9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Dalam suatu organisasi atau perusahaan peranan manajemen sumber daya
manusia sangatlah penting. Karena tanpa sumber daya manusia, suatu organisasi
tidak mungkin berjalan. Manusia merupakan penggerak dan pengelola faktor-faktor
produksi lainnya seperti modal, bahan mentah, peralatan, dan lain-lain untuk
mencapai tujuan organisasi. Karena sumber daya manusia menempati posisi strategis
dalam suatu organisasi, maka sumber daya manusia harus digerakkan secara efektif
dan efisien sehingga mempunyai tingkat hasil daya guna yang tinggi.
Pengertian manajemen sumber daya manusia menurut Bohlander dan Snell
(2010:4) yaitu suatu ilmu yang mempelajari bagaimana memberdayakan karyawan
dalam perusahaan, membuat pekerjaan, kelompok kerja, mengembangkan para
karyawan yang mempunyai kemampuan, mengidentifikasi suatu pendekatan untuk
dapat mengembangkan kinerja karyawan dan memberikan imbalan kepada mereka
atas usahanya dan bekerja.
Selain itu terdapat pengertian lain yaitu menurut Wilson (2012:6),
manajemen
sumber
daya
manusia
adalah
suatu
proses
perencanaan,
pengorganisasian, penyusunan staf, penggerakan, dan pengawasan, terhadap
pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan,
dan pemisahan tenaga kerja untuk mencapai tujuan organisasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah
proses pengaturan sumber daya manusia mulai dari seleksi, rekrutmen, pelatihan,
sistem kompensasi agar sumber daya manusia tersebut dapat memberikan kinerja
yang baik sehingga tujuan perusahaan tercapai.
2.1.2 Aktivitas-Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Mathis dan Jackson (dalam Rika, 2011), manajemen sumber daya
manusia terdiri dari beberapa kelompok aktivitas yang saling berhubungan yang
terjadi dalam konteks organisasi, berikut ketujuh aktivitas tersebut:
9
10
1. Perencanaan dan Analisis SDM
Melalui perencanaan SDM, manajer dapat mengantisipasi kekuatan yang
akan mempengaruhi persediaan dan tuntutan para karyawan di masa depan.
Hal ini sangat penting untuk memiliki sistem informasi sumber daya manusia
(SISDM) guna memberikan informasi yang akurat dan tepat waktunya untuk
perencanaan SDM.
2. Peluang Pekerjaan yang Sama
Pemenuhan hukum dan peraturan tentang kesetaraan kesempatan kerja
(Equal Employment Opportunity/EEO) mempengaruhi semua aktifitas SDM
yang lain dan integral dengan manajemen SDM.
3. Pengembangan SDM
Dimulai dengan orientasi karyawan baru, pengembangan SDM juga meliputi
pelatihan keterampilan pekerjaan. Ketika pekerjaan berkembang dan berubah
maka diperlukan pelatihan ulang yang dilakukan terus menerus untuk
menyesuaikan perubahan teknolog.
4. Kompensasi dan Tunjangan
Kompensasi memberikan penghargaan kepada karyawan atas pelaksanaan
kepada pekerjaan melalui gaji, insentif, dan tunjungan. Para pemberi kerja
harus mengembangkan dan memperbaiki sistem upah dan gaji dasar mereka.
5. Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan
Jaminan atas kesehatan fisik dan mental serta keselamatan para karyawan
adalah hal yang sangat penting. Secara global, sebagai hukum keselamatan
dan kesehatan telah menjadikan organisasi lebih responsif terhadap persoalan
dan keselamatan.
6. Hubungan Karyawan dan Buruh/Manajamen
Hubungan antara para manajer dan karyawan harus ditangani secara efektif
apabila para karyawan dan organisasi ingin sukses bersama. Merupakan suatu
hal yang penting untuk mengembangkan, mengkomunikasikan, dan mengupdate kebijakan dan prosedur SDM sehingga para manajer dan karyawan
sama-sama tahu apa yang diharapkan.
7. Pemberhentian.
Fungsi pemberhentian harus
mendapat perhatian yang serius dari
manajer/pemimpin sumber daya manusia karena telah diatur oleh undang-
11
undang dan mengikat bagi instasi atau perusahaan. Istilah pemberhentian atau
separation, pemisahan merupakan suatu putusnya hubungan kerja seseorang
dengan organisasi yang disebabkan oleh keinginan pegawai, keinginan
organisasi, pensiun atau disebabkan oleh undang-undang.
