BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN

advertisement
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah proses umum yang dilakukan peneliti dalam rangka
menemukan teori. Dalam upaya mendapatkan suatu pedoman yang bertujuan
untuk memperdalam masalah, maka perlu dikemukakan teori yang bersifat ilmiah.
Dalam kajian pustaka ini diungkapkan teori yang ada hubungannya dengan materi
yang digunakan dalam memecahkan masalah yaitu teori-teori tentang sumber
daya manusia.
2.1.1 Manajemen
2.1.1.1 Pengertian Manajemen
Hasibuan
(2005:p1)
memberikan
definisi
sebagai
berikut:
“Manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan
efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu”.
Sedangkan berdasarkan Robbins dan Coulter yang diterjemahkan
oleh Hermaya. (2004;p6) “Proses pengkoordinasian kegiatan-kegiatan
pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan
efektif dan melalui orang lain” .
Didalam organisasi dan perusahaan dibutuhkan menajemen yang
dapat mengatur serangkaian komponen termasuk orang-orang yang
10
berada didalam organisasi tersebut .Selain itu manajemen juga terdiri dari
beberapa fungsi pokok yang akan diuraikan pada sub bab selanjutnya .
2.1.1.2 Fungsi Manajemen
Robbins dan Coulter menyatakan dalam bukunya yang berjudul
“Manajemen” (2004:p8) bahwa dalam manajemen terdapat empat fungsi
yang saling terkait. Empat fungsi tersebut adalah :
1) Merencanakan
Fungsi manajemen yang mencakup proses mendifinisikan
sasaran, menetapkan strategi untuk mencapai sasaran, dan
menyusun
rencana
untuk
mengintegrasikan
dan
mengkoordinasikan sejumlah kegiatan.
2) Mengorganisasi
Fungsi manajemen yang mencakup proses menetukan tugas
apa yang harus dilakukan, siapa yang mengerjakannya,
bagaimana cara mengelompokan tugas-tugas itu, siapa melapor
kepada siapa, dan pada tingkatan apa keputusan harus diambil.
3) Memimpin
Fungsi manajemen yang mencakup memotivasi bawahan,
mempengaruhi individu atau tim sewaktu mereka bekerja,
memiliki saluran komunikasi yang paling efektif, dan
memecahkan dengan berbagai cara masalah perilaku karyawan.
11
4) Mengendalikan
Fungsi manajemen yang mencakup memantau kinerja aktual,
membandingkan aktual
dengan
standar,
dan
membuat
koreksinya, jika perlu.
2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Dessler (2004) yang diterjemahkan oleh Eli Tanya
“Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah kebijakan dan
praktik menentukan aspek manusia atau sumber daya manusia dalam
posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi
penghargaan, dan penilaian.
Berdasarkan pendapat Mathis dan Jackson (2006;p3) “Manajemen
Sumber Daya Manusia (SDM) adalah rancangan sistem-sistem formal
dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia
secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional..
Sedangkan menurut Samsudin (2006;p20) Sumber daya manusia
adalah orang-orang yang merancang dan menghasilkan barang atau jasa,
mengawasi mutu,memasarkan produk, mengalokasikan sumber financial
serta merumuskan seluruh strategi dan tujuan organisasi.
Menurut Samsudin (2006:p23) terdapat hal yang esensial dari
manajemen sumber daya manusia adalah pengelolaan dan pendayagunaan
secara penuh dan berkesinambungan terhadap sumber daya manusia yang
ada sehingga mereka dapat bekerja secara optimal, efektif dan produktif
12
dalam mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Terdapat empat hal
penting berkenaan dengan manajemen sumber daya manusia adalah
sebagai berikut :
1) Penekanan yang lebih dari biasanya terhadap pengintegrasian
berbagai kebijakan sumber daya manusia dengan perencanaan.
2) Tanggung jawab pengelolaan sumber daya manusia tidak lagi
menjadi tanggung manajer khusus, tetapi manajemen secara
keseluruhan.
3) Adanya perubahan dari hubungan serikat pekerja manajemen
menjadi hubungan manjemen karyawan.
4) Terdapat aksentuasi pada komitmen untuk melatih para
manajer agar dapat berperan optimal sebagai penggerak dan
fasilitor.
2.1.3 Kepemimpinan
2.1.3.1 Pengertian Kepemimpinan
Berdasarkan pendapat Kartono (2006;p10) Pemimpin
adalah merupakan inisiator, motivator, stimulator, dinamisator, dan
innovator dalam organisasi. Sedangkan menurut Winardi (2007;p2)
Pemimpin seseorang yang karena kecakapan-kecakapan pribadinya
dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi
kelompok yang dipimpinnya untuk mengarahkan upaya bersama
kaarah pencapaian sasaran-sasaran tertentu.
13
Kepemimpinan menurut Kartono (2006;p10) merupakan
kekuatan aspirasional, kekuatan semangat, dan kekuatan moral
yang kreatif, yang mampu mempengaruhi para anggota untuk
mengubah sikap, sehingga mereka menjadi conform dengan
keinginan
pemimpin.
Menurut
Robbins
(2003;p163)
Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi suatu
kelompok kearah pencapaian tujuan. Sedangkan menurut Rivai
(2003;p2) Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi dalam
menentukan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk
mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok
dan budayanya.
Maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah
suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi
aktivitas para anggota kelompok sehingga dapat mencapai tujuan
bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan
organisasi.
2.1.3.2 Fungsi-Fungsi kepemimpinan
Berdasarkan Soekarso, et al (2010:p22) agar kelompok atau
organisasi dapat berjalan dengan efektif, maka seorang pemimpin
harus menggunakan dua fungsi utama yaitu sebagai berikut :
1) Fungsi yang berhubungan dengan tugas (ask related)
atau pemecahan masalah, mencakup penetapan struktur
14
tugas, pemberian saran penyelesaian, informasi, dan
pendapat.
