Analisis Semiotika Konsep Kepemimpinan dalam Budaya Jawa di

advertisement
KONSEP KEPEMIMPINAN DALAM BUDAYA JAWA DI COMIC STRIP
(Analisis Semiotika Konsep Kepemimpinan dalam Budaya Jawa di Comic
Strip Panji Koming di Harian Kompas Periode April-Mei 2013)
Bania Cahya Dewi
080904080
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Konsep Kepemimpinan dalam Budaya Jawa di Comic Strip
(analisis semiotika konsep kepemimpinan dalam Budaya Jawa di Comic Strip
Panji Koming di Harian Kompas periode April-Mei 2013). Tujuan penelitian ini
ialah untuk mengetahui mitos dan konsep kepemimpinan yang ada di dalaam
Budaya Jawa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
kualitatif dengan cara pandang melalui paradigma konstruktivis.Pisau analisis
yang digunakan ialah analisis semiotika Roland Bhartes yang mencoba
membongkar makna dari tanda-tanda. Subjek penelitiannya adalah comic strip
Panji Komingyang diambil dari Harian Kompas periode April-Mei 2013. Tujuh
buah comic strip telah diambil setelah dipilih sesuai tema penelitian.Hasil
penelitian ini menunjukkan berbagai ideologi yang ada pada konsep
kepemimpinan Jawa, yang berlandaskan falsafah kehidupan masyarakat Jawa,
yaitu mikro, makro dan meta kosmos. Konsep ini menghasilkan sistem gotong
royong, tenggang rasa, pantang menyerah, dan bertanggung jawab sebab dapat
fokus dalam penyelesaian masalah. Cara kepemimpinan ini memiliki sistem yang
seimbang dan menguntungkan bagi kedua belah pihak (pemimpin dan yang
dipimpin).
Kata kunci: Kepemimpinan, Jawa, Comic Strip, Semiotika
PENDAHULUAN
Konteks Masalah
Kebudayaan merupakan faktor yang sangat penting karena mengkaji
berbagai pola perilaku seseorang ataupun sekelompokorang (suku) yang
orientasinya berkisar tentang kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi
negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat dan norma kebiasaan yang
berjalan, dipikir, dikerjakan dan dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap
harinya, serta dicampurbaurkan dengan prestasi di bidang peradaban (Syafiie,
2003: 100). Menurut buku Budaya Jawa dan Masyarakat Modern, pandangan
orang Jawa tentang hakikat hidup sangat dipengaruhi oleh pengalamannya di
masa lalu dan konsep-konsep religius yang bernuansa mistis. Hakekat hidup ini
terlihat pada berbagai falsafah hidup yang menunjukkan sikap pasrah kepada
Yang Maha Kuasa. Dalam budaya Jawa, kosmos ialah kehidupan yang merupakan
suatu kesatuan di mana setiap gejala material dan spiritual yang mencerminkan
makna, melebihi apa yang nampak dalam inderawi. Makro, mikro dan
metakosmos merupakan perwakilan dari alam semesta, hubungan antar manusia
dan kekuatan tertinggi yang harus dijalankan dengan seimbang.
1
Masyarakat Jawa sejak dulu memiliki kesadaran kosmos di mana setiap
manusia tidak boleh melakukan sesuatu di luar batas perannya.Hal tersebut
menjadi falsafah hidup yang menjadi salah satu unsur sistem budaya yang tetap
dipertahankan dan diajarkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Beragam
cara digunakan untuk menyalurkan konsep tersebut kepada masyarakat. Komik
sebagai sarana hiburan pun menjadi media transfer pandangan, paham dan atau
ide oleh komunikator (komikus) kepada komunikannya (pembaca). Harian
Kompas menjadi salah satu media yang tetap mewadahi kritik melalui comic strip
hingga kini. Comic strip yang dialihbahasakan menjadi komik potongan ini ialah
kotak-kotak yang berisi gambar atau rangkaian gambar yang membentuk cerita.
