BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Armstrong dalam Kaswan (2012) manajemen sumber daya manusia adalah suatu pendekatan terhadap manajemen manusia yang berdasarkan empat prinsip dasar. Pertama, sumber daya manusia adalah harta paling penting yang dimiliki oleh suatu organisasi, sedangkan manajemen yang efektif adalah kunci bagi keberhasilan organisasi tersebut. Kedua, keberhasilan ini sangat mungkin dicapai jika peraturan atau kebijaksanaan dan prosedur yang bertalian dengan manusia dari perusahaan tersebut saling berhubungan, dan memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan perusahaan dan perencanaan strategis. Ketiga, kultur dan nilai perusahaan, suasana organisasi dan perilaku manajerial yang berasal dari kultur tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil pencapaian yang terbaik. Serta yang terakhir adalah manajemen sumber daya manusia berhubungan dengan integrasi yakni semua anggota organisasi anggota tersebut terlibat dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Manajemen sumber daya manusia merupakan program, aktivitas untuk mendapatkan sumber daya manusia, mengembangkan, memelihara, dan mendayagunakannya, untuk mendukung organisasi untuk mencapai tujuan (Hariandja, 2009). Pendapat lain, Huat dan Torrington dalam kaswan (2012) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah “ part of management that deals with people working in an organization. It takes of the well-being of these people so that they can work effectifely as a group and contribute to the success of the organization.” Menurut defenisi diatas, ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi: pertama, MSDM merupakan bagian dari manajemen. Kedua, MSDM menangani orang, karyawan, pekerja atau staf yang bekerja dalam suatu organisasi. Ketiga, MSDM menaruh perhatian kesejahteraan orang yang ada didalam organisasi. Keempat, karyawan, pekerja, atau staf yang sejahtera diharapkan bekerja secara efektif sebagai salah satu kelompok/tim dan berkontribusi terhadap kesuksesan organisasi. Dari beberapa definisi dari manajemen sumber daya manusia Kaswan (2012) menarik kesimpulan : 1. MSDM merupakan bagian dari manajemen yang meliputi antara lain perencanaan, perorganisasian, pengarahan dan lai-lain. 2. MSDM menangani SDM, yaitu orang yang siap, bersedia dan mampu memberi kontribusiterhadap tujuan stakeholders. 3. MSDM memperhatikan kesejahteraan manusia dalam organisasi agar dapat bekerja sama secara efektif dan berkontribusi terhadap kesuksesan organisasi. 4. MSDM merupakan sistem yang mempunyai beberapa fungsi, kebijakan, aktifitas atau praktik diantaranya recruitment, selection, development, compensation, retention, evaluation, promotion. B. Pengertian SDM Sonny Sumarsono (2003) menyatakan bahwa Sumber Daya Manusia atau human recources mengandung dua pengertian. Pertama, adalah usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam hal lain SDM mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Pengertian kedua, SDM menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai kegiatan ekonomis, yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan atau masyarakat. Menurut Mathis dan Jackson (2006) SDM adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan organisasi. Demikian pula menurut The Chartered Institute of Personnel and Development (CIPD) dalam Mullins (2005). Sumber daya manusia dinyatakan sebagai strategi perancangan, pelaksanaan dan pemeliharaan untuk mengelola manusia untuk kinerja usaha yang optimal termasuk kebijakan pengembangan dan proses untuk mendukung strategi. Sumber Daya Manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu. Pelaku dan sifatnya dilakukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya (Hasibuan ,2003). SDM terdiri dari daya fikir dan daya fisik setiap manusia. Tegasnya kemampuan setiap manusia ditentukan oleh daya fikir dan daya fisiknya.SDM atau manusia menjadi unsur utama dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Peralatan yang handal atau canggih tanpa peran aktif SDM, tidak berarti apa-apa. Daya