TINJAUAN PUSTAKA Botani, Morfologi, dan Ekologi Jarak Pagar Tanaman jarak pagar mempunyai nama latin Jatropha curcas (Linnaeus), dalam bahasa Yunani jatros berarti dokter dan trophe berarti makanan atau nutrisi, sehingga dengan kata lain Jatropha curcas berarti tanaman obat. Selain itu, tanaman ini juga dikenal sebagai tanaman penghasil minyak lampu. Tanaman jarak pagar termasuk tanaman dikotil dari ordo Euphorbiales famili Euphorbiaceae. Priyanto (2007) menyatakan bahwa tanaman jarak pagar berasal dari Amerika Tengah dan mempunyai empat varietas, yaitu cape verde, nicaragua, ife-nigeria, dan nontoksik meksiko. Jarak pagar berupa pohon kecil atau perdu. Tanaman ini dapat mencapai umur 50 tahun. Tinggi tanaman pada kondisi normal adalah 1.5 – 5 m. Jarak pagar memiliki cabang yang tidak teratur dengan ranting bulat dan tebal. Kulit batang berwarna keabu-abuan atau kemerah-merahan. Apabila ditoreh, batang mengeluarkan getah berwarna putih atau kekuning-kuningan (Nurcholis dan Sumarsih, 2007). Daunnya berupa daun tunggal, berlekuk, bersudut 3 atau 5, dengan tulang daun menjari yang memiliki 5 – 7 tulang utama. Warna daun hijau dengan permukaan bagian bawah lebih pucat dibandingkan bagian atas. Panjang tangkai daun 4 – 15 cm (Priyanto, 2007). Umur fisiologi daun mencapai 14 minggu (3.5 bulan) sejak kuncup hingga menguning (Raden et al, 2008). Hasil penelitian di India menunjukkan bahwa jumlah cabang yang ideal per tanaman pada tanaman jarak pagar adalah 40 cabang. Setiap cabang mempunyai 3 tandan buah per tahun dengan jumlah buah 10 - 15 per tandan (30 - 45 biji). Jarak pagar yang memiliki jumlah cabang per pohon lebih dari 40 cabang menyebabkan jumlah buah per tandan akan berkurang dan ukurannya mengecil, sehingga akan mempengaruhi mutu biji yang dihasilkan (Mahmud, 2006). Jarak pagar adalah tanaman monoecious, bunga berkelamin satu (uniseksual) dan jarang yang biseksual. Bunga tersusun dalam rangkaian (inflorescence), biasanya terdiri atas 100 bunga atau lebih, persentase bunga betina 5 – 10 % (Hasnam, 2006a). Fenologi pembungaan jarak pagar bervariasi antar tanaman dan dalam tanaman. Rasio bunga betina terhadap bunga jantan pada malai sangat 5 bervariasi dan tidak jarang ditemukan inflorescence yang memiliki bunga jantan semua. Antar tanaman terdapat variasi dalam frekuensi dan waktu pembungaan. Tanaman-tanaman yang besar akan terus berbunga karena sistem perakaran yang lebih baik dalam menyerap air dan hara, sedangkan tanaman-tanaman yang kurus/kecil akan berhenti dalam pertumbuhannya (Hasnam, 2008a). Bunga jarak pagar memiliki lima sepal dan lima petal yang berwarna hijaukekuningan atau cokelat-kekuningan. Bunga jantan mempunyai 10 tangkai sari yang tersusun dalam dua lingkaran (whorl) masing-masing berisi lima tangkai sari yang menyatu berbentuk tabung, kepala sari pecah melintang (longitudinal), masa berbunga 1 - 2 hari. Bunga betina lebih besar dari bunga jantan terdiri atas bakal buah yang beruang lima dan masing-masing berisi satu bakal biji (ovule). Tangkai putik lepas atau melekat pada pangkal, kepala putik terpecah tiga, berwarna cokelat, masa berbunga 3 - 4 hari. Bunga betina membuka 1 - 2 hari sebelum bunga jantan. Lama pembungaan infloresen 10 - 15 hari (Hasnam, 2006a). Bunga jarak pagar mulai muncul saat tanaman mulai berumur 3 – 4 bulan. Bunga muncul secara terminal dari percabangan (Nurcholis dan Sumarsih, 2007). Pembungaan umumnya terjadi pada musim kemarau, tetapi pada musim hujan juga dapat berbunga (Nurcholis dan Sumarsih, 2007). Hasnam (2008a) menyatakan bahwa jarak pagar berbunga