Status Sorgum Sebagai Bahan Baku Bioetanol

advertisement
STATUS SORGUM SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETANOL
A. Haris Talanca
Balai Penelitian Tanaman Serealia
ABSTRAK
Tanaman sorgum mempunyai nilai ekonomi tinggi dan beradaptasi luas, dapat
berkembang pada wilayah beriklim basah (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi
dan Papua) maupun wilayah beriklim kering. Kelebihan sorgum dibanding
tanaman lain seperti jarak, jagung, dan tebu adalah dapat menghasilkan
bioetanol 2.000-3.500 l/ha/musim atau 4.000-7.000 l/ha/tahun. Keunggulan
lainnya adalah gula yang terfermentasi tinggi, daya bakar tinggi, dan kadar
alkohol bermutu tinggi. Upaya pengembangan tanaman sorgum di Indonesia
perlu didukung terutama dalam hal ketersediaan teknologi varietas unggul
khusus untuk bahan baku bioetanol dengan potensi hasil tinggi. Badan Litbang
Pertanian telah melepas sorgum varietas Numbu dan Kawali, dengan potensi
hasil 4-5 t/ha, selanjutnya telah dilakukan uji adaptasi beberapa galur-galur
sorgum di 14 lokasi pada tahun 2009 menunjukkan yang lima galur
mengandung etanol tinggi yaitu Watar Hammer Putih, 4-183A, 15011A,
15011B, dan 15021A masing-masing 6.616 l, 4.999 l, 5.927 l, 5.732 l, dan
6.653 l/ha.
Kata kunci: Sorgum, bioetanol.
PENDAHULUAN
Sorgum (Sorghum bicolor) adalah
tanaman yang mempunyai adaptasi luas,
karena dapat tumbuh mulai dari daerah
dataran rendah sampai dataran tinggi
dengan iklim tropis kering (semi arid)
sampai daerah iklim basah. Selain itu
sorgum dapat pula tumbuh pada lahan
marginal utamanya lahan kering dimana
tanaman lain tidak dapat tumbuh. Di
Indonesia tanaman ini sudah lama
dikenal, terutama di daerah Jawa, NTB,
dan NTT yang pada mulanya di tanaman
sebagai tanaman sela atau tumpangsari
dengan tanaman lain.
Menurut Roesmarkam et al. (1996)
dalam Ruchjaniningsih (2011), dan Baco
et al. (1998) tanaman sorgum mudah
dikembangkan di Indonesia, oleh karena
toleran terhadap kekeringan dan
genangan, dan dapat tumbuh di lahan
yang kurang subur. Sebagai sumber
pangan,
sorgum
mengandung
karbohidrat seperti pada beras, terigu
dan jagung, sehingga dapat dijadikan
bahan pangan yang potensial untuk
subtitusi terigu dan beras, oleh karena
556
tanaman ini masih satu famili dengan
gandum dan padi (Suarni dan Patong,
2002). Selanjutnya Suarni (2009)
menyatakan bahwa tepung sorgum dapat
mensubstitusi terigu hingga 80% untuk
produk kue kering, 40-45% untuk kue
basah, 30-35%, mie dan 15-20% untuk
roti. Tepung sorgum mengandung
mineral yang memberi keuntungan pada
hasil olahan sebagai zat gizi makanan
(Suwardi et al. 2002).
