bab 2 landasan teori

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Pemasaran
Menurut Kotler dan Keller (2009:6), pemasaran adalah suatu proses sosial
yang didalamnya individu dan kelompok berusaha mendapatkan apa yang mereka
butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas
mempertukarkan produk yang bernilai dengan orang lain.
Menurut America Marketing Association (Peter dan Donnelly, 2011:3),
pemasaran didefinisikan sebagai fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk
menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai kepada pelanggan dan
mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan
para pemegang kepentingan.
Menurut Ali Hasan (2013:1), pemasaran adalah konsep ilmu dalam strategi
bisnis yang bertujuan untuk mencapai kepuasan berkelanjutan bagi para pemegang
kepentingan (pelanggan, karyawan, pemegang saham).
Melalui beberapa pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa pemasaran
(marketing) merupakan suatu aktivitas untuk membangun hubungan yang baik dan
menguntungkan dengan setiap konsumen, mulai dari menciptakan suatu produk atau
jasa yang bernilai, menetapkan harga, mendistribusikan, hingga mempromosikannya
kepada berbagai pihak yang terkait.
2.2
Brand
Brand (merek) adalah salah satu atribut yang sangat penting dari sebuah
produk yang penggunaanya pada saat ini sudah sangat meluas karena beberapa
alasan, dimana brand suatu produk berarti memberikan nilai tambah produk tersebut.
Menurut Kotler (2003), Branding adalah penggunaan sebuah nama, istilah,
symbol atau desain atau kombinasi dari kedua identitas produk, ini mencakup
penggunaan nama merek, merek dagang, dan hampir semua cara lain produk
identifikasi.
Pentingnya Branding telah menjadi salat satu komponen budaya dan
perekonomian karena itu merunjuk kepada bagaimana sebuah perusahaan dianggap
dan itulah yang citra umumnya diterima singkatan dari perusahaan yang luar biasa.
15
16
Branding adalah sebuah nama yang atau merek dagang terhubung dengan produk
atau produsen dan hal itu adalah suatu istilah yang mencakup hampir semua cara dari
mengidentifikasi sebuah nama produk istilah, tanda, symbol, desain atau kombinasi
dari mereka yang mengidentifikasi barang atau jasa dari satu penjual atau
sekelompok pedagang dan membedakan mereka dari pesaing (Oliveira_catro, et al,
2008).
Untuk menciptakan sebuah Branding dalam sebuah perusahaan maka
dibutuhkan beberapa komponen diantaranya Brand Image dan Brand identification.
Brand Image telah diakui sebagai salah satu konsep yang sangat penting dalam
pemasaran dan penelitian perilaku konsumen (Hee, 2009). Pikiran para pelanggan
dipengaruhi oleh beragam pesan yang sampai pada angka ribuan pesan dan sering
berubah–ubah. Brand tidak hanya kesan–kesannya, tetapi brand juga harus
menempati suatu posisi khusus dalam pikiran untuk benar–benar menjadi sebuah
brand.
Permasalahanya bila brand tidak mendapat tempat khusus atau berbeda
dalam benak konsumen, maka akan memberi kesempatan bagi para pesaing untuk
menempati posisi dalam benak konsumen tersebut dan brand itu menjadi kurang
sejati. Oleh karena itulah maka diperlukan apa yang dinamakan dengan brand sejati.
Brand sejati terdiri dari tiga hal yang merupakan sifat fundamental yang
membedakan merek sejati dalam benak konsumen yakni internalisasi jumlah kesan–
kesan, suatu khusus di “pikiran (mind’s eye)” konsumen, dan manfaat–manfaat
fungsional dan emosional yang dirasakan. Secara definitif brand sejati dapat
dijelaskan sebagai internalisasi jumlah dari semua kesan yang diterima para
pelanggan dan konsumen yang dihasilkan dalam sebuah posisi khusus di “pikiran”
konsumen berdasarkan manfaat – manfaat fungsional dan emosional. Cara yang
paling mudah untuk membedakan brand sejati dengan brand lain adalah dengan
melihatnya pada serangkaian kesatuan yang membandingkan kekhususan relatif. Jika
brand menjadi khusus dalam benak konsumen, maka brand tersebut lebih mendekati
definisi brand sejati.
