
informasi baru dan membuat pilihan pembelian. Konsumen dapat memiliki tiga jenis
pengetahuan produk-pengetahuan tentang ciri atau karakter produk, konsekuensi (
functional ) atau manfaat positif menggunakan produk, dan nilai yang akan dipuaskan atau
dicapai oloeh produk.
2.2.2. Produk Sebagai Seperangkat Ciri
Kepuasan tentang ciri produk adalah elemen penting dalam strategi pemasaran.
Dalam keterbatasan bagian produksi dan sumber daya keuangan, manajer pemasaran dapat
menambahkan ciri baru pada suatu produk. Pemasar mengubah atribut merek dalam upaya
membuat produknya lebih menarik dimata konsumen. Mungkin karena begitu tertarik pada
ciri fisik produk mereka, para pemasar kadang kala bertindak seolah konsumen berpikir
tentang produk dan merek sebagai seperangkat ciri ( bundles of attributes ). Pemasar perlu
mengetahui ciri produk mana yang paling penting bagi konsumen, apa arti ciri tersebut bagi
konsumen, dan bagaimana konsumen menggunakan pengetahuan tersebut dalam proses
kognitif seperti pemahaman dan pengambilan keputusan.
Konsumen
memiliki
berbagai
tingkatan
pengetahuan
tentang
ciri
produk.
Pengetahuan tentang ciri abstrak ( abstract attributes ) mewakilik karakteristik subjektif tak
nyata dari suatu produk. Pengetahuan tentang ciri kongkrit ( concrete attributes ) mewakili
karakteristik fisik nyata suatu produk. Disamping itu, pengetahuan ciri konsumen juga
berisikan evaluasi afeksi dari setiap ciri.
2.2.3. Produk Sebagai Perangkat Manfaat
Konsumen sering berfikir tentang produk dan merek dalam konteks konsekuensinya.
Konsekuensi adalah apa yang terjadi pada konsumen ketika suatu produk dibeli dan
digunakan atau dikonsumsi. Konsumen dapat memiliki pengetahuan tentang dua jenis
konsekuensi
produk-fungsional
dan
psikolososial.
Konsekuensi
fungsional
(functional
consequence) adalah dampak tak nyata dari penggunaan suatu produk yang dialami
konsumen. Oleh karena itu functional consequence juga sama dengan functional benefit
yakni dampak dari nilai suatu produk yang dirasakan oleh konsumen dalam hal tak nyata
atau hanya dapat dirasakan. Dampak kinerja fisik tak nyata dari penggunaan suatu produk
juga termasuk dalam konsekuensi fungsional.
Konsekuensi Psikolososial (psychosocial consequence) mengacu pada dampak
psikologis dan sosial dari penggunaan suatu produk. Konsekuensi psikologis penggunaan
produk adalah dampak internal pribadi seperti bagaimana suatu produk membuat anda
merasakan prestige. Konsumen juga dapat memiliki pengetahuan tentang konsekuensi sosial
penggunaan produk.
Sistem afektif dan kognitif seseorang menerjemahkan konsekuensi fungsional dan
psikolososial, disamping reaksi-reaksi tanggapan yang terkait. Misalnya, seorang konsumen
dapat merasakan afektif dan negatif (ketidakpuasan) jika suatu produk sudah minta
diperbaiki padahal baru dibeli. Atau seorang konsumen dapat memiliki perasaan positif
seperti bangga atau percaya diri jika orang lain memberi pujian atas produk yang baru
dibelinya.
Konsumen dapat menganggap konsekuensi positif dan negatif dari penggunaan
suatu produk sebagai manfaat yang mungkin didapat atau sebagai risiko potensial. Manfaat
adalah konsekuensi yang diharapkan konsumen ketika membeli dan menggunakan suatu
produk dan merek. Konsumen dapat memiliki baik pengetahuan kognitif tentang manfaat
maupun tanggapan afektif terhadap manfaat. Pengetahuan kognitif adalah proposisi yang
menghubungkan produk pada fungsi yang diharapkan dan konsekuensi psikososial. Dalam
reaksi afektif terhadap manfaat adalah tanggapan afektif yang berhubungan dengan
konsekuensi yang diinginkan. Konsumen menganggap produk dan merek sebagai
seperangkat manfaat ketimbang ciri.
Selain konsekuensi psikososial dan fungsional, terdapat Risiko yang dipergunakan
(perceived risk) adalah konsekuensi yang tak diharapkan dari suatu produk yang ingin
dihindari oleh konsumen ketika mereka membeli dan menggunakan produk tersebut.
Beberapa konsumen khawatir tentang risiko fisik pengkonsumsian jenis produk dan jenis lain
dari konsekuensi yang tidak menyenangkan antara lain risiko keuangan (mengetahui bahwa
garansi yang diberkan tidak termasuk memperbaiki ponsel), risiko fungsional (layanan atau
fitur-fitur ponsel tidak dapat digunakan secara maksimal), dan risiko psikososial (jika
menggunakan ponsel tertentu dapat menyebabkan kurang percaya diri). Seperti halnya
manfaat, contoh risiko yang diperkirakan adalah pengetahuan atau kepercayaan konsumen
tentang konsekuensi yang menyenangkan, termasuk tanggapan afektif dan negatif
sehubungan dengan konsekuensi yang tak menyenangkan tersebut. Jumlah risiko yang
diperkirakan
yang
diambil
konsumen
dipengaruhi
oleh
kedua
hal
yakni
tingkat
ketidaknyamanan akibat konsekuensi negatif dan kecenderungan bahwa suatu konsekuensi
negatif akan terjadi. Konsumen cenderung tidak membeli produk yang diperkirakan berisiko
tinggi, oleh karena itu pemasar harus dapat mengelola persepsi konsumen sehubungan
dengan konsekuensi negatif pembelian atau penggunaan produk.
2.2.4. Produk Sebagai Pemuas Nilai
Dalam era sekarang ini, konsumen memiliki pengetahuan tentang nilai pribadi dan
simbolis yang dapat dipenuhi atau dipuaskan oleh suatu produk atau merek. Nilau ( Values )
adalah sasaran hidup yang luas dari masyarakat. Nilai juga melibatkan afeksi sehubungan
dengan kebutuhan atau tujuan tersebut (perasaan dan emosi yang menyertai keberhasilan).
Ada beberapa cara untuk mengklasifikasi nilai. Salah satu cara yang sangat berguna dapat
mengidentifikasi dua jenis atau tingkat instrumental dan terminal. Nilai Instrumental
(Instrumental Values) adalah pola perilaku atau cara bertindak yang diinginkan. Nilai
Terminal ( Terminal Values ) adalah status yang diinginkan atau status psikologis yang luas.
Nilai Instrumental dan terminal ( tujuan atau kebutuhan mewakili konsekuensi terluas dan
paling personal yang ingin dicapai seseorang dalam hidupnya. Nilai yang merupakan aspek
sentral dari konsep pribadi seseorang, pengetahuan tentang diri mereka sendiri disebut
sebagai nilai inti ( core values ). Nilai inti adalah elemen kunci dalam suatu skema pribadi,
yaitu satu jaringan asosiatif pengetahuan tentang diri sendiri yang saling berhubungan.
Karena mewakili konsekuensi penting yang relevan secara pribadi, maka nilai sering
dihubungkan dengan tanggapan afektif yang kuat. Memuaskan suatu nilai biasanya
menciptakan afeksi positif ( kebahagiaan, suka cita, dan kepuasan ), sementara memblok
suatu nilai menciptakan afeksi negatif ( frustasi, marah, dan kekecewaan ).
Konsumen dapat memiliki pengetahuan tentang produk dan ciri produk, konsekuensi
penggunaan produk, dan nilai personal. Sebagian besar riset pemasaran berfokus pada suatu
jenis pengetahuan produk, biasanya ciri produk walaupun kadang kala berupa konsekuensi (
berfokus pada manfaat produk ketimbang risiko ).
Tabel 2.2 Produk sebagai pemuas nilai
Nilai Instrumental
Nilai Terminal
( Perilaku yang diinginkan )
( Status Akhir yang diinginkan )
Kompetensi :
Harmoni Sosial :
Ambisius
Kedamaian
Independen
Kesamaan
Imajinatif
Kebebasan
Berkemampuan
Keamanan
Logis
Keselamatan
Berani
Kepuasan Pribadi :
Welas Asih :
Pengakuan umum
Memaafkan
Hidup nyaman
Menolong
Senang
Ceria
Rasa puas
Mencintai
Aktualisasi Diri :
Sosialisasi :
Keindahan
Sopan
Kebijaksanaan
Taat
Harmoni di dalam
Bersih
Menghargai diri
Intergritas :
Rasa puas
Tanggung jawab
Keamanan :
Bijaksana
Mengayomi keluarga
Kontrol Pribadi
Keselamatan
Menurut jurnal MB Journal Archives dalam jurnal A Brand's Functional Benefit vs Emotional
Benefit mengatakan bahwa “ As a purchaser in today’s marketplace, we can choose from an
astounding array of brands. For many categories, there is little product differentiation yet a
multitude of brands are available ”, Differences in product features are often referred to as
“functional benefits.” Some products offer speed, advanced technology, lighter weight or
improved safety; these products are easily differentiated by their brand’s functional benefits.