pikir adalah kecerdasan yang dibawa sejak lahir (modal dasar) sedangkan kecakapan diperoleh dari usaha (belajar dan pelatihan). Kecerdasan tolok ukurnya Intelegence Quotient (IQ) dan Emotion Quality (EQ). C. Teori Motivasi Motivasi merupakan salah satu aspek yang penting dalam menentukan perilaku seseorang, termasuk perilaku kerja (Efendi, 2002). Untuk dapat memotivasi seseorang diperlukan pemahaman tentang bagaimana proses terbentuknya motivasi. Ada beberapa teori motivasi diantaranya : 1. Teori motivasi kebutuhan Maslow Abraham A. Maslow menyatakan bahwa manusia dimotivasi untuk memuaskan sejumlah kebutuhan yang melekat pada diri setiap manusia yang cenderug bersifat bawaan. Kebutuhan ini terdiri dari lima jenis dan terbentuk dalam suatu hierarki dalam pemenuhan, dalam arti manusia pada dasarnya pertama sekali akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat pertama, kemudian kebutuhan tingkat kedua dan seterusnya, dan pemenuhan semua kebutuhan inilah yang menimbulkan motivai seseorang. Suatu kebutuhan yang sudah terpenuhi tidak menjadi unsur pemotivasi lagi. Adapun kebutuhan kebutuhan itu adalah: a. Kebutuhan fisik (physiological needs); b. Kebutuhan rasa aman (safety needs); c. Kebutuhan social (social needs); d. Kebutuhan pengakuan (esteem needs), dan e. Kebutuhan aktualisasi diri (self- actualization needs). 2. Teori X dan Y Teori ini menyatakan bahwa manusia pada dasarnya terdiri dari dua jenis. Pencetusnya, McGregor, menyatakan bahwa ada dua jenis manusia X dan jenis manusia Y yang masing-masing memiliki karakteristik tertentu. Jenis manusia X adalah manusia yang selalu ingin menghindari bilamana mungkin, sementara jenis manusia Y menunjukkan sifat yang senang bekerja yang diibaratkan bahwa bekerja baginya seperti bermain.Kemudian jenis manusia tipe X jika punya inisiatif dan senang diarahkan, sedangkan jenis manusia Y adalah sebaliknya. Dikaitkan dengan kebutuhan, dikatakan bahwa manusia X bilamana mengacu pada heirarki kebutuhan dari Maslow, memiliki kebutuhan tingkat rendah, sedangkan tipe Y memiliki kebutuhan tingkat tinggi. Mengakaji apa yang menentukan motivasi seseorang menurut teori ini berarti termasuk juga kebutuhan yang bersifat internal. 3. Teori Kebutuhan (NeedsTtheory) Teori ini dikemukan oleh David McClelland, yang mengatakan bahwa ada tiga kebutuhan manusia, yaitu: a. Kebutuhan berprestasi (need for achievement), yaitu keinginan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dibandingkan sebelumnya. b. Kebutuhan untuk berkuasa (need for power), yaitu kebutuhan untuk lebih kuat, lebih berpngaruh terhadap orang lain. c. Kebutuhan alifiasi (need for affiliation), yaitu kebutuhan untuk disukai, mengembangkan, atau memelihara persahabatan dengan orang lain. 4. ERG Theory Teori ini dikemukankan oleh Clayton Alderfer, yang sebetulnya tidak terlalu jauh berbeda dengan teori Abraham Maslow, yang mengatakan bahwa teori ini merupakan revisi dari teori tersebut. Teori ini mengatakan bahwa ada tiga kelompok golongan manusia, yaitu: a. existence, b. relatedness, dan c. growth Existence berhubungan dengan kebutuhan untuk mempertahankan keberadaan seseorang dalam hidpnya. Dikaitkan dengan penggolongan dari Maslow, ini berkaitan denagn kebutuhan fisik dan kemampuan. Relatedness berhubungan dengan kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain. Dikaitkan dengan penggolongan kebutuhan dari Maslow, ini meliputi kebutuhan social dan pengakuan. Growth berhubungan dengan kebutuhan pengembangan diri, yang identik dengan kebutuhan self-actualization yang dikemukakan oleh Maslow. Menurut teori ini, bila seseorang mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhan tingkat yang lebih tinggi, orang tersebut akan kembalipada kebutuhan tingkat yang lebih rendah sebagai kompensasinya, yang disebut frustration-regressation dimension. 