tinjauan pustaka

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Botani, Morfologi, dan Ekologi Jarak Pagar
Tanaman jarak pagar mempunyai nama latin Jatropha curcas (Linnaeus),
dalam bahasa Yunani jatros berarti dokter dan trophe berarti makanan atau
nutrisi, sehingga dengan kata lain Jatropha curcas berarti tanaman obat.
Selain itu, tanaman ini juga dikenal sebagai tanaman penghasil minyak lampu.
Tanaman jarak pagar termasuk tanaman dikotil dari ordo Euphorbiales famili
Euphorbiaceae. Priyanto (2007) menyatakan bahwa tanaman jarak pagar berasal
dari Amerika Tengah dan mempunyai empat varietas, yaitu cape verde,
nicaragua, ife-nigeria, dan nontoksik meksiko.
Jarak pagar berupa pohon kecil atau perdu. Tanaman ini dapat mencapai
umur 50 tahun. Tinggi tanaman pada kondisi normal adalah 1.5 – 5 m. Jarak pagar
memiliki cabang yang tidak teratur dengan ranting bulat dan tebal. Kulit batang
berwarna
keabu-abuan
atau
kemerah-merahan.
Apabila
ditoreh,
batang
mengeluarkan getah berwarna putih atau kekuning-kuningan (Nurcholis dan
Sumarsih, 2007). Daunnya berupa daun tunggal, berlekuk, bersudut 3 atau 5,
dengan tulang daun menjari yang memiliki 5 – 7 tulang utama. Warna daun hijau
dengan permukaan bagian bawah lebih pucat dibandingkan bagian atas. Panjang
tangkai daun 4 – 15 cm (Priyanto, 2007). Umur fisiologi daun mencapai 14
minggu (3.5 bulan) sejak kuncup hingga menguning (Raden et al, 2008).
Hasil penelitian di India menunjukkan bahwa jumlah cabang yang ideal per
tanaman pada tanaman jarak pagar adalah 40 cabang. Setiap cabang mempunyai
3 tandan buah per tahun dengan jumlah buah 10 - 15 per tandan (30 - 45 biji).
Jarak pagar yang memiliki jumlah cabang per pohon lebih dari 40 cabang
menyebabkan jumlah buah per tandan akan berkurang dan ukurannya mengecil,
sehingga akan mempengaruhi mutu biji yang dihasilkan (Mahmud, 2006).
Jarak pagar adalah tanaman monoecious, bunga berkelamin satu (uniseksual)
dan jarang yang biseksual. Bunga tersusun dalam rangkaian (inflorescence),
biasanya terdiri atas 100 bunga atau lebih, persentase bunga betina 5 – 10 %
(Hasnam, 2006a). Fenologi pembungaan jarak pagar bervariasi antar tanaman dan
dalam tanaman. Rasio bunga betina terhadap bunga jantan pada malai sangat
5
bervariasi dan tidak jarang ditemukan inflorescence yang memiliki bunga jantan
semua. Antar tanaman terdapat variasi dalam frekuensi dan waktu pembungaan.
Tanaman-tanaman yang besar akan terus berbunga karena sistem perakaran yang
lebih baik dalam menyerap air dan hara, sedangkan tanaman-tanaman yang
kurus/kecil akan berhenti dalam pertumbuhannya (Hasnam, 2008a).
Bunga jarak pagar memiliki lima sepal dan lima petal yang berwarna hijaukekuningan atau cokelat-kekuningan. Bunga jantan mempunyai 10 tangkai sari
yang tersusun dalam dua lingkaran (whorl) masing-masing berisi lima tangkai sari
yang menyatu berbentuk tabung, kepala sari pecah melintang (longitudinal), masa
berbunga 1 - 2 hari. Bunga betina lebih besar dari bunga jantan terdiri atas bakal
buah yang beruang lima dan masing-masing berisi satu bakal biji (ovule). Tangkai
putik lepas atau melekat pada pangkal, kepala putik terpecah tiga, berwarna
cokelat, masa berbunga 3 - 4 hari. Bunga betina membuka 1 - 2 hari sebelum
bunga jantan. Lama pembungaan infloresen 10 - 15 hari (Hasnam, 2006a). Bunga
jarak pagar mulai muncul saat tanaman mulai berumur 3 – 4 bulan. Bunga muncul
secara terminal dari percabangan (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).