2) Fungsi
yang
berhubungan
dengan
pemeliharaan
kelompok (group maintenance) atau social, mencakup
segala sesuatu yang dapat membantu kelompok atau
organisasi berjalan lebih baik atau efektif, persetujuan
dengan kelompok lain, penengahan perbedaan pendapat
dan
sebagainya.
Dalam
pada
itu
fungsi-fungsi
kepemimpinan dalam organisasi antara lain “Enam F”
sebagai berikut :
(1). Fungsi pengambilan keputusan (Decision Making)
(2). Fungsi pengarahan (Directing)
(3). Fungsi pendelegasian (Delegation)
(4). Fungsi pemberdayaan (Empowerment)
(5). Fungsi fasilitasi (Facilitating)
(6). Fungsi Pengendalian (Controlling)
2.1.3.3 Gaya Kepemimpinan
Jika kepemimpinan terjadi didalam organisasi tertentu, dan
kepemimpinan
membangun
diperlukan
iklim
dalam
motivasi
pengembangan
yang
menghasilkan
staf
dan
tingkat
produkstivitas yang tinggi, maka diperlukan gaya kepemimpinan
yang sesuai dengan organisasinya. Gaya kepemimpinan merupakan
15
norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang
tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain.
Menurut Kartono (2006,p27) gaya kepemimpinan “sebagai
suatu pola perilaku manajemen professional yang dirancang untuk
memadukan minat dan usaha pribadi serta organisasi untuk
mencapai tujuan”, ada 3 macam kepemimpinan :
1) Kepemimpinan Authoritarian (Authocratic)
Adalah pemimpin yang mengutamakan kekuatan dari posisi
formulanya :
(1). Kurang memperharikan kebutuhan karyawan.
(2). Lebih menciptakan penyelesaian tugas.
(3). Semua aktivitas ditentukan oleh atasan.
(4). Komunikasi hanya satu arah yaitu kebawah saja
2) Kepemimpinan Partisipaty (Democratie)
(1). Melibatkan
bawahan
dalam
perencanaan/pengambilan keputusan
(2). Lebih memperhatikan kepada bawahan untuk
mencapai tujuan organisasi
(3). Menekankan 2 hal yaitu bawahan dan tugas.
16
3) Kepemimpinan Laissez-Faire
Merupakan kebalikan dari gaya kepemimpinan yang
pertama :
(1). Disini pemimpin membiarkan bawahannya untuk
mengatur dirinya sendiri
(2). Manajer hanya menentukan kebijaksanaan dan
tujuan umum
(3). Bawahan dapat mengambil kepeutusan yang relevan
dan mencapai tujuan dalam segala hal yang mereka
anggap cocok.
2.1.3.4 Kriteria seorang pemimpin
Menurut Samsudi (2006,p293), seorang pemimpin paling
sedikit harus mampu memimpin bawahan untuk mencapai tujuan
organisasi,
mampu
menangani
hubungan
antar
karyawan,
mempunyai interaksi antar personal yang baik, dan mempunyai
kemampuan untuk bisa menyesuaikan diri dengan keadaan.
Menurut pendapat Samsudin (2006,p293), beberapa sifat
pemimpin yang berguna dan dapat dipertimbangkan adalah sebagai
berikut :
17
1) Keinginan untuk menerima tanggung jawab. Seorang
pemimpin yang menerima kewajiban untuk mencapai
suatu tujuan berarti bersedia bertanggung jawab pada
pimpinannya atas segala yang dilakukan bawahannya.
2) Kemampuan
menunjukan
untuk
“Perceptive”.
kemampuan
untuk
Perceptive
mengamati
atau
menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. Setiap
pimpinan harus mengenai tujuan organisasi sehingga
dapat bekerja untuk membantu mencapai tujuan
tersebut.
3) Kemampuan untuk bersikap objektif. Objektivitas
adalah kemampuan untuk melihat suatu peristiwa atau
merupakan
perluasan
dari
kemampuan
persepsi.
Perseptivitas menimbulkan kepekaan terhadap fakta,
kejadian, dan kenyataan yang lain.
4) Kemampuan untuk menentuka prioritas. Seorang
pemimpin
yang
pandai
adalah
seseorang
yang
mempunyai kemampuan untuk menentukan hal yang
penting dan yang paling penting.
5) Kemampuan untuk berkomunikasi. Kemampuan untuk
memberikan dan menerima informasi merupakan
keharusan bagi seorang pemimpin. Seorang pemimpin
18
adalah orang yang bekerja dengan menggunakan
bantuan orang lain. Oleh karena itu, pemberian perintah
dan penyampaian informasi kepada oirang lain mutlak
perlu dikuasai.
2.1.4 Komunikasi Organisasi
Tidak ada kelompok yang dapat bertahan tanpa komunikasi,
perpindahan
makna di antara anggota-anggotanya. Hanya lewat perpindahan
makna dari satu orang ke orang lain informasi dan gagasan dapat dihantarkan.
Tetapi komunikasi itu lebih dari sekadar menanamkan makna. Komunikasi
harus juga dipahami. Oleh karena itu, komunikasi harus mencakup perpindahan
dan pemahaman makna.