Many marketers immediately try to create a value proposition based entirely upon the brand’s
functional benefits.
2.3.
Service Quality
2.3.1. Pengertian Kualitas
Menurut Goetsh dan Davis (1994) yang dikutip oleh Arief (2007,p117) bahwa kualitas
merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses,
dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Menurut Phillip Kotler yang dikutip oleh Arief (2007) mendefinisikan kualitas adalah
keseluruhan ciri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada
kemampuannya untuk memuaskan fungsi kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat.
2.3.2. Kualitas Jasa
Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan
pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan.
Menurut Wyckof (dalam Lovelock,1988) yang dikutip Arief (2007,p118) kualitas jasa
adalah tingkatan keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan
tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Zeithaml dan Bitner mengemukakan arti kualitas jasa atau layanan sebagai berikut
“mutu jasa merupakan penyampaian jasa yang baik atau sangat baik dibandingkan dengan
ekspetasi pelanggan”
Kualitas jasa dapat didefiniskan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan
dan harapan pelanggan yang merek terima (Lupiyoadi dan Hamdani,2006,p181).
2.3.3. Dimensi Kualitas Jasa
Menurut Gronroos yang dikutip di dalam Rambat dan Lupiyoadi (2006,p212). Jasa
dapat dibagi menjadi dua dimensi, yaitu kualitas teknikal dan kualitas fungsional. Kedua
dimensi itu sangatlah penting bagi pelanggan. Kualitas teknikal terkait dengan kemampuan
mesin, pengetahuan karyawan pada jasa yang ditawarkan dll. Kualitas fungsional terkait
dengan kemudahan konsumen untuk mengakses, tampilan fisik kantor, hubungan jangka
panjang dengan pelanggan, hubungan internal di dalam perusahaan, serta sikap, perilaku
dan jiwa pelayanan dari pemberi jasa.
Dua dimensi kualitas dapat membangun citra perusahaan, baik buruknya citra
perusahaan tersebut tergantung dari bagaimana pelanggan merasakan kualitas teknikal dan
kualitas fungsional dari suatu jasa. Dimensi ini tidak hanya berlaku pada jasa layanan tetapi
juga berlaku untuk jasa industri.
2.3.4. Definisi Pelayanan
Disini kata jasa identik dengan pelayanan karena dalam kenyataanya memang sulit
untuk memberikan batasan yang jelas antara pelayanan dan jasa. Agar jangan mengaburkan
pengertian tersebut, maka disini peneliti cenderung memakai pengertian pelayanan dengan
sinonim jasa.
Supaya lebih jelas peneliti akan mengemukakan pendapat dari para ahli di bawah ini
dalam memberikan pengertian tentang pelayanan.
•
Menurut Kotler (2002,p486) dikatakan bahwa pengertian jasa atau layanan adalah “A
service is any activity or benefit that one part can offer to another that is essentially
intangible and does not result in the ownership of anything. It's production may or
not be tied to physical prodyct”
•
Menurut Cronin,et al. (2001) dalam Journal of Marketing mengemukakan arti
pelayanan sebagai berikut : “ Service as an intangible activity that provide the user
same degree of perfomance satisfation but does not involve ownership and that in
most cases, cannot be store or transported”. Pelayanan merupakan suatu aktifitas
yang tidak berwujud, yang tidak memberikan suatu tingkat kepuasan bagi pemakai
jasa tersebut tidak termasuk kepemilikan dan tidak dapat disimpan atau dipindahkan.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah suatu aktifitas
yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud
dengan tujuan untuk memberikan kepuasan kepada pihak yang menerimanya.
2.3.5. Definisi Kualitas Pelayanan
Menurut Tjiptono (2004,p59) “Kualitas Pelayanan adalah tingkat keunggulan yang
diharapkan dan pengendelaian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan
pelanggan.
Sedangkan menurut Lewis dan Booms yang diikuti Tjiptono (2005,p121) merupakan
pakar yang pertama kali mendefinisikan “Kualitas Jasa sebagai ukuran seberapa bagus
tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan”
Dari beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kualitas pelayanan
adalahj suatu ukuran tingkat baik-buruknya pelayanan yang diberikan suatu pihak kepada
pihak lain (dalam hal ini antara pihak perusahaan dengan konsumen) yang diharapkan sesuai
dengan ekspektasi konsumen.
2.3.6. Dimensi Kualitas Pelayanan
Sejumlah pakar dan peneliti melakukan riset khusus untuk merumuskan dimensi
kualitas jasa. Tabel berikut telah merangkum dimensi kualitas jasa yang banyak diacu.
Beberapa diantaranya akan dibahas dalam tabel berikut ini.
Tabel 2.3 Dimensi-dimensi Kualitas Jasa
PENELITI
DIMENSI KUALITAS
Albercht dan Zemke (1985)
Perhatian
dan
kepedulian,
kapabilitas
pemecahan masalah, spontanitas,recovery
Brady dan Cronin (2001)
Kualitas
interaksi,
kualitas
lingkungan
fisik,dan kualitas hasil.
Caruana dan Pitt (1997)
Realibilitas jasa dan manajemen ekspektasi.
Dabholkar,et al (2000)
Aspek fisik, realibilitas, interaksi personal,
pemecahan ,masalah, kebijakan.
Dabholkar, et al (2000)
Realibilitas, perhatian pribadi, kenyamanan,
fitur.
Edvardsson, Gustavsson dan Riddle (1989)
Kualitas teknis, kualitas integratif, kualitas
fungsional, kualitas hasil
Garvin (1987)
Realibilitas, kinerja, fitur, konformasi, daya
serviceability,
tahan,
perceived
quality,estetika.
Gronroos (1979,1982)
Kualitas teknis, kualitas fungsional
Gronroos (1990,2000)
Profesionalisme dan keterampilan, sikap dan
perilaku,
aksesibilitas
dan
fleksibilita,
realibilitas, dan reputasi.
Gummeson (1987)
Kualitas desain, kualitas produksi, kualitas
penyampaian, kualitas relasional.
Gummeson (1991)
Kualitas
desain,
kualitas
produksi
jasa,
kualitas proses, kualitas hasil
Gummeson (1993)
Kualitas
desain,
penyampaian,
kualitas
kualitas
produksi
relasional,
dan
kualitas
hasil.
Hedvall dan Paltschik
Kesediaan dan kemampuan untuk melayani,
akses fisik dan psikologis.
Johnson dan Silvestro (1990)
Faktor higienis, faktor peningkatan kualitas,
dan threshold factors.
Leblanc dan Nguyen (1988)
Citra korporat, organisasi internal, dukungan
fisik terhadap sistem penghasil jasa, interaksi
antara staf dan pelanggan, tingkat kepuasan
pelanggan.
Lehtinen (1982)
Kualitas
fisik,
kualitas
interaksi,
kualitas
korporat.
Lehtinen (1991)
Kualitas proses, kualitas hasil.
Ovreveit (1992)
Kualitas
pelanggan,
kualitas
profesional,
kualitas manajemen.
Rust dan Oliver (1994)
Kualitas fungsional, kualitas teknis, kualitas
lingkungan.
Sumber : Tjiptono (2005, pp131-132)
Melalui serangkaian penelitian terhadap berbagai macam industri jasa, Parasuraman,
Zeithaml, dan Berry (1985) yang dikutip dari Tjiptono (2005, pp130-133) berhasil
mengidentifikasikan sepuluh dimensi pokok kualitas jasa, yaitu :
A. Realibilitas
Meliputi dua aspek utama, yaitu konsistensi kinerja (performance) dan sifat dapat
dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan mampu menyampaikan jasanya
secara benar sejak awal.
B. Responsivitas yaitu keadaan dan kesiapan para karyawan untuk membantu para
pelanggan dan menyampaikan jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
C. Kompetensi yaitu penguasaan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar
dapat menyampaikan jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
D. Akses yaitu meliputi kemudahan untuk dihubungi atau ditemui dan kemudahan
kontak.
E. Kesopanan yaitu meliputi sikap santun, respek, atensi
dan keramahan para
karyawan.