2.1.3 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan bagian dari
manajemen keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur Sumber Daya
Manusia dimana tugas dari MSDM adalah mengelola unsur manusia secara baik agar
diperoleh tenaga kerja yang puas akan pekerjaannya. Tugas MSDM dikelompokkan
atas tiga fungsi (Husein, 2005:3), yaitu sebagai berikut:
1. Fungsi Manajerial, terdiri dari perencanaan, pengeorganisasian, pengarahan,
dan pengendalian.
2. Fungsi Operasional, terdiri dari pengadaan, pengembangan, kompensasi,
pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja.
3. Kedudukan MSDM dalam mencapai tujuan organisasi perusahaan secara
terpadu.
2.2
Workload
Menurut Carlson dalam Suharti dan Susanto (2014), workload didefinisikan
sebagai jumlah aktivitas kerja yang harus diselesaikan oleh seseorang atau kelompok
dalam waktu tertentu disaat situasi normal. Di dalam Internet Dictionary dalam
Suharti dan Susanto (2014), workload didefinisikan sebagai pekerjaan yang
diharapkan untuk dikerjakan dalam waktu yang spesifik. Tetap dari sumber yang
sama, kita juga dapat menemukan definisi workload sebagai jumlah pekerjaan yang
ditugaskan kepada seseorang atau kelompok, dan harus diselesaikan dalam waktu
tertentu, dimana dapat didefinisikan juga sebagai jumlah jam kerja yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan tugas-tugas spesifik.
Menurut Hung (2011), workload adalah ukuran atau prosporsi berlebihan
yang dimiliki manusia untuk memenuhi tuntutan dalam bekerja. Workload atau
beban kerja merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan oleh setiap
perusahaan, karena beban kerja salah satu yang dapat meningkatkan produktivitas
kerja karyawan.
12
Menurut Irwandy (2007), dalam merencanakan kebutuhan tenaga kesehatan,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah menyusun modul Dasar Susunan
Personalia (DSP) yang memuat tentang metode perhitungan tenaga kesehatan yaitu
estimasi beban kerja. Dalam metode ini tiap-tiap pegawai dapat dihitung beban
kerjanya berdasarkan tugas dan fungsinya.
“Beban kerja adalah suatu proses analisa terhadap waktu yang digunakan
oleh seseorang atau sekelompok orang dalam menyelesaikan tugas-tugas suatu
pekerjaan (jabatan) atau kelompok jabatan (unit kerja) yang dilaksanakan dalam
keadaan/kondisi normal” (Kurnia, 2010).
Menurut Komaruddin dalam Kurnia (2010), analisa beban kerja adalah proses
untuk menetapkan jumlah jam kerja orang yang digunakan atau dibutuhkan untuk
merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu, atau dengan kata lain analisis
beban kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah personalia dan berapa
jumlah tanggung jawab atau beban kerja yang tepat dilimpahkan kepada seorang
petugas.
Dari beberapa teori diatas, dapat disimpulkan bahwa workload adalah segala
tekanan waktu atau biaya untuk menyelesaikan sebuah tugas atau pekerjaan yang
terjadi dalam manajemen.
2.2.1 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Workload
Faktor yang mempengaruhi beban kerja terdiri dari faktor eksternal dan
internal (Tarwaka, 2011:107), yaitu:
1) Faktor eksternal: beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja seperti
tugas-tugas, tingkat kesulitan pekerjaan, lamanya waktu kerja, waktu lembur,
pelimpahan tugas dan wewenang, model struktur organisasi, dan lingkungan
kerja.
2) Faktor internal: faktor yang berasal dari dalam tubuh pekerja sebagai akibat
adanya reaksi beban kerja eksternal seperti kondisi kesehatan, status gizi,
motivasi, persepsi, dan kepuasan.
2.2.2 Dimensi Workload
Beban kerja dalam penelitian ini akan diukur menggunakan pengukuran dari
penelitian terdahulu yang dijalankan oleh Glazer dan Gyurak, (2008) dimana
indikator-indikator dari perubahan beban kerja atau workload adalah:
13
1. Qualitative
Tuntutan yang melebihi kemampuan seseorang (misalnya, tugas terlalu rumit,
atasan terlalu menuntut dan pekerjaan yang tidak biasanya dikerjakan).
