iii kerangka pemikiran

advertisement
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Konsep Usahatani
Definisi usahatani menurut Bachtiar Rifai yang dikutip oleh Hernanto
(1996) adalah organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada
produksi di lapangan pertanian. Tujuan akhir dari pengorganisasian ini menurut
Soekartawi et al (1986) adalah untuk memaksimumkan keuntungan atau
meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana
mengalokasikan sumber daya (input) dengan jumlah tertentu seefisien mungkin
untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Sedangkan yang disebut dengan
konsep meminimumkan biaya adalah menekan biaya sekecil mungkin guna
mencapai jumlah produksi tertentu.
Rahim dan Diah (2007) menyatakan bahwa usahatani merupakan ilmu
yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi
(tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih dan pestisida) dengan efektif,
efisien dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga
pendapatannya meningkat. Dikatakan efisien bila petani dapat mengalokasikan
sumberdaya yang dimiliki dengan sebaik-baiknya dan dikatakan efektif bila
pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output).
Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang
mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam
sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya.
Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari
cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan
penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga
usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah 2009).
Hal di atas juga sesuai dengan pendapat Soeharjo dan Patong (1973) yang
menyebutkan bahwa pengelolaan usahatani bukan hanya mengemukakan tentang
bagaimana cara mendapatkan produksi yang maksimum dari semua cabang
usahatani yang diusahakan, akan tetapi juga bagaimana mempertinggi pendapatan
dari satu cabang usahatani.
20
3.2. Biaya Usahatani
Menurut Hernanto (1995) dan Soekartawi (1995) biaya usahatani meliputi
biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif jumlahnya
dan tidak berpengaruh terhadap besarnya jumlah produksi. Biaya tetap meliputi
pajak, penyusutan alat produksi, bunga pinjaman, sewa lahan dan iuran irigasi.
Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya selalu berubah dan
besarnya tergantung dari jumlah produksi. Biaya variabel meliputi biaya input
produksi dan upah tenaga kerja.
Pengelompokan biaya usahatani yang lain adalah biaya tunai dan biaya
tidak tunai (diperhitungkan) (Hernanto, 1995). Biaya tunai dan tidak tunai berasal
dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang termasuk dalam biaya tunai
adalah iuran irigasi dan pajak tanah. Sedangkan untuk biaya variabel meliputi
biaya input produksi dan upah tenaga kerja. Biaya diperhitungkan yang
merupakan biaya tetap adalah biaya penyusutan dan biaya tenaga kerja keluarga.
Dan yang termasuk dalam biaya variabel yaitu sewa lahan.
3.3. Konsep Pendapatan Usahatani
Soekartawi (2002) menyatakan bahwa penerimaan usahatani adalah hasil
perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat
dituliskan sebagai berikut:
TR= Y. Py
Yaitu : TR = Total penerimaan
Y
= produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
Py = Harga Y
Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (a) biaya
tetap (fixed cost) dan (b) biaya tidak tetap (Variable cost). Total biaya (TC) adalah
jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC); maka:
TC = FC + VC
Pendapatan usahatani adalah selisisih antara penerimaan dan semua biaya.
Jadi:
21
Pd = TR – TC
Pd = pendapatan usahatani
TR = total penerimaan
TC = total biaya
Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak, juga dinilai efisiensinya.
Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah rasio penerimaan (R) untuk setiap
biaya (C) yang dikeluarkan (R/C). R/C ini menunjukkan pendapatan kotor yang
diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi.
Analisis rasio ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan
relatif terhadap kegiatan usahatani sehingga dapat dijadikan penilaian terhadap
keputusan petani untuk menjalankan usahatani tertentu. Usahatani efisien apabila
R/C lebih besar dari 1 (R/C>1) artinya untuk setiap Rp. 1,00 biaya yang
dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih dari Rp. 1,00. Sebaliknya jika
rasio R/C lebih kecil satu (R/C < 1) maka dikatakan bahwa untuk setiap Rp. 1,00
yang dikeluarkan akan memberikan penerimanaan lebih kecil dari Rp. 1,00
sehingga usahatani dinilai tidak efisien.