Selama 33 tahun, Harian Kompas Edisi Minggu menampilkan comic stripPanji
Koming yang memaparkan fenomena di Indonesia. Situasi politik, sosial,
kebijakan pemerintah, atau hal-hal terbaru direfleksikan melalui dua tokoh
utamanya, Panji dan sahabatnya Pailul yang hidup pada abad 15 di Kerajaan
Majapahit.
Fokus Masalah
1. Bagaimana makna denotasi dan konotasi yang ada pada comic stripPanji
Koming?
2. Bagaimana mitos kepemimpinan Budaya Jawa yang ditampilkan olehcomic
stripPanji Koming?
Tujuan Penelitian
1. Peneliti ingin mengetahui sistem signifikasi makna pada comic strip menurut
Roland Barthes.
2. Peneliti ingin mengetahui mitos dalam konsep kepemimpinan BudayaJawa.
Manfaat Penelitian
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber penelitian
dan bahan bacaan bagi mahasiswa yang tertarik pada analisis semiotika
terhadap komik.
2. Secara teoritis, peneliti berharap penelitian ini dapat menjadi media penulis
untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh, sekaligus memperluas wawasan
penulis.
3. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang
berkaitan dengan tema penelitian ini.
KAJIAN PUSTAKA
Komunikasi Massa
Mulyana (2005: 75) memaparkan, komunikasi massa adalah komunikasi
yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau
elektronik (radio, televisi), yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang
dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di
banyak tempat, anonim dan heterogen. Intinya, proses komunikasi yang terjadi
dapat membawa pesan yang banyak yang ditujukan pada khalayak luas. Dari hal
tersebut, dapat disarikan unsur-unsur penting dari komunikasi massa ialah
2
komunikator, pesan (untuk massa), media massa, gatekeeper, khalayak dan
umpan balik.
Semiotika
Analisis semiotika berusaha menggali bagaimana bahasa dan komunikasi
memiliki makna berdasarkan asumsi-asumsi seseorang dalam pemaknaan pesanpesan. Alex Sobur dalam bukunya menyebutkan bahwa semiotika dalam
pandangannya adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda
(Sobur, 2004:15).
Semiotika Roland Barthes
Semiologi, sesuai istilah Barthes, pada dasarnya hendak mempelajari
bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to
signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan
(to communicate). S/Z (1970) adalah buku yang berisikan salah satu contoh cara
kerja Barthes. Di sini ia menganalisis sebuah novel berjudul Sarraisine dengan
meninjau lima kode sebagai sistem makna yang ketiga yang lengkap sebagai
acuan dari setiap tanda. Kelima kode tersebut adalah kode hermeneutik, kode
semik, kode simbolik, kode proaretik dan kode gnomik.
Komunikasi Visual
Komunikasi visual merupakan sebuah rangkaian proses penyampaian
kehendak atau maksud tertentu kepada pihak lain dengan menggunakan media
penggambaran yang hanya terbaca oleh indra penglihatan. Mengutip dari situs
Wikipedia (id.wikipedia.org), komunikasi visual adalah kombinasi seni, lambang,
tipografi, gambar, desain grafis, ilustrasi dan warna dalam penyampaiannya.
Tanda Verbal Dan Non Verbal
Ada dua tanda yang dihasilkan oleh manusia dalam berkomunikasi, ialah
tanda verbal dan nonverbal. Tanda yang bersifat verbal adalah tanda yang
digunakan sebagai alat komunikasi yang dihasilkan oleh alat bicara, dalam hal ini
berbentuk tulisan. Tanda-tanda nonverbal ialah tanda-tanda yang dihasilkan
komunikasi nonverbal. Menurut Jurgen Rush dan Weldon Kees, dunia nonverbal
terbagi menjadi tiga, yaitu; bahasa isyarat, bahasa gerak, dan bahasa objek.