Qualitative overload muncul ketika tugas-tugas yang dibutuhkan untuk
diselesaikan terlalu sulit.
2. Quantitative
Tuntuan kerja yang berlebihan dan tidak dapat dipenuhi oleh pegawai. Waktu
kerja yang panjang, tekanan dari perusahaan atau pelanggan yang banyak.
Quantitative overload mengacu pada terlalu banyaknya hal-hal yang harus
dikerjakan dalam suatu waktu tertentu.
2.3
Konflik
Dikutip dalam buku yang ditulis oleh Budyatna dan Ganiem (2011:277),
ditemukan beberapa pengertian mengenai konflik, yaitu sebagai berikut:
•
Menurut Deutsch (1973), konflik adalah suatu tindakan yang dikatakan tidak
cocok atau bertentangan dengan tindakan pihak lain yang sifatnya mencegah,
merintangi, mencampuri, merugikan, atau dalam hal tertentu tindakan pihak
lain menjadi kurang menyenangkan atau kurang efektif.
•
Menurut Hocker dan Wilmot (1995), konflik antar pribadi merupakan
perjuangan yang dinyatakan antar pihak (paling tidak 2) yang saling
bergantung yang memersepsikan tujuan-tujuan yang tidak cocok atau
incomplete goals, sumber-sumber yang langka, dan campur tangan pihak lain
dalam mencapai tujuan-tujuan mereka.
•
Menurut Vander Zanden (1984), konflik merupakan bentuk interaksi manusia
baik secara individual maupun kelompok memersepsikan dri mereka sebagai
terlibat dalam perjuangan mengenai sumber-sumber atau nilai-nilai sosial.
Menurut Soemarman (2013:7), kata konflik berasal dari bahasa inggris
(conflict) yang berarti beradu atau saling berbenturan, yang mengandung pengertian
negatif. Didalamnya terdapat ketidaknyamanan, dan cenderung terkait dengan
pemaksaan atau kekerasan (violence). Konflik yang semakin buruk terekspresikan
menjadi pemaksaan atau kekerasan yang merusak dan memperkosa integritas orang
lain. Konflik yang biasa-biasa saja merupakan sebuah keadaan ‘tidak sepakat’, saling
14
berlawanan atau ketidak harmonisan. Keadaan yang menggambarkan konflik serupa
itu dapat berasal dari individu, kelompok, atau organisasi, yang merasakan sesuatu
telah atau tidak sesuai dengan tujuan masing-masing. Konflik seringkali muncul
dengan diwarnai oleh empat keadaan, yaitu:
1) Persepsi
Individu yang menganggap dirinya memiliki tujuan-tujuan atau nilai-nilai
yang ekslusif.
2) Perilaku
Terkait persepsi di atas yang cenderung memunculkan motif untuk
merendahkan, mencela atau menghancurkan lawannya, baik secara nyata
maupun dalam imajinasi.
3) Kelompok atau perorangan
Pihak-pihak yang saling berhadapan dengan tindakan saling bertentangan dan
menantang.
4) Posisi
Posisi yang hendak dipertahankan oleh masing-masing orang atau kelompok
yang saling berhadapan.
Dalam penelitian ini, konflik akan difokuskan pada posisi yang dimiliki
seseorang dalam sebuah perusahaan dimana terjadi perlawanan antara posisi dengan
kemampuan.
2.3.1 Role Conflict
Role conflict menurut Glissmeyer et al dalam Ul-ain (2013) adalah: “the level
to which a person experiences pressures within one role that is incompatible with
pressures that take place within another role” atau dapat diartikan sebagai tingkat
dimana seseorang merasakan tekanan dalam satu peran yang tidak sesuai dengan
tekanan yang terjadi dalam peran lain.
Sementara Cooper et al., dalam Ul-ain (2013) mendefinisikan konflik peran
sebagai suatu cerminan tuntutan yang tidak sesuai pada seseorang (baik dalam peran
tunggal atau antara peran ganda) yang dapat mendorong reaksi emosional negatif
akibat ketidakmampuan dalam memaksimalkan efektifitas pada pekerjaan.
15
Selanjutnya menurut Gyes et al (2012), mendefinisikan role conflict sebagai
ketidakcocokan yang kontras antara peran yang dimiliki oleh seseorang.
