HUBUNGAN STATUS GIZI (IMT/U) DAN LAMA MENSTRUASI DENGAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMA WIRAUSAHA BANDUNGAN Leni Sartika*, Indri Mulyasari**, Heni Hirawati P*** *Mahasiswi Program Studi DIV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo **Staf Pengajar Program Studi Gizi STIKES Ngudi Waluyo ***Staf Pengajar Program Studi DIV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Email [email protected] ABSTRAK Latar Belakang : Masalah kesehatan remaja di Indonesia adalah masalah gizi diantaranya anemia gizi. Menurut kemenkes RI (2013) angka anemia pada remaja putri usia 10-18 tahun sebesar 57,1%. Beberapa faktor penyebab anemia adalah status gizi dan lama menstruasi. Metode : jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional dengan jumlah sampel 64 responden diambil dengan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah pemeriksaan kadar hb menggunakan hemoglobinmeter, status gizi mengunakan timbangan injak dan mircotoice. Data dianalisis menggunakan uji chi-square (α = 0,05). Hasil : sebagaian besar remaja putri dengan status gizi normal 36 responden (56,3%), status gizi kurus 16 responden (25,0%), status gizi gemuk 12 responden (18,8%), sebagian besar remaja putri yang lama menstruasi tidak normal sejumlah 38 responden (59,4%), lama menstruasi normal sejumlah 26 responden (40,6%), dan yang mengalami anemia sejumlah 33 responden (51,6%),seangkan yang tidak anemia 31 responden (48,4%). Ada hubungan status gizi (IMT/U) dengan anemia (p = 0,003) ada hubungan lama menstruasi dengan anemia (p = 0,047) Simpulan : Ada hubungan status gizi dengan anemia pada remaja putri di SMA Wirausaha Bandungan dan ada hubungan lama menstuasi dengan anemia pada remaja putri di SMA Wirausaha Bandungan. Saran : bagi responden yang mengalami gangguan menstruasi seperti menstruasi yang terlalu lama hendaknya mengkonsumsi tablet fe dan banyak mengkonsumsi zat gizi seimbang untuk mencegah terjadinya anemia. Kata kunci Kepustakaan : Anemia, status gizi, lama menstuasi. : 25 (2000-2013) 1 THE CORRELATION BETWEEN NUTRITIONAL STATUS (BODY MASS INDEX/AGE) AND MENSTRUATION PERIOD WITH ANEMIA ON FEMALE ADOLESCENIS AT SMA WIRAUSAHA BANDUNGAN Leni Sartika*, Indri Mulyasari**, Heni Hirawati P*** *Mahasiswi Program Studi DIV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo **Staf Pengajar Program Studi Gizi STIKES Ngudi Waluyo ***Staf Pengajar Program Studi DIV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Email [email protected] ABSTRACT Background: Adolescent health issues in Indonesia is a nutritional problems including anemia. According to Indonesia Ministiy of Health (2013) rate of anemia in adolescent girls aged 10-18 years was 57.1%. Some of the factors causing anemia is nutritional status and Menstruation Period. Methods: This research was analytical survey with cross sectional approach with sample of 64 respondents taken by purposive sampling technique. The instrument used was the examination of hb rate by using hemoglobinmeter, nutritional status by using scale and mircotoice. Data were analyzed by using chi-square test ( α = 0.05 ) Result: Most of female adolescent with normal nutritional status as many as 36 respondents (56.3%), thin nutritional status as many as 16 respondents (25.0%), fat nutritional status as many as 12 respondents (18.8%), most of female adolescent with abnormal menstruation period as many as 38 respondents (59.4%), normal as many as 26 respondents (40.6%), and 33 respondents (51.6%) are anemic, 31 respondents are not anemic (48.4% ). There correlation between Nutritional Status (Body Mass Index/Age) with Anemic (p = 0.003), there Menstruation Period with Anemic (p = 0.047) Conclusion: There is correlation between nutritional status (body mass index/age) with anemia on female adolescent at SMA Wirausaha Bandungan and there is correlation between