F. Komunikasi artinya menyampaikan informasi kepada para pelanggan dalam bahasa
yang mudah mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan
pelangga.
G. Kredibilitas yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama
perusahaan, reputasi perusahaan, karakter pribadi karyawan kontak dan interaksi
dengan pelanggan.
H. Keamanan yaitu bebas dari bahaya, resiko, dan keragu-raguan, kemampuan
memahami pelanggan dan kebutuhan spesifik mereka, memberi perhatian individual,
dan mengenal pelanggan reguler.
Meliputi penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan bahan-bahan komunikasi
perusahaan.
Namun dalam riset selanjutnya Parasuraman, Zeithml, dan Berry (1988) yang dikutip dari
Tjiptono (2005,pp133-135) menemukan adanya overlapping diantara dimensi di atas. Oleh
sebab itu mereka menyederhanakan sepuluh dimensi tadi menjadi lima dimensi pokok, yang
biasa disebut dengan model SERQUAL. Yaitu :
•
Kehandalan yakni berkaitan dengan kemapuan perusahaan untuk memberikan
layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan
menyampaikan jasa dengan tepat waktu.
•
Daya Tanggap yakni berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan
untuk membantu para pelannggan
dan
merespon
permintaan
mereka
serta
menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa
secara tepat.
•
Jaminan yakni perilaku para karyawan mempu menumbuhkan kepercayaan
pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi
pelanggan.
•
Empati yakni perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak
demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personel kepada para
pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.
•
Bukti Fisik yakni berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan
material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.
Sedangkan
menurut
Johnston
dan
Silvestro
(1990)
dikutip
dari
Tjiptono
(2005,p135),mengelompokkan dimensi kualitas jasa ke dalam tiga kategori, yaitu :
1. Hygiene Factors
Atribut-atribut jasa yang mutlak dibutuhkan demi terciptanya persepsi kualitas jasa yang
bagus dan positif.
2. Quality-anchaning factors
Atribut-atribut jasa yang bila tingkat kinerjanya tinggi akan berdampak positif pada persepsi
kualitas, namun bila kinerjanya sudah mencapai tingkat terrendah tertentu, tidak ada
dampak negatif signifikan. Contohnya : friendliness, attentiveness, keberishan dan
ketersediaan.
3. Dual-threshold factors
Atribut-atribut jasa yang bila tidak ada atau tidak tepat penyampaiannya akan membuat
pelanggan mempersepsikan kualitas jasa secara negatif, namun bila penyampaiannya
mencapai tingkat tertentu yang bisa diterima, maka akan menyebabkan pelanggan puas dan
persepsi terhadap jasa menjadi positif. Misalnya : komunikasi, kesopanan, dan kenyamanan.
2.4.
Motivational Values
2.4.1. Definisi Motivasi
Menurut Ferrina Dewi dan Darmawan ( 2004 p.40 ), motivasi dapat diartikan sebagai
motif manusia yang merupakan kebutuhan, keinginan, atau dorongan dalam diri individu
atau sesuatu yang menggerakkan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu atau
menanggapi sesuatu. Termotivasi berarti terdorong untuk bertindak. Tindakan atau perilaku
yang tidak terjadi begitu saja, tetapi dipicu oleh salah satu motif internal dan pengaruh
lingkungannya. Motivasi manusia memberi tujuan dan arah kepada tingkah laku mereka dan
motivasi tersebut terjadi secara sadar maupun tidak sadar.
Selain itu motivasi adalah bagaimana cara mengaktifasikan perilaku, menyediakan
tujuan, dan mengarahkan untuk berperilaku. Reflek terhadap personal konsumen membuat
respon yang biasa terhadap situasi yang bervariasi kepada setiap konsumen. Emosi
seseorang terhadap motivasi cenderung kuat, relatif sulit untuk dikontrol dan dapat
mempengaruhi perilaku.
Motivasi adalah alasan bagi konsumen untuk berperilaku. Sebuah motivasi dapat
menggambarkan dasar dari perilaku yang menstimulasikan sebuah perilaku untuk merespon
dan menyediakan arahan yang spesifik untuk sebuah respon.
2.4.2. Sumber dan Pengaruh Motivasi
Berdasarkan Teori Motivasi Freud ( Kotler : 2000, p.215 ), motivasi merupakan
kekuatan psikologis yang akan membentuk perilaku manusia yang sebagian besar tidak
dapat disadari bahwa seseorang tidak dapat sepenuhnya memahami potensi dirinya. Teknik
yang dipergunakan disebut penjenjangan ( laddening ) untuk menelusuri motivasi seseorang
mulai dari motivasi yang bersifat alat sampai ke motivasi yang lebih bersifat tujuan. Kondisi
ini bisa dinilai seseorang yang memahami merk-merk tertentu, ia akan beraksi tidak hanya
kemampuan yang terlihat nyata pada merk-merk tersebut tapi juga pada petunjuk clues lain
yang samar. Wujud, ukuran, berat, bahan, warna, dan nama merk dapat memicu terjadinya
asosiasi merek dan kepercayaan suatu merek tertentu.
Dan juga berdasarkan teori Maslow's hierarchy of needs ( motives ), teori ini
mengemukakan “ a macro theory designed to account for most human behaviour in general
term. The second approach, based on McGuire's psychological motives, uses fairly detailed
set motives to account for a limited range of consumer behavoiur.
Maslow's hierarchy of needs mendasari empat unsur :
•
Setiap manusia menjadi makluk sosial yang perlu berinteraksi sosial.
•
Beberapa motivasi bersifat mendasar ataupun kritis terhadap yang lain.
•
Motif yang mendasar dapat membuat kepuasan sebelum motif yang lain diaktifasi.
•
Sebagai motif yang mendasar, motif dapat menjadi kepuasan melebihi motif yang
lebih dari mendasar.
Teori Maslow's menjelaskan untuk memberi petunjuk kepada perilaku umum
konsumen. Walaupun teori ini bersifat sukar sekali dirubah. Banyak sekali contoh dari antar
individu yang lebih mengutamakan sosialisasi sebagai makhluk sosial dan tempat mencari
aktualisasi diri sebagai makhluk sosial. Bagaimanapun tipe perilaku ini sering kali menjadi
utama yang mengindikasikan validasi yang umum dalam hal pendekatan. Beberapa budaya
seperti suku asli di Australia, Selandia baru, Maori, dan sebagian masyarakat Asia memiliki
nilai motivasi sosial yang lebih tinggi ketimbang nilai pribadi dan kepuasan.
2.4.3. Teori Motivasi Psikologis Mc.Guire
Mc.Guire membagi motivasi menjadi dua kelompok besar yaitu motivasi internal dan
eksternal.
•
Motivasi Internal
a)
Kebutuhan akan konsistensi
Manusia secara umum memiliki keinginan adanya konsistensi dengan
manusia lainnya. Termasuk dalam bagian ini adalah sikap perilaku, opini,
citra diri, dan lainnya. Ketika konsumen bertanya pada dirinya sendiri sudah
benarkah pembelian yang dilakukannya maka suatu pertanda bahwa
konsumen merasakan kondisi yang tidak konsisten antara keputusan
pembeliannya dengan motivasinya dan selanjutnya konsumen akan secara
otomatis mencari informasi tambahan untuk mengurangi rasa tidak
nyamannya.
b)
Kebutuhan akan atribut penyebab
Motivasi untuk mendapatkan kejelasan siapa dan apa penyebab dari
sebuah perisitiwa yang menimpanya. Inilah yang terjadi ketika konsumen
tidak menghiraukan perkataan tenaga penjualan karena konsumen meyakini
bahwa mereka menjual produk bukan karena upaya untuk memberikan
solusi kepada konsumen.
c)
Kebutuhan akan kategorisasi
Manusia memiliki kebutuhan untuk dapat melakukan penggolongan
dan mengatur informasi atau
pengalaman
dalam
bentuk
bermakna bagi mereka. Motif inilah yang menimbulkan kesan
yang
lebih
dalam benak
konsumen bahwa ketika harga disajikan angka 9, maka konsumen akan
menggolongkan
produk tersebut murah.
d)
Kebutuhan akan simbolisasi
Konsumen memiliki kebutuhan untuk mendapatkan simbol yang
mampu menggambarkan apa yang
dirasakan dan diketahui mereka.
Misalnya dalam bentuk pakaian dan riasan wajah.
e)
Kebutuhan akan sesuatu yang baru
Beberapa konsumen seperti memliki kebutuhan untuk mencari variasi
dan perbedaan dari yang biasanya. Inilah yang seringkali menjadi penyebab
utama terjadinya perpindahan merek dan pembelian impulsive. Biasanya
kebutuhan ini muncul setelah konsumen berada dalam kondisi yang relatif
stabil dalam jangka waktu yang lama.