Kartun-Karikatur-Komik
Kartun dan karikatur ibarat binatang dan gajah. Kartun adalah binatang,
sedangkan karikatur adalah gajah (Sobur, 2004: 139). Sobur (2004) juga
memaparkan bahwa kartun memiliki banyak bentuk, gag cartoon atau kartun
murni, kartun animasi, strip carton, kartun opini, dan lain-lain. Karikatur yang
berasal dari kata caricare ialah foto atau potret seseorang yang digambar
berlebihan, misal hidung, mata, kepala, telinga dan anggota tubuh lain dibuat
lebih besar dari bagian yang lain. Sedangkan pengertian komik secara umum
menurut Setiawan (2002: 22) adalah cerita bergambar dalam majalah, surat kabar,
atau berbentuk buku, yang pada umumnya mudah dicerna dan lucu.
3
Comic Strip
Penggunaan kata comic strip dalam bahasa aslinya memang jarang
digunakan di literatur lain. Kebanyakan, comic strip langsung dialihbahasakan ke
komik strip yang mana strip pada Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris tidak
bermakna sama. Comic strip atau ‘komik potongan’ (jika ingin diartikan seperti
itu) terdiri dari panel-panel yang berisi gambar-gambar berkesinambungan yang
saling berkomunikasi melalui balon kata. Berger (dalam Setiawan, 2002: 28)
mendefinisikan ciri-ciri comic strip: (1) Mempunyai karakter tetap, (2)
Bingkai/frame menunjukkan tahapan atau aksi, (3) Terdapat dialog dalam balon
kata.
Budaya Jawa
Budaya atau kebudayaan berasal dari Bahasa Sansekerta, buddhayah yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) yang diartikan sebagai halhal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya adalah suatu cara hidup
yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi (Tubbs, 2005: 15).
Salah satu unsur sistem budaya yang tetap dipertahankan dalam
masyarakat Jawa adalah falsafah (filsafat) hidup.Filsafat ini merupakan suatu
pengetahuan yang memikirkan segala hal secara mendalam, penuh kesungguhan,
serta radikal; hingga segala hal yang diselidiki atau dipikirkan mencapai pada
esensi atau hakikatnya (Achmad, 2013: 22). Dengan demikian, filsafat atau
falsafah Jawa ini bermakna pencarian atas hakikat dari budaya Jawa itu sendiri.
Kepemimpinan dalam Budaya Jawa
Syafii (2013) memaparkan bahwa kepemimpinan dalam Budaya Jawa
tidak hanya terjadi pada orang Jawa dan di Pulau Jawa, namun berlaku bagi setiap
organisasi yang menerapkan prinsip ke-Jawa-an tersebut. Terdapat delapan sifat
dasar kepemimpinan yang dinamakan Hasta Brata yang menjadi acuan yaitu, sifat
matahari, bulan, bintang, angin, api, mendung, samudera dan bumi.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan cara pandang melalui paradigma
konstruktivis. Penelitian kualitatif berangkat dari ilmu-ilmu perilaku dan ilmuilmu sosial yang beresensi sebagai metode pemahaman atas keunikan, dinamika
dan hakikat holistik dari kehadiran manusia dan interaksinya dengan lingkungan
(Ardianto, 2010: 59).
Objek Penelitian
Objek penelitian ialah sifat keadaan (attributes) dari sesuatu benda, orang,
atau keadaan, yang menjadi pusat perhatian atau sasaran penelitian. Sasaran
penelitian tidak tergantung pada judul dan topik penelitian, tetapi secara kongkret
tergambarkan dalam fokus permasalahan dalam penelitian (Bungin, 2007: 76).
Konsep kepemimpinan menjadi objek penelitian ini. Konsep kepemimpinan yang
4
dimaksud ialah segala sesuatu yang berhubungan dengan kepemimpinan, baik
pemimpin, yang dipimpin dan jalannya kepemimpinan tersebut.
Subjek Penelitian
Sampel pada riset kualitatif disebut subjek penelitian atau informan, yaitu
orang-orang yang dipilih untuk diwawancarai atau diobservasi sesuai tujuan riset.