Dari beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa role conflict
adalah sebuah cerminan dari adanya ketidakcocokan peran yang dimiliki oleh
seseorang dalam bekerja di sebuah perusahaan.
2.3.2 Indikator Role Conflict
Indikator role conflict dalam penelitian ini menggunakan indikator yang
diterapkan oleh Vanishree (2014) meliputi:
1. Keterbatasan sumber daya
Apabila sumber daya yang dapat dimanfaatkan oleh karyawan sangat
terbatas, hal tersebut cenderung mencerminkan adanya role conflict yang
dialami oleh seorang karyawan.
2. Ketidakcocokan peran
Seorang karyawan yang tidak memiliki kecocokan peran antara apa yang ia
kerjakan dengan kemampuan yang ia miliki mencerminkan terjadinya role
conflict yang terjadi dalam diri karyawan tersebut.
3. Penyelesaian pekerjaan dengan cara yang statis
Seorang karyawan tidak dapat menjalankan pekerjaan dengan cara dan
strategi sendiri sehingga karyawan akan merasa terpaksa dalam memproses
pekerjaan.
4. Tuntutan atas tugas dari banyak pihak
Tuntutan atas tugas dari banyak orang atau pihak mencerminkan adanya
konflik peran
5. Melawan kebijakan atau aturan
Seorang karyawan yang harus melanggar aturan atau kebijakan untuk
menyelesaikan pekerjaannya membuktikan adanya konflik yang terjadi dalam
diri saat ia bekerja.
2.4
Performance
Menurut Bangun (2012:231), “kinerja (performance) adalah hasil pekerjaan
yang dicapai seseorang berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan (job
requirements). Suatu pekerjaan mempunyai persyaratan tertentu untuk dapat
16
dilakukan dalam mencapai tujuan yang disebut juga sebagai standar pekerjaan (job
standard). Untuk menentukan kinerja pegawai baik atau tidak, tergantung pada hasil
perbandingannya dengan standar pekerjaan.” Standar kinerja adalah tingkat yang
diharapkan suatu pekerjaan tertentu untuk dapat diselesaikan, dan merupakan
pembanding (benchmarks) atas tujuan atau target yang ingin dicapai. Hasil pekerjaan
merupakan hasil yang diperoleh seorang pegawai dalam mengerjakan pekerjaan
sesuai persyaratan pekerjaan atau standar kerja. Seorang pegawai dikatakan berhasil
melaksanakan pekerjaannya atau memiliki kinerja yang baik, apabila hasil kerja yang
diperoleh labih tinggi dari standar kinerja.
Penilaian
kinerja
adalah
proses
yang
dilakukan
organisasi
untuk
mengevaluasi atau menilai keberhasilan pegawai dalam melaksanakan tugasnya.
Penilaian dapat dilakukan dengan membandingkan hasil kerja yang dicapai pegawai
dengan standar pekerjaan. Bila hasil kerja yang diperoleh sampai atau melebihi
standar pekerjaan dapat dikatakan kinerja seorang pegawai termasuk pada kategori
baik. Demikian sebaliknya, seorang pegawai yang hasil pekerjaannya tidak mencapai
standar pekerjaan termasuk pada kinerja yang tidak baik atau berkinerja rendah.
2.4.1 Manfaat Penilaian Performance
Menurut Bangun (2012:232), manfaat dilakukannya penilaian kinerja adalah
sebagai berikut:
1. Evaluasi antar individu dalam organisasi
Penilaian kinerja dapat bertujuan untuk menilai kinerja setiap individu dalam
organisasi. Tujuan ini dapat memberi manfaat dalam menentukan jumlah dan
jenis kompensasi yang merupakan hak bagi setiap individu dalam organisasi.
Kepentingan lain atas tujuan ini adalah sebagai dasar dalam memutuskan
pemindahan pekerjaan (job transferring) pada posisi yang tepat, promosi
pekerjaan, mutasi atau demosi sampai tindakan pemberhentian.
2. Pengembangan diri setiap individu dalam organisasi
Penilaian kinerja pada tujuan ini bermanfaat untuk pengembangan pegawai.