Ada beberapa kelebihan sorgum
dibanding dengan tanaman pangan
lainnya yaitu: 1) Tanaman sorgum
memiliki produksi biji dan biomas1 yang
tinggi. 2) Adaptasinya luas, sehingga
sorgum dapat ditanam hampir semua
jenis lahan, baik lahan subur maupun
lahan marjinal. 3) Tanaman sorgum
memilki sifat lebih tahan terhadap
kekeringan, salinitas tinggi dan genangan
air. 4) Kebutuhan air untuk tanaman
sorgum lebih sedikit dibanding dengan
tanaman pangan lainnya. 5) Laju
fotosintesis dan pertumbuhan tanaman
sorgum lebih cepat. 6) Kebutuhan benih
hanya 4,5–5 kg/ha. 7) Umur panen
A. Haris Talanca : Status Sorgum Sebagai Bahan Baku Bioetanol
sorgum lebih cepat yaitu 3-4 bulan. 8)
Sorgum dapat diratun sehingga untuk
sekali tanam dapat dipanen beberapa
kali. 9) kadar protein tinggi yaitu
11,00%,
kecuali
terigu
11,50%,
sementara beras, jagung, sagu, dan
tapioka masing-masing 7,00, 9,20, 0,70,
dan 0,50%. Kekurangannya adalah
proses penyosohan lebih sulit dibanding
dengan gabah, dan mengandung tanin
tinggi serta rasanya sepat.
Adanya berbagai kelebihan yang
dimiliki oleh tanaman sorgum, maka
pengembangan sorgum di Indonesia
sangat prospektif, mengingat kebutuhan
pangan masyarakat Indonesia khususnya
beras tiap tahun meningkat, sehingga
kedepan sorgum dapat dijadikan sebagai
bahan pangan alternatif setelah jagung.
Berbagai manfaat tanaman sorgum
diantaranya sebagai bahan pangan,
pakan, termasuk bahan industri seperti
bioplastik, pembuatan minuman dan
sirup (Sumarno dan Karsyono 1996
dalam Pabendon et al. 2009). Makalah ini
bertujuan untuk memberi gambaran
mengenai potensi tanaman sorgum
sebagai bahan baku bioetanol untuk
dikembangkan di Indonesia agar dapat
digunakan sebagai bahan bakar minyak
alternatif pengganti bahan bakar minyak
fosil.
POTENSI SORGUM
Indonesia
merupakan
negara
kepulauan yang memiliki iklim yang
berbeda antara satu tempat dengan
tempat lain, yang memungkinkan
tanaman sorgum dapat berkembang.
Beberapa daerah di Indonesia yang sejak
dulu telah menanam tanaman sorgum
yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta
khususnya Kabupaten Gunung Kidul dan
Kulon Progo; Jawa Tengah meliputi
Kabupaten Purwodadi, Pati, Demak, dan
Wonogiri; Jawa Timur di Kabupaten
Lamongan, Bojonegoro, Tuban, dan
Probolinggo; serta sebagian di Propinsi
Nusa Tenggara Barat dan Timur.
Pengembangan tanaman sorgum di
Indonesia masih sangat terbatas, bahkan
secara umum produk sorgum belum
557
Seminar Nasional Serealia 2011
begitu populer di mastarakat. Padahal
sorgum memiliki potensi besar untuk
dapat dibudidayakan dan dikembangkan
secara komersial. Namun demikian
pengembangan sorgum di Indonesia
mempunyai peluang besar sejalan
dengan optimalisasi pemanfaatan lahan
kosong berupa lahan marginal, lahan
tidur,
atau
lahan
non-produktif
lainnya.Menurut Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan (2007) dalam Biba
(2011) realisasi usahatani sorgum
menunjukkan dari tahun ke tahun
meningkat.
Sorgum sampai sekarang masih
dianggap sebagai bahan pangan, padahal
tanaman ini mempunyai nilai ekonomi
tinggi yang perlu mendapat perhatian
terutama sebagai bahan baku bioetanol.
Selanjutnya dari sisi pengembangan,
maka ada sekitar 853 ribu ha lahan
marginal yang dapat digunakan untuk
pertanaman sorgum di Indonesia. FAO
melaporkan bahwa dari aspek budidaya
tanaman, maka sorgum relatif lebih
mudah dan efisien dibanding tanaman
tebu, termasuk bila diarahkan pada
pemanfaatan bahan baku bioetanol.