Disebut subjek riset bukan objek karena informan dianggap aktif mengkonstruksi
realitas, bukan sekadar objek yang hanya mengisi kuesioner (Kriyantono, 2006:
161). Dalam penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah comic
stripPanji Koming.
Panji Koming
Comic strip Panji Koming terbit setiap Minggu di Harian Kompas. Ceritacerita dalam Panji Koming dibuat sesuai dengan keadaan teranyar yang terjadi di
Negara Indonesia. Situasi politik, sosial, kebijakan pemerintah, atau hal-hal
terbaru direfleksikan melalui dua tokoh utamanya, Panji dan sahabatnya Pailul
yang hidup pada abad 15 di Kerajaan Majapahit. Seperti pembuatan akun SBY di
media sosial Twitter pada April 2013 diejawantahkan Dwi Koen pada komiknya
sebagai Adipati yang baru memelihara burung dalam sangkar (edisi 14 April
2013).
Kerangka Analisis
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode analisis semiotika
Roland Barthes. Kumpulan comic strip yang telah dipilih sesuai tema menjadi
subjek penelitian, dan akan dianalisis melalui metode signifikasi dua tahap. Dari
peta di bawah, Barthes memperkenalkan penanda (1) dan petanda (2) yang
gabungan keduanya menghasilkan tanda denotatif (3) pada tingkatan pertama.
Pada tingkatan kedua, tanda denotatif (3) menjadi penanda konotatif (4) dan
petanda konotatif (5) yang menghasilkan tanda konotatif (6). Tanda konotatif (6)
terakhir inilah yang disebut sebagai mitos.
Teknik Pengumpulan Data
1. Studi dokumentasi, yaitu mengumpulkan data dari Harian Kompas edisi
Minggu selama bulam April-Mei 2013 yang mengangkat tema seputar
kepemimpinan.
2. Studi kepustakaan, ialah dengan mengumpulkan dan mempelajari literaturdan
sumber bacaan yang relevan dengan topik penelitian.
Teknik Analisis Data
Kumpulan comic strip Panji Koming yang telah dipilih sesuai tema
penelitian akan dianalisis dengan semiotika yang dikembangkan oleh Roland
Barthes. Total 8 buah comic strip yang dikumpulkan, dan diambil 7 edisi yang
dianggap sesuai dengan tema penelitian. Dalam membedah objek penelitian ini,
ada dua pisau utama yang akan digunakan; yaitu tanda denotasi dan konotasi,
serta lima kode pembacaan sistem makna.
5
Tanda denotasi akan dikumpulkan melalui tanda verbal dan nonverbal
yang ada dalam comic strip ini. Sebagai contoh; balon kata, rupa para tokoh,
pakaian yang digunakan, ekspresi dan unsur lain seperti teknik pengambilan
gambar, sudut pandang, background yang digunakan dan lain-lain. Setelah itu,
tanda-tanda tersebut akan dimaknai melalui sistem lima kode Bhartes: kode
hermeneutik, kode semik, kode simbolik, kode proaretik dan kode gnomik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mula-mula, peneliti akan menganalisis setiap tokoh yang rutin muncul
dalam komik Panji Koming melalui fisiognomi. Fisiognomi adalah ilmu
pembacaan atau penafsiran wajah untuk mengenal karakter seseorang. Selain itu,
pembacaan pada bahasa tubuh dan jenis pakaian yang digunakan berdasar budaya
Suku Jawa pada masa Kerajaan Majapahit.
Selanjutnya, peneliti mendeskripsikan macam leksia (tanda-tanda
denotasi) yang ada pada setiap bingkai dalam setiap comic strip. Kemudian, dari
setiap tanda denotasi itu dibaca kembali melalui lima kode sistem pembacaan
makna Bhartes. Kode-kode tersebut adalah; hermeneutik, proairetik, simbolik,
kultural dan semik.
