BAB II KAJIAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik didefinisikan segala kegiatan atau aktivitas yang
menyebabkan peningkatan energi oleh tubuh melampaui energi istirahat. Aktivitas
fisik disebut juga aktivitas eksternal, yaitu sesuatu yang menggunakan tenaga atau
energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik, seperti berjalan, berlari, dan
berolahraga (Haskell et al, 2007). Melakukan aktivitas fisik diperlukan usaha
ringan, sedang atau berat untuk dapat menyebabkan perbaikan kesehatan bila
dilakukan secara teratur. Setiap kegiatan aktivitas fisik yang dilakukan
membutuhkan energi yang berbeda tergantung dari lamanya intesitas dan kerja otot
(FKM-UI, 2007).
Aktivitas fisik yang kurang merupakan faktor risiko berbagai penyakit
kronis dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global
(WHO, 2010). Tingkat aktivitas fisik yang kurang juga memiliki pengaruh pada
kebugaran tubuh dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Berdasarkan estimasi
World Health Organization (WHO) faktor berat badan dan kurangnya aktivitas
fisik menyumbang 30% risiko terjadinya kanker. Berdasarkan penelitian, terdapat
hubungan antara kanker dengan berat badan berlebih, diet tidak sehat dan
kurangnya aktivitas fisik (Safro, 2007).
Aktivitas fisik dan latihan dapat mempengaruhi keseimbangan, postural
stability dan lain-lain hal ini ditunjukkan oleh gambar dibawah ini:
7
8
Gambar 2.1 Pengaruh Aktivitas Fisik dan Exercise
Sumber: (Skelton, 2001)
2.2
Kebugaran Jasmani
2.2.1
Pengertian Kebugaran Jasmani
Kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk melakukan tugas
sehari-hari dengan mudah tanpa merasa lelah yang berlebihan sehingga masih dapat
menikmati waktu luang (Suharjana dan Purwanto, 2008). Tidak menimbulkan
kelelahan yang berarti maksudnya ialah setelah seseorang melakukan suatu
aktivitas, masih mempunyai cukup semangat dan tenaga untuk aktivitas lainnya
(PENJASORKES, 2013).
Soemowardoyo (2015) menyatakan bahwa kebugaran jasmani adalah
kemampuan tubuh untuk menyesuaikan fungsi alat-alat tubuhnya dalam batas-batas
9
fisiologi terhadap lingkungan (ketinggian, kelembapan suhu, dan sebagainya) dan
atau kerja fisik dengan yang cukup efisien tanpa lelah secara berlebihan. Secara
umum pengertian kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk
menjalankan pekerjaan sehari-hari dengan ringan dan mudah tanpa merasakan
kelelahan yang berarti dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk melakukan
kegiatan yang lain. Manfaat kebugaran jasmani bagi tubuh antara lain dapat
mencegah berbagai penyakit seperti jantung, pembuluh darah, dan paru-paru
sehingga meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Memiliki jasmani yang
bugar, hidup menjadi semangat dan menyenangkan (Usra, 2014).
Orang yang sering melakukan latihan kebugaran jasmani (olahraga) akan
terhindar dari kelemahan dan kelelahan fisik. Aktivitas jasmani membutuhkan
kondisi fisik yang sangat prima, agar dapat menyelesaikan suatu pekerjaan. Pada
tingkat Sekolah Dasar (SD) membutuhkan kebugaran jasmani yang sangat baik
agar bisa menyelesaikan seluruh tugas-tugas yang dikerjakan tanpa merasakan
kelelahan dan dapat melanjutkan pekerjaan yang lain dengan pengambilan
keputusan yang tepat (Usra, 2014).
2.2.2
Komponen Kebugaran Jasmani
Menurut Nala (2011) kesegaran jasmani atau kebugaran jasmani terdiri atas
10 komponen. Komponen tersebut sebagian besar merupakan komponen biometrik
ditambah dengan komponen komposisi tubuh (terkait dengan masalah kesehatan),
yang sangat dibutuhkan oleh setiap manusia agar mampu melakukan aktivitas fisik
secara efisien dan produktif baik dalam bekerja maupun berolahraga. Kesepuluh
komponen kebugaran jasmani tersebut antara lain:
10
1. Daya tahan kardiovaskular (cardiovascular endurance)
2. Daya tahan otot (muscular endurance)
3. Kekuatan otot (muscle strength)
4. Kelentukan (flexibility)
5. Komposisi tubuh (body composition)
6. Kecepatan gerak (speed movement)
7. Kelincahan (agility)
8. Keseimbangan (balance)
9. Kecepatan reaksi (reaction time)
10. Koordinasi (coordination)
2.3
Keseimbangan
2.3.1
Pengertian Keseimbangan
Keseimbangan adalah kemampuan tubuh melakukan reaksi atas perubahan
sikap dan posisi tubuh, sehingga tubuh tetap stabil dan terkendali (Nala 2011).
Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan relatif untuk mengontrol
pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap
bidang tumpu (base of support). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di
setiap segmen tubuh dengan di dukung oleh sistem muskuloskeletal dan bidang
tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu
akan membuat manusia mampu untuk beraktifitas secara efektif dan efesien
(Indriaf, 2010).