Definisi lain tentang brand dijelaskan oleh Kotler dan Armstrong (2007: 70).
Menurut mereka brand adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau
kombinasi dari semua ini yang dimaksudkan untuk mengenali produk atau jasa dari
seseorang atau penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Jadi brand
mengidentifikasi pembuat atau penjual dari suatu produk. Brand juga merupakan
17
janji penjual untuk menyampaikan kesimpulan sifat, manfaat, dan jasa spesifik
secara konsisten kepada pembeli. Brand dapat menyampaikan empat tingkat arti:
1. Atribut
Brand akan mengingatkan orang pada atribut tertentu. Misalnya keawetan
dan sebagainya sehingga hal ini memberikan suatu landasan pemosisian bagi
atribut lain dari produk tersebut.
2. Manfaat
Pelanggan tidak membeli atribut tetapi mereka membeli manfaat dari produk
tersebut. Oleh karena itu atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat
fungsional dan emosional.
3. Nilai
Brand juga mencerminkan sesuatu mengenai nilai–nilai pembeli. Misalnya
saja menilai prestasi, keamanan, dan prestise tinggi suatu produk.
4. Kepribadian
Brand menggambarkan kepribadian. Brand akan menarik orang yang
gambaran sebenarnya dan citra dirinya cocok dengan citra brand.
2.3
Brand Image
Menurut Keller dalam penelitian yang dijalankan oleh Severi (2013:127),
citra merek atau brand image dapat didefinisikan sebagai pencitraaan dari sebuah
merek yang dibawa masuk ke dalam benak konsumen.
Brand Image adalah sebuah citra yang ingin dibentuk oleh perusahaan
terhadap merek yang dipasarkan sehingga menjadi salah satu pembeda dengan
pesaingnnya (Morgan, 2004).
Brand Image dibangun dalam pikiran konsumen berdasarkan serangkaian
persepsi yang ditanamkan perusahaan terhadap produk mereka (Kouba, 2008).
Menurut Hsieh, Pan, & Setiono dalam Anwar et al (2011:73-79) citra merek
atau brand image membantu konsumen dalam mengenali kebutuhan mereka dan
kepuasan mengenai merek, juga membedakan merek dari saingan lainnya
memotivasi pelanggan untuk membeli produk dari suatu merek dagang.
Menurut penelitian yang dijalankan oleh Low dan Lamb dalam Serrao
(2008:22) dijelaskan bahwa semakin dekat dan semakin baik sebuah citra merek,
semakin tinggi pula nilai merek dalam pandangan konsumen.
Kotler dan Armstrong (2007:80) berpendapat dimana “Brand Image adalah
himpunan keyakinan konsumen mengenai berbagai merek”.
18
Keterkaitan konsumen pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi
pada banyak pengalaman atau penampakkan untuk mengkomunikasikannya sehingga
akan terbentuk citra merek (brand image). Citra merek yang baik akan mendorong
untuk meningkatkan volume penjualan dan citra perusahaan. Citra merek dapat
dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul di benak konsumen ketika mengingat
sebuah merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam
bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan pada merek tertentu, sama halnya
ketika kita berpikir mengenai orang lain.
2.3.1
Indikator Brand Image
Menurut penelitian yang dijalankan oleh Sallam (2014), dijelaskan beberapa
indikator dari brand image meliputi:
1. Favorability
Perasaan suka konsumen pada brand yang dituju, dimana perasaan ini
muncul disebabkan oleh image yang dipancarkan brand tersebut. Apabila
sebuah brand mampu memberikan hal yang disukai oleh konsumen, maka
citra dari brand tersebut akan semakin baik.
2. Strength
Perasaan konsumen yang muncul ketika melihat suatu brand dengan
menyatakan bahwa brand tersebut kuat dan dapat diandalkan. Kuat dalam hal
ini berarti memiliki kekentalan yang menunjukkan salah satu ciri khas
tertentu. Keandalan merujuk pada sejauh mana seseorang akan memilih
sebuah brand karena brand tersebut dapat diandalkan
3. Uniqueness
Perasaan konsumen yang muncul ketika melihat suatu brand dengan
menyatakan bahwa brand tersebut unik.
