BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam satu dekade terakhir, prevalensi obesitas di seluruh dunia meningkat dengan drastis sehingga menempatkan masalah gizi ini menjadi salah satu masalah yang perlu mendapatkan perhatian. Obesitas tidak boleh dianggap hanya sebuah konsekuensi dari gaya hidup tidak sehat sehingga menimbulkan risiko signifikan bagi kesehatan. Obesitas harus dianggap sebagai penyakit dan faktor risiko untuk penyakit lainnya. WHO (2015) menunjukkan bahwa obesitas merupakan masalah epidemiologi global yang menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat dunia. Pada tahun 2014 lebih dari 1,9 miliar orang dewasa berusia di atas 18 tahun mengalami kelebihan berat badan, dari jumlah tersebut lebih dari 600 juta mengalami obesitas. 2,8 juta orang dewasa setiap tahunnya meninggal karena obesitas (WHO, 2008). Kelebihan berat badan dan obesitas menempati urutan kelima dari risiko penyebab kematian global. Obesitas tidak hanya ditemukan pada penduduk dewasa tetapi juga pada anak-anak dan remaja. Pada kelompok remaja sendiri, prevalensi obesitas masih mengalami peningkatan yang tajam dari tahun ke tahun. Menurut Klish (2013) prevalensi obesitas semakin meningkat pada anak-anak dan remaja di Amerika Serikat sebanyak 32,6% anak sekolah usia 6-11 tahun mengalami kegemukan dan sebanyak 33,6% remaja usia 12-19 tahun mengalami kegemukan. Obesitas tidak hanya berdampak pada kesehatan remaja tetapi juga pada masa dewasa seperti meningkatkan resiko penyakit seperti hipertensi, dislipidemia, resisten insulin, diabetes melitus tipe 2, serta menimbulkan masalah psikososial seperti gangguan citra tubuh, rendah diri, keletihan dan depresi (Barasi, 2007; Brown, 2010). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi nasional berat badan berlebih pada remaja usia 13–15 tahun sebesar 10,8%, terdiri dari 8,3% overweight dan 2,5% obesitas. Prevalensi berat badan 1 2 berlebih pada remaja usia 13–15 tahun mengalami peningkatan jika dibandingkan data Riskesdas 2010, dimana prevalensi berat badan berlebih pada remaja usia 13-15 tahun sebesar 2,5%. Berdasarkan tempat tinggal prevalensi kegemukan lebih tinggi di perkotaan dibandingkan dengan prevalensi di pedesaan yaitu berturut-turut sebesar 10,4% dan 8,1%. Obesitas terjadi karena berbagai faktor penyebab yang kompleks antara lain genetik, konsumsi makan, aktivitas fisik dan faktor sosial budaya (Nammi et al., 2004). Perubahan pola makan (diet tinggi lemak dan tinggi kalori serta rendah serat) dan menurunnya aktvitas fisik berakibat semakin banyaknya penduduk golongan tertentu mengalami obesitas (Almatsier, 2005). Menurut Golan & Weizman (2001) dan Rosenkranz (2008) lingkungan rumah dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat mendorong atau menghambat asupan makan sehat dan aktifitas fisik serta pengasuh yang dianggap sebagai role model bertanggung jawab dalam perkembangan lingkungan sosial dan fisik anak-anak di rumah. Golan, Kaufman & Shahar (2006) menyatakan bahwa lingkungan rumah sebagai tempat anak pertama kali berinteraksi merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh dalam membentuk kebiasaan makan dan aktifitas fisik anak. Orang tua bertanggung jawab atas pemenuhan makanan di rumah, makanan apa yang tersedia dan kapan makanan di sajikan. Orang tua memiliki peran yang kuat terhadap pemilihan makan remaja selama berada di lingkungan rumah (Kremers et al., 2003; Berge et al., 2010; Brown, 2010). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lingkungan rumah membawa pengaruh yang signifikan terhadap kejadian obesitas pada anak seperti pada penelitian oleh Siew et al. (2014) menemukan bahwa tingginya ketersediaan buah dan sayuran di rumah berhubungan terhadap asupan serat yang tinggi dan asupan lemak yang rendah, tingginya ketersediaan makanan manis dan berlemak di rumah serta role model orangtua terhadap perilaku makan sehat berhubungan dengan asupan buah yang tinggi, tingginya ketersediaan sarana aktifitas fisik di rumah serta role model orangtua dalam beraktifitas fisik berhubungan dengan tingginya aktifitas fisik pada anak. 3 Selain orang tua, teman sebaya juga merupakan peran sosial yang ikut mempengaruhi remaja dalam perilaku makan karena ketika berada di luar lingkungan rumah remaja bergaul dengan teman sebaya, sehingga pemilihan makanan remaja pun bisa dipengaruhi oleh teman sebaya. Pemilihan makanan remaja yang salah dapat mempengaruhi status kesehatan remaja terutama mengacu pada masalah gizi seperti overweight dan obesitas. Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara pengaruh teman pada aktivitas fisik dan perilaku makan pada remaja. Penelitian oleh Bruening et al., (2012), Fitzgerald et al., (2013) dan Croll et al., (2001) menemukan bahwa teman sebaya berperan dalam mempengaruhi asupan makan tinggi energi pada remaja. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wouters et al., (2010) yang menemukan bahwa konsumsi snack dan soft drink pada peer group berhubungan dengan asupan makan remaja. Data Riskesdas (2010) menunjukkan Provinsi Banten termasuk 14 provinsi yang memiliki prevalensi kegemukan pada remaja usia 13–15 tahun di atas prevalensi nasional sebesar 3,4%. Dibandingkan dengan angka nasional pada hasil Riskesdas tahun 2013, provinsi Banten memiliki angka yang lebih baik dibandingkan dengan prevalensi nasional, akan tetapi terjadi peningkatan prevalensi kegemukan pada remaja bila dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2010. Prevalensi berat badan lebih pada anak umur 6-14 tahun di Banten terjadi di Kota Tangerang pada anak laki-laki sebesar 17,4% dan pada anak perempuan sebesar 11,3% (Riskesdas Banten, 2009). Kota tangerang selatan merupakan daerah otonomi baru pemekaran dari Kabupaten Tangerang terletak di sebelah timur Provinsi Banten, dan merupakan Kota penghubung yang menghubungkan 3 provinsi, yaitu terletak di Provinsi Banten yang berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta di sebelah Timur dan Utara sedangkan berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah Selatannya. Dengan kondisi ini, banyak warga pendatang di Kota Tangerang Selatan. Hal ini menyebabkan beberapa permasalahan yang diantaranya adalah kemiskinan dan kesehatan (Profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan) 4 Determinan paling kuat yang berperan dalam kesehatan remaja di dunia merupakan faktor struktural seperti kesejahteraan negara, ketimpangan pendapatan, dan akses ke pendidikan. Dukungan keluarga, sekolah, dan teman juga sangat penting dalam membantu remaja untuk mencapai kesehatan di masa dewasa nanti. Meningkatkan kesehatan remaja di seluruh dunia tidak lepas dari interaksi remaja dengan keluarga dan teman sebayanya di sekolah (Viner et al., 2012). Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui keterkaitan antara faktor lingkungan rumah dan pengaruh teman sebaya dengan kejadian obesitas pada remaja SMP di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah lingkungan rumah dan teman sebaya merupakan faktor risiko kejadian obesitas pada remaja SMP di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor risiko kejadian obesitas pada remaja SMP di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten. 2. Tujuan Khusus a. Menganalisis lingkungan fisik di rumah yang tidak mendukung sebagai faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja SMP Di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan. b. Menganalisis lingkungan sosial di rumah yang tidak mendukung sebagai faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja SMP Di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan. 5 c. Menganalisis pengaruh teman sebaya sebagai faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja SMP Di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan. d. Mengetahui faktor dominan yang memengaruhi risiko terjadinya obesitas pada remaja SMP Di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah Daerah Memberikan masukan bagi para pembuat kebijakan di tataran pemerintahan dalam melakukan intervensi pengambilan kebijakan yang tepat dalam mengatasi permasalahan obesitas di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan. 2. Bagi Dinas Kesehatan Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan perencanaan program penanggulangan gizi lebih yang lebih spesifik. 3. Bagi Peneliti Menambah wawasan peneliti mengenai faktor lingkungan rumah dan pengaruh teman sebaya dengan kejadian obesitas pada remaja SMP di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan. E. Keaslian Penelitian Penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumya diantaranya adalah : 1. Following family or friends. Social norms in adolescent healthy eating oleh Pedersen et al., (2015). Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua memberi pengaruh paling utama pada perilaku makan remaja (konsumsi buah dan sayur). Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel bebas yaitu pengaruh orang tua dan teman sebaya. Pedersen et al., meneliti anak usia 6-18 tahun di Denmark dengan metode cross-sectional, sedangkan pada penelitian ini dilakukan pada remaja SMP di Kecamatan Pamulang dengan metode kasus-kontrol. 6 2. Parents and friends both matter: simultaneous and interactive influence of parents and friends on European schoolchildren’s energy balance-related behaviours- the ENERGY cross-sectional study oleh Velde et al., (2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua dan teman sebaya sebagai role model berpengruh terhadap perilaku energy balanced related behavior (EBRB) yang meliputi konsumsi minuman berenergi tinggi, aktivitas fisik, menonton televisi dan sarapan pagi. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel bebas yaitu pengaruh orang tua dan teman sebaya. Velde et al., meneliti anak usia 10-12 tahun di Eropa dengan metode crosssectional, sedangkan pada penelitian ini dilakukan pada remaja SMP di Kecamatan Pamulang dengan metode kasus-kontrol. 3. The effectof the home environment on physical activity and dietary intake in preschool children oleh Ostbye et al., (2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya role model orangtua, dukungan serta aturan yang diterapkan orangtua dalam mengkonsumsi makanan sehat secara signifikan meningkatkan asupan makanan sehat pada anak. Persamaan pada penelitian ini adalah role model orangtua terhadap makanan sehat dan aktivitas fisik. Ostbye et al., meneliti anak usia 2-5 tahun dengan metode cross-sectional, sedangkan penelitian ini dilakukan pada remaja SMP di Kecamatan Pamulang dengan metode kasus-kontrol. 4. The association between home environmental variables and soft drink consumption among adolescents. Exploration of mediation by individual cognitions and habit strength oleh Tak et al., (2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan rumah (home environmental) seperti ketersediaan soft drink di rumah, adanya parental rules dan parental norms berhubungan terhadap konsumsi soft drink pada remaja. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel bebas yang digunakan yaitu home environmental yang meliputi ketersediaan dan role model oranngtua. Penelitian Tak et al. (2011) dengan menggunakan metode cross-sectional, sedangkan pada penelitian ini dengan metode kasus-kontrol dan ada penambahan variabel role model teman sebaya.