•
Motivasi Eksternal
a)
Kebutuhan mengekspresikan diri
Manusia memiliki kecenderungan untuk menunjukan siapa dirinya
kepada sesamanya. Umumnya diekspresikan melalui tindakan pembelian dan
konsumsi produk misalnya dalam bentuk mobil atau pakaian atau produk
lain yang memiliki kemampuan menciptakan simbol sesuai dengan simbol
kepribadian yang ingin diekpresikan.
b)
Kebutuhan untuk asertif
kebutuhan asertif menggambarkan kebutuhan konsumen untuk
terlibat dalam sebuah aktifitas yang akan meningkatkan rasa percaya dirinya
dimata orang lain. Mereka yang memiliki kebutuhan tinggi dalam hal ini akan
dengan mudahnya melalukan komplain ketika mendapat sesuatu yang tidak
sesuai dengan harapannya.
c)
Kebutuhan pertahanan ego
kebutuhan
konsumen
untuk
mempertahankan
egonya.
Sudah
menjadi sifat alami manusia, ketika egonya terancam, maka secara otomatis
akan muncul tindakan-tindakan defensive baik dalam sikap maupun dalam
perilakunya.
d)
Kebutuhan untuk berprestasi
Manusia seringkali akan terdorong untuk melakukan tindakan
tertentu karena adanya penghargaan. Seringkali konsumen membeli produk
tertentu dengan harapan mendapatkan penghargaan atas tindakannya
tersebut. Kebutuhan ini memiliki kemiripan dengan kebutuhan untuk
mengekspresikan diri namun dalam lingkup sosial yang lebih luas.
e)
Kebutuhan untuk afiliasi
Manusia memiliki kebutuhan untuk berkumpul dan membentuk
hubungan yang mutual serta saling memuaskan satu sama lain. Kebutuhan
ini seringkali dinyatakan dalam bentuk kebutuhan untuk diterima dan berbagi
dengan orang lain.
f)
Kebutuhan untuk meniru
Konsumen terkadang juga memiliki kebutuhan untuk bertindak atas
dasar perilaku orang lain seperti seorang anak kecil yang meniru tindakan
orang dewasa. Kebutuhan ini menggambarkan bahwa manusia senantiasa
berusaha mendapatkan perasaan diterima oleh kelompok reverensinya.
Teori Motivasi menurut Hadis ( 2006, p.30-31 ). Jika ditinjau dari segi relevansi motivasi
dengan tujuan tingkah laku, maka motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
B. Motivasi Ekstrinsik adalah motivasi yang berfungsi karena adanya rangsangan dari
luar diri individu. Seseorang berbuat karena dorongan dari luar, seperti adanya
hadiah, menghindari hukuman, dan ijazah. Motivasi ekstrinsik banyak dilakukan di
sekolah dan di masyarakat. Contoh : seorang siswa akan belajar dengan giat untuk
mencapai hasil yang memuaskan agar ia mendapatkan hadiah dari orang tuanya.
C. Motivasi Intrisik adalah motivasi yang berfungsi tanpa
membutuhkan
adanya
rangsangan dari luar, orang melakukannya dikarenakan rasa senang. Motivasi
intrinsik lahir secara individu tanpa dipengaruhi oleh pengaruh dari luar. Dalam hal ini
pujian, hadiah atau sejenisnya tidak diperlukan oleh karena tidak akan menyebabkan
siswa bekerja atau belajar untuk mendapatkan pujian atau hadiah tersebut.
2.4.4. Klasifikasi Motif
Motivasi yang dimiliki tiap konsumen sangat berpengaruh terhadap keputusan yang
akan diambil. Bila dilihat dari hal tersebut maka motivasi yang dimiliki konsumen secara garis
besar dapat terbagi dua kelompok besar, antara lain :
A.
Rasional Motif
Rasional Motif adalah menurut pikiran yang sehat, patut, layak. Motif adalah
sebab-sebab yang menjadi
dorongan. Tindakan seseorang jadi rasional
motif adalah suatu dorongan untuk bertindak menurut pikiran yang sehat,
patut, dan layak. Misalnya : seorang konsumen membeli mobil karena dia
memang membutuhkan alat transportasi.
B.
Emosional Motif
Emosional Motif adalah motif yang dipengaruhi oleh perasaan. Plutchik
(Nugroho.2008,p.104), mengidentifikasi delapan emosi primer yang masingmasing diantaranya dapat bervariasi intensitasnya : fear, anger, joy, sadness,
acceptance, disgust, antricipation dan surprise. Emosi dan mood states
memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan konsumen, mulai
dari identifikasi masalah sampai perilaku pembelian berulang.
2.4.5. Metode dan Bentuk Pemberian Motivasi
A.
Metode Langsung ( Direct Motivation )
Metode atau cara yang digunakan perusahaan dalam pemberian motivasi
terdiri atas :
Motivasi langsung adalah motivasi yang diberikan secara langsung kepada
setiap konsumen untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya. Hal ini
sifatnya khusus, seperti bonus, tunjangan, penghargaan terhadap pelanggan
dan lain-lain.
B.
Metode tidak langsung ( indirect motivation )
Metode tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan
fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah konsumen untuk
melakukan pembelian. Seperti pelayanan memuaskan, kualitas barang
ditingkatkan dan lain sebagainya. Sedangkan bentuk motivasi yang diberikan
oileh perusahaan dapat dalam bentuk insentif positif maupun insentif negatif
:
1.
Motivasi Positif
Didalam motiasi positif produsen tidak saja memberikan dalam
bentuk sejumlah uang tapi bisa juga memotivasi dengan memberikan
diskon, hadiah, dan pelayanan yang optimum yang ditunjukan pada
diferensiasi dan positioning yang dilakukan kepada mereka yang
melakukan pembelian dan yang akan melakukan pembelian.
2.
Motivasi Negatif
Di dalam motivasi negatif produsen memotivasi konsumen dengan
standar pembelian maka mereka akan mendapatkan ganjaran.
Dengan motivasi negatif ini semangat konsumen dalam jangka waktu
pendek akan meningkat untuk melaksanakan pembelian karena
mempunya kepentingan terhadap kebutuhan tersebut.
2.4.6. Teori Motivasi dan Strategi Marketing
Konsumen tidak membeli produk. Melainkan, mereka membeli motivasi akan
kepuasan dan solusi terhadap masalahnya. Contohnya seorang wanita tidak membeli produk
parfum ataupun bahan-bahan yang ada didalamnya melainkan membeli atmosfer dan
perasaan terhadap penggunaan parfum tersebut. Konsumen sering kali membeli produk dan
layanan sebagai tingkat kebutuhan diri sendiri. Walaupun mereka terkadang hanya untuk
memanjakan diri bagi mereka. Riset motivasi bertujuan untuk mencari ragam motif
seseorang dalam hal pembelian, termasuk didalamnya penghargaan bagi mereka sendiri
dalam hal prestasi.
Beberapa
brand
atau
perusahaan
menarik
untuk
mengspesifikan
motivasi
konsumennya. Bagaimanapun beberapa motif sering kali terlibat dalam perilaku konsumsi.
Beberapa motif tersebut kemungkinan menimbulkan efek pembelian dalam kategori produk
dengan target pasar tertentu dan juga membangun strategi dasar dalam memahami motifmotif tersebut dan mengurangin kesalahan atau konflik dalam motivasi tersebut.
2.4.7. Menemukan Motif Pembelian
Terdapat beberapa motif pembelian dalam diri pelanggan, dan beberapa motif
tersebut sering kali dijumpai dalam hal pembelian. Motif yang pertama ialah manifest
motives yakni motif nyata dimana sistem yang dapat terlihat nyata dan tidak bertentangan
dengan nilai-nilai masyarakat yang ada. Motif selanjutnya ialah dimana pelanggan
mempunyai bakatnya dan motif nyata yang tidak dapat dipengaruhinya dalam hal pembelian,
motif ini disebut latent motives. Motif laten baik dan Motif nyata dapat mempengaruhi
pembelian alternatif, hanya motif nyata mungkin beroperasi. Perusahaan perlu melakukan
penelitian untuk mengidentifikasi apa jenis motif yang mempengaruhi pengambilan
keputusan konsumen melakukan penelitian untuk mengidentifikasi jenis motif yang
mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen. Metode yang populer adalah laddering
atau membangun sebuah akhir berarti atau rantai manfaat. Sebuah produk atau merek
ditampilkan kepada pelanggan yang manfaat kepemilikan atau penggunaan produk yang
mungkin menyediakan. Kemudian, untuk mencapai manfaat tersebut, pelanggan diminta
untuk mengidentifikasi manfaat tambahan yang bermanfaat dan sampai konsumen tidak
dapat lagi menyebutkan manfaat dari sebuah produk tersebut.