Pembahasan
Peneliti telah mengumpulkan comic strip (selanjutnya disebut komik) yang
akan dianalisis dan telah dianalisis dengan lima kode sistem tanda makna seperti
yang diuraikan di bagian sebelumnya. Penerapan ilmu semiotika pada komik
merupakan proses yang cukup rumit untuk mengekstraksi makna-makna yang
terkandung dalam komik tersebut. Komik merupakan gabungan seni visual dan
sastra. Seni visual memiliki tanda-tanda tersirat dan berkomunikasi dengan
pembaca secara non verbal. Sedangkan sastra yang diwujudkan melalui
percakapan antar tokoh memiliki unsur komunikasi verbal yang mengandung
mitos. Mitos bukanlah cerita yang bersifat takhayul, namun suatu bentuk artifisial
yang berdasar kesepakatan bersama suatu anggota masyarakat.
Hadirnya komik ini di Harian Kompas Minggu menunjukkan semangat
redaksi Kompas untuk selalu menyampaikan pandangan mereka atas setiap
fenomena yang terjadi di Indonesia. Agar pembaca tidak bosan dengan konten
yang berat, maka opini redaksi dibuat dalam bentuk komik yang identik dengan
isi yang lucu dan santai.
Komik Panji Koming dipersiapkan dengan apik, setiap tokoh memiliki
karakter dan watak masing-masing. Bahkan dari judul ‘Panji Koming’, kita dapat
menarik bentuk opini yang dihadirkan oleh komik ini. Panji yang bermakna segala
sesuatu yang berhubungan dengan kebajikan dan Koming yang berarti ‘jungkir
balik’ disatukan menjadi sebuah opini yang jujur dan tulus disampaikan dengan
cara yang tidak biasa.
Setiap komik yang diterbitkan, membawa pesan sekaligus sindiran atas
kondisi teranyar dari Negara Indonesia. Para tokoh dalam komik ini mewakili
setiap kelompok yang ada di Indonesia. Pemimpin, pegawai pemerintahan,
prajurit, masyarakat kecil, anak sekolah dan sebagainya. Lengkapnya pelaku
kepemimpinan (pemimpin dan masyarakat) menjadikan komik ini menghibur dan
6
menyindir di saat yang bersamaan. Beragam masalah yang menimpa Indonesia
mampu dibawa ke masa lalu oleh komikus untuk ditimpakan kepada Koming dan
Pailul yang menyelesaikannya dengan bijak/
Dalam buku Leadership, Ilmu dan Seni Kepemimpinan, Arifin (2012)
menjabarkan berbagai jenis tipe kepemimpinan. Setiap pemimpin merupakan
penganut sebuah tipe kepemimpinan. Namun kepemimpinan ideal menurutnya
ialah kepemimpinan yang menganut berbagai tipe kepemimpinan secara
seimbang. Di Indonesia sendiri, hal ini sudah berlaku, meski belum seimbang. Hal
tersebut juga ditampikan pada beberapa edisi komik Panji Koming.
Cerita pertama menyinggung banyaknya whistle blower yang mengungkap
kebusukan pemangku jabatan di Indonesia, yang melenggang kangkung sambil
membawa hasil ‘curiannya’. Dilanjutkan sikap tidak acuh SBY atas seluruh
permasalahan yang terjadi di negeri yang berupa bencana alam, wabah penyakit,
kemiskinan, kelaparan dan perkelahian antar kelompok yang merugikan banyak
orang. Sikap cuek tersebut disebabkan hadirnya akun Twitter miliknya yang ia
anggap dapat menyelesaikan permasalahan yang menimpa bangsa.
Setelah itu, ada analogi Menteri Pendidikan yang berjalan mundur seperti
undur-undur atas keputusannya mengenai ujian nasional bagi siswa dan
merugikan masyarakat. Cerita berikutnya ialah kebiasaan SBY berpidato yang
tidak dianggap oleh rakyat yang ia pimpin. Ketika mendekati musim pencalonan
diri sebagai presiden, Panji Koming bercerita tentang calon-calon pemimpin
negeri yang dianggap terburu-buru menunjukkan diri pada masyarakat. Juga
buruknya sifat mereka yang bisa dicermati dari tampilannya saja. Cerita terakhir
mengangkat tema keseimbangan antara baik dan buruk dalam kehidupan
sekaligus mengkritik kinerja pengacara yang menghalalkan segala cara untuk
memenangkan kasus yang ditangani.