3.4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keragaman Jenis Bahan Olah Karet
Rakyat
Dalam penelitian ini penulis menduga ada beberapa variabel yang menjadi
penentu mengapa petani karet di kecamatan Tulang Bawang Tengah memroduksi
bahan olah karet dalam jenis yang berbeda-beda. Dalam kasus ini petani karet
memroduksi bahan olah karet berupa koagulump segar (harian) dan koagulump 2
harian. Variabel yang menjadi penentu dalam pengambilan keputusan petani karet
dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu faktor sosial ekonomi dan faktor
teknis.
Faktor sosial ekonomi yang diduga memengaruhi keragaman jenis bahan
olah karet alam terdiri dari karakteristik petani dan keluarga, harga output, dan
faktor pendukung berupa sumber informasi yang digunakan oleh petani untuk
mengetahui hal-hal tentang perkaretan. Sedangkan faktor teknis dapat kita kaji
dari segi usahataninya.
22
3.4.1. Faktor Sosial Ekonomi
3.4.1.1. Usia
Usia petani karet yang lebih tua diduga akan cenderung memilih
memroduksi koagulump 2 harian dibanding koagulump segar (harian). Sedangkan
petani karet yang memiliki usia lebih muda diduga akan cenderung memilih
memroduksi koagulump segar (harian) dibanding koagulump 2 harian. Hal ini
dikarenakan diduga semakin tua usia petani maka semakin menurun pula stamina
dan kondisi fisik petani.
Untuk menghasilkan koagulump segar dibutuhkan tenaga dan stamina
petani yang lebih besar dibanding dengan petani yang menghasilkan koagulump 2
harian. Hal ini dikarenakan untuk menghasilkan koagulump segar petani setiap
hari harus menyadap karet pada pagi hari, lalu setelah lateks berhenti menetes
petani memberikan zat pembeku pada lateks yang ada di dalam mangkuk tadah,
setelah menunggu lateks beku menjadi koagulump mangkuk, koagulump tadi
diambil lalu diangkut ke pedagang karet untuk ditimbang dan dijual. Sedangkan
untuk menghasilkan koagulump 2 harian petani hanya menyadap karet pada pagi
hari lalu setelah itu ditinggal, sehingga lateks dibiarkan membeku sendiri , baru
pada keesokan paginya petani menyadap karet lagi lalu diberi zat pembeku setelah
itu baru koagulump diambil untuk ditimbang dan dijual.
Dapat dilihat bahwa pekerjaan petani yang memroduksi koagulump segar
lebih banyak, sehingga diduga petani yang usianya muda akan lebih mampu untuk
menghasilkan koagulump segar (harian) dibanding petani yang usianya tua.
3.4.1.2. Jumlah Anggota Keluarga
Giroh et al. (2006) menjelaskan bahwa ukuran (jumlah anggota) keluarga
yang besar dapat dijadikan sebagai sumber tenaga kerja pertanian. Karena
pekerjaan petani yang memroduksi koagulump segar lebih banyak dibanding
pekerjaan petani yang memroduksi koagulump 2 harian sehingga diduga semakin
besar jumlah anggota keluarga, semakin besar pula kemungkinan petani tersebut
memroduksi koagulump segar dibanding petani dengan jumlah keluarga yang
lebih sedikit.
23
3.4.1.3. Pendidikan
Korelasi positif antara pendidikan dan adopsi inovasi baru telah ditemukan
oleh van den Ban and Hawkins. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa petani karet
dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah dalam menerapkan
inovasi teknologi dalam upaya peningkatan produksi hasil usahataninya. Sehingga
diharapkan petani karet yang memiliki pendidikan tinggi mampu memroduksi
koagulump lebih banyak dibanding petani dengan pendidikan rendah. Dari sini
dapat diduga bahwa peluang petani karet dengan pendidikan tinggi dalam
memroduksi koagulump harian akan lebih besar dibanding peluang petani karet
dengan pendidikan rendah. Hal ini disebabkan salah satu alasan petani karet
memroduksi koagulump 2 harian adalah karena dari lahan karet yang
diusahakannya petani hanya mampu menghasilkan sedikit koagulump jika dijual
harian.