2.4.8. Strategi Marketing didasarkan pada beberapa motif
Merancang strategi pemasaran di sekitar set motif yang relevan. tugas ini melibatkan
segala sesuatu dari desain produk untuk komunikasi pemasaran. sifat dari keputusan ini
adalah yang paling jelas dalam bidang komunikasi. Berikut teknik dari riset motivasi :
Tabel 2.4 Teknik dari motivasi
1. Association Techniques
Word Association
Konsumen menanggapi daftar kata dengan
kata pertama yang terlintas dalam pikiran.
Succesive word association
Konsumen memberikan serangkaian katakata yang muncul dalam pikiran setelah
mendengar setiap kata pada daftar.
Analysis and uses
Analisis untuk melihat apakah ada asosiasi
negatif. kapan waktu untuk merespon juga
mengukur emosionalitas dari kata tersebut
dapat diestimasi. teknik ini tekan semantic
memori lebih dari motif dan digunakan untuk
nama merek dan tes copy iklan.
2. Completion Techniques
Sentences Completion
Konsumen
melanjutkan
kalimat
seperti
“people who buy NOKIA...”
Story Completion
Konsumen menyelesaikan cerita parsial
Analysis and Use
Analisis untuk ditentukan tema apa yang
disajikan. analisis isi-memeriksa tanggapan
untuk tema dan konsep kunci yang digunakan
3. Contruction techniques
Cartoon Techniques
Konsumen mengisi kata-kata dan memikirkan
salah satu karakter dalam kartun gambar
Third-person Techniques
Konsumen
mengetahui
apa
yang
harus
dibelanjakan dan berapa maksimal keuangan
untuk berbelanja.
Picture Responses
Konsumen menceritrakan tentang seseorang
ataupun gambar yang ditunjukkan ataupun
menggambarkan garis yang telah disediakan.
Analysis and Use
Hampir sama dengan teknik penyelesaian.
B. Strategi Marketing berdasarkan Conflict Motivation
Karena ada banyak motif dan banyak situasi di mana motif tersebut diaktifkan.
Konflik sering terjadi antara motif. Conflict Motivation
sering mempengaruhi pola
konsumsi. Contohnya, konsumen mempunyai motivasi untuk membeli produk di internet tapi
konsumen belum mengetahui kualitas dari produk yang dibelinya. Untuk mengurangi dari
sebab-sebab dari konflik ini perusahaan harus melakukan jaminan dari produk tersebut
berupa money cash back ataupun garansi produk apabila produk tersebut mengalami
kerusakan ataupun tidak sesuai keinginan konsumen.
Dalam kasus seperti itu banyak, perusahaan dapat menganalisis situasi yang
cenderung menghasilkan konflik motivasi, memberikan solusi untuk bahwa konflik motivasi
dan menarik dukungan dari konsumen menghadapi konflik motivasi.
Terdapat beberapa pendekatan bagi perusahaan untuk menanggulangi motivation
conflict yakni approach-approach motivational conflict, approach-avoidance conflict, dan
avoidance-avoidance conflict.
2. Approach-approach motivational conflict yaitu konsumen menghadapi pilihan
antara jalan alternatif.
3. Approach-avoidance motivational conflict yaitu konsumen menghadapi jalan
alternatif yang baik dan yang tidak baik.
4. Avoidance-avoidance motivational conflict yaitu konsumen menghadapi jalan
alternatif yang tidak diinginkan.
2.4.9. Personality
Personality meliputi kepribadian yang relatif tahan lama pribadi yang memungkinkan
konsumen untuk menanggapi dunia di sekitar mereka. Pribadi ini dapat dengan mudah
menjelaskan personality dirinya sendiri ataupun temannya. Personality adalah respon
karakteristik individual menjurus kepada situasi yang sama. Contohnya, seseorang
mengatakan sesuatu kepada temannya atas “fairly aggresive, very opinionated, competitive,
outgoing, and witty”. Apa yang dijelaskan merupakan perilaku teman tersebut yang
kondisinya terdapat di berbagai variasi situasi. Jalur karakteristik tersebut merupakan respon
dari situasi yang luas dan juga respon konsumen dari strategi pemasaran.
Terdapat kontroversi mengenai sifat sebenarnya dari kepribadian, nilai belajar yang
cukup luas dan masalah dengan pengukuran faktor ini. Bagaimanapun, konsep ini sangat
nyata dan berarti, orang-orang memiliki personality.
Beberapa teori personality bertujuan untuk membangun personality dari sebuah
interaksi antara kepuasan dan nilai sosial. Teori personality dapat dikategorikan sebagai
individual personality theories atau social learning theories. Untuk memahami dua
pendekatan general untuk personality akan menyediakan sebuah appresiasi dari personality
pengguna potensial dalam hal keputusan pemasaran.
A. Individual Personality Theories
Semua dari teori personality individual mempunyai 2 asumsi yang terbiasa :
3. Karakteristik internal individual atau sifat individual.
4. Perbedaan karakteristik yang konsisten dan terukur dari individual.
Lingkungan eksternal dalam hal ini tidak dapat dipertimbangkan dalam teori-teori ini.
Karena disebagian negara, karakteristik terbentuk pada usia yang relatif berubah selama
bertahun-tahun. Perbedaan antara teori individual yang meng-definisikan jalur atau
karakteristik yang lebih penting.
Single-trait theories yaitu kepribadian sikap dalam keadaan yang sangat
memahami seperangkat perilaku tertentu. Teori ini lebih menyarankan lebih kepada sifat
tunggal untuk memahami relevansi terhadap satu perilaku. Beberapa contoh dari single-
trait theories menetapkan dengan dognatism, extroversion, neuroticm, consumer
conformity, vanity, authortarianism, dan need of cognition.
Disisi lain terdapat juga teori Multi-trait theories, teori ini meng-spesifikan
beberapa jalur kombinasi yang menangkap porsi yang substansial. Aspek unik dari teori ini
adalah pendekatan penggambaran dalam permukaan atau perilaku observable, yang dapat
mengelompokan basis yang sama dan dapat meng-representasikan penyebab perilaku.
Teori lain menyebutkan terdapat teori yang biasa digunakan oleh perusahaan untuk
mengilustrasikan multi-traits personality teori yakni five-factor personality. Teori ini
mengidentifikasikan 5 dasar traits yang dibentuk secara genetik dan dasar. Sifat-sifat ini
berinteraksi dan mewujudkan ke dalam perilaku yang dipicu oleh situasi.
Menurut sumber yang didapat dari “Adapted from R.B Cattell, H. W. Eber and M. M. Tasuoka
(1970), Handbook for the Sixteen Personality Factors Questionanaire, Institute for Personality
and Ability Testing, Champaign, IL, pp. 16-17. Reprinted by permission of the copyright
owner. All rights reserved.”
Tabel 2.5 Individual Personality Theories
Source train : Surface trait
Source trait : Surface trait
Reserved : deteached, critical, aloof, stiff
Outgoing
:
warm-hearted,
easygoing,
participating
Attached by feeling : emotionally less stable
Emotionally stable : mature, faces reality,
calm
Humble : stable, mild, easily led, docile, Assertive : aggressive, competitive, stubborn
accomodating
Sober : taciturn, serious
Happy-go-lucky : enthuastic
Expedient : disregards rules
Conscientious : persistent, moralistic, staid
Shy : timid, threat-sensitive
Venturesome : Unhibited, socially bold
Tough-minded : self-reliant, realistic
Tender-minded
:
sensitive,
clinging,
overprotected
Practical : down-to-earth
Imaginative : bohemian, absent-minded
Forthright : unpretentious, genuine, but Astute : polished, socially aware
socially clumsy
Self-assured : placid, secure, compalcent, Apprehensive : self-reproaching, insecure,
serene
worrying, troubled
Concervative : respecting traditonal ideas, Experimenting : liberal, freethingking, radical
concervatism of temprament
Group dependent : a joiner and sound Self-sufficient
follower
careless of social rules
composed
resourceful,
prefer
own
decision
Undisciplined : lax, follows own urges, Controlled
Relaxed
:
:
tranquil,
:
exacting
willpower,
socially
precise, compulsive, following self-image
torpid,
unfrustated, Tense : frustrated, driven, overwrought
B. Social Learning Theories
Social learning theories ialah tandingan dari individual personality theories, teori ini
menekankan kepada lingkungan sebagai penetu penting dalam berperilaku. Hal ini berakibat
faktor-faktor eksternal lebih difokuskan dibanding dengan fokus internalnya. Dan juga terjadi
sedikit kekhawatiran dalam hal variasi antara individual in terms of individual traits.