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan
postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan
11
sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan tubuh
mempertahankan keseimbangan adalah menyangga tubuh melawan gravitasi dan
faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar sejajar dan
seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian
tubuh lain bergerak (Irfan, 2010).
Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dan integrasi/interaksi
sistem sensorik (vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk proprioseptif) dan
muskuloskeletal (otot, sendi dan jaringan lunak lain) yang dimodifikasi atau di atur
dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia, serebelum, dan area asosiasi)
sebagai respon terhadap perubahan kondisi ekternal dan internal. Serta dipengaruhi
oleh faktor lain seperti usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh
obat, dan pengalaman terdahulu (Ma’mun, 2000).
2.3.2
Keseimbangan Dinamis
Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu: 1) Keseimbangan statis
yang merupakan kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh dimana center
of gravity (COG) tidak berubah atau menjaga kesetimbangan pada posisi tetap.
Contoh keseimbangan statis saat berdiri dengan satu kaki menggunakan papan
keseimbangan, dan 2) Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk
mempertahankan posisi tubuh dimana COG selalu berubah atau kemampuan untuk
mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak pada landasan yang bergerak
(dynamic standing) yang akan menempatkan tubuh ke dalam kondisi yang tidak
stabil, contoh keseimbangan dinamis yaitu saat berjalan atau bergerak dari satu
tempat ke tempat lain (Delitto, 2003).
12
2.3.3
Fisiologi Keseimbangan
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan
postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan
sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan dari
tubuh mempertahankan keseimbangan adalah menyanggah tubuh melawan
gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar
seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian
tubuh lain bergerak (Yuliana, 2014).
Mekanisme fisiologi terjadinya keseimbangan dimulai ketika reseptor di
mata menerima masukan penglihatan, reseptor di kulit menerima masukan kulit,
reseptor di sendi dan otot menerima masukan proprioseptif dan reseptor di kanalis
semikularis menerima masukan vestibular. Seluruh masukan atau input sensoris
yang diterima di salurkan ke nukleus vertibularis yang ada di batang otak, kemudian
terjadi pemrosesan untuk koordinasi di serebelum, dari serebelum informasi
disalurkan kembali ke nukleus vertibularis. Terjadilah output atau keluaran ke
neuron motorik otot ekstremitas dan badan berupa pemeliharaan keseimbangan dan
postur yang diinginkan, keluaran ke neuron motorik otot mata ekternal berupa
kontrol gerakan mata, dan keluaran ke SSP berupa persepsi gerakan dan orientasi.
Mekanisme tersebut jika berlangsung dengan optimal akan menghasilkan
keseimbangan yang optimal (Yuliana, 2014).
Kontrol keseimbangan dipengaruhi oleh sistem informasi sensoris meliputi
visual, vestibular, dan somatosensoris.
13
1. Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Penglihatan
merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada,
penglihatan memegang peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur
jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika
mata menerima sinar yang berasal dari objek sesuai jarak pandang. Informasi
visual yang didapat, akan membuat tubuh menyesuaikan atau bereaksi terhadap
perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot
yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh (Irfan, 2010).
Perubahan pada mata seperti presbiopi, kelainan lensa mata (refleksi lensa mata
kurang), kekeruhan pada lensa mata (katarak), tekanan dalam mata yang
meninggi (glaukoma), dan radang saraf mata akan menimbulkan gangguan
penglihatan, semua perubahan tersebut akan mempengaruhi keseimbangan
(Nugroho, 2000). Mata yang ditutup akan lebih sulit dalam mengatur
keseimbangan badan dibandingkan dengan mata terbuka (faktor visual). Mata
yang ditujukan pada satu titik di depan, saat berjalan akan membuat lebih stabil
dibandingkan dengan mata melihat ke tempat lain. Pusat keseimbangan juga
menerima pancaran rangsangan dari saraf aferen mata, sehingga apa yang
dilihat oleh mata juga akan merangsang pusat keseimbangan yang ada di otak.
Terdapat kerjasama yang erat antara mata dan pusat keseimbangan dalam
mengatur keseimbangan tubuh (Nala, 2002).
14
Gambar 2.2 Sistem Visual
Sumber: Prasad and Galleta, 2011
2. Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting
dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris
vestibular berada di dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi
kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini
disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan
posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui reflex vestibulo-occular,
mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat objek yang bergerak.
Mereka meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular
yang berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus
vestibular tetapi ke serebelum, formatio retikularis, thalamus, dan korteks
serebri (Canan, 2015). Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari
reseptor labyrinth, retikular formasi, dan serebelum. Keluaran (output) dari
nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula spinalis, terutama
ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada
15
leher, dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi
sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan
mengontrol otot-otot postural (Canan, 2015).
Gambar 2.3 Sistem Vestibular
Sumber: Komala, 2014
3. Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsikognitif. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis
medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju
serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus
medialis dan thalamus (Irfan, 2010). Kesadaran akan posisi berbagai bagian
tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra
dalam dan sekitar sendi. Alat indera tersebut adalah ujung-ujung saraf yang
beradaptasi lambat di sinovia dan ligamentum. Impuls dari alat indera ini dari
reseptor raba di kulit dan jaringan lain, serta otot di proses di korteks menjadi
kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang (Irfan, 2010).