2.1.4.1 Pengertian Komunikasi
Menurut Robbins (2003;p4), komunikasi didefinisikan
sebagai perpindahan dan pemahaman pada makna. Menurut
Himstreet dan Baty dalam Djoko (2006;p3) Komunikasi adalah
suatu proses pertukaran informasi antar individu melalui suatu
system yang biasa (lazim), baik dengan simbol-simbol, sinyalsinyal, maupun perilaku atau tindakan Selain itu menurut Bovee
dalam
Djoko
(2006;p3)
Komunikasi
adalah
suatu
proses
pengiriman dan penerimaan pesan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, komunikasi paling tidak
melibatkan dua orang atau lebih, dan proses pemindahan pesannya
19
dapat dilakukan dengan menggunakan cara-cara berkomunikasi
yang biasa dilakukan oleh seseorang melalui lisan, tulisan, maupun
sinyal-sinyal nonverbal. Sedangkan Komunikasi Organisasi dapat
disimpulkan perekat yang memungkinkan kelompok orang dalam
organisasi secara bersama-sama melakukan fungsinya dengan baik.
Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam
hubungan-hubungan hierarkis antara yang satu dan lainnya dalam
suatu lingkungan. Komunikasi dalam organisasi dapat dilihat dari
sisi komunikasi antar pribadi dan komunikasi organisasi.
Komunikasi dapat terjadi karena adanya komponen-komponen,
yaitu komunikator yang mengirimkan pesan yang diekspresikan
melalui lambang dalam bentuk bahasa. Selanjutnya pesan
disampaikan melalui perantara yaitu media komunikasi. Pesan
diterima
oleh
para
penerima
pesan
tersebut
ditafsirkan.
Keberhasilan komunikasi dalam suatu organisasi merupakan asset
penting bagi pencapaian sasaran atau tujuan organisasi tersebut.
Keberhasilan komunikasi yang tercermin dalam efektivitas dan
efisiensinya merupakan alat perekat organisasi, yang juga
mempengaruhi
bersangkutan.
nama
baik
(goodwill)
organisasi
yang
20
2.1.4.2 Bentuk Dasar Komunikasi
Menurut Djoko Purwanto (2006;p5) ada dua bentuk dasar
komunikasi yang lazim digunakan dalam bisnis, yaitu :
1) Komunikasi Verbal
Komunikasi
verbal
merupakan
salah
satu
bentuk
komunikasi lazim digunakan dalam dunia bisnis untuk
menyampaikan pesan-pesan bisnis kepada pihak lain baik
secara tertulis (written) maupun lisan (oral). Bentuk
komunikasi verbal ini memiliki struktur yang teratur dan
terorganisasi dengan baik, sehingga tujuan penyampaian
pesan-pesan bisnis dapat tercapai dengan baik.
2) Komunikasi Nonverbal
Bentuk
komunikasi
yang
paling
mendasar
dalam
komunikasi bisnis adalah komunikasi nonverbal. Menurut
teori antropologi, sebelum manusia menggunakan katakata, mereka telah menggunakan gerakan-gerakan tubuh,
bahasa tubuh (body language) sebagai alat komunikasi
dengan orang lain.
21
2.1.4.3 Proses Komunikasi
Menurut Bovee dan Thill dalam Djoko proses komunikasi
terdiri dari enam fase yang sering disingkat 6e, yaitu:
1) Tahap Pertama : Pengirim Mempunyai Suatu Ide/Gagasan
Sebelum proses penyampaian pesan dapat dilakukan,
pengirim pesan harus menyiapkan ide atau gagasan apa
yang ingin disampaikan kepada pihak lain atau audiens. Ide
dapat diperoleh dari berbagai sumber yang terbentang luas
dihadapan kita.
2) Tahap Kedua : Pengirim Mengubah Ide Menjadi Suatu
Pesan
Agar ide dapat diterima dan dimengerti secara sempurna,
pengirim pesan harus memperhatikan beberapa hal, yaitu
subjek (apa yang ingin disampaikan), maksud (tujuan),
audiens, gaya personal, dan latar belakang budaya.
3) Tahap Ketiga : Pengirim Mengajukan Pesan
Setelah mengubah ide-ide ke dalam suatu pesan, tahap
berikutnya adalah memindahkan atau menyampaikan pesan
melalui berbagai saluran yang ada kepada si penerima
pesan.
Saluran
komunikasi
yang
digunakan
untuk
menyampaikan pesan terkadang relatif pendek, tetapi ada
22
juga yang cukup panjang. Panjang-pendeknya saluran
komunikasi yang digunakan akan berpengaruh terhadap
efektivitas penyampaian pesan.
4) Tahap Keempat : Penerima Menerima Pesan
Komunikasi antara seseorang dengan orang lain akan
terjadi, bila pengirim (komunikator) mengirim suatu pesan
dan penerima (komunikan) menerima pesan tersebut.
5) Tahap Kelima : Penerima Menafsirkan Pesan
Suatu pesan yang disampaikan pengirim harus mudah
dimengerti dan tersimpan di dalam benak pikiran si
penerima pesan. Selanjutnya, suatu pesan dapat ditafsirkan
secara benar bila penerima pesan telah memahami isi pesan
sebagaimana yang dimaksud oleh pengirim pesan.
6) Tahap Keenam : Penerima Memberi Tanggapan dan
Umpan Balik ke Pengirim
Umpan balik (feedback) adalah penghubung akhir dalam
suatu mata rantai komunikasi. Umpan balik tersebut
merupakan tanggapan penerima pesan yang memungkinkan
pengirim untuk menilai efektivitas suatu pesan.
23
Tahap 1 Pengirim
mempunyai ide/gagasan
Tahap 6 Penerima
mengirim ide pesan
Tahap 2 Pengirim
mengubah ide menjadi
pesan
Tahap 5 Penerima
menafsirkan pesan
SALURAN dan
MEDIA
Tahap 3 Pengirim
mengirim pesan
Tahap 4 Penerima
menerima pesan
Gambar 2.1 : Proses Komunikasi
Sumber : Djoko Purwanto (2006;p12)
2.1.4.4 Pola Komunikasi
Bagi perusahaan berskala kecil yang hanya memiliki beberapa
karyawan, penyampaiaan informasi dapat dilakukan secara langsung
kepada para karyawannya tersebut. Lain halnya dengan perusahaan besar
24
yang memiliki ratusan bahkan ribuan karyawan, penyampaian informasi
kepada mereka merupakan suatu pekerjaan yang cukup rumit.
