1.1 Pendahuluan ACE inhibitor atau Angiotensin Converting Enzym

advertisement
1.1 Pendahuluan
ACE inhibitor atau Angiotensin Converting Enzym Inhibitor adalah obat
yang menghambat enzim yang mengubah angiotensin, yang nantinya akan
menghambat perubahan Angiotensin I menjadi Angiotensin II sehingga
menyebabkan vasodilatasi dan mengurangi retensi sodium dengan mengurangi
sekresi aldosteron. Jika aldosteron dihambat maka natrium akan diekskresikan
bersama dengan air. Selain hal tersebut ACE sendiri terlibat dalam degradasi
bradikinin maka ACE inhibitor menyebabkan peningkatan bradikinin, yaitu
suatu vasodilator kuat dan menstimulus pelepasan prostaglandin dan nitric
oxide. Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah
dari ACE inhibitor, tetapi juga bertanggung jawab terhadap efek samping
berupa batuk kering.
Obat golongan ACE Inhibitor adalah obat yang efektif digunakan untuk
terapi Hipertensi esensial (ringan sampai sedang) dan hipertensi yang parah
Hipertensi berkaitan dengan gangguan ginjal (renal hypertension), Diabetic
nephropathy dan albuminuria, Gagal jantung (Congestive Heart Failure) dan
Postmyocardial infarction. ACE inhibitor dikatakan dapat mengurangi
mortalitas hampir 20% pada pasien dengan gagal jantung yang simtomatik dan
telah terbukti mencegah pasien harus dirawat di rumah sakit (hospitalization),
meningkatkan ketahanan tubuh dalam beraktivitas, dan mengurangi gejala.
ACE inhibitor harus diberikan pertama kali dalam dosis yang rendah untuk
menghindari resiko hipotensi dan ketidakmampuan ginjal. Fungsi ginjal dan
serum potassium harus diawasi dalam 1-2 minggu setelah terapi dilaksanakan
terutama setelah dilakukan peningkatan dosis. beberapa obat yang tergolong
dalam ACE inhibitor seperti : Captopril, Analapril, lisinopril benazapril,
fosinopril, moexipril, quinapril, ramipril, dan trandolapril
1.2 Farmakokinetik
Farmakokinetik adalah proses pergerakan obat untuk mencapai kerja obat
yang dibagi menjadi empat proses yaitu : absorpsi, distribusi, metabolism dan
ekskresi (eliminasi).
Bentuk sediaan dari golongan ACE Inhibitor ini seperti Tablet, Tablet
salut selaput, Kaplet, Kaplet salut selaput. Obat golongan ACE Inhibitor ini
akan diabsorbsi melalui saluran cerna. Obat golongan ini sebaiknya diberikan
setengah jam sebelum makan atau dua jam setelah makan karena Absorpsi
captopril (tapi bukan enalapril atau lisinopril) berkurang 30-40% dengan
adanya makanan di lambung, dan obat tersebut akan dieliminasi melalui renal
kecuali fisinopril sehingga dosis obat harus dikurangi untuk orang yang
mengalami insuffisiensi ginjal. Kebanyakan ACE Inhibitor dapat diberikan 1
kali/hari kecuali kaptopril, waktu paruhnya pendek , biasanya dua sampai tiga
kali/hari
Berikut ini table perbandingan obat golongan ACE Inhibor :
Interaksi obat ACE inhibitor
1.3 Farmakodinamik
ACE didistribusikan secara luas di banyak jaringan, dengan beberapa tipe
sel yang berbeda, tapi lokasi umumnya pada sel endotelal. Karena endotel
vascular meliputi area yang luas, tempat utama produksi angiotensin II adalah
pembuluh darah, bukan ginjal. ACE inhibitor menghalangi perubahan
angiotensin I menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor poten yang
merangsang sekresi aldosteron. ACE inhibitor juga menghalangi degradasi
bradikinin dan merangsang sintesis senyawa vasodilator lain, seperti
prostaglandin E2 dan prostasiklin. Fakta bahwa ACE inhibitor menurunkan
tekanan darah pada pasien dengan plasma renin normal dan aktivitas ACE
mengindikasikan pentingnya bradikinin dan mungkin produksi ACE di
jaringan sebagai penyebab meningkatnya tahanan vascular perifer.
ACE Inhibitor juga memblok degradasi bradikinin dan merangsang sintesa
zat-zat yang menyebabkan vasodilatasi, termasuk prostaglandin E2 dan
prostasiklin. Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan
darah dari ACE Inhibitor, tetapi juga bertanggung jawab terhadap efek
samping batuk kering yang sering dijumpai pada penggunaan ACE Inhibitor.