Pengaturan keseimbangan juga dipengaruhi oleh komponen lainnya yaitu
respon otot-otot postural yang sinergis, kekuatan otot, adaptive system, dan
16
lingkup gerak sendi. Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada
waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur. Beberapa kelompok otot
baik pada ekstremitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan postur
saat berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan.
Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika
respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergi sebagai reaksi dari
perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh (Nugroho,
2011).
Komponen berikutnya yang mempengaruhi pengaturan keseimbangan
adalah kekuatan otot yang umumnya diperlukan dalam melakukan aktivitas.
Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya peningkatan
tegangan otot sebagai respon motorik. Kekuatan otot dapat digambarkan
sebagai kemampuan otot menahan beban baik berupa beban eksternal (eksternal
force) maupun beban internal (internal force). Kekuatan otot dari kaki, lutut,
serta pinggul harus adekuat untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat
adanya gaya dari luar (Nugroho, 2011).
Adaptive systems dan lingkup gerak sendi juga mempengaruhi
keseimbangan. Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan
keluaran motorik (output) ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan
karakteristik lingkungan (Canan, 2015). Sementara lingkup gerak sendi (joint
range of motion), membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama
saat gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi (Nugroho, 2011).
17
Gambar 2.4 Sistem Somatosensori
Sumber: Jensen dan Eric, 2005
2.3.4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Tubuh
1. Pusat Gravitasi (Center of Gravity-COG)
Pusat gravitasi terdapat pada semua objek, pada benda, pusat gravitasi
terletak tepat di tengah benda tersebut. Pusat gravitasi adalah titik utama pada
tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata. Tubuh selalu
ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang. Pada manusia,
pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat. Pusat
gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah tepat di atas pinggang diantara
depan dan belakang vertebra sacrum ke dua (Nugroho, 2011). Semakin rendah
atau dekat letak pusat gravitasi ini terhadap bidang tumpuan akan semakin stabil
posisi tubuh. Pada posisi berbaring pusat gravitasi tubuh akan rendah, yakni
letaknya dekat bidang tumpuan, dibandingkan dalam posisi duduk, berdiri atau
melompat ke atas, sehingga posisi tubuh berbaring akan lebih stabil
dibandingkan dengan posisi duduk atau berdiri (Nala, 2011). Letak pusat
18
gravitasi berbeda-beda, dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti IMT, umur,
dan jenis kelamin (Soedarminto, 1992).
a. Indeks Massa Tubuh
Tinggi badan dan berat badan seseorang mencerminkan proporsi tubuh
orang yang bersangkutan. Keadaan ini berkaitan dengan keseimbangan dimana
menurut Pate (1993) benda dengan masa yang lebih besar mempunyai
keseimbangan yang lebih besar dari pada benda berukuran sama yang lebih
ringan. Benda-benda yang berat, lebih kuat menolak pengaruh gaya dari luar
dari pada lawan yang lebih ringan. Terkait dengan tinggi pendek dan berat
ringan seseorang akan berbeda letak titik gravitasi yang mempengaruhi
keseimbangan. Proporsi tubuh dapat diketahui dengan menghitung indeks
massa tubuh (IMT) yaitu melalui rumus berat badan dalam kilogram dibagi
tinggi badan dalam meter kuadrat.
b. Umur
Letak titik gravitasi tubuh berkaitan dengan pertambahan usia pada kanakkanak letaknya lebih tinggi karena relatif kepalanya lebih besar dari kakinya
lebih kecil (Soedarminto, 1992). Keadaan ini akan berpengaruh pada
keseimbangan tubuh, semakin rendah letak titik berat terhadap bidang tumpuan
akan semakin mantap atau stabil posisi tubuh (Nala, 2011).
c. Jenis Kelamin
Perbedaan keseimbangan tubuh antara pria dan wanita disebabkan oleh
adanya perbedaan letak titik berat. Pada pria letaknya kira-kira 56% dari tinggi
badannya sedangkan pada wanita letaknya kira-kira 55% dari tinggi badannya,
19
pada wanita letaknya rendah karena panggul dan paha relatif lebih berat dan
tungkainya pendek (Soedarminto, 1992).
2. Garis Gravitasi (Line of Gravity-LOG)
Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertical melalui pusat
gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi
dengan bidang tumpu adalah menentukan derajat stabilitas tubuh (Yuliana,
2014).