Pembungaan umumnya terjadi pada musim kemarau, tetapi pada musim
hujan juga dapat berbunga (Nurcholis dan Sumarsih, 2007). Hasnam (2008a)
menyatakan bahwa jarak pagar berbunga terus-menerus, tetapi dalam prakteknya
pembungaannya bersifat episodic, sewaktu-waktu mengikuti presipitasi hujan dan
ketersediaan unsur hara tanaman. Kekahatan hara akan menyebabkan berhentinya
pertumbuhan dan pembungaan walaupun hujan masih tersedia. Kondisi kering
akan mempengaruhi terbentuknya bunga betina maupun bunga jantan, dimana
bunga betina akan lebih banyak gugur.
Buah jarak pagar yang disebut kapsul akan masak 40 - 50 hari setelah
pembuahan, buah sedikit berdaging (fleshy) waktu muda, berwarna hijau
kemudian menjadi kuning dan mengering lalu pecah waktu masak (Hasnam,
2006a). Tanaman jarak pagar sudah mulai berbuah secara produktif pada saat
berumur 6 bulan dan mulai berbuah secara stabil pada saat memasuki umur 1 – 3
tahun. Buah jarak pagar berbentuk bulat telur, berdiameter 2-4 cm. Buah jarak
pagar terbagi menjadi tiga ruang yang masing-masing ruang berisi satu biji. Biji
berbentuk bulat lonjong dengan warna cokelat kehitaman. (Priyanto, 2007).
6
Diketahui adanya interaksi genotipe x lingkungan untuk hasil biji pada tanaman
jarak pagar. Ketersediaan air sangat menentukan produktivitas jarak pagar
(Hasnam, 2008b).
Evawati dan Heliyanto (2008) menyatakan pada Lokakarya Nasional Jarak
Pagar III di Malang tahun 2007 telah dihasilkan populasi komposit Improved
Population (IP) yaitu IP-2 yang merupakan hasil seleksi lanjutan dari populasi IP1, dengan produktivitas 6 - 7 ton biji kering per ha pada tahun 4 - 5. Pada
Lokakarya Jarak Pagar IV tahun 2008, pengembangan potensi produktivitas
berupa populasi komposit IP-3 dengan tingkat produktivitas di atas 8 ton biji
kering per ha pada tahun ke 4 - 5.
Bibit jarak pagar dari biji yang berkecambah akan tumbuh lima akar yang
terdiri dari satu akar tunggang dan empat akar cabang, sedangkan bibit yang
berasal dari stek tidak mempunyai akar tunggang (Prihandana dan Hendroko,
2006). Akar lateral muncul dari akar tunggang. Akar lateral melebar ke samping
dan rambut-rambut akar yang cukup banyak. Radius penyebaran akar antara 0.5 m
sampai beberapa meter dari pokok tanaman, tergantung varietasnya. Umumnya
akar-akar muda terletak di bawah lingkaran kanopi terluar tanaman. Menanam
jarak pagar cukup mudah. Jarak pagar bisa ditanam dengan menyemaikan benih
terlebih dahulu maupun dengan menanam stek batang secara langsung di lahan.
Penanaman dalam bentuk bibit lebih baik untuk menjamin keberhasilan pada awal
pertumbuhan, terutama apabila akan ditanam dalam jumlah besar di lahan kritis.
Bibit jarak pagar dapat diperoleh dari benih maupun stek batang (Nurcholis dan
Sumarsih, 2007).
Jarak pagar merupakan tanaman yang memiliki peluang cukup besar untuk
dikembangkan di beberapa wilayah Indonesia terutama lahan marginal. Menurut
Mahmud (2006) jarak pagar dapat tumbuh di mana saja di lahan berdrainase dan
aerasi baik. Priyanto (2007) menyatakan bahwa jarak pagar bisa tumbuh di mana
saja dan mudah beradaptasi dengan lingkungan, termasuk di lahan yang tidak
subur tetapi di lahan yang tidak subur buah yang dihasilkan kecil-kecil, bahkan
ada yang tidak menghasilkan buah. Selanjutnya Hasnam (2008a) menambahkan
bahwa jarak pagar memiliki banyak keunggulan antara lain dapat memperbaiki
7
kondisi ekosistem (terutama dalam pencegahan erosi), dan ideal untuk program
reklamasi di bekas daerah pertambangan.