Tema utama dari cerita-cerita Panji Koming ialah mengenai jalannya
kepemimpinan di Indonesia. Kepemimpinan ialah perihal memimpin dan cara
memimpin. Kebijakan yang dikeluarkan dan cara masyarakat menanggapi adalah
suatu bentuk kepemimpinan. Penganut konsep kepemimpinan Budaya Jawa dapat
berupa orang-orang yang lahir dan atau tinggal di Pulau Jawa, atau orang-orang
yang menggunakan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Konsep kepemimpinan Jawa berkisar pada mikro, makro dan meta
kosmos. Secara sederhana berarti menyeimbangkan hubungan dengan sesama
manusia, alam dan Sang Pencipta. Caranya ialah dengan mengerjakan hal-hal
baik, tidak menyakiti sesama, memikirkan kepentingan kelompok/ orang banyak,
tenggang rasa dan gotong royong.
Menurut peneliti, para pemimpin dengan skop besar ataupun kecil belum
mampu mengimitasi konsep kepemimpinan Jawa yang baik. Sebaliknya,
masyarakat kecil/ rakyat miskin lebih mumpuni dalam hal tersebut. Konsep
tersebut ditampilkan dalam bentuk kata-kata yang disampaikan oleh kedua tokoh
utama dan oleh Empu Randubantal (Mbah) yang dianggap pandai dan bijak.
Orang Jawa dianggap sebagai pemimpin yang baik sebab menganut
patriarki, yang membuka kesempatan sebesar-besarnya kepada pria untuk menjadi
pemimpin. Pria dinilai capable dalam mengatasi permasalahan sebab dapat fokus
pada masalah, bertanggung jawab, pantang menyerah, dan tidak memiliki
7
kewajiban mengurus keluarga (merupakan tanggung jawab perempuan). Cara
kepemimpinan ini baik diadaptasi oleh masyarakat Indonesia karena memiliki
sistem yang seimbang dan menguntungkan masyarakat, khususnya masyarakat
kecil yang banyak menanggung penderitaan selama ini.
Pola pikir seperti ini tentu dipengaruhi oleh daerah kelahiran dan tempat
tinggal komikus, Dwi Koen. Lingkungan kerja dan harian tempatnya berkarya
merupakan harian milik orang Jawa yang kini masih sangat berpengaruh pada
masyarakat Indonesia. Asal usul Dwi Koen yang masih keturunan kerajaan Jawa
pun memberi dampak kentalnya Budaya Jawa dalam komiknya. Patut
disayangkan, penggunaan istilah yang mudah dimengerti oleh suku Jawa dipakai
dalam percakapan sehari-hari yang dibaca tidak hanya oleh orang Jawa. Sebagai
contoh, terdapat kata ingsun, rahayat, pokrol dan sebagainya. Kata-kata tersebut
tidak dapat ditemukan di kamus Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa, sebab ada
juga kata-kata yang diserap dari bahasa lain yang dijadikan bahasa pergaulan.
Simpulan
Simpulan yang dapat peneliti tarik adalah sebagai berikut:
1.
Patriarki adalah sistem yang dianut oleh masyarakat Jawa. Hal tersebut
ditampilkan secara gamblang melalui kedua tokoh utama komik ini serta
pemeran pendukung lainnya yang mayoritas berkelamin pria. Sosok
perempuan ditampilkan dua kali, dengan mitos negatif. Selain itu, hanya
ditampilkan untuk menunjukkan keragaman masyarakat.
2.
Sistem lainnya ialah feodalisme. Feodalisme ialah sebuah sistem sosial
politik yang memberikan kekuasaan besar kepada golongan bangsawan.