Kelebihan lain dari tanaman
sorgum
adalah
secara
fisiologis,
permukaan
daunnya
mengandung
lapisan lilin dengan sistem perakaran
yang ekstensif, fibrous dan dalam serta
cenderung membuat tanaman efisien
dalam absorpsi dan pemanfaatan air
(laju evavotranspirasi sangat rendah).
Untuk menghasilkan 1 kg akumulasi
bahan kering sorgum hanya memerlukan
332 kg air, sedangkan jagung, barley dan
gandum berturut-turut memerlukan 368,
434 dan 514 kg air. Dibanding tanaman
jagung, sorgum juga memiliki sifat yang
lebih tahan terhadap genangan air, kadar
garam tinggi dan keracunan aluminium .
Peluang
sorgum
manis
dikembangkan di Indonesia pada lahan
kering cukup luas, baik pada wilayah
beriklim basah (Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi dan Papua) maupun wilayah
beriklim
kering
(Nusa
Tenggara,
Sulawesi Tenggara, dan sebagian
Sumatera dan Jawa). Total lahan kering
diperkirakan seluas 143.9 juta hektar.
Dari luasan tersebut, 31.5 juta ha berupa
lahan kering dengan topografi yang datar
berombak (kemiringan lereng < 8 %) dan
sesuai untuk pengembangan tanaman
sorgum.
Tanah di lahan kering beriklim
basah pada umumnya bersifat masam
dan merupakan ciri khas sebagian besar
wilayah Indonesia. Lahan-lahan bertanah
masam mempunyai tingkat kesuburan
tanah yang rendah, dan menjadi kendala
dalam produksi tanaman pertanian pada
umumnya. Melalui program pemuliaan
tanaman,
maka
arah
penelitian
pembentukan genotipe sorgum yang
mampu beradaptasi dengan baik pada
kondisi lahan bermasalah, produksi
biomass tinggi, dan kadar bioetanol
tinggi.
Upaya pengembangan tanaman
sorgum di Indonesia perlu didukung
terutama dalam hal ketersediaan
teknologi, khususnya benih varietas
unggul baru dengan potensi hasil tinggi.
Balai Penelitian Tanaman Serealia, salah
satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan
Litbang Pertanian telah merelis varietas
sorgum Numbu dan Kawali dengan
potensi hasil 4-5 t/ha (Anonim 2011)a.
Selanjutnya telah dilakukan uji adaptasi
beberapa galur-galur sorgum di 14 lokasi
tahun 2009 menunjukkan adanya lima
galur yang mengandung etanol tinggi
dari nira yaitu Watar Hammer Putih, 4183A, 15011A, 15011B, dan 15021A
masing-masing
6.616,78,
4.999,99,
5.927,72, 5.732,63 dan 6.653,66 l/ha
(Anonim 2011)b.
SORGUM SUMBER BAHAN BAKU
BIOETANOL
Sorgum sebagai bahan baku
bioetanol lebih unggul dibanding dengan
tanaman lain seperti jarak, jagung, dan
tebu adalah mempunyai adaptasi luas,
dan dapat menghasilkan bioetanol 2.0003.500 l/ha/musim atau 4.000-7.000
l/ha/tahun. Keunggulan lainnya adalah
gula yang terfermentasi tinggi, daya
bakar tinggi, dan kadar alkohol bermutu
tinggi serta murni. Menurut Yudiarto
dalam Pabendon (2009) kualitas sorgum
untuk produksi bioetanol terutama
558
ditentukan oleh kandungan karbohidrat
dalam biji atau kadar nira pada batang.
Selanjutnya kandungan protein pada biji
maupun serat lignoselulosa pada batang
sorgum merupakan nilai tambah
tersendiri.
Untuk
mengoptimalkan
nilai
bioetanol pada tanaman sorgum, maka
selain kadar nira tinggi, juga perlu
dilalukan eksploirasi terhadap bagase
dan biji. Nira adalah cairan yang
diperolah dari perasan batang sorgum,
bagase adalah ampas dari hasil perasan
batang dalam bentuk selulosa yaitu
polisakarida yang dihidrolisis menjadi
monosakarida seperti glukosa, sukrosa,
dan bentuk gula lainnya yang kemudian
dikonfersi menjadi etanol. Sedangkan
dari biji sorgum adalah pati yang berupa
karbohidrat berbentuk polisakarida
merupakan
polimer
anhidromonosakarida.