3.4.1.4. Pengalaman
Pengalaman petani karet dalam menjalankan usahatani karet juga diduga
mempengaruhi keputusan petani dalam menentukan jenis bahan olah karet yang
akan diproduksinya. Petani karet yang lebih berpengalaman dalam menjalankan
usahatani karet diharapkan memiliki pengetahuan (baik dari segi teknis budidaya
maupun dari segi ekonomi) yang lebih baik tentang usahatani karet jika
dibandingkan dengan petani karet yang kurang berpengalaman. Dari hal ini
diharapkan petani karet yang lebih berpengalaman akan memroduksi koagulump
yang lebih menguntungkan dibanding petani yang kurang berpengalaman,
sehingga dapat diduga bahwa peluang petani karet yang lebih berpengalaman
dalam memroduksi koagulump dua harian akan lebih besar dibanding petani karet
yang kurang berpengalaman.
3.4.1.5. Penghasilan Keluarga
Pendapatan keluarga diduga dapat memengaruhi keputusan petani dalam
memroduksi jenis bahan olah karet yang akan dijual oleh petani. Semakin rendah
pendapatan petani, maka diduga petani tersebut tidak akan terlebih dulu
mengumpulkan koagulump yang dihasilkannya untuk dijual saat kuantitas yang
dimilikinya sudah banyak. Hal ini dikarenakan petani tersebut didesak oleh
24
kebutuhan hariannya, sehingga petani yang pendapatannya rendah akan
mengandalkan hasil dari penjualan koagulump setiap harinya. Dari sini dapat
diduga bahwa semakin rendah pendapatan petani, maka peluang petani tersebut
untuk memroduksi koagulump segar (harian) akan lebih besar dibanding petani
yang pendapatannya tinggi.
3.4.1.6. Faktor Pendukung
Faktor pendukung yang dimaksud penulis disini berupa sumber informasi
yang digunakan oleh petani untuk mengetahui hal-hal tentang perkaretan. Giroh et
al. (2006) telah mencatat berbagai hasil penelitian yang menyatakan bahwa
penggunaan sumber-sumber informasi memiliki hubungan yang signifikan dengan
perilaku adopsi para petani, karenanya penggunaan sumber informasi efektif pada
tiap tahap proses adopsi. Hal ini mendukung pernyataan Rogers (1983) bahwa
orang yang memiliki partisipasi sosial lebih banyak, hubungan luar yang luas,
lebih sering berhubungan dengan PPL, mengakses media masa, dan memiliki
pengetahuan tentang inovasi yang lebih luas akan lebih cepat mengadopsi suatu
inovasi.
Dalam penelitian ini penulis menduga beberapa faktor pendukung yang
diduga memengaruhi petani dalam menentukan jenis bahan olah karet yang
diproduksinya. Faktor-faktor pendukung tersebut adalah keikutsertaan petani karet
dalam kegiatan sosial di daerah tempat mereka tinggal, keanggotaan petani karet
dalam suatu wadah kelompok tani, dan keberadaan PPL di desa tempat petani
tinggal. Diduga petani yang lebih banyak mendapat informasi dari faktor-faktor
pendukung tersebut akan memiliki peluang lebih besar untuk memroduksi
koagulump yang lebih menguntungkan dibanding dengan petani karet yang lebih
sedikit mendapat informasi dari faktor-faktor pendukung tersebut.