Berdasarkan Djoko (2006;p40) secara umum, pola komunikasi
dapat dibedakan menjadi sebagai berikut, yaitu :
1) Saluran Komunikasi Formal
Dalam struktur organisasi garis, fungsional, maupun
matriks, akan tampak berbagai macam posisi atau
kedudukan masing-masing sesuai dengan batas tanggaung
jawab
dan
wewenangnya.
Terdapat
empat
saluran
komunikasi formal yang terdapat didalam organisasi, yaitu :
(1). Komunikasi dari Atas ke Bawah
Komunikasi dari atas ke bawah dipakai untuk
menyampaikan
informasi,
mengarahkan,
mengoordinasikan, memotivasi, memimpin, dan
mengendalikan berbagai kegiatan di level bawah.
(2). Komunikasi dari Bawah ke Atas
Idea tau gagasan penyampaian pesan dalam
komunikasi dari bawah ke atas berasal dari
bawahan. Bawahan terlibat secara langsung dalam
proses pengambilan keputusan.
25
(3). Komunikasi Horizontal
Komunikasi
horizontal
(horizontal
communications), atau sering disebut juga dengan
istilah komunikasi lateral (lateral communications),
adalah komunikasi yang terjadi antara bagianbagian yang memilki posisi sejajar/sederajat dalam
suatu organisasi. Tujuan komunikasi horizontal
antara
lain
untuk
melakukan
persuasi,
mempengaruhi, dan memberikan informasi kepada
bagian atau department yang memiliki kedudukan
sejajar.
2) Saluran Komunikasi Informal
Dalam jaringan komunikasi informal, orang-orang yang ada
dalam suatu organisasi, tanpa memedulikan jenjang
hierarki,
pangkat
dan
kedudukan/jabatan,
dapat
berkomunikasi secara luas. Komunikasi informal cenderung
luwes atau fleksibel dan tidak ketat,
sebagaimana
komunikasi yang terjadi di saat-saat istirahat kerja kantor.
26
2.1.5 Kompensasi
2.1.5.1 Pengertian Kompensasi
Tingkat Penghargaan salah satunya ditunjukan dengan pemberian
kompensasi. Menurut Dessler (2003:p302) Kompensasi adalah segala
bentuk pembayaran atau penghargaan yang diberikan kepada karyawan
yang timbul akibat pekerjaan mereka. Sedangkan menurut Handoko
(2003:p114) Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para
karyawan sebagai balas jasa untuk pekerjaan mereka. Jadi melalui
kompensasi karyawan dapat meningkatkan prestasi kerja, motivasi,
kepuasan, kinerja serta dapat meningkatkan kebutuhan hidup mereka.
Menurut Veithzal Rivai dan Ella Jauvani dalam bukunya
“Manajemen Sumber Daya Manusia untuk perusahaan” (2009:p741),
kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti
kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Pemberian kompensasi
merupakan salah satu pelaksanaan fungsi MSDM yang berhubungan
dengan semua jenis pemberian penghargaan individual sebagai pertukaran
dalam melakukan tugas keorganisasian.
Sedangkan menurut Hasibuan (2002:p35) “Kompensasi atau balas
jasa umumnya bertujuan untuk kepentingan perusahaan dan karyawan”.
Kepentingan perusahaan
dengan
pemberian
kompensasi
yaitu
memperoleh imbalan prestasi kerja yang lebih besar dari karyawan.
Sedangkan kepentingan karyawan atas kompensasi yang diterima yaitu
27
dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan dan menjadi keamanan
ekonomi rumah tangga.
2.1.5.2 Tahap untuk Menentukan Nilai Kompensasi
Menurut Dessler (2003:p307) ada lima tahap untuk
menentukan nilai kompensasi yang akan diberikan yaitu :
1) Survei gaji
Survei gaji adalah survei yang bertujuan untuk menentukan
tingkat upah yang sesuai. Survei gaji yang baik dilakukan
dengan menentukan tingkat upah sesuai dengan spesifikasi
pekerjaan dari masing-masing karyawan.
2) Evaluasi pekerjaan
Evaluasi pekerjaan adalah perbandingan sistematis yang
dilakukan untuk menentukan nilai dari suatu pekerjaan.
Evaluasi pekerjaan perlu dilakukan untuk menilai kinerja
dari seorang karyawan dalam melakukan tugas-tugasnya
dalam suatu organisasi. Semakin baik hasil pekerjaan yang
karyawan tersebut lakukan, maka akan semakin besar pula
apresiasi yang akan diberikan oleh suatu organisasi
terhadap dirinya.
28
3) Membagi kelas sesuai pekerjaan
Membagi kelas dimaksudkan untuk menentukan tingkat
kesulitan
pekerjaan
yang
mana
nantinya
akan
membutuhkan skill dan keterampilan ekstra dari karyawan
tersebut sesuai dengan klasifikasi pekerjaan mereka.
4) Membayar setiap kelas pekerjaan sesuai upah
Organisasi akan melakukan pembayaran upah kepada setiap
karyawan atas pekerjaan yang telah mereka hasilkan sesuai
dengan kelas atau divisi yang telah ditentukan sebelumnya.
5) Menyempurnakan pembayaran upah
Menyempurnakan pembayaran upah dimaksudkan untuk
membayar upah sesuai dengan kontribusi yang telah
diberikan oleh perusahaan. Misalnya: masa kerja, tingkat
pendidikan, dan tingkat kesulitan pekerjaan.