Industri bioetanol berbahan baku
sorgum telah dikembangkan di banyak
negara seperti Amerika Serikat, China,
India dan Belgia. Hal ini disebabkan
karena potensi
sorgum manis
mengandung
gula
yang
dapat
difermentasi dan hasilnya setara dengan
400-600 gallons etanol per acre, atau
kira-kira dua kali lebih tinggi dibanding
jagung.Di Amerika Serikat produktivitas
bioetanol sorgum sudah mencapai
10.000 liter/ha, India 3.000–4.000
liter/ha dan China 7000 liter/ha. Di
Indonesia tanaman sorgum dengan
dukungan varietas unggul baru, maka
potensi bioetanol persatuan luas masih
bisa ditingkatkan 2-3 kali lipat jika
potensi bahan baku nira, bagase dan biji
serta hasil ratun dimanfaatkan secara
optimal.
Bioetanol sorgum dapat digunakan
dalam beberbagai keperluan, misalnya
dicampur dengan bensin (premium)
untuk kendaraan bermotor yang lebih
dikenal sebagai gasohol. Di India selain
untuk gasohol, bioetanol sorgum juga
digunakan sebagai bahan bakar untuk
lampu penerangan (pressurized ethanol
lantern)
disebut
“Noorie”
yang
menghasilkan 1.250-1.300 lumens (kirakira setara dengan bola lampu 100 W).
Bioetanol sorgum juga digunakan
A. Haris Talanca : Status Sorgum Sebagai Bahan Baku Bioetanol
sebagai bahan bakar kompor pemasak
(pressurized
ethanol
stove)
yang
menghasilkan kapasitas panas 3 KW.
Selanjutnya China juga telah
berhasil
mengembangkan
tanaman
sorgum terutama pada lahan-lahan
bermasalah atau marginal. di 20 provinsi
yang terletak sepanjang lembah Yellow
and Yangtze Rivers. Di Indonesia dengan
asumsi produktivitas sorgum dalam
menghasilkan bioetanol sebesar 20003500 liter/ha/musim tanam atau 40007000 liter/ha/tahun (di Indonesia bisa
tanam
2 musim),
maka untuk
menghasilkan 60 juta kilo liter/tahun
bioetanol akan diperlukan lahan seluas
15 juta ha.
HAMA PENYAKIT TANAMAN SORGUM
Salah satu masalah dalam setiap
budidaya tanaman, termasuk sorgum
adalah gangguan organism pengganggu
tanaman seperti Hama dan Penyakit. Ada
beberapa hama utama yang diketahui
dapat menyerang tanaman sorgum baik
pra panen maupun pasca panen yaitu
lalat bibit (Atherigona exiqua) dengan
menggerek pangkal batang tanaman
sorgum umur muda (sekitar 3 MST). Ulat
tanah (Agrotis) menyerang pangkal
batang tanaman sampai terpotong,
sehingga tanaman terkulai dan biasanya
menyerang di malam hari. Kumbang
bubuk (Sitophilus sp.) menyerang biji
sorgum dipenyimpanan sehingga dapat
mempengaruhi kualitas biji.
Selanjutnya
penyakit
utama
sorgum adalah penyakit karat daun yang
ditandai oleh adanya bintik-bintik kecil
berwarna merah karat permukaan daun
yang selanjutnya timbul massa tepung
berwarna coklat kekuning-kuningan.
Kapang jelaga gejalanya yaitu adanya
lapisan warna hitam yang menutupi
permukaan daun. Bercak daun ditandai
dengan munculnya bercak kecil pada
permukaan
daun
warna
kuning.
Antraknosa (Colletotrichum sp.) dapat
menyebabkan benih mengalami damping
off.