Seperti sebutan gelar sebagai nama panggilan, rasa hormat berlebih dari
masyarakat, kemampuan untuk mengikuti seleksi calon pemimpin, dan
sebagainya.
3.
Dalam meneruskan tampuk kepemimpinan, masyarakat Jawa mengusung
teori genetik, yang mana pemimpin merupakan seorang keturunan dari raja.
Sedangkan tipe kepemimpinan yang digunakan ialah campuran antara tipe
otokratis, paternatis, demokratis dan Laissez Faire.
4.
Kepemimpinan Jawa sebenarnya memiliki konsep-konsep yang baik dan
menguntungkan bagi kedua belah pihak (masyarakat dan pemimpin) jika
dijalankan sesuai prinsip keseimbangan makro, mikro dan meta kosmos.
Konsep ini ditampilkan secara berulang-ulang dengan menampilkan contoh
buruk dari para pejabat negeri. Secara halus, komikus menyisipkan pesan
ke benak masyarakat bahwa kepemimpinan Jawa (beserta orang Jawa)
pantas menjadi pemimpin rakyat Indonesia.
Saran
1.
Berdasar simpulan di atas, peneliti mengajukan saran sebagai berikut:
Secara akademis, peneliti menyarankan tambahan literatur mengenai tema
penelitian ini seperti; semiotika, komik dan kepemimpinan mengenai
budaya-budaya yang ada di Indonesia. Tambahan literatur berguna untuk
menambah wawasan mahasiswa dan memudahkan penelitian serupa ke
depannya. Khususnya kepadaPerpustakaan FISIP USU, peneliti
8
2.
mengharapkan kemudahan akses mencari buku-buku yang diperlukan.
Kemajuan fasilitas tentu akan memudahkan munculnya beragam penelitian
dengan referensi yang kaya.
Secara praktis, khalayak perlu skeptis dalam menerima berbagai informasi
dari media massa. Berdasar paham konstruktif, komunikator dalam
usahanya menyampaikan pesan memiliki tujuan tertentu. Setiap individu
membentuk makna masing-masing sesuai pengalaman dan pengetahuannya
mengenai suatu hal. Sehingga masyarakat tidak boleh menerima segala
bentuk informasi secara mentah-mentah. Sifat skeptis ini akan
mencerdaskan masyarakat, sehingga mampu membuat opini pribadi dalam
mengahadapi masalah sosial-politik.
DAFTAR REFERENSI
Buku
Achmad, Sri Wintala. 2013. Falsafah Kepemimpinan JawaSoeharto, Sri Sultan
HB IX & Jokowi. Jakarta: Araska.
Ardianto, Elvinaro dan Q-Anees, Bambang. 2010. Metode Penelitian untuk Public
Relations Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Arifin, Syamsul. 2012. Leadership, Ilmu dan Seni Kepemimpinan. Jakarta:
Penerbit Mitra Wacana Media.
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.
Kriyantono. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Prenada Media
Group.
Mulyana, Deddy. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Setiawan, Muhammad Nashir. 2002. Menakar Panji Koming. Tafsiran Komik
Karya Dwi Koendoro pada Masa Reformasi 1998. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.
Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset.
Syafiie, Inu Kencana. 2003. Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Bandung:
PT Refika Aditama.
Tubbs, Stewart L. dan Moss, Sylivia. 2005. Human Communication Kontekskonteks Komunikasi. (Deddy Mulyana &Gembirasari. Penerjemah).
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Situs Web
www.kbbi.web.id (terakhir diakses pada Senin, 16 Desember 2013 pukul 16.00
Wib)
www.id.wikipedia.org (diakses pada Kamis, 22 Agustus 2013 pukul 10.00 Wib)
www.kompas.com (diakses pada Kamis, 22 Agustus 2013 pukul 10.00 Wib)
www.kamus.ugm.ac.id/jowo.php (diakses pada Sabtu, 4 Januari 2014 pukul 10.00
Wib)
9
Download