3.4.1.7. Harga
Harga merupakan imbalan yang diterima oleh petani atas koagulump yang
diproduksinya. Besar kecilnya harga yang diterima oleh petani akan sangat
menentukan seberapa besar pendapatan yang akan diterimanya. Oleh karena itu
penulis menduga petani akan cenderung memilih memroduksi jenis koagulump
dengan harga yang paling menguntungkan.
25
3.4.2. Faktor Teknis
3.4.2.1. Luas lahan
Luas lahan berkorelasi positif dengan kuantitas produksi yang dihasilkan
oleh petani tiap harinya. Semakin besar luas lahan yang dimiliki oleh petani maka
petani tersebut akan semakin banyak memroduksi koagulump tiap harinya.
Penulis menduga bahwa semakin besar luas lahan yang dimilki oleh petani maka
petani tersebut memiliki peluang lebih besar untuk memroduksi koagulump segar
(harian) dibanding dengan petani dengan luas lahan yang relatif sempit.
3.5. Diagram Alur Pemikiran
Perbedaan jenis bahan olah
karet
Koagulump
Perbedaan
Koagulump dua
harian
harga
harian
 Karateristik
usahatani
 Karakteristik
pribadi petani
 Faktor pendukung
Pendapatan
Dibandingkan
usahatani
Pendapatan
usahatani
Gambar 2. Diagram alur pemikiran
Hasil perkebunan karet rakyat dijual dalam beberapa bentuk produk, yaitu
lateks kebun, koagulump segar, koagulump 2 harian, koagulump 1 mingguan,
koagulump 2 mingguan. Dari hal ini dapat dipertanyakan faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi pilihan produk jual petani karet.
Dalam penelitian ini penulis akan membatasi penelitian pada hasil
produksi karet berupa koagulump segar (harian) dan koagulump 2 harian, karena
berdasarkan penelitian Wiyanto (2009) sebagian besar petani karet di kecamatan
Tulang Bawang Tengah menjual hasil perkebunannya berupa koagulump segar
26
dan koagulump 2 harian. Keragaman produk jual tersebut disebabkan oleh faktorfaktor yang dapat muncul dari luar maupun dari dalam usahatani. Diduga ada dua
kelompok faktor yang memengaruhi perbedaan produk karet perkebunan rakyat di
kecamatan Tulang Bawang Tengah. kedua kelompok faktor tersebut adalah faktor
sosial ekonomi petani dan faktor teknis.
Kelompok faktor sosial ekonomi yang dapat dikaji antara lain karakteristik
petani dan keluarga, harga output, dan faktor pendukung berupa sumber informasi
yang digunakan oleh petani untuk mengetahui hal-hal tentang perkaretan.
Sedangkan faktor teknis terdiri dari faktor usahatani termasuk alat dan bahan yang
digunakan. Karakteristik petani dan keluarganya yang diduga memengaruhi
kualitas karet alam adalah usia, jumlah anggota keluarga yang berkontribusi,
pendidikan, dan pendapatan rumah tangga. Faktor usahatani yang diduga
berpengaruh pada penelitian ini adalah luas lahan.
Setelah faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan produk jual petani karet
di analisis, kemudian dengan menggunakan konsep pendapatan usahatani dihitung
pendapatan usahatani karet di Kecamatan Tulang Bawang Tengah berdasarkan
masing-masing produk jual petani.
Penerimaan
usahatani
diketahui
dengan
mengalikan
harga
karet
berdasarkan jenis produk jual dikalikan dengan jumlah produksinya. Kemudian,
penerimaan usahatani dikurangi dengan biaya penyelenggaraan usahatani.
Selanjutnya, pendapatan dari masing-masing kelompok dibandingkan untuk
dilihat pendapatan dari jenis produk jual mana yang lebih tingi. Hal ini penting
untuk dilakukan agar para petani karet dapat mengetahui produk mana yang akan
menghasilkan
pendapatan
yang
lebih
tinggi,
sehingga
petani
dapat
mengembangkan perkebunan karet mereka ke arah produk jual yang
menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi. Dengan ini diharapkan pendapatan
petani karet dapat meningkat.
27
Download