Social learning theories bertujuan dalam hal belajar merespon dalam pola respon
konsumen. Ketika situasi lingkungan disekitar mereka berubah, konsumen juga dapat
merubah reaksi terhadap situasi yang mereka hadapi. Masing-masing individu menanggapi
reaksi yg berbeda terhadap lingkungannya denga karaktetistik yang mereka punya.
Berikut ini adalah tabel dari :
Tabel 2.6 The five-factor model of personality
Core trait
Manifestation
Extroversion
Prefer to be in a large group rather than
alone, talkative when with others, bold
Instability
Moody, tempramental, touchy
Agreeableness
Sympathetic, kind to others, polite with
others
Openness to experience
Imaginative, appreciative of art, find novel
solutions
Conscientiousness
Careful, precise, efficient
2.4.10. Emotion
Emosi didefinisikan sebagai hal atau perasaan yang kuat, perasaan yang relatif tidak
terkendali yang mempengaruhi perilaku kita. Emosi umumnya dipicu oleh peristiwa
lingkungan yang ada disekitar indvidu. Kemarahan, kegembiraan, dan kesedihan adalah
respon yang paling sering dijumpai terhadap serangkaian perisitiwa yang terjadi di
lingkungan sekitar indvidu. Emosi sebagai subyektif yang berpengalaman dan berhubungan
dengan perubahan fisiologis yang sama. Emosi seperti kemarahan, kegembiraan, dan
kesedihan menyerupai bentuk yang sama dengan physiological patterns.
Emosi dalam diri invidu dapat mempengaruhi dan mengasosiasikan perilaku. Perilaku
mennghubungkan dengan erat terhadap individu, dan individu-individu di waktu yang
berbeda dan situasi yang berbeda. Dan yang terpenting pada emosi ialah emosi merupakan
hal yang paling subjektif, perasaan yang subjektif ini ditentukan oleh esensi dari emosi.
Perasaan memiliki komponen tertentu yang diberi label sebagai emosi, seperti sedih atau
bahagia. selain itu, emosi merupakan evaluatif atas komponen suka atau tidak suka.
A. Emotions and Marketing Strategy
Perusahaan dapat melakukan strategi pemasaran dengan menggunakan titik emosi
bagi konsumen agar produk yang diproduksi menempati positioning yang tepat dalam hal
persentasi penjualan maupun periklanan. Strategi emosi dalam pemasaran berfokus kepada
emosi keinginan sebagai keuntungan bagi perusahaan. Berikut ini dimensi emosional dan
indikator-indikatornya :
Tabel 2.8 Emosional dan indikator-indikatornya
Dimension
Emotions
Indicator
Pleasure
Duty
Moral, Virtous, Dutiful
Faith
Reverent, Worship, Spiritual
Pride
Proud, Superior, Worthy
Affection
Loving, Affectionate, Friendly
Innocence
Innocent, Pure, Blameless
Gratitude
Gratefull,
Thankful,
Appreciative
Serenity
Restful, Serene. Comfortable
Desire
Desirous, Wishful, Craving
Joy
Happy, Delighted, Pleased
Competence
Confident,
In
control,
Competent
Arrousal
Dominance
Interest
Attentive, Curious
Hypoactivation
Bored, Sluggish
Activation
Active, Excited
Surprise
Surprised, Annoyed
Deja Vu
Unimpressed, Unexcited
Involment
Involved, Informed
Distraction
Distracted, preoccupied
Surgency
Playful, Entertained
Contempt
Scornful, Contemptous
Conflict
Tense, Frustrated
Guilt
Guilty. Remorseful
Helplessness
Powerless, Helpless
Sadness
Sad, Sorrowful
Fear
Fearful, Afraid
Shame
Ashamed, Embrassed
Anger
Angry, Initiated
Hyperactivation
Panicked, Overstimulated
Disgust
Disgusted, Revolted
Sceptism
Sceptial, Suspicious
Sumber : Adapted from M.B Holbrook and R. Batra ( 1987 ), 'Assessing the Role of Emotions
as Mediators of Consumer Responses to Advertising', Journal of Consumer Research, pp.
404-20.
•
Emotion Arousal sebagai keuntungan produk merupakan karakteristik evaluasi emosi
baik positif maupun negatif, banyak produk yang menggunakan emotion arrousal
sebagai
keuntungan
yang
utama.
Emotions
arrousal
ialah
emosi
yang
mengutamakan perasaan seseorang ketika memakai produk tersebut.\
•
Emotion reduction sebagai keuntungan produk merupakan karakteristik emosi yang
berguna untuk mengurangi emosi-emosi seseorang yang tidak menyenangkan.
•
Emotion advertising ialah gabungan dari emotion arousal dan emotion reduction
ketika kedua hal tersebut sifatnya tidak menguntungan produk, kegunaan emotion
advertising yaitu bagaimana merespon konsumen untuk terpengaruhi oleh periklanan
Yang perusahaan buat.
2.5.
Repeat Purchasing
Pada dewasa ini sebagian besar riset berdasarkan pendekatan perilaku, namun prinsip
perilaku dapat digunakan sebagai dasar untuk bekerja di berbagai bidang. Pertama adalah
promosi penjualan, yaitu bidang yang semakin menarik. Walaupun banyak riset dalam bidang ini
berada diluar literatur perilaku konsumen tradisional, namun pendekatan perilaku biasanya
digunakan untuk mengembangkan strategi mempengaruhi perilaku konsumen yang berorientasi
sosial. Dan berikut hal-hal yang mempengaruhi repeat purchasing :
2.5.1. Promosi Penjualan
Dalam bidang riset konsumen yang memanfaatkan pendekatan perilaku adalah promosi
penjualan. Para ahli mendefinisikan promosi penjualan sebagai “suatu kegiatan pemasaran yang
berfokus pada tingkatan yang tujuannya adalah mendapatkan dampak langsung pada perilaku
seorang konsumen perusahaan”. Ada dua hal yang perlu mendapat perhatian pada promosi
penjualan yakni :
•
Konsumen merupakan salah satu bagian dari saluran distribusi seperti pengecer, dimana
promosi yang dilakukan disebut sebagai promosi dagang. Promosi dengan ( Trade
promotions ), seperti bantuan biaya iklan atau displai. Jika konsumen suatu perusahaan
ternyata adalah konsumen akhir, maka pada promosi yang digunakan disebut sebagai
promosi konsumen ( Consumer promotions ).
•
Penekanan pada perilaku konsumen dengan jelas menempatkan pendekatan perilaku
yang dimana konsumen mendapatkan informasi yang didesain untuk mengubah kognisi
konsumen terhadap produk. Akan tetapi, sebagian besar konsumen didisain untuk
mempengaruhi kemungkinan pembelian atau perilaku yang diinginkan tanpa harus
mengubah sikap prapembelian konsumen terhadap suatu merek. Jika promosi dilakukan
atas merek baru, maka pembelian dan penggunaan dapat membawa pada sikap
pascapembelian yang baik dan pembelian ulang ( repeat purchasing ) di masa
mendatang. Jika pembelian konsumen ditujukan pada merek yang telah ada saat ini,
konsumen untuk mengurangi risiko pembelian di samping untuk percobaan. Bagi
konsumen yang terlanjur membeli suatu merek, promosi konsumen dapat menjadi
insentif tambahan bagi mereka.
Ada beberapa jenis promosi konsumen. Daftar berikut ini menyajikan beberapa contoh yang
paling sering digunakan :
•
Contoh Gratis ( Sampling ). Konsumen diberi contoh dalam jumlah yang lebih kecil atau
bahkan dalam porsi yang sama dengan yang akan dijual, baik gratis maupun dengan
harga nominal.
•
Tawaran harga ( price deals ). Konsumen diberi potongan harga dari harga normal.
•
Paket Bonus ( bonus pack ). Paket bonus berisikan tambahan produk yang diberikan
perusahaan kepada pembeli.
•
Diskon dan uang kembali ( rebats and refunds ). Konsumen, baik secara langsung
maupun lewat pos, dapat mendapatkan uang tunai jika melakukan pembelian.
•
Undian dan kontes ( sweeptakes and contest ). Konsumen diberi, kesempatan untuk
memenangkan uang tunai atau hadiah melalui undian atau permainan ketangkasan.
•
Hadiah ( premium ). Hadiah diberikan bersama-sama dengan pembelian produk.