Setiap individu dalam organisasi dinilai kinerjany, bagi pegawai yang
memiliki kinerja rendah perlu dilakukan pengembangan baik melalui
pendidikan maupun pelatihan. Pegawai yang berkinerja rendah disebabkan
kurangnya pengetahuan atas pekerjaannya akan ditingkatkan pendidikannya,
17
sedangkan bagi pegawai yang kurang terampil dalam pekerjaanya akan diberi
pelatihan yang sesuai.
3. Pemeliharaan sistem
Berbagai sistem yang ada dalam organisasi, stiap subsistem yang ada saling
berkaitan anta satu subsistem dengan subsistem lainnya. Salah satu subsistem
yang tidak berfungsi dengan baik akan menganggu jalnnya subsistem yang
lain. Oleh karena itu, sistem dalam organisasi perlu dipelihara dengan baik.
Tujuan pemeliharaan sistem akan memberi beberapa manfaat antara lain,
pengembangan perusahaan dari individu, evaluasi pencapaian tujuan oleh
individu atau tim, perencanaan sumber daya manusia, penentuan dan
identifikasi kebutuhan pengembangan organisasi, dan audit atas sistem
sumber daya manusia.
4. Dokumentasi
Penilaian kinerja akan memberi manfaat sebagai dasar tindak lanjut dalam
posisi pekerjaan pegawai dimasa akan datang. Manfaat penilaian kinerja
disini berkaitan dengan keputusan-keputusan manajemen sumber daya
manusia, pemenuhan secara legal manajemen sumber daya manusia, dan
sebagai kriteria untuk pengujian validitas.
2.4.2 Pentingnya Menilai Performance
Menurut Dessler (2006:325), ada beberapa alasan untuk menilai kinerja
bawahan yaitu dijelaskan sebagai berikut:
1) Penilaian harus memainkan peran yang terintegrasi dalam proses manajemen
kinerja pengusaha. Jika manajer menerjemahkan tujuan strategis pengusaha
ke dalam tujuan spesifik, kemudian melatih para pegawai tetapi tidak
meninjau kembali kinerja pegawai secara berkala, hal itu hanya memberikan
sedikit manfaat.
2) Penilaian memungkinkan atasan dan bawahan menyusun sebuah rencana
untuk mengoreksi semua kekurangan yang ditemukan dalam penilaian dan
untuk menegaskan hal-hal yang telah dilakukan dengan benar oleh bawahan.
3) Penilaian harus melayani tujuan perencanaan karir dengan memberikan
kesempatan meninjau rencana karir pegawai dengan memperhatikan kekuatan
18
dan kelemahannya secara spesifik. Akhirnya, penilaian hampir selalu
berdampak pada keputusan peningkatan gaji dan promosi.
2.4.3 Mengukur Job Performance
Menurut Bangun (2012:233-234), untuk memudahkan penilaian kinerja
pegawai, standar pekerjaan harus dapat diukur dan dipahami secara jelas. Suatu
pekerjaan dapat diukur melalui jumlah, kualitas, ketepatan, waktu mengerjakannya,
kehadiran, dan kemampuan bekerja sama yang dituntut suatu oekerjaan tertentu.
Berikut penjelasannya:
1. Jumlah pekerjaan
Dimensi ini menunjukkan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau
kelompok sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan. Setiap
pekerjaan memiliki persyaratan yang berbeda sehingga menuntut pegawai
harus memenuhi persyaratan tersebut baik pengetahuan, keterampilan,
maupun kemampuan yang sesuai. Berdasarkan persyaratan pekerjaan tersebut
dapat
diketahui
jumlah
pegawai
yang
dibutuhkan
untuk
dapat
mengerjakannya, atau setiap pegawai dapat mengerjakan berapa unit
pekerjaan.
2. Kualitas pekerjaan
Setiap pegawai dalam perusahaan harus memenuhi persyaratan tertentu untuk
dapat menghasilkan pekerjaan sesuai kualitas yang dituntut suatu pekerjaan
tertentu. Setiap pekerjaan mempunyai standar kualitas tertentu yang harus
disesuaikan oleh pegawai untuk dapat mengerjakannya sesuai ketentuan.
Pegawai memiliki kinerja baik bila dapat menghasilkan pekerjaan sesuai
persyaratan kualitas yang dituntut pekerjaan tersebut.