2.1.5.3 Tujuan Pemberian Kompensasi
Menurut Malayu S. P. Hasibuan (2002), tujuan pemberian
kompensasi (balas jasa) antara lain:
1) Ikatan kerja sama
Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja
sama formal antara majikan dengan karyawan. Karyawan
29
harus mengerjakan tugas-tugas dengan baik, sedangkan
pegusaha/majikan wajib membayarkan kompensasi sesuai
dengan perjanjian yang disepakati.
2) Kepuasan Kerja
Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya
sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
3) Pengadaan Efektif
Jika
program
kompensasi
ditetapkan
cukup
besar,
pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan
lebih mudah.
4) Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan
mudah memotivasi bawahannya.
5) Stabilitas Karyawan
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak
serta eksternal konsistensi yang kompentatif maka stabilitas
karyawan lebih terjamin karena turn-over relative kecil
30
6) Disiplin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka
disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari
serta mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.
7) Pengaruh Serikat Buruh
Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat
buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi
pada pekerjaannya.
8) Pengaruh Pemerintah
Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang
perburuhan yang berlaku (seperti batas upah minimum)
maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan.
2.1.5.4 Jenis Penghargaan
Penelitian yang telah dilakukan Ivancevich (2007:p226) dalam
Laksmi dan kokoh (2010) terdapat 5 kesimpulan, yaitu :
1) Kepuasan terhadap suatu penghargaan merupakan fungsi
dari berapa banyak yang diterima dan berapa banyak
menurut individu seharusnya diterima.
2) Perasaan seseorang mengenai kepuasan dipengaruhi oleh
perbandingan dengan apa yang terjadi pada orang lain
31
3) Kepuasan dipengaruhi oleh seberapa puas karyawan dengan
pengahargaan intrinsik maupun ekstrinsik
4) Setiap orang perbedaan dalam hal penghargaan yang ia
inginkan dan seberapa penting penghargaan tersebut
baginya.
5) Beberapa
jenis
penghargaan
ekstrinsik
dianggap
memuaskan karena jenis penghargaan ini menghasilkan
penghargaan lain.
Berdasarkan Ivancevich (2007:p229) dalam Laksmi dan Kokoh
(2010) terdapat beberapa jenis penghargaan, yaitu:
1) Penghargaan Ekstrinsik, yang terdiri dari:
(1). Penghargaan Finansial berupa gaji dan upah. Menurut
Mondy (2003:p442) Gaji adalah balas jasa yang
dibayarkan secara periodik kepada karyawan tetap serta
memiliki jaminan yang pasti, sedangkan upah adalah
balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja dengan
berpedoman
pada
perjanjian
yang
disepakati
pembayarannya.
Uang merupakan penghargaan ekstrinsik yang utama.
Untuk dapat benar-benar memahami bagaimana uang
memodifikasi perilaku, kita harus memahami persepsi
32
dan prefensasi orang yang diberi penghargaan. Tentu
saja, ini merupakan suatu tugas sulit yang harus
dilakukan secara berhasil oleh manajer. Kecuali jika
karyawan dapat melihat suatu hubungan antara kinerja
dan kenaikan yang diberikan, uang tidak akan menjadi
motivator yang kuat.
(2). Penghargaan Finansial berupa Tunjangan Karyawan.
Tunjangan finansial utama karyawan di kebanyakan
organisasi
adalah
rencana
pensiun
dan,
untuk
kebanyakan karyawan, kesempatan untuk berpartisipasi
dalam rencana pensiun merupakan penghargaan yang
bernilai. Tunjangan karyawan seperti dana pensiun,
perawatan di rumah sakit, dan liburan, pada umumnya
merupakan hal yang tidak berhubungan dengan kinerja
karyawan, akan tetapi didasarkan pada senioritas atau
catatan
kehadiran
(Ivancevich,
2007:229)
dalam
(Laksmi dan Kokoh, 2010)
(3). Penghargaan Interpersonal
Ivancevich (2007:p229) dalam Laksmi dan Kokoh
(2010) berpendapat bahwa manajer memiliki sejumlah
kekuasaan
untuk
mendistribusikan
penghargaan
interpersonal seperti status dan pengakuan. Dengan
33
memberikan
manajer
individu
dapat
pekerjaan
berusaha
yang
bergengsi,
meningkatkan
atau
menghilangkan status yang dimiliki seseorang.
2) Penghargaan Instrinsik.
Menurut Ivancevich (2007,p230) pencapaian merupakan
penghargaan yang muncul dalam diri sendiri, yang diperoleh
ketika seseorang meraih suatu tujuan yang menantang. Akan
tetapi, perbedaan individual harus dipertimbangkan sebelum
mencapai kesimpulan mengenai pentingnya penghargaan
pencapaian.
2.1.6 Loyalitas Karyawan
2.1.6.1 Pengertian Loyalitas Karyawan
Menurut Robbins (2003) loyalitas yang berkaitan dengan tingkat
kepercayaan adalah suatu keinginan untuk melindungi dan menyelamatkan
wajah bagi orang lain. Bila seseorang memiliki loyalitas dan kepercayaan
terhadap suatu hal, maka orang tersebut bersedia berkorban dan setia
terhadap hal yang dipercayainya tersebut.
Menurut Sudimin (2003) loyalitas merupakan kesediaan karyawan
dengan seluruh kemampuan, keterampilan, pikiran dan waktu untuk ikut
serta mencapai tujuan perusahaan dan menyimpan rahasia perusahaan
34
serta tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan perusahaan
selama orang itu masih berstatus sebagai karyawan.
Menurut Indayati Oetomo (2006), loyalitas adalah sense of
responsibility, bukan hanya tanggung jawab saja tetapi juga perasaan yang
lebih daripada tanggung jawab menjalankan perintah atasan, itu bukan
hanya sekedar menjalankan perintah, tetapi juga dapat memberikan
masukan yang berarti dan terbaik untuk perusahaan.