menstruation period with anemic on female adolescent at SMA Wirausaha Bandungan Suggestion: for the respondents who experience menstrual abnormalities such as long period of menstruation should consume fe tablet and consume lots of balance nutrients to prevent anemic. Keywords Bibliographies : Anemia, Nutritional Status, Menstruation Period. : 25 (2000-2013) 2 PENDAHULUAN Saat ini salah satu masalah kesehatan remaja di Indonesia adalah masalah gizi, diantaranya adalah anemia gizi, kekurangan vitamin A, kekurangan energi, protein dan kekurangan iodium. Diantara 5 (lima) masalah di atas, maka yang sering terjadi sampai saat ini pada remaja adalah anemia gizi (Cahya, 2013). Remaja putri memiliki resiko sepuluh kali lebih besar untuk menderita anemia dibandingkan dengan remaja putra. Hal ini dikarenakan remaja putri mengalami menstruasi pada setiap bulannya dan sedang dalam masa pertumbuhan, sehingga membutuhkan lebih banyak asupan gizi. Selain itu, ketidak seimbangan dalam mengkonsumsi zat besi juga merupakan penyebab anemia pada remaja. Remaja putri biasa sangat memperhatikan bentuk tubuh, sehingga banyak yang membatasi konsumsi makanan, serta banyak yang menjadi pantangannya. Sehingga dalam konsumsi makanan tidak stabil, serta pemenuhan gizinya kurang. Bila asupan makan kurang maka cadangan besi banyak yang dibongkar. Keadaan yang seperti inilah mempercepat terjadinya anemia (Kirana, 2011). Menurut data hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi anemia di Indonesia yaitu 21,7% dengan penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar 26,4% dan 18,4% penderita berumur 15-24 tahun (Kemenkes RI, 2014). Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012 menyatakan bahwa prevalensi anemia pada balita sebesar 40,5%, ibu hamil sebesar 50,5%, ibu nifas sebesar 45,1%, remaja putri usia 10-18 tahun sebesar 57,1% dan usia 19-45 tahun sebesar 39,5%. Wanita mempunyai risiko terkena anemia paling tinggi terutama pada remaja putri (Kemenkes RI, 2013). Anemia dapat membawa dampak yang kurang baik bagi remaja, anemia yang terjadi pada remaja maka dapat menyebabkan dampak keterlambatan pertumbuhan fisik, gangguan perilaku serta emosional. Hal ini dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan sel otak sehingga dapat menimbulkan dampak daya tahan tubuh menurun, mudah lemas dan lapar, konsentrasi belajar terganggu, prestasi belajar menurun serta dapat mengakibatkan produktifitas kerja yang rendah (Cahya, 2013). Secara umum ada beberapa faktor penyebab anemia yaitu kehilangan darah secara kronis atau banyak darah menstruasi, lama menstruasi, asupan zat besi tidak cukup, penyerapan yang tidak adekuat dan peningkatan kebutuhan akan zat besi, status gizi, penyakit malaria, infeksi-infeksi lain, serta pengetahuan tentang anemia. Faktor lama menstruasi dan status gizi adalah faktor yang sangat berhubungan dengan anemia. Secara normal, setiap harinya seorang wanita akan kehilangan sekitar 1-2 mg zat besi melalui ekskresi secara normal. Pada saat menstruasi kehilangan zat besi bisa bertambah hingga 1 mg. Status gizi pada remaja putri di Indonesia yaitu kurang zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak), kurang zat gizi mikro (vitamin, mineral). Pada manusia yang normal, kirakira 20-25 mg besi per hari berasal dari besi hemolisis, dan hanya sekitar 1 mg berasal dari makanan. Remaja dengan status gizi kurang karena pola makan tidak teratur sehingga zat besi yang dibutuhkan dalam tubuh tidak dipenuhi. Rendahnya asupan 3 pemenuhan zat besi dari makanan yang tidak cukup. Ketika tubuh tidak memproduksi zat besi dari makanan karena konsumsi kandungan makanan yang mengandung zat besi kurang, cadangan zat besi tersebut habis, hal tersebut yang bisa menyebabkan terjadinya anemia. Remaja putri menderita anemia, hal ini karena masa remaja adalah masa pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi lebih tinggi termasuk zat besi. Disamping itu remaja putri mengalami menstruasi setiap bulan sehingga membutuhkan zat besi lebih tinggi, sementara jumlah makanan yang dikonsumsi lebih rendah daripada pria, karena faktor ingin langsing. remaja putri lebih banyak memerlukan zat besi untuk mengantikan zat besi yang hilang saat menstruasi. Apabila darah keluar sangat banyak akan terjadi anemia (Peni, 2009). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 9 Mei 2016 di SMA Wirausaha di Kecamatan Bandungan dengan pemeriksaan Hb menggunakan Hemoque digital pada 15 responden, didapatkan 9 (60%) responden yang anemia dan 6 (40%) responden yang tidak anemia. Dari 9 (60%) responden yang anemia terdapat 7 (46,6%) yang status gizinya kurus dan 4 (26,6%) responden yang lama menstruasinya lebih dari normal. Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan status gizi (IMT/U) dan lama menstruasi dengan anemia pada remja putri di SMA Wirausaha Bandungan. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswi perempuan SMA Wirausaha Bandungan. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 64 siswi yang diambil dengan teknik purposive sampling. Kriteria insklusi penelitian ini adalah siswi yang sudah mengalami menstruasi dan siswi yang bersedia menjadi responden, sedangkan kriteria ekslusi penelitian ini adalah siswi yang sedang mengalami menstruasi dan siswi yang tidak masuk sekolah. Status gizi (IMT/U) diukur dengan timbangan injak dan microtoise, dan kadar Hb diukur dengan alat hemoglobinmeter. Analisis data dengan menggunakan SPSS. Uji yang digunakan adalah uji Chi-square (α = 0.05). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Status Gizi (IMT/U) Tabel 1 Distribusi Frekuensi Status Gizi (IMT/U) Status Gizi Frekuensi Persentase (%) Kurus Normal Gemuk Total 16 36 12 64 25.0 56.2 18.8 100.0 Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa status gizi pada remaja putri di SMA Wirausaha Bandungan yang paling banyak dalam kategori normal yaitu sejumlah 36 responden (56,2%), kategori kurus yaitu sejumah 16 responden (25,0%), dan kategori gemuk sejumlah 12 responden (18,8 %). 4 Hasil penelitian ini didapatkan sebanyak 36 responden (56,3%) remaja putri mengalami status gizi dalam kategori normal. hal ini dikarenakan pada masa remaja adalah masa dimana terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang cukup pesat. Pertumbuhan dan perkembangan yang baik didukung oleh asupan gizi yang seimbang. gizi seimbang adalah makanan yang mengandung zat tenaga dan pembangun dan zat pengatur yang dikonsumsinya sesuai dengan kebutuhan untuk diproses tumbuh kembang tubuh. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Gunatmaningsih (2007), pada remaja putri di SMA 1 Kec. Jatibarang Kab. Berbes, dari 70 siswi yang mempunyai status gizi dalam kategori normal 41 responden (58,6%) pada penelitian ini status gizi tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian bahwa sebagaian remaja dengan status gizi normal. Hasil penelitian didapatkan sebanyak 16 responden (25,0%) remaja putri yang mengalami status gizi dalam kategori kurus. Remaja siswi yang memiliki status gizi kurus dapat disebabkan oleh rendahnya asupan pemenuhan zat gizi dalam tubuh. Rendahnya asupan pemenuhan zat gizi dalam tubuh disebabkan kegemaran yang tidak lazim, seperti dalam memilih makanan. Selain itu kesibukan yang menyebabkan siswi memilih makan diluar, atau hanya menyatap kudapan sehingga asupan gizi yang dibutuhkan tubuh tidak dipenuhi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden memiliki pola makan yang tidak teratur, asupan zat makanan dan jumlah kalori yang tidak adekuat ini dapat menyebabkan gangguan status gizi. Hal ini sesuai dengan penelitian Mariana (2013), pada remaja putri di Pondok Pesantren Al-Hidayah Kecamatan Karangrayung Kabupaten Grobogan, bahwa status gizi kurus disebabkan karena pola makan yang tidak benar , kebiasaan makan yang buruk dan ketidaksukaan yang berlebihan tehadap makanan tertentu. Tubuh yang langsing menjadi idaman para remaja putri hal ini menjadi faktor penyebab terjadinya zat besi, Karen memelihara kelangsingan tubuh mereka menerapkan pembatasan makanan secara keliru. Sehingga kebutuhan gizi mereka tidak dipenuhi. 