•
Kupon ( coupons ). Konsumen mendapatkan potongan beberapa sen atau insentif jika
membeli produk tertentu.
Bentuk-bentuk dasar promosi konsumen di atas sering digunakan dalam kombinasi untuk
meningkatkan kemungkinan perilaku yang diinginkan. Promosi konsumen dapat digunakan untuk
mempengaruhi perilaku melalui berbagai cara.
2.5.2. Kemungkinan Pembelian
Menurut J. Paul Peter dan Jerry C. Olson ( 2000, p.204 ) Promosi konsumen didisain
untuk meningkatkan kemungkinan konsumen membeli suatu merek atau kombinasi produk.
Meskipun demikian, suatu perusahaan berharap dapat mencapai beberapa dari sejumlah
subtujuan ketikan menjalankan promosi. Dari promosi konsumen memungkinkan untuk
memposisikan suatu merek atau perusahaan di benak konsumen untuk mendorong mereka
membeli dan meneruskan membeli merek tersebut. Promosi didisain untuk mempertahankan
atau mengubah pengaruh, kognisi, dan perilaku konsumen. Salah satu caranya adalah dengan
menggunakan promosi yang gencar untuk mendapatkan harga yang bersaing atas suatu merek
yang diposisikan pada harga dan kualitas tinggi.
Penggunaan lain dari promosi untuk tujuan penentuan posisi yang menawarkan
pemberian amal pada kegiatan sosial untuk setiap kupon atau pembatalan pembelian yang
dilakukan konsumen. Taktik ini dapat meningkatkan persepsi konsumen terhadap komitmen
sosial perusahaan.
Selain itu promosi konsumen adalah mendorong terjadinya penggantian merek. Promosi
konsumen dapat mengubah penggunaan merek dengan membuat pembelian merek baru jauh
lebih menarik dari membeli merek yang biasa dibeli.
Tujuan akhir dari konsumen adalah memperkuat loyalitas merek. Karena sebagian
konsumen cenderung membeli suatu produk didasarkan pada kupon dan tawaran-tawaran
lainnya, maka pemberian tawaran yang sangat menarik secara
rutin akan membuat mereka
relatif loyal pada suatu merek yang dipromosikan.
2.5.3. The nature of repeat purchase behaviour
Pola perilaku konsumen yang melibatkan pembelian produk atau jasa yang sama dari
waktu ke waktu, dengan atau tanpa loyalitas terhadap produk atau layanan. Repeat purchasing
merupakan kegiatan pembelian terhadap merek yang sama. Kegiatan repeat purchasing
merupakan dampak dari akibat hasil dari dominasi pasar oleh perusahaan, membuat produk
hanya satu yang tersedia dan dengan demikian mencabut konsumen kesempatan untuk memilih,
atau mungkin hasil dari upaya promosi berulang, yang menarik konsumen untuk membeli merek
yang sama lagi. Jika dominasi pasar tidak ada, atau upaya promosi belum dibuat, konsumen
mungkin merasa sepenuhnya dibenarkan dalam untuk melakukan switching product. Ada
beberapa kategori umum konsentris dari pembeli untuk setiap merek yang diberikan, kategori ini
berdasarkan merek yang digunakan pada satu titik waktu :
•
total buyers
•
satisfied purchasers
•
repeat purchasers
•
committed purchasers
2.5.4. Keputusan Pembelian Konsumen
2.5.5.1 Peranan Pembelian
Untuk memahami bagaimana konsumen sebenarnya membuat suatu keputusan
pembelian maka pemasar harus mengidentifikasi siapa yang membuat keputusan pembelian
tersebut, tipe dari keputusan pembelian dan tahap atau proses dalam keputusan pembelian.
Pemasar membedakan lima peranan orang yang akan dimainkan dalam pengambilan keputusan
pembelian :
1. Orang yang pertama kali memberikan saran atau ide tentang pembelian suatu produk
atau jasa, atau yang biasa disebut Initiator.
2. Orang yang memberikan pandangan atau nasihat yang dapat mempengaruhi keputusan,
atau yang biasa disebut dengan Influencer.
3. Orang yang membuat keputusan pembelian yang meliputi kapan barang itu akan dibeli,
barang apa yang akan dibeli, bagaimana cara membelinya, dimana membeli barang
tersebut, atau yang biasa disebut dengan Decider.
4. Orang yang melakukan pembelian, atau biasa disebut Buyer.
5. Orang yang mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk atau jasa, biasa disebut
User.
2.5.5.2 Perilaku Pembelian
Ada 4 tipe perilaku pengambilan keputusan pembelian :
A.
Perilaku Pembelian Kompleks ( complec buying behaviour )
Konsumen melakukan perilaku pembelian kompleks ketika benar-benar terlibat
dalam pembelian dan merasa bahwa perbedaan merek sangatlah penting.
Konsumen benar-benar terlibat ketika suatu produk itu beresiko, mahal, jarang
dibeli, dan mengekspresikan diri secara khusus, dan konsumen harus banyak
mempelajari tentang kategori produk tersebut.
B.
Perilaku Pembelian yang mengurangi Ketidakcocokan ( dissonance-reducing
buying behaviour ) Terjadi apabila konsumen benar-benar terlibat dalam
melakukan pembelian yang mahal, jarang atau beresiko, tapi tidak begitu
mempersoalkan tentang merek.
C.
Perilaku Pembelian sesuai Kebiasaan ( habitual buying behaviour )
Terjadi kalau pembeli tidak banyak terlibat dan tidak terlalu mementingkan
merek. Konsumen tidak banyak terlibat dalam pembelian produk ini, dalam arti
konsumen tidak perlu mempelajari secara mendalam produk tersebut. Jika tetap
membeli produk tersebut dengan merek yang sama, itu berarti kebiasaan, bukan
berarti konsumen loyal terhadap merek.
D.
Perilaku Pembelian dengan Mencari Macam dari suatu produk ( variety-seeking
buying behaviour )
Konsumen disini tidak banyak terlibat tetapi merasa bahwa perbedaan merek adalah penting.
Disini, konsumen merasa sering kali melakukan pembelian dengan berganti-ganti merek. Tetapi
di saat yang lain, konsumen mungkin memilih merek lain bukan karena bosan atau karena ingin
mencoba sesuatu yang lain. Pergantian merek, terjadinya karena macamnya yang begitu banyak,
bukan karena ketidakpuasan.
2.5.5.3 Proses Keputusan Pembelian
Menurut Kotler ( 2005, p. 224 ), proses keputusan pembelian dimulai dengan :
1.
Pengenalan Masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau
kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau
eksternal. Dalam kasus pertama, salah satu kebutuhan umum seseorang ( lapar,
haus, seks ) menjadi ambang batas tertentu dan mulai menjadi pendorong.
Dalam kasus kedua, kebutuhan ditimbulkan oleh rangsangan eksternal, misalnya
seseorang melewati toko kue dan melihat roti yang segar serta hangat sehingga
terangsang rasa laparnya ; contoh lain mengagumi ponsel baru temannya.
2.
Pencarian Informasi
Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari
informasi yang lebih banyak. Situasi pencarian informasi yang lebih ringan
dinamakan penguatan perhatian, pada level ini seseorang hanya akan sekedar
lebih peka terhadap informasi produk. Pada level selanjutnya, orang itu akan
masuk ke pencarian informasi secara aktif. Mencari bahan bacaan, menelepon
teman, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu. Yang menjadi
perhatian utama pemasar adalah sumber-sumber informasi utama yang menjadi
acuan konsumen dan pengaruh relatif tiap sumber tersebut terhadap keputusan
pembelian selanjutnya. Sumber informasi konsumen digolongkan dalam : sumber
pribadi ( keluarga, teman ) ; sumber komersial ( iklan, wiraniaga ) ; sumber
publik ( media massa ) ; sumber pengalaman ( pengkajian, pemakaian produk ).
Secara umum, konsumen mendapatkan sebagian besar informasi tentang produk
tertentu dari sumber komersial ( sumber yang didominasi oleh pemasar ).
Informasi yang paling efektif sebenarnya berasal dari sumber pribadi.
3.
Evaluasi Alternatif.
Terdapat beberapa proses evaluasi, dan model-model baru yang
memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif.
Yaitu, model tersebut menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk
dengan sangat sadar dan rasional.
Beberapa konsep dasar akan membantu kita memahami proses evaluasi
konsumen : pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua,
konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen
memandang
masing-masing
produk
sebagai
kumpulan
atribut
dengan
kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan
untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Konsumen mengembangkan sekumpulan
keyakinan merek tentang posisi tiap-tiap merek berdasarkan masing-masing
atribut. Kumpulan keyakinan atas merek tertentu membentuk citra merek.