2.4
Brand Identification
Menurut Sallam (2014), “Brand identification is defined as the extent to
which the consumer sees his or her own self-image as overlapping the brand’s
image.” Brand identifacation adalah sejauh mana konsumen melihat citra dirinya
sendiri sebagai tolak ukur dalam melihat suatu brand.
19
Kemudian komponen Brand Identification berarti arti yang ditanamkan oleh
merek ke dalam persepsi konsumen untuk menciptakan konsep diri atau identitas
(Albert et al, 2013).
Brand Identification dapat terjadi tanpa adanya interaksi langsung antara
perusahaan dan konsumen melainkan hanya melalui produk dan persepsi yang
ditanamkan oleh perusahaan dalam benak konsumen. Konsumen yang mempunyai
Brand Identification yang kuat akan menjadi lebih loyal kepada merek tersebut untuk
mendukung tujuan perusahaan, mempertahankan reputasi, mendukung produk
perusahaan dan loyal (Bhattacharya & Sen, 2003).
Ghodeswar
(2008)
menyatakan
bahwa
brand
identification
adalah
seperangkat unik asosiasi merek yang memenuhi jaringan atau mempertahankan
strategi pemasaran merek. Asosiasi ini mewakili apa yang merek berdiri dan
menyiratkan pelanggan yang menjanjikan. Agar efektif, brand identification
diperlukan untuk memahami pelanggan, membedakan merek dari pesaing, dan
mewakili apa yang perusahaan bisa dan akan lakukan dari waktu ke waktu
(Underwood, 2003).
2.4.1
Indikator Brand Identification
Menurut penelitian yang dijalankan oleh Sallam (2014), dijelaskan beberapa
indikator dari brand identification meliputi:
1. Supporting the company goals
Brand yang baik tentunya akan memberikan efek yang baik pada tercapainya
tujuan perusahaan. Sehingga brand tersebut akan diidentifikasi baik pula oleh
konsumen. Sebuah brand yang memiliki tujuan pastinya memiliki
karakteristik yang dapat ditangkap oleh konsumen.
2. Protecting its reputation
Dalam pengaplikasiannya, brand dapat menjadi alat untuk menjaga reputasi
perusahaan. Brand yang diidentifikasi baik oleh konsumen, akan menaikkan
derajat reputasi perusahaan itu sendiri. Seseorang akan menyatakan bahwa
sebuah brand adalah baarang yang terbaik untuk dapat menjaga reputasi
brand.
3. Supporting its products
Brand juga berfungsi menjadi pendorong produk perusahaan. Jadi ketika
produk tersebut dilihat konsumen, brand yang mewakili produk tersebut akan
20
mudah diidentifikasi oleh konsumen. Pada dasarnya, sebuah brand pastinya
memiliki banyak produk dan indikator ini dapat tercermin dari sebanyak apa
individu menggunakan sebuah produk dari brand tersebut.
4. Brand loyalty
Loyalitas konsumen dapat terbentuk akibat dari pengaruh brand perusahaan.
Hal tersebut dapat terjadi karena brand yang dimiliki perusahaan sudah kuat
dalam mengidentifikasi karakteristik perusahaan.
2.5
Brand Love
Brand love didefinisikan sebagai tingkat ikatan emosional yang penuh gairah
puas konsumen untuk memiliki merek tertentu (Carroll dan Ahuvia, 2006).
Selanjutnya, menurut Hwang dan Kandampully (2012), cinta adalah pengalaman
emosional yang sangat kuat baik dari segi hubungan interpersonal dan hubungan
antar konsumen dan merek.
Brand Love dapat terjadi saat pelanggan dapat melihat Brand sebagai suatu
individu yang dapat mereka cintai seperti mencintai seseorang (Ranjbarian et al.,
2013).
Bergkvistet et al (2009) mengatakan bahwa brand love dan cinta
interpersonal adalah dua hal yang berbeda. Brand love adalah hubungan satu arah,
sedangkan cinta interpersonal adalah hubungan dua arah. Konsumen juga tidak
diharapkan untuk merindukan keintiman seksual dengan merek, perasaan yang
umumnya terkait dengan cinta interpersonal.