terus-menerus, tetapi dalam prakteknya pembungaannya bersifat episodic, sewaktu-waktu mengikuti presipitasi hujan dan ketersediaan unsur hara tanaman. Kekahatan hara akan menyebabkan berhentinya pertumbuhan dan pembungaan walaupun hujan masih tersedia. Kondisi kering akan mempengaruhi terbentuknya bunga betina maupun bunga jantan, dimana bunga betina akan lebih banyak gugur. Buah jarak pagar yang disebut kapsul akan masak 40 - 50 hari setelah pembuahan, buah sedikit berdaging (fleshy) waktu muda, berwarna hijau kemudian menjadi kuning dan mengering lalu pecah waktu masak (Hasnam, 2006a). Tanaman jarak pagar sudah mulai berbuah secara produktif pada saat berumur 6 bulan dan mulai berbuah secara stabil pada saat memasuki umur 1 – 3 tahun. Buah jarak pagar berbentuk bulat telur, berdiameter 2-4 cm. Buah jarak pagar terbagi menjadi tiga ruang yang masing-masing ruang berisi satu biji. Biji berbentuk bulat lonjong dengan warna cokelat kehitaman. (Priyanto, 2007). 6 Diketahui adanya interaksi genotipe x lingkungan untuk hasil biji pada tanaman jarak pagar. Ketersediaan air sangat menentukan produktivitas jarak pagar (Hasnam, 2008b). Evawati dan Heliyanto (2008) menyatakan pada Lokakarya Nasional Jarak Pagar III di Malang tahun 2007 telah dihasilkan populasi komposit Improved Population (IP) yaitu IP-2 yang merupakan hasil seleksi lanjutan dari populasi IP1, dengan produktivitas 6 - 7 ton biji kering per ha pada tahun 4 - 5. Pada Lokakarya Jarak Pagar IV tahun 2008, pengembangan potensi produktivitas berupa populasi komposit IP-3 dengan tingkat produktivitas di atas 8 ton biji kering per ha pada tahun ke 4 - 5. Bibit jarak pagar dari biji yang berkecambah akan tumbuh lima akar yang terdiri dari satu akar tunggang dan empat akar cabang, sedangkan bibit yang berasal dari stek tidak mempunyai akar tunggang (Prihandana dan Hendroko, 2006). Akar lateral muncul dari akar tunggang. Akar lateral melebar ke samping dan rambut-rambut akar yang cukup banyak. Radius penyebaran akar antara 0.5 m sampai beberapa meter dari pokok tanaman, tergantung varietasnya. Umumnya akar-akar muda terletak di bawah lingkaran kanopi terluar tanaman. Menanam jarak pagar cukup mudah. Jarak pagar bisa ditanam dengan menyemaikan benih terlebih dahulu maupun dengan menanam stek batang secara langsung di lahan. Penanaman dalam bentuk bibit lebih baik untuk menjamin keberhasilan pada awal pertumbuhan, terutama apabila akan ditanam dalam jumlah besar di lahan kritis. Bibit jarak pagar dapat diperoleh dari benih maupun stek batang (Nurcholis dan Sumarsih, 2007). Jarak pagar merupakan tanaman yang memiliki peluang cukup besar untuk dikembangkan di beberapa wilayah Indonesia terutama lahan marginal. Menurut Mahmud (2006) jarak pagar dapat tumbuh di mana saja di lahan berdrainase dan aerasi baik. Priyanto (2007) menyatakan bahwa jarak pagar bisa tumbuh di mana saja dan mudah beradaptasi dengan lingkungan, termasuk di lahan yang tidak subur tetapi di lahan yang tidak subur buah yang dihasilkan kecil-kecil, bahkan ada yang tidak menghasilkan buah. Selanjutnya Hasnam (2008a) menambahkan bahwa jarak pagar memiliki banyak keunggulan antara lain dapat memperbaiki 7 kondisi ekosistem (terutama dalam pencegahan erosi), dan ideal untuk program reklamasi di bekas daerah pertambangan. Mahmud (2006) menyatakan bahwa J. curcas mampu berproduksi optimal apabila ditanam pada lahan dengan ketinggian tempat kurang dari 500 m di atas permukaan laut (dpl) (dataran rendah), curah hujan kurang dari 1 000 mm/tahun, dan suhu lebih dari 20o C, serta tanah berpasir