Menurut Johansen dan Swigart (1994, p48-50), ada dua hal
penyebab utama turunnya tingkat loyalitas yang dimiliki oleh karyawan
kepada perusahaan yaitu tidak adanya penghargaan terhadap kelompok
dan besarnya gaji yang tidak sesuai dengan pengharapan mereka.
Berdasarkan Mathis dan Jackson (2006:121) banyak karyawan
yang masih
menginginkan keamanan dan stabilitas, pekerjaan yang
menarik, seorang supervisor atau pemimpin yang dapat mereka hormati,
serta gaji dan tunjangan yang kompetitif.
Apabila unsur-unsur ini tidak
diberikan, karyawan mungkin merasakan keharusan yang berkurang untuk
menambah kinerja organisasi yang akan menyebabkan perputaran
karyawan muncul lebih sering ketika loyalitas karyawan rendah, yang
kemudian menegaskan pentingnya sebuah angkatan kerja yang loyal dan
berkomitmen.
Loyalitas karyawan dapat tercipta dari beberapa segi konstruksi,
yang ditandai dengan identifikasi seorang karyawan dengan tujuan
35
perusahaan dan dengan etika kerja. Menurut Varona (2002), loyalitas dari
seorang karyawan dapat ditunjukan melalui perasaan seorang individu
untuk bergabung bersama perusahaan dan menjadi rekan kerja, keinginan
untuk membantu pimpinan perusahaan, bertindak sesuai etika kerja dan
profesionalisme, tetap tinggal bersama perusahaan di saat krisi, serta
menyebarkan informasi tentang nama baik perusahaan. (Antoncic,
2011:82)
(1). Loyalitas sebagai perasaan seorang individu bahwa ia merupakan
bagian dari perusahaan dan tim kerja yang ada didalamnya
Haughey (1993), mengatakan “The seeming loyalty is an act of need to
belong, to attach oneself to a “self” outside of one’s self” yang berarti
bahwa loyalitas dapat Nampak dari kebutuhan seseorang untuk menjadi
bagian dan mengikatkan dirinya dengan pihak lain. Didalam dunia kerja
pihak lain yang dimaksud dapat berupa perusahaan tempat bekerja dan
termasuk tim kerja didalam perusahaan tersebut
(2). Loyalitas sebagai keinginan untuk membantu pimpinan perusahaan
Xiong Chen, et al. (2002:345) mengusulkan dimensi-dimensi untuk
menangkap pengertian mengenai loyalitas karyawan kepada atasan dimana
pimpinan perusahaan termasuk didalamnya.
36
(3). Loyalitas sebagai tindakan yang sesuai dengan etika kerja dan
profesionalisme
Menurut Follet (dikutip dalam Rosanas dan Velilla, 2003), loyalitas
karyawan terhadap perusahaan belum merupakan nilai yang absolute
karena akan lebih penting jika karyawan juga memiliki loyalitas terdapap
pekerjaan/profesinya.
(4). Loyalitas sebagai kesediaan untuk tetap tinggal di dalam perusahaan
disaat kritis
Menurut salah satu definisi mengenai loyalitas yang dikemukakan oleh
Wang dan Ronen (2011), loyalitas dapat ditunjukan oleh seorang
karyawan terhadap perusahaannya ialah tetap tinggal di dalam perusahaan
walaupun perusahaan sedang dalam keadaan yang merugikan atau bahkan
dalam keadaan kritis.
(5). Loyalitas sebagai kesediaan karyawan untuk menyebarkan informasi
tentang nama baik perusahaan
Karyawan yang telah memiliki idenfikasi terhadap perusahaan tempat ia
bekerja akan cenderung untuk menyebarkan informasi yang positif tentang
perusahaan tersebut. Hal ini mendukung oleh pernyataan Bhattacharya et
al (1995) yang dikutip dalam Bartels (2006):
“Some studies found that if employee identify strongly with their
organization, they are willing to spread a positive image of organization”
37
2.1.6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat loyalitas karyawan
Berdasarkan artikel Ruth Berlian, seorang tim consultant pada
perusahaan Vibiz Consulting yang berjudul “Mana yang anda akan pilih?
Menunmbuhkan Loyalitas Karyawan atau Merekrut karyawan yang
memiliki loyalitas?” mengemukakan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat loyalitas karyawan
1) Gaji atau benefit lainnya
Jika sebagian besar dari alasan yang dikemukakan adalah
masalah gaji serta benefit yang diterima oleh para karyawan,
maka segera lah mengadakan penyesuaian secara bertahap.
Jangan takut untuk melakukan hal tersebut, meskipun akan
berdampak negatif terhadap cost yang lebih tinggi namun akan
memberikan keuntungan yang setimpal bagi perusahaan.
2) Tidak tersedianya jenjang karir yang jelas bagi para karyawan.
Jika di suatu perusahaaan tidak tersedianya jenjang karir yang
jelas bagi karyawan maka jalan keluarnya adalah pihak
manajemen bersama dengan
pihak
HRD harus mulai
merumuskan jenjang karir bagi setiap posisi yang ada
diperusahaan tersebut dan segeralah lakukan sosialisasi kepada
karyawan.
38
3) Lingkungan kerja yang tidak sehat atau tidak harmonisnya
hubungan antar karyawan atau antara management dan
karyawan maka pihak manajemen jangan segan-segan untuk
mulai mengambil tindakan yang mungkin sedikit ekstrim guna
menciptakan lingkungan kerja yang sehat.
4) Cocok atau tidaknya dengan atasan
Sebuah buku yang berjudul First Break All the Rules
mempublikasikan hasil dari sebuah survey yang dilakukan oleh
Gallup Organization yang dalam salah satu penelitiannya
menyimpulkan bahwa alasan terkuat seseorang untuk keluar
dari perusahaan adalah ketidakcocokan pada atasannya.