2.5.1
Brand Love Sebagai Emosi
Cinta emosi adalah tunggal, perasaan tertentu, mirip dengan kasih sayang
(Richins 1997), yang seperti semua emosi adalah jangka pendek dan episodik.
Sebaliknya, hubungan cinta, seperti hubungan persahabatan, bisa bertahan selama
puluhan tahun dan melibatkan banyak afektif, kognitif, dan pengalaman perilaku
(Fournier 1998). Penelitian merek cinta yang masih ada kadang-kadang mempelajari
emosi cinta dan kadang-kadang mempelajari hubungan cinta, tapi jarang mengakui
perbedaan.
21
2.5.2
Brand Love dan Word of Mouth
Brand Love sebagai pengalaman konsumen sangat baik direpresentasikan
sebagai suatu konstruksi tingkat tinggi termasuk beberapa kognisi, emosi, dan
perilaku yang konsumen mengatur menjadi prototipe mental. Ini termasuk, tetapi
melampaui, merek lampiran (Thomson, MacInnis, dan Park 1995) dan koneksi diri
merek (Escalas dan Bettman 2003).
Menggunakan data survei, penelitian yang dijalankan oleh Batra et al (2012)
kemudian mengembangkan struktur persamaan model valid dan pelit dari merek
cinta prototipe yang karena landasan dalam dua studi kualitatif, menggunakan secara
signifikan lebih luas emosional dan diri terkait konstruksi dari pekerjaan sebelumnya
(misalnya, rasa alami kenyamanan dan fit, perasaan keterhubungan emosional dan
ikatan, integrasi mendalam dengan nilai-nilai inti konsumen, tingkat tinggi tentang
keinginan dan interaksi, komitmen untuk penggunaan jangka panjang, sikap valensi
dan kekuatan).
Selanjutnya, Batra et al (2012) menunjukkan bahwa model multikomponen
tentang kecintaan pada merek sangat memperluas pemahaman dari pengalaman
konsumen dari merek cinta. Ini juga menjelaskan lebih dari variasi dalam niat
pembelian ulang, WOM positif, dan ketahanan terhadap informasi negatif tentang
merek dari ukuran ringkasan merek cinta. Melalui pemahaman ini lebih kaya dari
merek cinta, kita memperoleh wawasan tentang bagaimana merek keinginan
berpotensi dapat diubah menjadi merek cinta, dan kita menarik implikasi teoritis dan
manajerial.
2.5.3
Indikator Brand Love
Brand love dalam penelitian ini akan diukur dengan beberapa indikator yang
dikemukakan oleh Sallam (2014) meliputi:
1. Passion for a brand
Perasaan bergairah untuk memiliki suatu produk dengan brand tertentu oleh
konsumen. Hal tersebut menunjukkan tingkat cinta konsumen terhadap suatu
brand.
2. Brand attachment
Perasaan terikat oleh konsumen terhadap suatu brand. Hal ini membuat
konsumen merasa harus memiliki setidaknya lebih dari satu produk dari
brand tersebut.
22
3. Positive evaluation of the brand
Setelah pemakaian suatu produk, konsumen biasanya akan memberikan
feedback berupa testimoni mengenai produk tersebut. Konsumen yang
memliki tingkat brand love yang tinggi akan memberikan testimoni yang
baik.
4. Positive emotions in response to the brand
Emosi positif yang dirasakan konsumen ketika mengkonsumsi produk juga
merupakan indikasi konsumen tersebut memiliki rasa cinta terhadap brand.
5. Declarations of love toward the brand
Pastinya, ketika konsumen sudah mendeklarasikan perasaan cintanya
terhadap suatu brand, hal tersebut merupakan bukti dari indikasi baiknya
perasaan konsumen terhadap brand itu sendiri.