ACE Inhibitor secara efektif mencegah dan meregresi hipertrofi ventrikel kiri
dengan mengurangi perangsangan langsung oleh angiotensin II pada sel
miokardial.
Pada beberapa penelitian mengindikasikan bahwa RAS berperan juga
dalam proses remodeling jantung dan heart failure yang dihubungkan dengan
hipertensi dan MI sehingga bisa mengurangi mortalitas hampir 20% pada
pasien dengan gagal jantung yang simtomatik dan telah terbukti mencegah
pasien harus dirawat di rumah sakit (hospitalization), meningkatkan ketahanan
tubuh dalam beraktivitas, dan mengurangi gejala.
Sementara itu mekanisme kerja ACE inhibitor pada Iskemi heart disease untuk
mencegah remodeling seperti skema dibawah ini :
1.4 Efek Samping dan Toksisitas
 Sekitar 10% pasien yang mengkonsumsi captopril mengalami kulit
kemerahan, yang terkadang cepat hilang dengan dosis yang lebih kecil dan
melanjutkan perawatan. Hilangnya kemampuan mengecap reversibel atau
gangguan dalam pengecapan (dysgeusia) telah dilaporkan pada sekitar 6%
pasien yang menerima captopril. Tingginya kejadian kulit kemerahan,
dysgeusia, dan proteinuria dengan captopril dihubungkan dengan gugus
sulfhydril yang tidak terdapat di enalapril maupun lisinopril. Sekitar 10-20%
pasien mengalami batuk yang sulit hilang pada pemberian ACE inhibitor
 Hipotensi akut bisa terjadi pada onset terapi ACE inhibitor, terutama pada
pasien yang natrium dan volume airnya berkurang banyak. Mungkin perlu
untuk menghentikan diuretic dan mengurangi dosis agen antihipertensi lain
sebelum memulai terapi. Penting untuk memulai terapi ACE inhibitor pada
dosis rendah.
 Efek samping paling serius dari ACE inhibitor adalah netropenia dan
agranulocytosis, proteinuria, glomerulonephritis, gagal ginjal akut, dan
angoiedema; efek ini terjadi pada <1% pasien. Pasien yang sebelumnya
mengidap penyakit ginjal atau jaringan connective paling rentan terhadap efek
samping ginjal dan hematologis. Pasien dengan stenosis arteri renal bilateral
atau stenosis unilateral dari ginjal yang bekerja sendiri dan pasien yang
tergantung pada efek vasokontriksi dari angiotensin II pada arteriol efferent
paling rentan terhadap terjadinya gagal ginjal akut.
 Hiperkalemia terlihat umumnya pada pasien dengan penyakit ginjal atau
diabetes melitus (terutama dengan asidosis renal tipe IV) atau pada pasien
yang menerima NSAID, suplemen kalium, atau diuretik hemat kalium.
 ACE inhibitor tidak boleh diberikan selama kehamilan karena ancaman
masalah neonatal yang serius, termasuk hipotensi janin, kegagalan ginjal dan
kadang disertai malformasi dan kematian pada bayi, telah dilaporkan pada ibu
yang mengkonsumsi agen ini selama trimester kedua dan ketiga.
DAFTAR PUSTAKA
Bertram G. Katzung, Susan B. Masters, Anthony J. Trevor. Basic and clinical
pharmacology. McGraw-Hill Medical, 2009.
Humphrey P. Rang, Maureen M. Dale, James M. Ritter. Pharmacology. 7th
edition, 2001.
Muller CA, Opie LH, Peisach M, Pineda CA: Antiarrhythmic effects of the
angiotensin converting enzyme inhibitor perindoprilat in a pig model of
acute
regional
myocardial
ischemia.
J
Cardiovasc
Pharmacol
1992;19:748-754
Adriaan A. Voors1,2, J.Herre Kingma1,2, and Wiek H. van Gilst, Drug
differences between ACE-inhibitors in experimental settings and clinical
practice. Department of Clinical Pharmacology, University of Groningen,
the Netherlands
Kee, Joyce L. dan Evelyn R. Hayes, Farmakologi pendekatan proses
keperawatan, EGC, Jakarta, 1996.
Tanu Ian farmakologi dan terapi Edisi 5. Departemen farmakologi dan
terapeutik fakultas kedokteran, UI, 2007
Download