Mahmud (2006) menyatakan bahwa J. curcas mampu berproduksi optimal
apabila ditanam pada lahan dengan ketinggian tempat kurang dari 500 m di atas
permukaan laut (dpl) (dataran rendah), curah hujan kurang dari 1 000 mm/tahun,
dan suhu lebih dari 20o C, serta tanah berpasir dengan pH 5.5 – 6.5. Priyanto
(2007) menambahkan bahwa J. curcas bisa tumbuh baik di tempat yang memiliki
ketinggian 0 – 2 000 m dpl dengan suhu 18o - 30o C, curah hujan 300 – 1 200 mm
per tahun, dan pH tanah 5 – 6.5.
Biologi Batang Tanaman Jarak Pagar
Tanaman jarak pagar termasuk tanaman perdu atau belukar besar dengan
tinggi dapat mencapai 5 meter. Tanaman jarak pagar yang diperbanyak dengan biji
mempunyai akar tunggang, sedangkan yang diperbanyak dengan stek hanya akar
cabang dan akar serabut. Batang dan cabangnya berkayu, bergetah, dan terdapat
buku atau tempat/bekas daun melekat (Mahmud dalam Saefudin et al., 2006).
Saefudin et al. (2006) menyatakan bahwa pada batang atau cabang tanaman jarak
pagar terdapat mata-mata tunas yang berasal dari bekas tumbuhnya daun. Jarak
antar mata tunas sekitar 1.5 - 5 cm. Mata-mata tunas tersebut lebih aktif pada batang
atau cabang yang lebih muda. Sel meristem calon tunas pada bekas-bekas daun
masih dorman pada perbanyakan jarak pagar secara stek. Pembuangan pucuk daun,
pemotongan stek dan penanamannya akan merangsang sel meristem tumbuh dan
membentuk pucuk baru melalui tunas-tunasnya. Tunas-tunas ini akan berkembang
menjadi batang utama.
Perbanyakan Secara Vegetatif dengan Stek Batang atau Cabang
Stek adalah suatu perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa bagian dari
tanaman (akar, batang, daun, dan tunas) dengan tujuan agar bagian-bagian itu
membentuk akar, sehingga dengan dasar itu munculah istilah stek akar, stek
cabang atau batang, stek daun, stek umbi, dan sebagainya. Stek cabang
digolongkan menjadi stek cabang yang telah tua dan cabang yang setengah tua
8
karena ada beberapa tanaman yang hanya dikembangbiakkan dengan stek cabang
yang telah tua (seperti kembang sepatu), tapi ada juga yang hanya dapat distek
dengan cabang setengah tua (seperti mawar) (Wudianto, 2002). Stek berasal dari
kata stuk (bahasa Belanda) dan cuttage (bahasa Inggris) yang artinya potongan.
Sesuai dengan namanya, perbanyakan ini dilakukan dengan menanam potongan
pohon induk ke dalam media agar tumbuh menjadi tanaman baru. Bagian yang
ditanam dapat berupa akar, batang, daun, atau tunas (Anonimous, 2007).
Perbanyakan dengan stek caranya sederhana, tidak memerlukan teknik yang
rumit sehingga dapat dilakukan oleh siapa saja (Wudianto, 2002). Keunggulan
teknik perbanyakan dengan stek adalah dapat menghasilkan tanaman baru dalam
jumlah banyak walaupun bahan tanam yang tersedia sangat terbatas (Anonimous,
2007). Keunggulan lain perbanyakan dengan stek yaitu memperoleh bibit yang
memiliki sifat-sifat sama dengan pohon induknya. Perbanyakan secara vegetatif
jarak pagar umumnya dilakukan dengan stek batang atau cabang.
Cabang yang terlalu tua kurang baik digunakan untuk stek karena sangat
sulit untuk membentuk akar, sehingga waktu yang diperlukan untuk membentuk
akar akan lebih lama. Cabang yang terlalu muda (biasanya ditandai dengan tekstur
yang lunak) juga kurang baik digunakan untuk stek karena proses penguapannya
sangat cepat sehingga stek menjadi lemah dan akhirnya mati. Cabang yang
berwarna kehijauan mempunyai kandungan nitrogen dan karbohidrat yang tinggi
sehingga mempercepat proses terbentuknya akar. Cara melihat warna cabang
yaitu dengan mengelupaskan kulit ari cabang (Wudianto, 2002).