5. Teori Dua Faktor Frederick Herzberg Teori ini disebut juga motivation-hygiene theory dan dikemukankan oleh Frederick Herzberg. Teori ini mengatakan bahwa suatu pekerjaan selalu berhubungan dengan dua aspek, yaitu pekerjaan itu sendiri seperti mengajar, merakit sebuah barang, mengkordinasi suatu kegiatan, menunggu langganan, membersihkan ruangan-ruangan, dan lain-lain yang disebut job content, dan aspek-aspek yang berkaitan dengan pekerjaan seperti gaji, kebijaksanaan organisasi, supervisi,dan rekan sekerja, dan lingkungan kerja yang disebut job context.dalam hubungan dengan kedua aspek ini, berdasarkan teori tersebut senantiasa ada dua situasi yang dirasakan seseorang, yaitu: a. ketika berhubungan dengan pekerjaan (job content), seseorang dapat merasakan: kepuasan kerja atau tidak ada kepuasan kerja (job satisfaction atau no job satisfaction). b. ketika berhubungan dengan lingkiungan kerja, gaji, dan supervise (job context), seseorng dapat merasaka: ketidakpuasan lerja atau tidak ada ketidakpuasan kerja (job dissatisfaction atau no job dissatisfaction). 6. Teori Keadilan Adams Stacey Adams (1963 dalam robbins hal. 225-229) mengatakan bahwa karyawan akan membandingkan diri mereka dengan kawannya, tetangganya, rekan sekerjanya, rekan organisasi lain atau pekerjaan masa lalu. Karyawan akan termotivasi bila setelah membandingkan, melahirkan persepsi keadilan, rasa adil tersebut akan dimoderatori oleh factor-faktor jenis kelamin, masa kerja, level dalam organisasi, tingkat pendidikan atau profesionalitas. 7. Teory Goal Setting Locke Edwin A. Locke (1969, 1980 dalam robbins hal. 221-224) mengatakan bahwa tujuan sulit bila diterima dengan baik akan menghasilkan kinerja yang lebih tinggi, dan bahwa umpan balik akan mengantarkan pada capaian kinerja yang tinggi. Memang (tujuan sulit) untuk diterima dengan baik oleh bawahan tidaklah mudah, tetapi bila sekali diterima dengan baik, maka bawahan akantermotivasi untuk mengeluarkan segala daya dan upaya untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi. Demikian pula umpan balik membantu mengidentifikasi penyimpanan apa yang terjadi dengan apa yang seharusnya, sehingga umpan balik bertindak untuk memandu perilaku menuju sukses. Robbins (2003:223) mengatakan bahwa selain umpan balik, terdapat tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan motivasi dengan teori penetapan tujuan locke yaitu: komitmen tujuan, keyakinan individu bahwa ia mamou melakukannya (self-efficacy) dan budaya nasional D. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan salah satu elemen yang cukup penting dalam organisasi. Hal ini disebabkan kepuasan kerja dapat mempengaruhi perilaku kerja dapat mempengaruhi kerja seperti malas, rajin, produktif, dan lain-lain, atau mempunyai hubungan dengan beberapa jenis perilaku yang sangat penting dalam organisasi. Locke menberikan definisi komprehentif dari kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau sikap kognitif, afektif, dan evaluative dan menyatkan bahwa kepuasan kerja adalah “keadaan emosi yang senang dan emosi yang positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting (Luthans, 2006) terdapat tiga dimensi yang diterina secara umum dalam kepuasan kerja. Pertama, kepuasan kerja merupakan respons emosional terhadap situasi kerja. Kedua, kepuasan kerja sering ditentukan menurut seberapa baik hasil yang dicapai memenuhi atau melampaui harapan. Ketiga, kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang berhubungan. Noe dkk (2006 hlm. 436) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai “Perasaan senang yang dihasilkan dari persepsi bahwa pekerjaannya memenuhi atau memungkinkan pemenuhan nilai-nilai penting pekerjaannya”. Definisi ini merefleksikan tiga aspek penting pekerjaan. Pertama, kepuasan merupakan fungsi nilai. Kedua, definisi ini menekankan bahwa karyawan yang berbeda memiliki pandangan tentang nilai mana yang penting, dan ini amat penting dalam menentukan sifat dan derajat kepuasan kerja. Ketiga dala persepsi. Persepsi individu mungkin tidak sepenuhnya merupakan refleksi sepenuhnya dari realita, dan orang yang berbeda mngkin memandang situasi yang sama dengan cara yang berbeda. Tujuan kepuasan kerja menyatakan bahwa moral pekerjaan, dan kepuasan kerja secara keseluruhan saat ini dipandang sangat penting oleh besar organisasi/perusahaan.Pekerja yang puas merupakan pra-kondisi bagi meningkatnya produktifitas, daya tanggap, mutu, dan layanan pelanggan. Teori kepuasan kerja mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya daripada beberapa lainnya. Diantara teori kepuasan kerja adalah Two-factor theory dan value theory (wibowo, 2007:301). a. Two-Factor Theory Teori dua faktor merupakan teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa satisfaction (kepuasan) dan dissatisfaction (ketidak puasan) merupakan bagian dari kelompok variable yang berbeda, yaitu motivator dan hygiene factor. Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg dalam Gomez (2001:60) mengatakan bahwa karakteristik kerja dapat dikelompokkan menjadi dua: 1) Penyebab ketidak puasan (dissatisfaction) yang disebut (factor hygiene atau faktor pemeliharaan. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi maka dapat menyebabkan ketidakpuasan kerja, tetapi jika terpenuhi belum tentu menjamin kepuasan kerja. Adapun yang termasuk faktor-faktor hygiene adalah gaji, kebijakan pengawasan, hubungan antara atasan dengan bawahan, kondisi kerja, keamanan kerja dan status pekerjaan. 2) Kategori kedua adalah penyebab kepuasan (satisfaction) yang disebut motivator factor. Adapun yang termasuk faktor-faktor ini adalah prestasi, pengakuan, tanggung jawab, pekerjaan itu sendiri, dan pengendalan diri. b. Value Theory Menurut konsep teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan semakin puas. Semakin sedikit menerima hasil, akan kurang puas. Value theory memfokuskan pada hasil manapun yang menilai orang tanpa perhatian siapa mereka. Kunci menuju kepuasan dalam pendekatan ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dan diinginkan seseorang. Semakin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan orang. Teori ini menganjurkan bahwa kepuasan kerja dapat diperoleh dari banyak faktor. Oleh karena itu, cara yang efektif untuk memuaskan pekerja adalah dengan menemukan apa yang diinginkan dan apabila mungkin memberikan. E. Komitmen Organisasional Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara individu karyawan dengan organisasi kerja, dimana karyawan mempunyai keyakinan dan kepercayaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi kerja, adanya kerelaan untuk menggunakan usahanya secara sungguhsungguh demi kepentingan organisasi kerja serta mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap menjadi bagian dari organisasi kerja. Dalam hal ini individu mengidentifikasikan dirinya pada suatu organisasi tertentu tempat individu bekerja dan berharap untuk menjadi anggota organisasi kerja guna turut merealisasikan tujuan-tujuan organisasi kerja. Komitmen organisasi dapat diidentifikasikan sebagai derajat seseorang mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari organisasi dan berkeinginan melanjutkan partisipasi aktif di dalamnya. Komitmen organisasi paling sering didefinisi sebagai;(1) keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu;(2) keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi;(3) keyakinan tertentudan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Komitmen organisasional dipandang oleh Fink sebagai suatu orientasi nilai terhadap organisasi yang menunjukkan individu sangat memikirkan dan mengutamakan pekerjaan dan organisasinya. Individu akan berusaha memberikan segala usaha yang dimilikinya dalam rangka membantu organisasi mencapai tujuannya. Fink juga mendefinisikan komitmen organisasional sebagai sikap yang muncul dari proses yang disebut sebagai identifikasi yang terjadi ketika seseorang mempunyai pengalaman dengan sesuatu, seseorang, atau beberapa ide sebagai bentuk perpanjangan dari dirinya (dalam Sutanto, 1999). Komitmen organisasional juga didefinisikan oleh Allen dan Mayer sebagai bentuk kecintaaan karyawan terhadap tempat kerjanya. George and Jones mengatakan bahwa pekerja yang mempunyai komitmen terhadap organisasi senang untuk menjadi anggota organisasi, percaya terhadap organisasi dan mempunyai perasaan yang baik tentang organisasi, dan