3. Ketepatan waktu
Setiap pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda, untuk jenis pekerjaan
tertentu harus diselesaikan tepat waktu, akrena memilikin ketergantungan atas
pekerjaan lainnya. Jadi, bila pekerjaan pada suatu bagian tertentu tidak selesai
tepat waktu akan menghambat pekerjaan pada bagian lain, sehingga
mempengaruhi jumlah dan kualitas hasil pekerjaan. Demikian pula, suatu
pekerjaan harus diselesaikan tepat waktu karena batas waktu pesanan
pelanggan dan penggunaan hasil produksi. Pelanggan sudah melakukan
19
pemesanan produk sampai batas waktu tertentu. Untuk memenuhi tuntutan
tersebut, pihak perusahaan harus menghasilkannya tepat waktu. Suatu jenis
produk tertentu hanya dapat digunakan sampai batas waktu tertentu saja, ini
menuntut agar diselesaikan tepat waktu, karena akan berpengaruh atas
penggunaanya.
Pada
dimensi
ini,
pegawai
dituntut
untuk
dapat
menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.
4. Kehadiran
Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran pegawai dalam
mengerjakannya sesuai waktu yang ditentukan. Ada tipe pekerjaan yang
menuntut kehadiran pegawai selama delapan jam sehari untuk lima hari kerja
seminggu. Kinerja pegawai ditentukan oleh tingkat kehadiran pegawai dalam
mengerjakannya.
5. Kemampuan kerja sama
Idak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang pegawai saja. Untuk
jenis pekerjaan tertentu mungkin harus diselesaikan oleh dua orang pegawai
atau lebih, sehingga membutuhkan kerja sama antarpegawai sangat
dibutuhkan. Kinerja pegawai dapat dinilai dari kemampuannya bekerjasama
dengan rekan sekerja lainnya.
2.4.4 Dimensi Job Performance
Dimensi job performance akan diukur menggunakan 4 dimensi yang
diterapkan oleh Saleem et al (2012) meliputi:
1. Job Autonomy
Job autonomy merupakan dimensi pertama yang membentuk job performance
dan dapat dicerminkan dari peningkatan produktifitas serta sejauh mana
karyawan mampu menekan stres kerja mereka
2. Organizational Support
Organizational support dapat dilihat dari sejauh mana perusahaan
menganggap pegawai merupakan aspek yang penting dan tanggung jawab
kepada pegawai.
20
3. Training
Training dapat direfleksikan dari beberapa indikator meliputi peningkatan
keterikatan atau komitmen, peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta
peningkatan kehormatan atau drajat seorang karyawan.
4. Justice in the Organization
Keadilan dalam perusahaan dapat direfleksikan dari keadilan yang bersifat
distributif dalam bentuk perlakuan yang sama dalam bekerja dan prosedural
dalam bentuk keadilan yang sesuai dengan aturan perusahaan
2.5
Kerangka Pemikiran
WL1
JP1
WL2
Workload
JP2
WL3
JP3
WL4
JP4
Job
Performance
WL5
JP5
RC1
JP6
RC2
JP7
RC3
Role
Conflict
RC4
JP8
JP9
RC5
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Sumber: pengolahan data, 2014
21
2.6
Rancangan Uji Hipotesis
Sugiyono (2008:96) menyatakan hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah telah dinyatakan
dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang
diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan fakta-fakta
empiris. Selanjutnya hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Untuk tujuan 1
Ho: workload tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap role conflict
karyawan pada PT. Assaraya Multi Sarana
Ha: workload memiliki pengaruh yang signifikan terhadap role conflict karyawan
pada PT. Assaraya Multi Sarana
Untuk tujuan 2
Ho: role conflict tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap job performance
karyawan pada PT. Assaraya Multi Sarana
Ha: role conflict memiliki pengaruh yang signifikan terhadap job performance
karyawan pada PT. Assaraya Multi Sarana
Untuk tujuan 3
Ho: workload tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap workload karyawan
pada PT. Assaraya Multi Sarana.
Ha: workload memiliki pengaruh yang signifikan terhadap workload karyawan pada
PT. Assaraya Multi Sarana.
Untuk tujuan 4
Ho: workload tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap job performance
karyawan melalui role conflict selaku variabel intervening pada PT. Assaraya Multi
Sarana.
Ha: workload memiliki pengaruh yang signifikan terhadap job performance
karyawan melalui role conflict selaku variabel intervening pada PT. Assaraya Multi
Sarana.
22
Download