2.6
Word of Mouth
Menurut Tjiptono (2012:164) mengemukakan bahwa word of mouth
merupakan pernyataan (secara personal maupun non personal) yang disampaikan
oleh orang lain selain penyedia layanan kepada pelanggan. Word of mouth bersifat
kredibel dan efektif karena disampaikan oleh orang-orang yang dipercayai konsumen
(teman, keluarga, tetangga, dan sebagainya).
Menurut Sumardy, Silviana, dan Melone (2011:63), word of mouth adalah
kegiatan pemasaran
yang dilakukan oleh sebuah merek agar konsumen
membicarakan, mempromosikan, dan mau menjual merek kita kepada orang lain
Untuk membentuk suatu Brand Image yang baik maka dibutuhkan alat-alat
dan strategi penunjang salah satunya adalah strategi Word Of Mouth. Word of Mouth
adalah komunikasi tentang produk dan jasa antara orang-orang yang dianggap
independen dari perusahaan yang menyediakan produk atau jasa, dalam medium
yang akan dianggap independen dari perusahaan. Komunikasi ini bisa saja berupa
percakapan, atau hanya satu arah testimonial. Misalnya berbicara langsung, melalui
telepon, e-mail, listgroup, atau sarana komunikasi lainnya. (Silverman, George. 2001
hal. 25)
Menurut Kotler dan Keller (2009:512) word of mouth merupakan suatu
aktivitas pemasaran yang dilakukan melalui perantara orang ke orang, baik secara
lisan, tulisan, maupun alat komunikasi elektronik yang berhubungan dengan
pengalaman pembelian jasa atau pengalaman menggunakan produk atau jasa.
23
Menurut Lovelock (2011:216), berita mulut ke mulut (word of mouth)
merupakan suatu wujud rekomendasi dari pelanggan lain yang dianggap lebih
dipercaya dibandingkan dengan kegiatan promosi yang berasal dari sebuah penyedia
layanan dan dapat mempengaruhi keputusan orang lain untuk menggunakan (atau
menghindari) suatu layanan.
2.6.1
Indikator Word of Mouth
Word of mouth dalam penelitian ini akan diukur dengan beberapa indikator
yang digunakan dalam penelitian Ismail (2011) meliputi:
1. Encourage Friends
Yaitu indikator dimana seseorang akan menyarankan orang terdekat untuk
menggunakan produk atau jasa sebuah perusahaan.
2. Advice
Adalah indikator kedua dari word of mouth dimana seseorang akan
menjadikan sebuah perusahaan atau produk dan jasa dari perusahaan kepada
seseorang yang membutuhkan saran.
3. Recommend
Seseorang yang memiliki indikasi akan menyebarkan produk dan jasa sebuah
perusahaan cenderung menjadikan perusahaan tersebut sebagai alternatif
utama, dan akan selalu menjadikan perusahaan tersebut sebagai rekomendasi
saat terjadi percakapan mengenai produk atau jasa yang berkaitan.
2.7
Model Penelitian
Model penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Brand Image
H4
(X1)
H1
H8
Brand Love
H3
H6
(Y)
(Z)
H7
Brand Identification
Word of Mouth
H2
H5
(X2)
Gambar 2.1 Ilustrasi Model Penelitian
Sumber: pengolahan data, 2014
24
2.8
Hipotesis
Rancangan uji hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1: brand image memiliki pengaruh terhadap brand love atas Restoran
Bumbu Desa cabang CIKINI
H2: brand identification memiliki pengaruh terhadap brand love atas
Restoran Bumbu Desa cabang CIKINI
H3: brand image dan brand identification memiliki pengaruh terhadap brand
love atas Restoran Bumbu Desa cabang CIKINI
H4: brand image memiliki pengaruh terhadap word of mouth atas Restoran
Bumbu Desa cabang CIKINI
H5: brand identification memiliki pengaruh terhadap word of mouth atas
Restoran Bumbu Desa cabang CIKINI
H6: brand love memiliki pengaruh terhadap word of mouth atas Restoran
Bumbu Desa cabang CIKINI
H7: brand love memediasi pengaruh brand image terhadap word of mouth
atas Restoran Bumbu Desa cabang CIKINI
H8: brand love memediasi pengaruh brand identification terhadap word of
mouth atas Restoran Bumbu Desa cabang CIKINI
Download