559
Seminar Nasional Serealia 2011
KESIMPULAN
Peluang sorgum dikembangkan di
Indonesia pada lahan kering cukup luas,
baik pada wilayah beriklim basah
(Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan
Papua) maupun wilayah beriklim kering
(Nusa Tenggara, Sulawesi Tenggara, dan
sebagian Sumatera dan Jawa). Total
lahan kering diperkirakan seluas 143.9
juta hektar. Sebanyak 31.5 juta ha berupa
lahan kering dengan topografi yang datar
berombak (kemiringan lereng < 8 %).
Balai Penelitian Tanaman Serealia
telah melakukan uji adaptasi terhadap
beberapa varietas/galur sorgum pada 14
lokasi di berbagai daerah di Indonesia
pada tahun 2009. Hasilnya menunjukkan
lima galur mengandung etanol dan nira
tinggi yaitu Watar Hammer Putih, 4183A, 15011A, 15011B, dan 15021A.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011a. Deskripsi varietas unggul
jagung, sorgum, dan gandum
(eds.2). Balai Penelitian Tanaman
Sorgum, Badan Penelitian dan
pengembangan Pertanian, Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan. 34 hlm.
Anonim.
2011b.
Highlight.
Balai
Penelitian
Tanaman
Serealia.
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan Pertanian, Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan, Balai Penelitian
Tanaman Serealia. 46 hlm.
Baco, D., M. Mejaya and S. Singgih. 1998.
Sorghum
research
and
development for dryland area in
Indonesia in Godwa, C.L.L., and
Stenhouse,
J.W.,
(eds.)
Strenghthening Sorghum Research
Collaboration in Asia: Report of the
Asian Sorghum Scientients Meeting
International Crops. Research
Institute for the semi-arid Tropics
(ICRISAT), Andhara, Pradesh,
India.
Biba, M.A. 2011. Prospek pengembangan
sorgum untuk ketahanan pangan
dan energi. Bulletin Iptek Tanaman
Pangan.
Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan,
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan Petranian. Vol.
6(2):257-269.
ICRISAT/FAO. 1996. The world sorgum
and milet economics facts, trend
and outlook. FAO and ICRISAT.
68p.
Pabendon, M.B., S. Singgih, S. Masud, A.H.
Talanca, A.M. Adnan. 2009.
Pembentukan
sorgum
manis
berbasis molekuler. Laporan Hasil
Penelitian.
Balai
Penelitian
Tanaman Serealia, Pusat Penelitian
Tanaman dan Pengembangan
Tanaman Pangan, Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. 18
hlm.
Ruchjaniningsih. 2011. Rejuvenasi dan
Karakterisasi morfologi 225 aksesi
sorgum.
Prosididng
Seminar
Nasional
Serealia.
Inovasi
teknologi
serealia
menuju
kemandirian
pangan
dan
agroindustri. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan,
560
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Pertanian,
Kementerian Pertanian. Hlm. 7781.
Suarni dan R. Patong. 2002. Tepung
sorgum sebagai bahan subtitusi
terigu. Jurnal Penelitian Pertanian
Tanaman Pangan 21(1):43-47.
Suarni. 2009. Potensi tepung jagung dan
sorgum sebagai subtitusi terigu
dalam produk olahan. Bulletin
Iptek Tanaman Pangan Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan, Badan Penelitian
dan Pengembangan Petranian. Vol.
4(2):181-193.
Suwardi, Suarni, dan A. Prabowo. 2002.
Teknologi sederhana penepungan
sorgum
sebagai
pangan
alternative. Prosiding Seminar
Regional Pengembangan Teknologi
Pertanian Spesifik Lokasi di
Sulawesi
Selatan.
Prosiding
Seminar nasional. Balai Pengkajian
dan Teknologi Pertanian, Sulawesi
Selatan. Hlm. 112-116.
A. Haris Talanca : Status Sorgum Sebagai Bahan Baku Bioetanol
Download