bersedia bersedia membela organisasi, dan mau melakukan sesuatu yang baik untuk organisasi (dalam Sutanto, 1999). Komitmen organisasi merupakan sikap yang mencerminkan sejauh mana seseorang individu atau pegawai mengenal dan terikat pada organisasinya (Griffin, 2004: 15). Bagraim dalam Mehmud et al (2010) menyatakan bahwa komitmen dapat berkembang apabila pegawai mampu menemukan harapannya dan memenuhi kebutuhannya dalam sebuah organisasi. Robbins dan Judge (2007: 110) menyatakan bahwa komitmen adalah suatu keadaan dimana seorang pegawai memihak kepada sesuatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu. Mathis dan Jackson dalam (Sopiah, 2008: 155) menyatakan komitmen organisasi sebagai keadaan dimana karyawan percaya dan mau menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasinya. Allen dan Meyer (1996) mengemukakan tiga komponen model komitmen terhadap organisasi: mengenal dan terikat pada organisasinya (Griffin, 2004). Tiga komponen model komitmen terhadap organisasi tersebut adalah: a. Affective commitment (komitmen afektif) keterikatan emosional, identifikasi, dan keterlibatan dalam suatu organisasi; Komitmen afektif menunjukkan kuatnya keinginan seseorang untuk terus bekerja bagi suatu organisasi atau perusahaan karena ia memang ingin bersama dengan organisasi itu; b. Continuance commitment (komitmen berkelanjutan) komitmen individu yang didasarkan pada pertimbangan tentang apa yang harus dikorbankan bila akan meninggalkan organisasi; c. Normative commitment (komitmen normatif) terkait dengan kewajiban untuk tetap berada dalam organisasi karena adanya tanggung jawab dari seorang pegawai. F. Penelitian Terdahulu Untuk mendukung penelitian yang akan dolakukan, adapun penelitian terdahulu terkait yang dapat mendukung hasil penelitian yaitu: Tania & sutanto (2013) menyatakan bahwa 1. Motivasi kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional karyawan PT. DAI KNIFE. Dengan demikian, maka H1 diterima. 2. Kepuasan kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional karyawan PT. DAI KNIFE. Dengan demikian, maka H2 diterima. 3. Motivasi kerja dan kepuasan kerja secara bersama-sama memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional karyawan PT. DAI KNIFE. Dengan demikian, maka H3 diterima. Adapun saran yang dapat diberikan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian ini kepada manajemen PT. Garuda Nusa Indah Jaya adalah sebagai berikut: 1. Mayoritas karyawan memiliki penilaian yang positif mengenai motivasi kerja dan kepuasan kerja. Oleh karena itu, sangat penting bagi manajemen PT. DAI KNIFE untuk terus menjaga konsistensi dalam meningkatkan motivasi kerja dan kepuasan kerja kepada karyawan, agar para karyawan terus termotivasi untuk menigkatkan kinerjanya. 2. Berdasarkan hasil bahwa variabel motivasi kerja dan kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional karyawan PT. DAI KNIFE. Berdasarkan hasil penelitian pada variabel motivasi kerja memiliki koefisien regresi yang paling kecil. Karyawan PT. DAI KNIFE kurang memilki motivasi yang baik. Seharusnya pemimpin PT.DAI KNIFE memperhatikan pemberian motivasi terhadap karyawannya karena dengan hal tersebut dapat menimbulkan komitmen organisasional karyawan PT.DAI KNIFE. Karyawan yang merasa memiliki motivasi kerja akan sekuat tenaga bekerja demi perusahaan tempat mereka bekerja. 3. Mengingat pentingnya motivasi kerja karyawan dalam sebuah perusahaan untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan variabel lainnya yang diduga relevan dalam mempengaruhi motivasi kerja karyawan, seperti lingkungan kerja, penghargaan, dan lain-lain, agar didapatkan informasi yang lebih banyak dan lebih luas lagi tentang bagaimana cara meningkatkan motivasi kerja karyawan dalam sebuah perusahaan. Gondokusumo & sutanto (2015) Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, ma-ka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: Nilai signifikansi pengaruh motivasi kerja terhadap komit-men organisasional sebesar 0,000 kurang dari 0,05 (α = 5%). Koefisien regresi motivasi kerja