Penemuan ini pun menyimpulkan jika orang-orang yang bagus
meninggalkan
perusahaan,
maka
lihatlah
atasan
langsung/tertinggi di department mereka.
2.1.6.3 Manfaat pembinaan loyalitas karyawan
Menurut I Komang Ardana, et al (2012,135) terdapat beberapa
manfaat bagi perusahaan jika dilakukan pembinaan untuk meningkat
loylitas karyawan, yaitu:
1) Mempunyai kepedulian tinggi terhadap perusahaan
Sumber daya manusia (SDM) yang mempunyai loyalitas tinggi
akan mempunyai kepedulian yang tinggi pula. Kepedulian
39
disini dimaksudkan bahwa SDM tersebut selalu bersikap positif
terhadap kondisi yang terjadi dalam perusahaan. Baik kondisi
itu yang mengarah kepada kecendrungan merugikan bagi
perusahaan.
Seorang karyawan yang mempunyai tingkat kepedulian tinggi
akan terlibat pada perilaku :
(1). Tidak senang melihat perbuatan yang cenderung
merugikan perusahaan
(2). Bersedia turun tangan untuk mencegah hal-hal yang
merugikan perusahaan
(3). Bersedia
mengorbankan
kepentingan
pribadinya,
waktunya, tenaganya untuk kemajuan perusahaan
(4). Tidak mau berbuat hal-hal yang mengarah kepada halhal yang merusak perusahaan
(5). Suka bekerja keras, kreatif, dan selalu ingin berbuat
yang terbaik bagi perusahaan
(6). Merasa bangga atas prestasi yang dicapai perusahaan
2) Merasa Memiliki Terhadap Perusahaan
Seorang karyawan dikatakan mempunyai rasa memiliki
terhadap perusahaan, kalau ia merasakan bahwa kerugiaan
40
perusahaan dirasakannya sebagai kerugian sendiri. Bila
perusahaan maju maka hal itu diyakininya akan turut
memajukan kepentingan dirinya sendiri. Sekiranya produksi
yang dicapai perusahaan turun atau merosot, akan dapat pula
menurunkan tingkat kompensasi yang diterima karyawan.
SDM yang mempunyai rasa memiliki terhadap perusahaan
terlihat pada gejala-gejala antara lain :
(1). Merasa sedih di kala perusahaannya mengalami
musibah
(2). Merasa tersinggung bila ada orang yang mencoba-coba
melecehkan nama baik perusahaannnya
(3). Merasa bangga ketika perusahaannya mendapatkan
kemajuan
(4). Mengikuti
segala
kegiatan
yang
diadakan
oleh
perusahaan
(5). Mempunyai disiplin tinggi dan tidak mau merugikan
perusahaan
(6). Bersedia menjadi pelopor untuk kemajuan perusahaan
41
3) Tetap bertahan dalam perusahaan
SDM yang loyal pada perusahaan akan tetap bertahan dalam
perusahaan, meskipun perusahaan ini maju atau mundur.
Sebaliknya karyawan yang tidak loyal, biasanya selalu gelisah,
tidak tenang, dan berusaha untuk mencari lahan atau
perusahaan
lain
yang
dianggapnya
dapat
memberikan
kompensasi yang lebih besar.
Turn-over diperusahaan dapat terjadi, bila:
(1). Suasana pekerjaan yang tidak menyenangkan
(2). Tingkat kompensasi yang kurang memadai
(3). Kurang ada penghargaan pada prestasi
(4). Pekerjaan yang tidak menantang
(5). Loyalitas yang rendah terhadap perusahaan
(6). Kurang ada jaminan pengembangan karir
4) Meningkatkan Kinerja untuk Kesinambungan Perusahaan
Tingginya loyalitas pada SDM dalam suatu perusahaan, akan
menahan mereka untuk tidak melakukan turn-over dari
peusahaan. Loyalitas yang tinggi juga akan memberikan
motivasi kerja yang tinggi kepada para SDM
42
5) Tetap Mempunyai Motivasi Kerja yang Tinggi
SDM yang mempunyai loyalitas tinggi kepada perusahaan,
biasanya akan mempunyai motivasi yang juga tinggi. Dengan
kecintaan
dan
kesetiaan
SDM
yang
besar
kepada
perusahaannya, ia juga tidak memerlukan motivasi yang begitu
besar lagi untuk melakukan pekerjaan, karena loyalitas sudah
merupakan sikap mental positif bagi perusahaan.
43
2.2
Kajian Terdahulu
Tabel 2.1 Kajian Terdahulu dari Jurnal
No Judul Jurnal
Nama Pengarang
Variabel
Keterangan
Hasil penelitian
menyatakan
bahwa ada
pengaruh yang
signifikan
antara gaya
kepemimpinan,
komunikasi
organisasi, dan
jenis
penghargaan
terhadap
loyalitas
karyawan, besar
pengaruh
masing-masing
sebesar 26,11%,
39,56%, dan
52,13%
1
Journal The Winners. Vol.
11 No 2, Tahun 2010
“Pengaruh Gaya
Kepemimpinan, Pola
Komunikasi dalam
Organisasi, dan Jenis
Penghargaan terhadap
Loyalitas Karyawan”
Laksmi Sito Dwi
Irvianti dan
Kokoh
Chandranegara
Gaya
Kepemimpinan,
Komunikasi
Organisasi, dan
Jenis
Penghargaan
terhadap
Loyalitas
Karyawan
2
Journal of Occupational
and Organizational
Psychology, vol.75 Part 3.
Pg. 339, 18 pgs (2002).
“Loyalty to supervisor vs
organizational
commitment :
Relationshops to employee
performance in China”
Chen, Zhen.,
Tsui, Anne., &
Farh, Jiing-Lih.