dengan pH 5.5 – 6.5. Priyanto (2007) menambahkan bahwa J. curcas bisa tumbuh baik di tempat yang memiliki ketinggian 0 – 2 000 m dpl dengan suhu 18o - 30o C, curah hujan 300 – 1 200 mm per tahun, dan pH tanah 5 – 6.5. Biologi Batang Tanaman Jarak Pagar Tanaman jarak pagar termasuk tanaman perdu atau belukar besar dengan tinggi dapat mencapai 5 meter. Tanaman jarak pagar yang diperbanyak dengan biji mempunyai akar tunggang, sedangkan yang diperbanyak dengan stek hanya akar cabang dan akar serabut. Batang dan cabangnya berkayu, bergetah, dan terdapat buku atau tempat/bekas daun melekat (Mahmud dalam Saefudin et al., 2006). Saefudin et al. (2006) menyatakan bahwa pada batang atau cabang tanaman jarak pagar terdapat mata-mata tunas yang berasal dari bekas tumbuhnya daun. Jarak antar mata tunas sekitar 1.5 - 5 cm. Mata-mata tunas tersebut lebih aktif pada batang atau cabang yang lebih muda. Sel meristem calon tunas pada bekas-bekas daun masih dorman pada perbanyakan jarak pagar secara stek. Pembuangan pucuk daun, pemotongan stek dan penanamannya akan merangsang sel meristem tumbuh dan membentuk pucuk baru melalui tunas-tunasnya. Tunas-tunas ini akan berkembang menjadi batang utama. Perbanyakan Secara Vegetatif dengan Stek Batang atau Cabang Stek adalah suatu perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa bagian dari tanaman (akar, batang, daun, dan tunas) dengan tujuan agar bagian-bagian itu membentuk akar, sehingga dengan dasar itu munculah istilah stek akar, stek cabang atau batang, stek daun, stek umbi, dan sebagainya. Stek cabang digolongkan menjadi stek cabang yang telah tua dan cabang yang setengah tua 8 karena ada beberapa tanaman yang hanya dikembangbiakkan dengan stek cabang yang telah tua (seperti kembang sepatu), tapi ada juga yang hanya dapat distek dengan cabang setengah tua (seperti mawar) (Wudianto, 2002). Stek berasal dari kata stuk (bahasa Belanda) dan cuttage (bahasa Inggris) yang artinya potongan. Sesuai dengan namanya, perbanyakan ini dilakukan dengan menanam potongan pohon induk ke dalam media agar tumbuh menjadi tanaman baru. Bagian yang ditanam dapat berupa akar, batang, daun, atau tunas (Anonimous, 2007). Perbanyakan dengan stek caranya sederhana, tidak memerlukan teknik yang rumit sehingga dapat dilakukan oleh siapa saja (Wudianto, 2002). Keunggulan teknik perbanyakan dengan stek adalah dapat menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak walaupun bahan tanam yang tersedia sangat terbatas (Anonimous, 2007). Keunggulan lain perbanyakan dengan stek yaitu memperoleh bibit yang memiliki sifat-sifat sama dengan pohon induknya. Perbanyakan secara vegetatif jarak pagar umumnya dilakukan dengan stek batang atau cabang. Cabang yang terlalu tua kurang baik digunakan untuk stek karena sangat sulit untuk membentuk akar, sehingga waktu yang diperlukan untuk membentuk akar akan lebih lama. Cabang yang terlalu muda (biasanya ditandai dengan tekstur yang lunak) juga kurang baik digunakan untuk stek karena proses penguapannya sangat cepat sehingga stek menjadi lemah dan akhirnya mati. Cabang yang berwarna kehijauan mempunyai kandungan nitrogen dan karbohidrat yang tinggi sehingga mempercepat proses terbentuknya akar. Cara melihat warna cabang yaitu dengan mengelupaskan kulit ari cabang (Wudianto, 2002). Panjang batang yang dipotong antara 10 – 30 cm tergantung pada jenis tanamannya (Wudianto, 2002). Menurut Prihandana dan Hendroko (2006) panjang stek batang jarak pagar yang dipotong yaitu 15 – 30 cm. Hasil penelitian Tresniawati dan Saefudin (2006) menunjukkan bahwa