Garis gravitasi didefinisikan sebagai garis imajiner yang melewati pusat
objek gravitasi. Semakin dekat letak garis gravitasi ini dengan titik pusat bidang
tumpuan apalagi dilaluinya, akan semakin stabil posisi tubuh. Dalam posisi
berdiri garis gravitasi tubuh ini akan melalui pusat gravitasi dan juga titik pusat
bidang tumpuan, oleh sebab itu posisi berdiri tegak lebih stabil dibandingkan
dengan posisi badan condong ke depan, belakang, atau samping. Letak berat
garis ini berubah-ubah sesuai dengan bergesernya titik gravitasi ke arah depan,
belakang, atau samping. Tubuh bagian atas (kepala dan dada) menjulur ke
depan, maka titik gravitasi tubuh juga akan berpindah ke depan. Garis gravitasi
dengan sendirinya juga akan bergeser ke depan sehingga tidak melalui titik
pusat bidang tumpuan. Ada usaha dari tubuh untuk menggeser letak titik
gravitasi dan dengan sendirinya garis gravitasi tubuh akan bergeser ke belakang
atau mendekati titik pusat bidang tumpuan. Caranya dengan menarik bagian
badan lainnya (tungkai atau lengan) ke belakang sehingga terjadi keseimbangan
(Laak, 2013).
20
Gambar 2.5 Garis Gravitasi
(Sumber: Army, 2012)
3. Bidang Tumpu (Base of Support - BOS)
Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan
permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh
dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area
bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitasnya.
Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan
satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas
tubuh makin tinggi. Posisi keseimbangan statis memiliki base of support yang
luas, ketika tumpuan dipersempit cenderung sulit untuk menjaga garis gravitasi.
Berdiri menggunakan satu kaki akan sulit jika dibandingkan dengan berdiri
dua kaki. Hal tersebut terjadi karena garis gravitasi yang terkonsentrasi
langsung di bawah satu kaki tersebut (Piscopo and Baley, 1981).
21
Gambar 2.6 Bidang Tumpuan
(Sumber: William, 2015)
4. Kekuatan Otot (Muscle Strength)
Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau kelompok otot untuk
menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis
maupun secara statis. Kekuatan otot dari kaki, lutut, serta pinggul harus cukup
kuat untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar.
Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan otot untuk
melawan gaya gravitasi serta beban eksternal lainnya yang secara terus menerus
mempengaruhi posisi tubuh. Kekuatan otot dihasilkan oleh kontraksi otot yang
maksimal. Otot yang kuat merupakan otot yang dapat berkontraksi dan rileksasi
dengan baik, jika otot kuat maka keseimbangan dan aktivitas sehari-hari dapat
berjalan dengan baik seperti berjalan, lari, bekerja kekantor, dan lain sebagainya
(Kuntarti, 2006).
22
5. Aktivitas Fisik (Kebiasaan Olahraga)
Menurut Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kemenkes pada hasil
RISKESDAS tahun 2013, gaya hidup bermalas-malasan dan aktivitas fisik yang
kurang dapat menurunkan kemampuan tonus otot. Tonus otot sangat berperan
dalam menjaga keseimbangan tubuh manusia. Aktivitas fisik yang kurang dan
gaya hidup bermalas-malasan dapat melemahkan dan menurunkan kemampuan
tonus otot. Keseimbangan dinamis yang tidak optimal akan meningkatkan
risiko cedera yang akan dialami ketika berjalan atau melakukan aktivitas lain
terutama aktivitas yang berat (Habut, 2015). Aktivitas fisik yang kurang
merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis dan secara
keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010).
Hampir 50% dari orang dewasa muda dan remaja tidak melibatkan diri pada
setiap jenis aktivitas fisik setiap hari. Data Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2007 memperlihatkan bahwa 48,2% penduduk Indonesia usia
lebih dari 10 tahun kurang melakukan aktivitas fisik.
2.4
Keseimbangan pada Anak Usia 9-11 Tahun
Anak usia 9-11 tahun merupakan masa dimana mereka menginjak bangku
sekolah dasar. Masa usia sekolah merupakan babak akhir dari perkembangan yang
masih digolongkan menjadi anak (Dabukke, 2015). Rentang usia ini termasuk
dalam usia emas untuk belajar (golden age of learning) (Suparlan, 2014). Masa ini
merupakan masa yang membutuhkan latihan pembentukan tubuh karena otot-otot
tumbuh cepat dan postur tubuh cenderung buruk (Yudanto, 2014). Berbagai materi
latihan akan mudah sekali diingat oleh kelompok usia ini. Keberanian juga lebih
23
berkembang, hal ini baik terjadi pada anak laki-laki maupun perempuan. Anak
perempuan harus dibimbing untuk mengembangkan kekuatan badan bagian atas
yang sangat berguna untuk memelihara berat badannya. Masa anak-anak
merupakan masa tumbuh kembang yang paling cepat, sehingga diperlukan wahana
pendukung berupa aktivitas jasmani yang tepat sesuai dengan usia, kondisi, dan
karakter masa anak-anak. Hal ini disebabkan karena aktivitas jasmani mampu
memberikan akselerasi proses pertumbuhan dan perkembangan secara normal
(Sukadiyanto, 2005).
Beberapa penelitian mengenai kapan tepatnya fungsi dari keseimbangan
dan kontrol postural tercapai pada anak-anak saat ini masih belum jelas dan masih
penuh kontroversi, padahal pada usia anak-anak kemampuan mempertahankan
keseimbangan tubuh sangatlah penting karena pada usia tersebut anak-anak mulai
belajar untuk lebih dapat mengenal lingkungannya. Anak pada umur 6-10 tahun
umumnya mengalami peningkatan keseimbangan dinamis, tetapi umur 12-14 tahun
hanya sedikit peningkatannya. Usia 7-9 tahun perkembangan keseimbangan mulai
melambat pada anak laki-laki, sedangkan pada usia 8-10 tahun pada anak
perempuan (Budiman, 2010).