4.
Keputusan Pembelian
Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas merek-merek
yang ada di dalam kumpulan pilihan. Konsumen tersebut juga dapat membentuk
niat untuk membeli merek yang paling disukai. Namun, dua faktor berikut dapat
berada diantara niat pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah
sikap orang lain, sedangkan faktor kedua-nya adalah faktor situasi yang tidak
terantisipasi yang dapat muncul dan mengubah niat pembelian.
5.
Perilaku Pasca Pembelian.
Setelah membeli produk, konsumen akan memahami level kepuasan atau
ketidakpuasan tertentu. Para pemasar harus terus memantau kepuasan pasca
pembelian. Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan
pembeli atas produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas produk
tersebut. Jika kinerja produk tidak sesuai dengan harapan pembeli, maka yang
akan terjadi adalah kebalikannya. Tindakan pasca pembelian dimana konsumen
yang puas akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli
ulang produk tersebut, dan perlunya terus memantau pemakaian maupun
pembuangan produk pasca pembelian.
Menurut Michael Yaul dan Thorsen Henig-Thurau dalam jurnal berjudul “academy of
marketing science” tahun 2008 : “ Service relationship attributes refer to customer's knowledge
of the characteristic of a specific provider, which drive his or her repeat purchase from that
provider”
Menurut Ma'ruf ( 2006, pp61-62 ), dalam membeli barang / jasa, sesorang konsumen akan
melalui tiga proses keputusan pembelian, yaitu :
1.
Proses Keputusan yang Panjang ( Extended Decision Making )
Proses keputusan yang panjang ini biasanya terjadi durable seperti ( rumah,
lahan, mobil ). Proses tersebut menurut Breman dan Evan adalah stimulus dari
kebutuhan, mencari informasi, evaluasi, transaksi, perilaku pasca pembelian.
Dimana pengertian stimulus adalah situasi yang menyebabkan munculnya
kebutuhan dalam diri konsumen.
2.
Proses Keputusan Terbatas ( Limited Decision Making )
Proses keputusan terbatas sebenarnya hampir sama dengan proses diatas, tetapi
terjadi secara lebih cepat dan kadang meloncati tahapan-tahapan. Proses
keputusan terbatas ini biasanya untuk barang seperti pakaian, hadiah, mobil
kedua, dan tempat wisata.
3.
Proses Pembelian Rutin
Keputusan pembelian ini terjadi secara kebiasaan sehingga proses pembelian
sangat singkat. Begitu dirasa ada kebutuhan, langsung dilakukan pembelian.
2.6.
Hubungan Antar Variabel
Hubungan yang ada antar variabel yang diteliti dapat dijabarkan seperti berikut ini :
•
Hubungan antar variabel Functional Benefit (FB) dan Service Quality (SQ)
Menurut Philip Kotler yang dikutip oleh Arief (2007) mendefinisikan kualitas
adalah keseluruhan ciri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada
kemampuannya untuk memuaskan fungsi kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat.
Dalam hal ini, kedua hal ini saling terkait ketika konsumen telah membeli suatu produk
secara tidak langsung pada nantinya konsumen akan menggunakan jasa pelayanan
produk tersebut dan jasa pelayanan tersebut merupaka indikasi bagi konsumen apakah
kebutuhan mereka terpenuhi atas pelayanan maupun produk yang sedang atau telah
digunakan.
Menurut
Fassnacht and Koese (2006) dalam jurnal “A Proposed Scale for
Measuring E-Service Quality” bahwa Service Quality efektif yang dilakukan oleh
perusahaan maka akan tercipta di dalam benak konsumen Functional Benefit karena
konsumen merasa diberdayakan ataupun dianggap sebagai mitra yang baik oleh
perusahaan.
•
Hubungan antar variabel Functional Benefit (FB) dan Motivation Values (MV)
Dalam hal Motivational Values merupakan hal yang menjadi akibat dari adanya
Functional
Benefit
dimana
ketika
konsumen
sudah
membeli
produk
dan
menggunakannya, baik dalam hal ini adalah terpenuhinya kebutuhan yang konsumen
inginkan ketika memutuskan menggunakan produk tersebut.
Menurut Peter J dan Jerry Olson dalam buku Consumer Behaviour mengatakan
bahwa Motivational Values ditimbulkan akibat dari kebutuhan Functional Benefit yang
sudah terpenuhi segala kebutuhan yang telah diinginkan oleh konsumen atas produk
yang telah digunakan.
•
Hubungan antar variabel Service Quality (SQ) dan Motivation Values (MV)
Menurut Ferrina Dewi dan Darmawan ( 2004 p.40 ), motivasi dapat diartikan
sebagai motif manusia yang merupakan kebutuhan, keinginan, atau dorongan dalam diri
individu atau sesuatu yang menggerakkan seseorang untuk bertindak dengan cara
tertentu atau menanggapi sesuatu. Termotivasi berarti terdorong untuk bertindak.
Tindakan atau perilaku yang tidak terjadi begitu saja, tetapi dipicu oleh salah satu motif
internal dan pengaruh lingkungannya. Dalam hal ini motivasi dapat timbul akibat erat dari
adanya motif internal maupun lingkungan, Service Quality merupakan bagian dalam hal
yang menunjang terjadinya Motivation Values bagi konsumen karena ketika Service
Quality yang dilakukan perusahaan terhadap konsumennya dan konsumen tersebut
merasa kinerja Service Quality baik di mata konsumen maka Motivation Values akan
timbul dibenak konsumen atas produk ataupun perusahaan yang dipercayainya.
•
Hubungan antar variabel Motivation Values (MV) dan Repeat Purtchasing (RP)
Menurut Plutchik yang dikutip oleh ( Nugroho.2008,p.104 ), mengidentifikasi
delapan emosi primer yang masing-masing diantaranya dapat bervariasi intensitasnya :
fear, anger, joy, sadness, acceptance, disgust, antricipation dan surprise. Emosi dan mood
states memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan konsumen, mulai dari
identifikasi masalah sampai perilaku pembelian berulang. Maka dalam hal ini Motivation
Valus pada dasar berawal dari emosi primer konsumen yang timbul dari keingingan
internal yang ditunjang juga dari faktor eksternal dapat menimbulkan keingingan
konsumen untuk melakukan pengambilak keputusan konsumen mulai dari identifikasi
masalah sampai akhirnya melakukan pembelian.
2.7.
Kerangka Pemikiran
A. Functional Benefit ( X1 )
Indikator :
a. Fungsional
b. Psikolososial
c.
Risiko
B. Service Quality ( X2 )
Indikator :
a. Resposivitas
b. Kompetensi
c.
Komunikasi
C. Motivational Values ( X3 )
Indikator :
a. Kebutuhan untuk sesuatu yang baru
b. Kebutuhan untuk ekspresi diri
c.
Kebutuhan untuk berprestasi
D. Repeat Purchasing ( Z )
Indikator :
a. Complect Buying Behaviour
b. Dissonance-reducing Buying Behaviour
c.
Habitual Buying Behaviour
Functional
Benefit (X1)
Motivational
Values (Y)
Repeat
Purchasing (Z)
Service Quality
(X2)
Gambar 2.1 Analisis Jalur
Sumber: Kuncoro,A. Engkos,Riduwan.( 2006,Cara menggunakan dan memakai analisis jalur)
2.8.
Hipotesis
Menurut J Supranto (2001,p124)hipotesis pada dasarnya merupakan suatu proporsi atau
tanggapan yang mungkin benar, dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan atau keputusan/
pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut. Anggapan atau asumsi dari
suatu hipotesis juga merupakan data, akan tetapi karena kemungkinan bisa salah, maka apabila
akan digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan harus diuji terlebih dahulu dengan
menggunakan data primer dan sekunder. Hipotesis selalu dimasukan dalam bentuk pernyataan
yang menghubungkan antar dua variabel atau lebih, yaitu: variabel terpengaruh dan variabel
berpengaruh.
Untuk menguji hasil hipotesis digunakan data yang dikumpulkan dari sampel sehingga
merupakan data perkiraan. Oleh karena itu, keputusan yang dibuat dalam menolak atau
menerima hipotesis mengandung ketidakpastian. Ada dua jenis kesalahan yang dapat terjadi
dalam pengujian hipotesis, kesalahan itu bisa terjadi karena menolak hipotesis nol padahal
hipotesis itu benar (disebut kesalahan jenis I) atau menerima hipotesis nol padahal hipotesis itu
salah (disebut kesalahan jenis II). Misalnya apabila hipotesis itu benar diberi simbol H0 dan kalau
hipotesis alternatif benar H1.
Download