panjang stek 35 cm adalah yang menghasilkan pertumbuhan bibit paling baik, diikuti panjang stek 25 cm, dan yang kurang baik adalah 15 cm. Saefudin et al. (2006) menyatakan bahwa beberapa panjang stek yaitu; 15 cm, 20 cm, 25 cm, 30 cm, dan 35 cm tidak berpengaruh nyata terhadap beberapa parameter pertumbuhan bibit seperti tinggi tanaman, jumlah daun dan lingkar batang, tetapi berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas hingga umur bibit 3 bulan. Jumlah tunas terbanyak 9 diperoleh pada panjang stek 35 cm, namun tidak berbeda nyata dengan jumlah tunas pada panjang stek 20 cm. Yuniyati dan Pranowo (2006) merekomendasikan penggunaan stek jarak pagar yang berdiameter 1.5 – 2.5 cm karena pada ukuran tersebut akan diperoleh bibit yang vigor dan secara teknis budidaya pelaksanaannya mudah. Penggunaan bahan stek yang berukuran besar disamping vigornya rendah secara teknis sulit dilaksanakan karena kantong plastik yang digunakan sering pecah dan media tanah yang tersedia berkurang sehingga persentase tumbuhnya berkurang, sedangkan penggunaan stek yang terlalu kecil (< 1.5 cm) selain secara fisiologis kurang mampu menyokong pertumbuhan vegetatifnya, bahan stek ini rentan terhadap kebusukan. Tresniawati dan Saefudin (2006) menyatakan bahwa diameter 2.0 cm adalah yang menghasilkan pertumbuhan bibit yang paling baik, diikuti diameter 1.5 cm, dan yang kurang baik adalah diameter stek 1.0 cm. Hariyono dan Istiana (2006) menyatakan bahwa stek batang bagian tengah dan bawah memperlihatkan pertumbuhan yang lebih baik daripada stek bagian atas pada pembibitan tanaman jarak pagar. Polybag berdiameter minimal 7.5 cm (volume media 530 cm3), mampu memberikan pertumbuhan yang baik pada pembibitan tanaman jarak pagar. Bagian batang untuk stek yang dipilih sebaiknya bagian tengah dan bawah dengan pemakaian polybag berdiameter minimal 7,5 cm (volume media tanam 530 cm3), dan ditanam/dipindahkan pada umur 2 bulan agar lebih efisien. Bentuk potongan pangkal stek bisa dibuat datar atau miring. Irisan miring akan mempunyai permukaan lebih luas bila dibandingkan dengan yang berpangkal datar. Hal ini berarti jumlah akar yang tumbuh juga lebih banyak, selain itu akan dihasilkan satu akar yang besar pada ujung stek karena pada ujung stek terjadi akumulasi zat pengatur tumbuh (ZPT). Begitu juga pada ujung stek, penampang ujung yang miring mempunyai kelebihan karena air hujan atau air siraman yang jatuh pada ujung stek bisa mengalir ke bawah, sehingga stek tidak busuk (Wudianto, 2002). Kedalaman penanaman bagian stek batang pada media berpengaruh terhadap pertumbuhan akar. Stek yang ditanam dangkal pada media akan lebih cepat berakar, tetapi stek akan mudah rebah dan cepat kering. 10 Kedalaman tanam stek batang yang paling baik adalah setengah sampai tiga perempat dari panjang stek, atau paling sedikit ada dua mata tunas di atas permukaan tanah (Wudianto, 2002). Media tanam yang digunakan untuk pembibitan stek batang jarak pagar yaitu tanah lapisan atas (top soil) yang dicampur dengan kompos (pupuk kandang) dan pasir atau sekam dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Polybag diletakkan di tempat yang teduh atau tempat pembibitan yang diberi naungan atau jerami, daun kelapa, daun tebu, atau paranet. Penyiraman dilakukan setiap tiga hari sekali sedangkan pengendalian gulma dilakukan sebulan sekali. Pemindahan bibit ke lahan jika curah hujan telah cukup (umur tiga bulan atau pada awal musim hujan) (Prihandana dan Hendroko, 2006). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Stek Batang Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah faktor lingkungan dan faktor genetik. Keberhasilan perbanyakan suatu tanaman sangat tergantung pada kualitas dan sifat genetik pohon induk, sedangkan pertumbuhan tanaman sangat ditentukan oleh faktor lingkungan. Pertumbuhan stek sangat dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut. Faktor lingkungan yang mempengaruhi antara lain: kelembaban, suhu, cahaya, dan media perakaran (unsur hara yang terkandung dalam media). Faktor dari dalam tanaman yang mempengaruhi pertumbuhan stek adalah umur bahan tanaman, jenis tanaman, persediaan bahan makanan, adanya tunas dan daun muda pada stek, dan zat pengatur tumbuh (Huik, 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan stek batang jarak pagar yaitu jenis tanaman, umur tanaman, media, dan zat pengatur tumbuh. Tanaman induk yang dipilih harus sehat, bebas dari hama penyakit, dan berumur lebih dari lima tahun atau tanaman berumur satu tahun yang sudah berproduksi (Prawitasari, 2006b). Media tanam yang digunakan yaitu campuran tanah : sekam : pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Furadan 3G digunakan untuk sterilisasi membunuh mikroorganisme dan untuk memacu perakaran digunakan Rootone-F (Prawitasari, 2006a). 11 Hasil penelitian Yuniyati dan Herman (2006) menunjukkan bahwa perlakuan jenis media tumbuh tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit jarak pagar sampai dengan umur tiga bulan di pembibitan, sehingga untuk efisiensi pembibitan jarak pagar yang menggunakan stek sebagai bahan tanaman cukup dengan tanah tanpa campuran, asalkan struktur tanah memiliki aerasi yang cukup dengan tingkat kesuburan tanah yang tinggi. Penggunaan media tanah yang dicampur dengan pupuk kandang dan sekam disarankan untuk menunjang pertumbuhan bibit setelah ditanam di lahan. Tempat pembibitan dibuat dengan arah utara-selatan agar semua stek mendapat sinar matahari pagi dan diberi naungan untuk melindungi stek dari serangan matahari siang dan sore hari. Kondisi lingkungan yang baik saat pemotongan stek adalah saat kelembaban udara tinggi dan tanaman sedang tidak mengalami pertumbuhan. Hal ini biasanya terjadi pada awal musim hujan (Wudianto, 2002). Media stek harus dijaga kelembabannya agar tetap tinggi. Cara yang bisa dilakukan yaitu dengan menutup media persemaian dengan plastik transparan dan menyiram setiap hari (Anonimous, 2007). Abidin (1983) menyatakan bahwa dari segi fisiologis auksin berpengaruh terhadap pengembangan sel, fototropisme, geotropisme, dominansi apikal, pertumbuhan akar, parthenocarpy, absisi, pembentukan kalus, dan respirasi. Keadaan auksin pada organ; akar, pucuk, dan batang sangat berbeda satu sama lain. Pucuk yang berdaun (leafy shoot) menunjukkan bahwa jumlah auksin yang diperlukan dalam perpanjangan batang, diperlukan oleh daun muda pada pucuk. Kemudian auksin tersebut ditransportasikan melalui petiol menuju batang. Kandungan auksin yang paling tinggi terdapat pada pucuk yang paling rendah (basal). Selanjutnya Gardner et al. (1991) menambahkan bahwa auksin diproduksi dalam jaringan meristematik yang aktif yaitu tunas, daun muda, dan buah. Auksin berikatan dengan plasmalema, terutama dengan lesitin, yang menggalakkan peningkatan respirasi dan pengambilan kalium. Sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang berperan dalam proses pembelahan sel (Abidin, 1983). Akar muda, biji dan buah yang belum masak, dan jaringan pemberi makan kaya akan kinin (Gardner et al., 1991). Perbandingan konsentrasi sitokinin lebih besar dari auksin, maka hal ini akan memperlihatkan 12 