2. Lama Menstruasi Tabel 2 Distribusi Frekuensi lama menstuasi Lama menstruasi Frekuensi Persentase (%) Normal 26 40.6 Tidak Normal 38 59.4 Total 64 100.0 Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa lama menstruasi pada remaja putri di SMA Wirausaha Bandungan yang paling banyak dalam kategori tidak normal sejumlah 38 responden (59,4%), dan katogeri normal sejumlah 26 responden (40,6%). Dari hasil penelitian sebagian remaja putri mengalami ketidaknormalan dalam lamanya menstruasi hal ini disebabkan karena remaja putri banyak mengalami stress yang disebabkan oleh faktor fisik, faktor lingkungan dan kegiatan sehari-hari. Menurut Prawirohardjo (2011). Pola 5 menstruasi merupakan suatu siklus menstruasi normal, dengan menarche sebagai titik awal. Pada umumnya menstruasi akan berlangsung setiap 28 hari tetapi tidak melebihi 35 hari selama lebih kurang 7 hari. Jumlah darah yang hilang tidak melebihi 80 ml. puncaknya hari ke-2 atau ke-3 dengan jumlah pemakaian pembalut sekitar 2-3 buah. Sehingga jika lama menstruasi dari 7 hari disebut ketidaknormalan dalam menstruasi atau monoragia. Berdasarkan hasil penelitian lama menstruasi yang paling rendah adalah 4 hari dan menstruasi yang paling lama yaitu 11 hari. Sebagian besar siswi mengalami ketidaknormalan dalam lamanya menstruasi. Hal ini disebabkan pada ketika remaja mengalami fase menstruasi Seharusnya perkembangan folikel terjadi kareana adanya stimulasi dari FSH tetapi dengan berkurangnya LH. Akibat tidak adanya korpus luteum yang terbentuk dan tidak adanya progesterone yang disekresi, endometrium berplrofiferasi dengan cepat ketika folikel tidak terbentuk produksi estrogen menurun sehingga mengakibatkan pendarahan lebih dari normal. Menurut Mayer dkk (2014) stimulasi estrogen yang konstan menghasilkan pertumbuhan endometrum yang berlebihan. Pengeluaran jaringan endometrium yang banyak dan tidak normal sehingga menyebabkan pendarahan yang lama atau perlepasan jaringan yang tidak teratur. 3. Anemia Tabel 3 Distribusi Frekuensi Anemia Kejadian Anemia Frekuensi Persentase (%) Tidak Anemia 31 48.4 Anemia 33 51.6 Total 64 100.0 Pada penelitan ini dapat diketahui bahwa pada remaja putri di SMA Wirausaha Bandungan paling banyak mengalami anemia sejumlah 33 responden (51,6%), dan yang tidak mengalami anemia 31 responden (48,4%). Hasil penelitian dari 64 Responden yang mengalami anemia sejumlah 33 responden (51,6%), hal ini disebabkan karena pola makan yang tidak teratur, tidak suka konsumsi sayuran, kebiasaan makan makanan fast food dan junk food dan kehilangan darah. Siswi masih banyak yang mengabaikan gizi seimbang dan memiliki lama menstruasi yang tidak normal sehingga dapat mengakibatkan terjadinya anemia. Menurut teori yang dikemukkan oleh Arisman (2004), remaja putri merupakan kelompok resiko terkena anemia karena setiap bulannya remaja putri mengalami menstruasi. Seorang wanita yang mengalami menstruasi banyak selama lebih dari normal yang selalu dikhawatirkan akan kehilangan besi, sehingga membtuhkan besi penganti lebih banyak dari pada wanita yang menstruasinya normal dan sedikit. Selain itu remaja putri seringkali menjaga peampilan, keinginan tetap langsing sehingga berdiet dan mengurangi makan sehingga pola makan tidak teratur khususnya yang mengandung banyak zat besi yang etrdapat pada lauk hewani. Diet yang tidak seimbang dengan ketubuhan zat gizi tubuh akan menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi yang penting seperti besi. 6 Menurut Briawan (2012) faktor-faktor