Meraba Peluang Stem Cell untuk Pengobatan Diabetes

advertisement
Meraba Peluang Stem Cell
untuk Pengobatan Diabetes
UNAIR NEWS – Badan Kesehatan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa
(WHO) memperkirakan pada tahun 2030 terdapat 21,3 juta
penduduk Indonesia mengalami penyakit diabetes melitus.
Perkiraan itu sejalan dengan fakta bahwa populasi penderita
diabetes melitus (DM) di Indonesia saat ini menduduki
peringkat kelima terbanyak di dunia.
Kondisi ini jelas memprihatinkan. Sekitar 80% dari prevalensi
diabetes di Indonesia didominasi oleh penderita yang tidak
menyadari kondisinya. Problematika diabetes ini dikupas secara
menyeluruh dalam acara ‘The Quadruple Joint Symposium 2016’
yang diselenggarakan oleh Pusat Diabetes dan Nutrisi Surabaya
(PDN) RSUD Dr. Soetomo – Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga bekerjasama dengan Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia (PERKENI) dan Persatuan Ahli Penyakit Dalam
Indonesia (PAPDI) di Hotel Shangri-La Surabaya 23-24 April
2016 lalu.
Simposium ini dihadiri oleh dua pembicara asal Jepang Prof.
Hiroshi Taniguchi dan Prof. Naemi M. Kajiwara, serta sejumlah
pakar dari 14 pusat penelitian dan pengobatan diabetes di
seluruh Indonesia yang mencakup Banda Aceh, Medan, Padang,
Palembang, Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Solo, Surabaya,
Makassar dan Manado.
Sony Wibisono, dr., Sp.PD-KEMD, FINASIM, selaku wakil ketua
acara mengungkapkan bahwa saat ini penyakit diabetes sudah
banyak menjangkiti individu dari segala usia. Bahkan, penyakit
diabetes itu disertai komplikasi penyakit yang beragam.
Komplikasi itu disebut dengan endo-kardiometabolik.
Komplikasi diabetes sudah mengenai jantung beserta organ
lainnya yang melakukan proses metabolisme sehingga kondisi ini
mengakibatkan munculnya kelainan hormon termasuk testosteron.
“Dulu kebanyakan penderita diabetes mengalami luka di kaki
yang tidak kunjung kering. Namun sekarang, justru yang
ditakutkan adalah dampak komplikasi diabetes yang mengenai
jantung. Maka dari itu perlu upaya mengobati dampak
komplikasinya,” jelas dokter Sony.
Untuk mengendalikan jumlah penderita diabetes, para pakar
tidak hanya berfokus pada upaya pengobatan, tetapi juga
pencegahan. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan metode
pengobatan sel punca (stem cell).
Seperti diketahui, metode pengobatan dengan sel punca sudah
dikembangkan di banyak negara guna mengatasi berbagai
persoalan penyakit. Kini, peneliti sedang disibukkan dengan
potensi metode sel punca terhadap penyakit diabetes.
Tingginya gula darah pada penderita diabetes mengakibatkan
fungsi organ pankreas tidak mampu bekerja dengan baik.
Akibatnya, jumlah sel pankreas terus menurun. Metode
pengobatan sel punca sedang diteliti sebagai solusi perbaikan
pankreas.
“Mungkin dapat dibayangkan, bagaimana seandainya stem cell
‘ditempelkan’ pada pankreas yang rusak. Dengan harapan dapat
memulihkan kembali fungsi pankreas seperti sediakala,” ungkap
dokter Sony.
Namun, metode pengobatan diabetes dengan sel
dalam tahap pengembangan. Pada tahun 2010,
melakukan uji coba pada mencit. Ternyata,
sesuai dengan yang diharapkan. Menurut dokter
belum bisa menjadi metode pengobatan.
punca ini masih
peneliti sempat
hasilnya tidak
Sony, sel punca
“Stem cell belum bisa menjadi metode pengobatan. Metode ini
hanya bekerja membantu mengurangi jumlah obat yang dikonsumsi
oleh penderita diabetes,” tuturnya.
Mencegah diabetes
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Pusat Diabetes dan Nutrisi
Surabaya Prof. Dr. dr. Askandar Tjokroprawiro, Sp.PD, K-EMD,
FINASIM, mengungkapkan pentingnya langkah pencegahan sekaligus
kontrol kadar gula darah.
Dosen emeritus FK UNAIR menekankan pentingnya bagi setiap
individu untuk mengontrol lingkar pinggang. Jika seorang lakilaki memiliki ukuran lingkar pinggang lebih dari 90 cm, dan
seorang perempuan lebih dari 80 cm, maka orang tersebut
termasuk dalam kategori obesitas. Untuk mencegah diabetes dan
komplikasinya, setiap orang sebaiknya menjalankan pola hidup
dan diet sehat.
Sedangkan, bagi pengidap diabetes, Prof. Askandar menyarankan
penderita untuk mengonsumsi buah ketimbang olahan seperti jus.
Buah yang secara langsung dikonsumsi akan mengalami proses
cerna lebih lama di usus sehingga makanan lambat diserap dan
gula darah tidak terlalu cepat meningkat. (*)
Penulis: Sefya Hayu Istighfarica
Editor: Defrina Sukma S
Download