Anak laki-laki usia 9-10 tahun mengalami peningkatan pada perkembangan
keseimbangan statis dan dinamis dengan peningkatan yang tidak begitu besar. Usia
9 tahun menunjukkan keseimbangan anak laki-laki lebih baik dibandingkan anak
perempuan ditinjau dari keseimbangan statis dan dinamis. Usia 10 tahun
perkembangan keseimbangan anak terjadi perbedaan, dimana perbedaan ini lebih
24
baik perkembangan keseimbangan anak laki-laki dibandingkan anak perempuan
(Permana, 2013).
Usia 11-12 tahun anak perempuan akan lebih cenderung kurang baik
keseimbangan dinamisnya dibandingkan anak laki-laki. Dapat diuraikan bahwa
anak perempuan pada usia 11-12 keseimbangan dinamisnya mengalami penurunan.
Optimalisasi keseimbangan dinamis membutuhkan adanya pelatihan aktivitas fisik
yang dapat menstimulasi komponen-komponen keseimbangan dinamis (Permana,
2013).
2.5
Takaran Pelatihan Keseimbangan
Sebuah hasil latihan yang maksimal harus memiliki prinsip latihan. Tanpa
adanya prinsip atau patokan yang harus diikuti oleh semua pihak yang terkait, mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada evaluasi pelatihan akan sulit mencapai
hasil yang maksimal (Nala, 2011). Takaran pelatihan keseimbangan:
1. Intensitas
Intensitas pada proprioceptive exercise dan zig-zag run exercise merupakan
ukuran terhadap aktivitas yang dilakukan dalam satu kesatuan waktu. Kualitas
suatu intensitas yang menyangkut kecepatan atau kekuatan dari suatu aktivitas
ditentukan oleh besar kecilnya persentase (%) dari kemampuan maksimalnya.
Dalam takaran pelatihan keseimbangan intensitas yang digunakan adalah
maksimum. Intensitas tersebut diukur berdasarkan posisi, jarak, dan jumlah
tiang yang digunakan (Nala, 2011).
25
Penelitian ini menggunakan tiang sebanyak 5 buah dengan jarak setiap tiang
sejauh 2 meter. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kelelahan terhadap
pemain tetapi pelatihan yang dilakukan tetap memberikan efek (Nala, 2011).
2. Volume
Volume dalam pelatihan merupakan komponen takaran yang paling penting
dalam setiap pelatihan. Unsur volume ini merupakan takaran kuantitatif, yakni
satu kesatuan yang dapat diukur banyaknya, berapa lama, jauh, tinggi, atau
jumlah suatu aktivitas (Nala, 2011). Pada umumnya volume pelatihan ini terdiri
dari durasi atau lama waktu pelatihan, jarak tempuh dan berat beban, serta
jumlah repetisi dan set. Dalam penelitian ini volume yang digunakan adalah
sebagai berikut:
a. Repetisi
Repetisi merupakan pengulangan yang dilakukan tiap set pelatihan. Untuk
latihan keseimbangan repetisi yang digunakan adalah 1-3 kali, tetapi untuk
menghasilkan peningkatan yang maksimal repetisi yang sebaiknya digunakan
adalah 3 repetisi untuk tiap set (Nala, 2011).
b. Set
Set adalah satu rangkaian dari repetisi (Nala, 1998). Latihan keseimbangan
set yang dianjurkan adalah 2-5 kali, untuk menghasilkan peningkatan yang
maksimal set yang sebaiknya digunakan adalah 5 set (Nala, 2011).
c. Istirahat
Waktu istirahat diperlukan dalam setiap set untuk memberikan waktu
istirahat kepada otot-otot yang berperan dalam pelatihan keseimbangan. Waktu
26
istirahat yang dianjurkan adalah selama 5 menit antar set, untuk mencegah
terlalu lamanya waktu istirahat (Nala, 2011).
3. Frekuensi
Frekuensi merupakan kekerapan atau kerapnya pelatihan per-minggu.
Dalam pelatihan keseimbangan, frekuensi yang biasa digunakan adalah 3-5 kali
seminggu (Nala, 2011). Hal ini sesuai bagi atlet sehingga menghasilkan
peningkatan kemampuan otot yang baik serta tanpa menimbulkan kelelahan
yang berarti (Harsono, 1996).
Latihan dalam penelitian ini dilakukan tiga kali pertemuan dalam satu
minggu, dengan diberi jeda waktu tidak lebih dari 48 jam. Hal ini dimaksudkan
untuk menghindari terjadinya waktu senggang selama 2 hari berturut-turut, ini
mengakibatkan jika berturut-turut terdapat istirahat selama lebih dari dua hari
dikhawatirkan kondisi fisik anak akan kembali ke keadaan semula (Nala, 1998).