penyebab terjadinya anemia adalah penyerapan asupan zat besi yang disebabkan rendahnya konsumsi pangan, dan penyerapan zat besi yang disebabkan oleh komponen penghambat didalam makanan seperti fipat. Remaja tidak mempedulikan kebutuhan akan zat gizi yang diperlukan tubuh terutama zat besi yang dapat menyebabkan terjadinya anemia, dampak negatif dari anemia diantaranya menurunnya daya fikir dan konsentrasi, menurunnya prestasi, menurunnya semangat belajar, mempengaruhi proses reproduksi dan organ reproduksinya, serta mudah terserang penyakit. Menurut hasil penelitian Nursari (2009) yang dilakukan pada remaja putri di SMPN 18 Bogor, dari 79 responden terdapat 50 (63,3%) siswi yang mengalami anemia dan 29 (36,7%) siswi yang tidak mengami anemia . hal ii diketahui bahwa remaja putri yang mengalami anemia lebih banyak terjadi dibandingkan remaja putri yang tidak mengalami anemia. 4. Hubungan Status Gizi (IMT/U) dengan Anemia Tabel 4 Hubungan Status Gizi (IMT/U) dengan Anemia Status Kejadian anemia Total ρ-value Gizi Tidak Anemia Anmia f % f % f % Kurus 3 18,8 13 81,2 16 100 0,003 Normal 18 50,0 18 50,0 36 100 Gemuk 10 83,3 2 16,7 12 100 Total 33 51,6 31 48,4 64 100 Pada penelitan ini dapat diketahui bahwa sebagian besar remaja putri dengan status gizi normal yang mengalami anemia sejumlah 18 responden (50,0%), yang tidak mengalami anemia sejumlah 18 responden (50,0%), remaja putri dengan status gizi kurus yang mengalami anemia sejumlah 13 responden (81,2%), yang tidak mengalami anemia sejumlah 3 responden (18,8%), dan remaja putri dengan status gizi gemuk mengalami anemia sejumlah 2 responden (16,7%), yang tidak mengalami anemia sejumlah 10 responden (83,3%). Berdasarkan hasil uji statistik mengunakan uji chi-square (α=0,05) diketahui p-value = 0,003 (p ≤ 0,05) maka dapat diinterprestasikan ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan anemia pada remaja putri di SMA Wirausaha Bandungan. Pada penelitaian ini didaptakan sebanyak 18 responden (50,0%), yang mengalami anemia dan status gizi normal. hal ini terjadi karena penyebab anemia pada siswi dipengaruhi karena faktor lain salah satunya adalah pola aktifitas. Pola aktifitas yang tinggi dapat meningkatkan kebutuhan zat besi hingga 1-2 mg perhari. Hal ini dapat disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor seperti kehilangan zat besi melalui keringat. Kehilangan darah dari sistem gastrointestinal dan hemolisis. ini didukung teori Proverawati (2012) dalam pengeluaran zat besi dapat melalui keringat, feses dan urin atau hemolisis intravascular. 7 Pada penelitian didapatkan sebanyak 18 responden (50,0%), yang tidak mengalami anemia dan status gizi normal. Hal ini disebabkan karena makanan yang dikonsumsi oleh responden sudah mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh seseorang. Sehingga terjadi keseimbangan antara zat gizi yang dikonsumsi oleh responden dengan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Hal ini sesuai yang disampaikan oleh Hapsah & Ramlah (2012) bahwa pada remaja putri, kebutuhan besi tambahan diperlukan untuk menyeimbangkan kehilangan zat besi akibat darah haid, dimana terjadi peningkatan kebutuhan zat besi. Jika kebutuhan zat besi ini tidak terpenuhi maka akan menimbulkan anemia. Pada penelitian ini, semakin baik status gizi seseorang semakin kecil angka kejadian anemia. Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 13 responden (81,2%), yang mengalami anemia dan status gizi kurus. Hal ini disebabkan oleh rendahnya asupan pemenuhan zat besi dari makanan yang tidak cukup. Ketika tubuh tidak memproduksi zat besi dari makanan karena konsumsi kandungan makanan yang mengandung zat besi kurang, cadangan zat besi tersebut habis, hal tersebut yang bisa menyebabkan terjadinya anemia. Remaja yang memiliki gizi kurang akan menyebabkan tubuhnya menjadi kurus dan mengalami kekurangan energi kronis. Hal ini dikarenakan makan yang terlalu sedikit dan sedang menjalankan program diet dikarenakan remaja pada umur 16 – 18 tahun lebih memperhatikan bentuk tubuhnya. Hal ini didapatkan hasil sebagian besar responden memiliki pola makan yang tidak teratur, asupan zat makanan dan jumlah kalori yang tidak adekuat ini dapat menyebabkan gangguan status gizi. Pada penelitian didapatkan sebanyak 10 responden (83,3%) yang mengalami anemia dan status gizi dalam katogori gemuk. Hal ini disebabkan karena siswi hanya mengkonsumsi lemak seperti gorengan tidak suka mengkonsumsi sayuran-sayuran dan protein. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Gunatmaningsih (2007), pada remaja putri di SMA 1 Kec. Jatibarang Kab. Berbes, bahwa ada hubungan atara status gizi dengan kejadian anemia dengan p-value 0,002 (p = 0,05). Sebagaian besar 5. Hubungan lama menstruasi dengan anemia Tabel 5 Hubungan Lama Menstruasi dengan Anemia Lama Kejadian anemia Total ρ-value menstruasi Tidak Anemia Anemia f % f % f % Normal 17 65,4 9 34,6 26 100 0.047 Tidak 14 36,8 24 63,2 38 100 Normal Total 31 48,4 33 51,6 64 100 Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa remaja putri dengan lama menstruasi tidak normal yang paling banyak mengalami anemia sejumlah 24 responden (63,2%), yang tidak mengalami anemia sejumlah 14 responden (36,8%), dan remaja putri dengan lama menstruasi normal yang mengalami 8 anemia sejumlah 9 responden (34,6%), yang tidak mengalami anemia sejumlah 17 responden (65,4%). Berdasarkan hasil uji statistik mengunakan uji chi-square (α=0,05) diketahui p-value = 0,047 (p ≤ 0,05) maka dapat diinterprestasikan ada hubungan yang bermakna antara lama menstruasi dengan anemia pada remaja putri di SMA Wirausaha Bandungan. Pada hasil penelitian siswi yang lama menstruasi tidak normal dan anemia sejumlah 24 responden (63,2%). Anemia yang terjadi disebabkan oleh kehilangan darah yang berlebihan saat menstruasi sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan kadar hemoglobin di dalam darah. Pada remaja siswi dengan menstruasi yang lebih panjang pengeluaran darah yang dialami cendrung lebih banyak dari normal dan pengeluaran hemoglobin didalam tubuh ikut berkurang bersamaan dengan keluarnya darah menstruasi, hemoglobin berfungsi untuk megikat oksigen dalam darah, hemoglobin yang menurun pasokan oksigen didalam tubuh ikut berkurang sehingga oksigen dan darah untuk organ vital seperti jantung, pru-paru, otak. Oksigen yang.berkurang diotak dapat menimbulkan keadaan pusing dan pucat karena terjadinya penurunan sirkulasi darah kapiler sehingga dapat mengakibatkan terjadinya anemia. Menurut Mayer (2014) kehilangan darah yang berlebihan mengakibatkan keluhan mudah lelah, pucat, tidak mampu berkonsentrasi, mudah tersinggung, sakit kepala, dan rentan terhadap infeksi karena penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen sebagai akibat dari penurunan kadar hemoglobin. Kehilangan darah yang terjadi karena menstruasi yang lama, sehingga menyebabkan remaja kehilangan zat besi setiap harinya. Setiap harinya remaja akan kehilangan sekitar 1-2 mg zat besi melalui ekresi normal, dan pada saat menstruasi kehilangan zat besi menjadi 3 mg (Abraham, dkk, 2014). Menurut Briawan (2013), anemia dapat terjadi karena defisiensi zat besi (iron deficiency anemia). Sumsum tualan memerlukan zat besi untuk memproduksi hemoglobin darah. Darah mengandung zat besi yang dapat didaur ulang (trun over). Kehilangan darah yang cukup banyak seperti saat menstruasi, kecelakaan, dan donor darah yang berlebihan dapat menghilangkan zat besi dari dalam tubuh. Asupan diet yang rendah besi, atau rendahnya penyerapan zat besi didalam usus karena gangguan usus atau operasi usus juga dapat menyebabkan anemia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2002) dalam penelitian ini menunjukkan bahwa presentase anemia lebih tinggi (53,8%) pada remaja putri yang memiliki lama haid lebih dari 6 hari dengan yang lama haidnya normal (31,1%) dan menunjukkan hubungan yang bermakna. Keterbatasan penelitian ini adalah Penelitian ini hanya melihat hubungan status gizi (IMT/U) dan lama menstruasi dengan anemia saja tanpa melihat faktor-faktor penyebab asupan zat besi, dan aktifitas siswi yang dapat mempengaruhi kadar Hb didalam darah. 