sebesar 0,386 menunjukkan bahwa variabel motivasi kerja berpe-ngaruh positif dan signifikan terhadap komitmen or-ganisasional karyawan perusahaan. Berdasarkan hasil ini, hipotesis pertama (H1) penelitian ini dapat diterima dan terbukti kebenarannya. Nilai signifikansi pengaruh kepuasan kerja ter-hadap komitmen organisasional sebesar 0,000 kurang dari 0,05 (α = 5%). Koefisien regresi kepuasan kerja sebesar 0,570 menunjukkan bahwa variabel kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap ko-mitmen organisasional karyawan perusahaan. Berdasarkan hasil ini, hipotesis kedua (H2) penelitian ini da-pat diterima dan terbukti kebenarannya. Nilai signifikansi pengaruh motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional se-besar 0,000 kurang dari 0,05 (α = 5%), disimpulkan bahwa variabel motivasi kerja dan kepuasan kerja se-cara serempak berpengaruh signifikan terhadap ko-mitmen organisasional karyawan perusahaan. Berdasarkan hasil ini, hipotesis ketiga (H3) penelitian ini dapat diterima dan terbukti kebenarannya. Terdapat faktor lain sebesar 48,3% yang mempengaruhi komitmen organisasional karyawan perusahaan selain moti-vasi kerja dan kepuasan kerja. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa variabel motivasi kerja (X1), variabel komitmen organisasional (X2) dan variabel kinerja karyawan (Y) berada pada katagori sangat baik karena semua memiliki nilai rata-rata diantara 4,2 – 5. Jatmiko, swasto &Eko (2015) Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel motivasi kerja (X1) dan variabel komitmen organisasional (X2) berpengaruh signifikan terhadap variabel kinerja karyawan (Y). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial variabel motivasi kerja (X1) dan variable komitmen organisasional (X2) berpengaruh signifikan terhadap variabel kinerja karyawan (Y). Wardani, susilo &ikbal (2015) Berdasarkan penelitian serta pembahasan mengenai pengaruh motivasi kerja terhadap komitmen organisasional dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening (Studi pada PT. ABC Malang) dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi yang terdiri dari faktor higienis dan faktor motivator berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, dan faktor higienis lebih mempengaruhi dari pada faktor motivator. Apabila semakin tinggi motivasi yang dirasakan oleh karyawan, maka akan semakin puas karyawan dalam bekerja. 2) Hasil menunjukkan bahwa faktor higienis dan faktor motivator berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional, dan faktor higienis lebih berpengaruh terhadap komitmen organisasional dari pada faktor motivator. Semakin tinggi motivasi yang dirasakan oleh karyawan, maka tingkat komitmen yang dimiliki oleh karyawan juga semakin tinggi. 3) Kepuasan kerja pada penelitian ini digunakan sebagai variabel intervening, atau sebagai pengaruh tidak langsung antara motivasi kerja yang terdiri dari faktor higienis dan faktor motivator. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional. Sehingga ketika kepuasan yang dimiliki karyawan tinggi maka komitmen organisasional yang dimiliki karyawan juga tinggi. 4) Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor higienis dan faktor motivator berpengaruh terhadap komitmen organisasional melalui kepuasan kerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja yang tinggi akan mempengaruhi peningkatan kepuasan kerja, ketika kepuasan kerja tinggi maka kepuasan kerja menjadi pengaruh tidah langsung antara kepuasan dan komitmen organisasi. Gambar 1: Kerangka Pemikiran MOTIVASI KERJA (X1) KOMITMEN ORGANISAIONAL (Y) KEPUASAN KEJA (Y2) G. Teori Motivasi Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan kerangka pemikiran, maka ditetapkan beberapa hipotesis penelitian, antara lain: H1: Motivasi kerja karyawan mempunyai pengaruh positif terhadap komitmen organisasional. H2: Kepuasan kerja karyawan mempu-nyai pengaruh positif terhadap komitmen organisasional. H3: Motivasi kerja karyawan dan kepuasan kerja karyawan mempunyai pengaruh secara serempak dan positif terhadap komitmen organisasional.