2.6
Proprioceptive Exercise
Proprioceptive umumnya didefinisikan sebagai kemampuan untuk menilai
dimana masing-masing posisi ekstremitas berada tanpa bantuan indera penglihatan.
Proprioceptive exercise akan merangsang sistem saraf yang mendorong terjadinya
respon otot dalam mengontrol sistem neuromuskuler. Proprioceptive diatur oleh
mekanisme saraf pusat dan saraf tepi yang datang terutama dari reseptor otot,
tendon, ligamen, persendian dan fascia (Lephart, et al., 2013).
Pelatihan proprioseptif dapat
meningkatkan keseimbangan karena
proprioseptif merupakan salah satu komponen yang berperan dalam terbentuknya
keseimbangan. Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari sistem
27
sensorik (vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk proprioseptif) dan
muskuloskeletal (otot, sendi, dan jaringan lunak lain) yang diatur di dalam otak
(kontrol motorik, sensorik, basal ganglia, dan serebelum (Ma'mun, 2000).
Proprioceptive dapat juga diartikan sebagai keseluruhan kesadaran dari
posisi tubuh. Kesadaran posisi akan berpengaruh terhadap gerak yang akan
dilakukan, gerak yang timbul tersebut akibat impuls yang diberikan stimulus yang
diterima dari reseptor yang selanjutnya informasi tersebut akan diolah di otak yang
kemudian informasi tersebut akan diteruskan oleh reseptor kembali ke bagian tubuh
yang bersangkutan (Swandari, 2015).
Proprioceptive merupakan rasa sentuhan atau tekanan pada sendi yang
disusun oleh komponen pembentuk sendi dari tulang, ligamen, dan otot serta
jaringan spesifik lainnya. Proprioceptive merupakan bagian dari somatosensoris
dimana proprioceptive bekerjasama dengan persepsi dan taktil untuk memberikan
informasi tentang daerah sekitar, kondisi permukaan sehingga dapat mengirimkan
sinyal ke otak untuk mengatur perintah kepada otot dan sendi seberapa
menggunakan kekuatan dan bagaimana menyikapi lingkungan. Proprioception
memberikan gambaran yang sama seperti sistem kerja visual, dimana memberikan
informasi tentang daerah sekitar, namun hal yang membedakannya adalah
proprioceptive bekerja saat sebuah sendi terjadi kontak langsung dengan
permukaan sebuah benda. Pada kondisi tanpa cahaya (visual gelap) tidak dapat
memberikan banyak informasi untuk tubuh, maka proprioceptive bekerja lebih
dominan saat sendi menyentuh atau terjadi tekanan langsung dengan
permukaannya. Saat mata tertutup kaki masih bisa merasakan dimana kita berdiri
28
sekarang, tempat miring, berbatu kasar, atau datar, dll. Informasi yang diterima oleh
golgi tendon dan muscle spindle terkumpul cukup baik selanjutnya neuron akan
meneruskan untuk dikirim ke sistem saraf pusat melalui ganglion basalis hingga
sampai ke sistem saraf pusat seperti perjalanan di gambar kemudian otak
menentukan bagaimana kita menyikapi terhadap permukaan tersebut (Kisner,
2007).
Gambar 2.7 Lintasan Proprioceptive
Sumber: Riemer, 2015
Neuron yang dikirim melalui lintasan ke korteks cerebri memuat informasi
lingkungan dikirim ke otak untuk mengatur kontraksi dan sistem tubuh, sedangkan
neuron yang melalui korteks cerebri memuat informasi yang akan diberikan ke otak
kecil untuk diolah sehingga hasil yang didapat adalah menjaga keseimbangan
tubuh. Cara penyampaian reseptor proprioceptive ke cortex cerebri menggunakan
tiga neuron berbeda, neuron I sel berada di ganglion spinal akan dikirimkan melalui
proprioception dihasilkan melalui respon secara simultan, visual, vestibular, dan
sistem sensorimotor, yang masing-masing memainkan peran penting dalam
menjaga stabilitas postural (Rienmann, 2002).
29
Paling diperhatikan dalam meningkatkan proprioception adalah fungsi dari
sistem sensorimotor, meliputi integrasi sensorik, motorik, dan komponen
pengolahan yang terlibat dalam mempertahankan homeostasis bersama selama
tubuh bergerak, sistem sensorimotor mencakup informasi yang diterima melalui
reseptor saraf yang terletak di ligamen, kapsul sendi, tulang rawan, dan geometri
tulang yang terlibat dalam struktur setiap sendi. Mekanoreseptor sensorik khusus
bertanggung jawab secara kuantitatif terhadap peristiwa hantaran mekanis yang
terjadi dalam jaringan menjadi impuls saraf (Rienmann, 2002).
Proprioceptive berkaitan dengan dimana rasa posisi mekanoreseptor
berada. Hal tersebut meliputi dua aspek yaitu posisi statis dan dinamis. Posisi statis
di definisikan yaitu memberikan orientasi sadar pada satu bagian tubuh yang lain
sedangkan arti dinamis yaitu memberikan fasilitasi pada sebuah sistem
neuromuskular berkaitan dengan tingkat dan arah gerakan kelincahan (Laskowski,
2012).