9 SIMPULAN DAN SARAN Pada penelitian ini Status gizi pada remaja putri di SMA Wirausaha bandungan yang paling banyak dalam katogori normal, lama menstruasi pada remaja putri di SMA Wirausaha Bandungan yang paling banyak dalam katogori tidak normal, pada remaja putri di SMA Wirausaha Bandungan paling banyak mengalami anemia, ada hubungan antara status gizi (IMT/U) dengan anemia pada remaja putri di SMA Wirausaha Bandungan dan hubungan antara lama menstruasi dengan anemia pada remaja putri di SMA Wirausaha Bandungan. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti meneliti faktorfaktor lain seperti, asupan zat besi, dan pola aktifitas siswi yang mempengaruhi anemia pada siswi, bagi SMA Wirausaha Bandungan diharapkan dapat bekerjasama dengan pihak puskesmas setempat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan terutama pemeriksaan Hb untuk mengetahui kejadian anemia dan memberikan pencegahan bagi siswi yang mengalami anemia dan yang mengalami gangguan menstruasi seperti menstruasi yang terlalu lama, hendaknya mengkonsumsi tablet Fe dan banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung gizi seimbang seperti mengkonsumsi sayuran dan protein untuk mencegah terjadinya anemia. DAFTAR PUSTAKA Andira D. 2010. Seluk Beluk Kesehatan Reproduksi Wanita. A-Plus Books, Yogyakarta Arisman. 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan. EGC, Jakarta Briawan D. 2013. Masalah Gizi pada Remaja Wanita. EGC, Jakarta Dieny F. 2014. Permasalahan Gizi pada Remaja Putri. Graha Ilm, Yogyakarta Febrianti. 2013. Lama haid dengan kejadian anemia pada remaja putri. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=324889&val=4886&title=LA MA%20HAID%20DAN%20KEJADIAN%20ANEMIA%20PADA%20R EMAJA%20PUTRI. diaskes pada tanggal 25 April 2016 jam 19.00 Supariasa. 2002. Penentuan Status Gizi. EGC, Jakarta Kirana D. 2011. Hubungan Asupan Zat Gizi dan Pola Menstruasi Dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMA N 2 Semarang. http://eprints.undip.ac.id/32594/.. diaskes pada tanggal 25 April 2016 jam 19.00 Kementrian kesehatan RI, 2011. Standar Antopometri penilaian status gizi 2010. http://gizi.depkes.go.id. diaskes pada tanggal 25 April 2016 jam 19.00 Indayani. 2009. Hubungan satus gizi dan lama menstruasi dengan kejadian anemia pada remaja putri. http://lib.unnes.ac.id/1384/1/5239.pdf. diaskes pada tanggal 25 April 2016 jam 19.00 Mary E. 2000. Ilmu Gizi dan Diet Hubungan dengan Penyakit-penyakit untuk Perawat dan dokter. Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta Proverawati A. 2009. Menarce. Nuha Medika, Yogyakarta 2010. Obesitas dan gangguan Makan pada Remaja. Nuha Medika, Yogyakarta 2011. Anemia dan Anemia Kehamilan. Nuha Medika, Yogyakarta Sarwono P. 2011. Ilmu Kandungan. FKUI, Jakarta 10 Sibagariang. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. TIM, Jakarta Suryoprajogo N. 2009. Kupas Tuntas Kesehtan Remaja dari A-Z. ISBN, Yogyakarta Soebroto I. 2010. Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia. Bangkit, Yogyakarta Cahya D. 2013. Hubungan Antara Status Gizi dengan Anemia pada Remaja Putri di Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah 3 Semarang. http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/kedokteran/article/view/1298/1351. diaskes pada tanggal 25 April 2016 jam 19.00 Widyastuti Y. 2009. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya, Yogyakarta Yayuk F. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya, Jakarta 11