Gaya
Dalam jurnal ini
Kepemimpinan mengusulkan
terhadap
dimensi-dimensi
untuk
Loyalitas
menangkap
pengertian
mengenai
loyalitas
karyawan kepada
atasan dimana
pimpinan
perusahaan
termasuk
didalamnya.
44
Tabel 2.2 Kajian Terdahulu dari Penelitian
No
Judul Penelitian
Pengarang
Variabel
Keterangan
1
Pengaruh Gaya
Kepemimpinan
Terhadap Loyalitas
Karyawan (Studi Kasus
pada Perpustakaan Pusat
Unika Atma Jaya
Jakarta) , 2003
Niken Triwulandari
Gaya
Kepemimpinan
terhadap
Loyalitas
Karyawan
Hasil
penelitian ini
menunjukan
gaya
kepemimpinan
yang
diterapkan
lebih bersifat
partisipatif
dan terdapat
pengaruh yang
kecil antara
gaya
kepemimpinan
dan loyalitas
karyawan
Perpustakaan
Pusat Unika
Atma Jaya
Jakarta
2
Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi
Loyalitas Karyawan
(Study Pada Karyawan
Hotel Kusuma
Argowisata Batu), 2008
Agus Budiman
Faktor-Faktor
yang
mempengaruhi
Loyalitas
Karyawan
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
loyalitas
karyawan :
faktor
kesejahteraan,
faktor
perhatian
terhadap
karyawan,
faktor
kesediaan
fasilitas, faktor
insentif, faktor
gaji, faktor
suasana santai.
45
Tabel 2.3 Kajian dari Buku
No
Judul Buku
Nama Pengarang
Variabel
Keterangan
1
Upsizing The
Individual in The
Downsized
Organization. 1994
New Jersey : Wesley
Publishing
Comapany.)
Johansen, Robert &
Swigart, Bob.
Jenis
Penghargaan
terhadap
Loyalitas
Karyawan
Ada dua hal
penyebab utama
turunnya tingkat
loyalitas yang
dimiliki oleh
karyawan kepada
perusahaan yaitu
tidak adanya
penghargaan
terhadap
kelompok dan
besarnya gaji
yang tidak sesuai
dengan
pengharapan
mereka.
2
Manajemen Sumber
Daya Manusia. 2006.
(edisi 10). Jakarta:
Penerbit Salemba
Empat.
Mathis, L. R. &
Jackson, H. J.
Gaya
Kepemimpinan
dan Jenis
Penghargaan
terhadap
Loyalitas
Karyawan
Banyak
karyawan yang
masih
menginginkan
keamanan dan
stabilitas,
pekerjaan yang
menarik, seorang
supervisor atau
pemimpin yang
dapat mereka
hormati, serta
gaji dan
tunjangan yang
kompetitif
46
2.3
Kerangka Pemikiran
Gaya Kepemimpinan (X1)
1. Gaya Authoritarian (authocratic)
2. Gaya Partisipatif (democratic)
3. Gaya bebas (laissez-faire)
Loyalitas Karyawan (Y)
Komunikasi Organisasi (X2)
Komunikasi Internal :
•
•
Mempunyai kepedulian
•
Komunikasi ke bawah
•
Merasa memiliki
•
Komunikasi ke atas
•
Tetap bertahan
•
Komunikasi ke samping
(lateral)
•
Kinerja yang meningkat
•
Motivasi tinggi
Jenis Penghargaan (X3)
•
Manfaat Pembinaan Loyalitas :
Penghargaan Ekstrinsik, berupa :
o
Gaji dan upah
o
Tunjangan karyawan
o
Penghargaan Interpersonal
Penghargaan Intrinsik
Sumber: Penulis
47
2.4
Hipotesis
Berdasarkan Indriantoro dan Supomo (2002:p73) Hipotesis menyatakan
hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan
proposisi yang dapat diuji secara empiris. Hipotesis memiliki beberapa fungsi
yaitu menjelaskan masalah penelitian, menjelaskan variabel-variabel penelitian,
digunakan untuk memilih metode-metode pengujian data, menjadi dasar untuk
membuat kesimpulan penelitian.
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah :
1)
Untuk T-1
Ho = variabel gaya kepemimpinan (X1) tidak berkontribusi
secara signifikan terhadap loyalitas karyawan (Y) pada PT
Hero Supermarket.Tbk
Ha = variabel gaya kepemimpinan (X1) berkontribusi secara
signifikan terhadap loyalitas karyawan (Y) pada PT Hero
Supermarket.Tbk
2)
Untuk T-2
Ho = variabel komunikasi organisasi (X2) tidak berkontribusi
secara signifikan terhadap loyalitas karyawan (Y) pada PT
Hero Supermarket.Tbk
48
Ha = variabel komunikasi organisasi (X2) berkontribusi secara
signifikan terhadap loyalitas karyawan (Y) pada PT Hero
Supermarket.Tbk
3)
Untuk T-3
Ho = variabel jenis penghargaan (X3) tidak berkontribusi
secara signifikan terhadap loyalitas karyawan (Y) pada PT
Hero Supermarket.Tbk
Ha = variabel jenis penghargaan (X3) berkontribusi secara
signifikan terhadap loyalitas karyawan (Y) pada PT Hero
Supermarket.Tbk
4)
Untuk T-4
Ho = variabel gaya kepemimpinan (X1), komunikasi organisasi
(X2), dan jenis penghargaan (X3) tidak berkontribusi secara
signifikan terhadap loyalitas karyawan (Y) pada PT Hero
Supermarket.Tbk
Ha = variabel gaya kepemimpinan (X1), komunikasi organisasi
(X2), dan jenis penghargaan (X3) berkontribusi secara
signifikan terhadap loyalitas karyawan (Y) pada PT Hero
Supermarket.Tbk
Download