Latihan wobble board selama 5 minggu dapat meningkatkan keseimbangan
dan juga cidera ankle pada atlet (Waddington et al., 2004). Pelatihan di atas wobble
board merupakan latihan pada permukaan tidak stabil yang dapat merangsang
mekanoreseptor sehingga mengaktifkan joint sense atau rasa pada sendi. Pelatihan
ini sangat berpengaruh terhadap jaringan intrafusal dan serabut ekstrafusal karena
rangsangan yang diterima oleh neuromuscular junction akan mengaktifasi serabut
myofibril untuk memerintahkan otot segera berkontraksi sesuai kebutuhan
(Swandari, 2015).
30
Selama pelatihan berlangsung maka serabut intrafusal dan ekstrafusal
memperkaya input sensoris yang akan dikirim dan diolah di otak untuk di proses
sehingga dapat menentukan seberapa besar co-kontraksi otot yang dapat diberikan.
Sebagian respon yang dikirim kembali ke ekstrafusal akan mengaktifasi golgi
tendon kemudian akan terjadi perbaikan koordinasi serabut intrafusal dan serabut
ekstrafusal dengan saraf afferent yang ada di muscle spindle sehingga terbentuklah
proprioceptif yang baik. Permukaan dari wobble board akan mengakibatkan adanya
stimulasi yang tidak konsisten akibat ketidakstabilan permukaan yang diterima oleh
otot dan sendi berpengaruh sangat cepat terhadap penangkapan informasi sensoris
dan lebih efisien diproses di sistem saraf pusat (Swandari, 2015).
Pelatihan di atas wobble board memberikan efek meningkatkan fungsi
proprioseptif pada stabilisator aktif sendi dan menstabilkan tonus, meningkatkan
recruitmen motor unit yang akan mengaktifasi golgi tendon dan memperbaiki
koordinasi serabut intrafusal dan serabut ekstrafusal dengan saraf efferent yang ada
di muscle spindel sehingga dapat meningkatkan fungsi dari proproseptif sehingga
meningkatkan input sensoris yang akan di proses di otak sebagai central
processing. Central processing berfungsi untuk menentukan titik tumpu tubuh dan
alligment gravitasi pada tubuh membentuk kontrol postur yang baik dan
mengorganisasikan respon sensorik motor yang di perlukan tubuh selanjutnya otak
akan meneruskan impuls tersebut ke efektor agar tubuh mampu menciptakan
stabilitas yang baik ketika bergerak (Swandari, 2015).
31
2.7
Zig-zag Run Exercise
2.7.1
Pengertian Zig-zag Run Exercise
Metode zig-zag adalah metode lari dengan menggunakan halangan atau
rintangan yang harus dilewati dengan cara berlari menghindari halangan atau
berlari secara berbelok-belok. Menurut Robert (2007) lari zig-zag adalah lari
berbelok dengan tujuan untuk meningkatkan kecepatan lari dan mengubah arah
tubuh dengan cepat. Zig-zag run exercise dapat digunakan untuk meningkatkan
kelincahan karena unsur gerak yang terkandung dalam zig-zag run exercise
merupakan komponen gerak kelincahan yaitu lari dengan mengubah arah dan posisi
tubuh, kecepatan, keseimbangan yang juga merupakan komponen gerak
kelincahan. Tujuan latihan lari zig-zag adalah untuk menguasai keterampilan lari,
menghindar dari berbagai halangan baik orang maupun benda yang ada di sekeliling
(Saputra, 2002). Sesuai dengan tujuannya lari zig-zag dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Latihan lari zig-zag untuk mengukur kelincahan seseorang.
2. Latihan lari zig-zag untuk merubah arah gerak tubuh atau bagian tubuh.
Menurut Harsono (1988) keuntungan dan kerugian zig-zag run exercise,
yaitu:
1. Keuntungan:
a. Kemungkinan cidera lebih kecil karena sudut ketajaman berbelok arah
lebih kecil (450 dan 900).
b. Banyak membutuhkan koordinasi gerak tubuh, sehingga mempermudah
dalam tes kelincahan dribbling.
32
2. Kerugian:
a. Secara psikis arah lari perlu pengingatan lebih.
b. Atlet tidak terbiasa dengan ketajaman sudut lari yang besar sehingga
pada saat melakukan tes kelincahan dribbling atlet menganggap sudut
lari tes kelincahan dribbling lebih sulit. Akibatnya atlet konsentrasinya
terpusat pada arah belok dan bukan pada kecepatan larinya.
Zig-zag run exercise digunakan untuk meningkatkan kelincahan, komponen
gerak kelincahan yaitu lari dengan mengubah arah dan posisi tubuh, kecepatan,
keseimbangan (Dabukke, 2015). Zig-zag run exercise ini melibatkan otot tungkai
untuk bisa menyelesaikan semua beban yang diberikan pada saat pelatihan.