Panjang batang yang dipotong antara 10 – 30 cm tergantung pada jenis
tanamannya (Wudianto, 2002). Menurut Prihandana dan Hendroko (2006)
panjang stek batang jarak pagar yang dipotong yaitu 15 – 30 cm. Hasil penelitian
Tresniawati dan Saefudin (2006) menunjukkan bahwa panjang stek 35 cm adalah
yang menghasilkan pertumbuhan bibit paling baik, diikuti panjang stek 25 cm,
dan yang kurang baik adalah 15 cm. Saefudin et al. (2006) menyatakan bahwa
beberapa panjang stek yaitu; 15 cm, 20 cm, 25 cm, 30 cm, dan 35 cm tidak
berpengaruh nyata terhadap beberapa parameter pertumbuhan bibit seperti tinggi
tanaman,
jumlah
daun
dan
lingkar
batang,
tetapi
berpengaruh
nyata
terhadap jumlah tunas hingga umur bibit 3 bulan. Jumlah tunas terbanyak
9
diperoleh pada panjang stek 35 cm, namun tidak berbeda nyata dengan jumlah
tunas pada panjang stek 20 cm.
Yuniyati dan Pranowo (2006) merekomendasikan penggunaan stek jarak
pagar yang berdiameter 1.5 – 2.5 cm karena pada ukuran tersebut akan diperoleh
bibit yang vigor dan secara teknis budidaya pelaksanaannya mudah. Penggunaan
bahan stek yang berukuran besar disamping vigornya rendah secara teknis sulit
dilaksanakan karena kantong plastik yang digunakan sering pecah dan media
tanah yang tersedia berkurang sehingga persentase tumbuhnya berkurang,
sedangkan penggunaan stek yang terlalu kecil (< 1.5 cm) selain secara fisiologis
kurang mampu menyokong pertumbuhan vegetatifnya, bahan stek ini rentan
terhadap kebusukan. Tresniawati dan Saefudin (2006) menyatakan bahwa
diameter 2.0 cm adalah yang menghasilkan pertumbuhan bibit yang paling baik,
diikuti diameter 1.5 cm, dan yang kurang baik adalah diameter stek 1.0 cm.
Hariyono dan Istiana (2006) menyatakan bahwa stek batang bagian tengah
dan bawah memperlihatkan pertumbuhan yang lebih baik daripada stek bagian
atas pada pembibitan tanaman jarak pagar. Polybag berdiameter minimal 7.5 cm
(volume media 530 cm3), mampu memberikan pertumbuhan yang baik pada
pembibitan tanaman jarak pagar. Bagian batang untuk stek yang dipilih sebaiknya
bagian tengah dan bawah dengan pemakaian polybag berdiameter minimal 7,5 cm
(volume media tanam 530 cm3), dan ditanam/dipindahkan pada umur 2 bulan agar
lebih efisien.
Bentuk potongan pangkal stek bisa dibuat datar atau miring. Irisan miring
akan mempunyai permukaan lebih luas bila dibandingkan dengan yang
berpangkal datar. Hal ini berarti jumlah akar yang tumbuh juga lebih banyak,
selain itu akan dihasilkan satu akar yang besar pada ujung stek karena pada ujung
stek terjadi akumulasi zat pengatur tumbuh (ZPT). Begitu juga pada ujung stek,
penampang ujung yang miring mempunyai kelebihan karena air hujan atau air
siraman yang jatuh pada ujung stek bisa mengalir ke bawah, sehingga stek tidak
busuk (Wudianto, 2002).
Kedalaman penanaman bagian stek batang pada media berpengaruh
terhadap pertumbuhan akar.
Stek yang ditanam
dangkal pada media
akan lebih cepat berakar, tetapi stek akan mudah rebah dan cepat kering.
10
Kedalaman tanam stek batang yang paling baik adalah setengah sampai tiga
perempat dari panjang stek, atau paling sedikit ada dua mata tunas di atas
permukaan tanah (Wudianto, 2002).