stimulasi pertumbuhan tunas dan daun, sebaliknya apabila sitokinin lebih rendah dari auksin, maka hal ini akan mengakibatkan stimulasi pada pertumbuhan akar. Pertumbuhan tunas, daun, dan akar akan berimbang apabila perbandingan sitokinin dan auksin berimbang (Abidin, 1983). Spesies tanaman dan tipe serta umur jaringan mengandung macam dan konsetrasi giberelin (GA) yang berbeda-beda. Walaupun GA diketahui menghambat pertumbuhan akar, akar merupakan sumber GA bagi organ-organ yang lain. Respon GA yang paling terkenal adalah perangsang pertumbuhan antar buku (Gardner et al., 1991). Interval waktu antara munculnya primordia daun berikutnya disebut plastokron (Bunting dan Drennan dalam Gardner et al., 1991). Pemunculan daun tertentu pada gandum terjadi pada plastokron 5; yaitu daun kelima sudah dimulai pada saat daun pertama muncul. Penelitian mengenai laju permulaan dan pemunculan daun pada tanaman budidaya sangat terbatas. Temperatur, cahaya, dan faktor-faktor lain terbukti mempengaruhi perkembangan plastokron (Gardner et al., 1991). Ismail et al. (2008) menyatakan dominansi apikal merupakan pengaturan kontrol pertumbuhan dominan ujung tanaman yang menekan daerah meristematik lain, untuk itu apabila ujung tanaman dipotong maka tunas lateral akan mulai berkembang sehingga letak kedua tunas tersebut pada tanaman induk dekat dan tingkat perkembangan jaringannya relatif sama. Sel-sel penyusun tunas dengan tingkat perkembangan yang sama apabila ditumbuhkan pada lingkungan yang sama kemungkinan tunas-tunas tersebut mempunyai cadangan makanan, kandungan air, dan hormon yang cenderung sama. Hal ini memungkinkan tunastunas tersebut mempunyai daya regenerasi yang sama sehingga tingkat keberhasilan stek pucuk, jumlah akar, panjang akar, dan berat basah stek pucuk tidak berbeda nyata. Menurut Galston dalam Abidin (1983) pada sel yang tua, aktivitas IAA oksidasinya meningkat, sedangkan kandungan auksinnya rendah. Prana (2006) menyatakan bahwa batang atau cabang yang digunakan untuk bahan stek jarak pagar adalah yang cukup tua tetapi tidak terlalu tua dicirikan dengan warna kulit batang yang keabu-abuan. Stek yang terlalu tua lambat tumbuh dan berakar. Selanjutnya Hartmann et al. dalam Ismail et al. (2008) menambahkan bahwa 13 keberhasilan stek pucuk salah satunya dipengaruhi oleh umur pohon induk. Bertambahnya umur tanaman mengakibatkan peningkatan produksi inhibitor perakaran dan penurunan produksi kofaktor (auksin). Hal ini berhubungan dengan juvenilitas dalam pembentukan akar. Menurut Wudianto (2002) peranan karbohidrat untuk membentuk perakaran sangat besar. Huik (2004) menyatakan bahwa pada tanaman Tectona grandis L.F (batang jati) semakin besar ukuran diameter batang stek, maka akan tersedia lebih besar cadangan makanan untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan yang baik dari stek. Ratio C/N yang tinggi didapat dari tanaman yang cukup umurnya (tidak terlalu muda) yang menyimpan hasil fotosintesis lebih banyak untuk mendukung kualitas pembentukan akar. Hasil penelitian Santoso (2009) menunjukkan bahwa panjang bahan stek dan diameter batang bahan stek terkait dengan tersedianya bahan cadangan makanan yang umumnya berupa karbohidrat, yaitu semakin rendah seiring dengan semakin pendek ukuran stek atau semakin kecil diameter batang. Potensi cadangan makanan yang dimiliki masing-masing stek akan menentukan pertumbuhan dan perkembangan bibit. Pengaruh ukuran panjang maupun diameter stek memiliki pola yang serupa, yaitu lebih banyak berpengaruh nyata pada komponen tajuk dibandingkan komponen akar.