Media tanam yang digunakan untuk pembibitan stek batang jarak pagar
yaitu tanah lapisan atas (top soil) yang dicampur dengan kompos (pupuk kandang)
dan pasir atau sekam dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Polybag diletakkan di tempat
yang teduh atau tempat pembibitan yang diberi naungan atau jerami, daun kelapa,
daun tebu, atau paranet. Penyiraman dilakukan setiap tiga hari sekali sedangkan
pengendalian gulma dilakukan sebulan sekali. Pemindahan bibit ke lahan jika
curah hujan telah cukup (umur tiga bulan atau pada awal musim hujan)
(Prihandana dan Hendroko, 2006).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Stek Batang
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah faktor
lingkungan dan faktor genetik. Keberhasilan perbanyakan suatu tanaman sangat
tergantung pada kualitas dan sifat genetik pohon induk, sedangkan pertumbuhan
tanaman sangat ditentukan oleh faktor lingkungan. Pertumbuhan stek sangat
dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut. Faktor lingkungan yang mempengaruhi
antara lain: kelembaban, suhu, cahaya, dan media perakaran (unsur hara yang
terkandung dalam media). Faktor dari dalam tanaman yang mempengaruhi
pertumbuhan stek adalah umur bahan tanaman, jenis tanaman, persediaan bahan
makanan, adanya tunas dan daun muda pada stek, dan zat pengatur tumbuh
(Huik, 2004).
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan stek batang jarak pagar
yaitu jenis tanaman, umur tanaman, media, dan zat pengatur tumbuh. Tanaman
induk yang dipilih harus sehat, bebas dari hama penyakit, dan berumur lebih dari
lima tahun atau tanaman berumur satu tahun yang sudah berproduksi (Prawitasari,
2006b). Media tanam yang digunakan yaitu campuran tanah : sekam : pupuk
kandang dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Furadan 3G digunakan untuk sterilisasi
membunuh mikroorganisme dan untuk memacu perakaran digunakan Rootone-F
(Prawitasari, 2006a).
11
Hasil penelitian Yuniyati dan Herman (2006) menunjukkan bahwa
perlakuan jenis media tumbuh tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
bibit jarak pagar sampai dengan umur tiga bulan di pembibitan, sehingga untuk
efisiensi pembibitan jarak pagar yang menggunakan stek sebagai bahan tanaman
cukup dengan tanah tanpa campuran, asalkan struktur tanah memiliki aerasi yang
cukup dengan tingkat kesuburan tanah yang tinggi. Penggunaan media tanah yang
dicampur dengan pupuk kandang dan sekam disarankan untuk menunjang
pertumbuhan bibit setelah ditanam di lahan.
Tempat pembibitan dibuat dengan arah utara-selatan agar semua stek
mendapat sinar matahari pagi dan diberi naungan untuk melindungi stek dari
serangan matahari siang dan sore hari. Kondisi lingkungan yang baik saat
pemotongan stek adalah saat kelembaban udara tinggi dan tanaman sedang tidak
mengalami pertumbuhan. Hal ini biasanya terjadi pada awal musim hujan
(Wudianto, 2002). Media stek harus dijaga kelembabannya agar tetap tinggi. Cara
yang bisa dilakukan yaitu dengan menutup media persemaian dengan plastik
transparan dan menyiram setiap hari (Anonimous, 2007).
Abidin (1983) menyatakan bahwa dari segi fisiologis auksin berpengaruh
terhadap pengembangan sel, fototropisme, geotropisme, dominansi apikal,
pertumbuhan akar, parthenocarpy, absisi, pembentukan kalus, dan respirasi.
Keadaan auksin pada organ; akar, pucuk, dan batang sangat berbeda satu sama
lain. Pucuk yang berdaun (leafy shoot) menunjukkan bahwa jumlah auksin yang
diperlukan dalam perpanjangan batang, diperlukan oleh daun muda pada pucuk.
Kemudian auksin tersebut ditransportasikan melalui petiol menuju batang.
Kandungan auksin yang paling tinggi terdapat pada pucuk yang paling rendah
(basal). Selanjutnya Gardner et al. (1991) menambahkan bahwa auksin diproduksi
dalam jaringan meristematik yang aktif yaitu tunas, daun muda, dan buah. Auksin
berikatan dengan plasmalema, terutama dengan lesitin, yang menggalakkan
peningkatan respirasi dan pengambilan kalium.
Sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang berperan dalam proses
pembelahan sel (Abidin, 1983). Akar muda, biji dan buah yang belum masak, dan
jaringan pemberi makan kaya akan kinin (Gardner et al., 1991). Perbandingan
konsentrasi sitokinin lebih besar dari auksin, maka hal ini akan memperlihatkan
12
stimulasi pertumbuhan tunas dan daun, sebaliknya apabila sitokinin lebih rendah
dari auksin, maka hal ini akan mengakibatkan stimulasi pada pertumbuhan akar.
Pertumbuhan tunas, daun, dan akar akan berimbang apabila perbandingan
sitokinin dan auksin berimbang (Abidin, 1983).
Spesies tanaman dan tipe serta umur jaringan mengandung macam dan
konsetrasi giberelin (GA) yang berbeda-beda. Walaupun GA diketahui
menghambat pertumbuhan akar, akar merupakan sumber GA bagi organ-organ
yang lain. Respon GA yang paling terkenal adalah perangsang pertumbuhan antar
buku (Gardner et al., 1991). Interval waktu antara munculnya primordia daun
berikutnya disebut plastokron (Bunting dan Drennan dalam Gardner et al., 1991).
Pemunculan daun tertentu pada gandum terjadi pada plastokron 5; yaitu daun
kelima sudah dimulai pada saat daun pertama muncul. Penelitian mengenai laju
permulaan dan pemunculan daun pada tanaman budidaya sangat terbatas.
Temperatur, cahaya, dan faktor-faktor lain terbukti mempengaruhi perkembangan
plastokron (Gardner et al., 1991).
Ismail et al. (2008) menyatakan dominansi apikal merupakan pengaturan
kontrol pertumbuhan dominan ujung tanaman yang menekan daerah meristematik
lain, untuk itu apabila ujung tanaman dipotong maka tunas lateral akan mulai
berkembang sehingga letak kedua tunas tersebut pada tanaman induk dekat dan
tingkat perkembangan jaringannya relatif sama. Sel-sel penyusun tunas dengan
tingkat perkembangan yang sama apabila ditumbuhkan pada lingkungan yang
sama kemungkinan tunas-tunas tersebut mempunyai cadangan makanan,
kandungan air, dan hormon yang cenderung sama. Hal ini memungkinkan tunastunas tersebut mempunyai daya regenerasi yang sama sehingga tingkat
keberhasilan stek pucuk, jumlah akar, panjang akar, dan berat basah stek pucuk
tidak berbeda nyata.
Menurut Galston dalam Abidin (1983) pada sel yang tua, aktivitas IAA
oksidasinya meningkat, sedangkan kandungan auksinnya rendah. Prana (2006)
menyatakan bahwa batang atau cabang yang digunakan untuk bahan stek jarak
pagar adalah yang cukup tua tetapi tidak terlalu tua dicirikan dengan warna kulit
batang yang keabu-abuan. Stek yang terlalu tua lambat tumbuh dan berakar.
Selanjutnya Hartmann et al. dalam Ismail et al. (2008) menambahkan bahwa
13
keberhasilan stek pucuk salah satunya dipengaruhi oleh umur pohon induk.
Bertambahnya umur tanaman mengakibatkan peningkatan produksi inhibitor
perakaran dan penurunan produksi kofaktor (auksin). Hal ini berhubungan dengan
juvenilitas dalam pembentukan akar.
Menurut Wudianto (2002) peranan karbohidrat untuk membentuk perakaran
sangat besar. Huik (2004) menyatakan bahwa pada tanaman Tectona grandis L.F
(batang jati) semakin besar ukuran diameter batang stek, maka akan tersedia lebih
besar cadangan makanan untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan yang
baik dari stek. Ratio C/N yang tinggi didapat dari tanaman yang cukup umurnya
(tidak terlalu muda) yang menyimpan hasil fotosintesis lebih banyak untuk
mendukung kualitas pembentukan akar. Hasil penelitian Santoso (2009)
menunjukkan bahwa panjang bahan stek dan diameter batang bahan stek terkait
dengan tersedianya bahan cadangan makanan yang umumnya berupa karbohidrat,
yaitu semakin rendah seiring dengan semakin pendek ukuran stek atau semakin
kecil diameter batang. Potensi cadangan makanan yang dimiliki masing-masing
stek akan menentukan pertumbuhan dan perkembangan bibit. Pengaruh ukuran
panjang maupun diameter stek memiliki pola yang serupa, yaitu lebih banyak
berpengaruh nyata pada komponen tajuk dibandingkan komponen akar.
Download