Gerakan yang dilakukan dalam pelatihan ini berlari kedepan dan berbelak-belok
dengan secepatnya sehingga pergerakan yang dilakukan tidak semata-mata
menekankan pada gerakan tungkai. Setiap kerja yang dilakukan oleh tubuh
merupakan kontraksi yang terjadi pada otot. Dalam setiap pelatihan, tubuh selalu
memberikan respon dan dalam jangka waktu tertentu tubuh akan mulai beradaptasi
dengan pelatihan yang diberikan (Lestari, 2015).
Zig-zag run exercise dapat meningkatkan fungsi fisiologis dari unsur
kebugaran jasmani seperti kekuatan otot tungkai, kecepatan, fleksibilitas sendi lutut
dan pinggul, elastisitas otot, dan keseimbangan dinamis akan mengalami
peningkatan fungsi secara fisiologis sehingga akan berpengaruh terhadap
peningkatan kelincahan kaki. Saat bergerak dari satu sisi ke sisi lainnya dengan
cepat membutuhkan keseimbangan yang bagus, koordinasi yang tinggi, dan
konsentrasi tinggi. Hal ini akan menuntut adaptasi neuromuscular, terutama
33
disebabkan oleh adaptasi sistem persarafan yaitu terjadinya peningkatan persentase
aktivasi motor unit, perubahan fungsi pada kontraktil yaitu peningkatan momen
gaya kontraksi otot, dan terjadi hipertropi otot-otot tungkai, serta terjadinya
peningkatan koordinasi sistem keterampilan motorik. Sedangkan keuntungan
secara umum pada metabolisme, otot, dan saraf akibat latihan kecepatan konduksi
saraf meningkat, massa otot meningkat, konsentrasi ATP/PC meningkat, glikogen
otot meningkat, peningkatan sintesis protein untuk perkembangan otot (Zumerchik,
2005).
Kecepatan sebagai hasil perpanduan dari panjang ayunan tungkai dan
jumlah langkah. Fleksibilitas merupakan kemampuan persendian untuk bergerak
dalam ruang gerak sendi secara maksimal dan elastisitas merupakan kemampuan
otot untuk berkontraksi dan berelaksasi secara maksimal. Zig-zag run exercise
menyebabkan otot-otot menjadi lebih elastis dan ruang gerak sendi akan semakin
baik sehingga persendian akan menjadi sangat lentur sehingga menyebabkan
ayunan tungkai dalam melakukan langkah-langkah menjadi sangat lebar.
Keseimbangan dinamis juga terlatih karena dalam pelatihan ini harus mampu
mengontrol keadaan tubuh saat melakukan pergerakan. Otot-otot sinergis
berkontraksi lebih tepat, dan meningkatnya inhibisi otot-otot antagonis (Lestari,
2015).
Menurut Hanafi (2010) elastisitas otot sangat penting karena makin panjang
otot tungkai dapat terulur, makin kuat dan cepat maka otot dapat memendek atau
berkontraksi. Otot yang elastis tidak akan menghambat gerakan-gerakan otot
tungkai sehingga langkah kaki dapat dilakukan dengan cepat dan panjang.
34
Kecepatan reaksi secara fisiologis ditentukan oleh tingkat kemampuan penerima
rangsang penghantaran stimulus ke sistem saraf pusat, penyampaian stimulus
melalui saraf sampai terjadinya sinyal, penghantaran sinyal dari sistem saraf pusat
ke otot, dan kepekaan otot menerima rangsang untuk menjawab dalam bentuk gerak
(Sukadiyanto, 2005). Semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk mereaksi
stimulus maka semakin baik kecepatan reaksinya. Waktu yang diperlukan untuk
mereaksi stimulus akan menjadi semakin singkat karena terlatihnya kepekaan saraf
sensorik dalam menghantarkan stimulus ke otak dan terlatihnya saraf motorik
dalam menghantarkan perintah/sinyal dari otok ke otot. Meningkatnya komponen
kemampuan fisiologis tersebut maka akan menyebabkan peningkatan pada
kecepatan reaksi (Lestari, 2015).
Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian
bergantung pada impuls yang datang dari alat indera dalam dan sekitar sendi. Sendi
merupakan salah satu stabilisator pasif yang diikat oleh ligamen. Pada saat latihan
diperlukan suatu kondisi sendi yang stabil dan tanpa ada keluhan seperti nyeri,
karena jika terdapat keluhan akan mengurangi kemampuan sendi dalam melakukan
suatu gerakan. Gerakan yang dilakukan oleh sendi diperoleh melalui stimulus
propriosepsi terhadap posisi dan gerak yang akan dilakukan. Dengan adanya
propriosepsi pada sendi tersebut maka ketika melakukan latihan, sendi lebih akan
stabil karena ditunjang juga kekuatan otot (penggerak sendi) dan stabilitas dari
ligamen (mengarahkan sekaligus membatasi gerak sendi). Yang berarti bahwa
selain meningkatkan kekuatan otot dan stabilitas ligament juga meningkatkan
stabilitas pada sendi anak-anak (Mutiarningsih, 2014).
35
2.7.2
Aplikasi Zig-zag Run Exercise
Prosedur pelaksanaan zig-zag run exercise sebagai berikut:
1. Cones disusun berbentuk garis zig-zag dengan jarak antar titik 2 meter.
2. Peserta berdiri di belakang garis start.
3. Setelah ada aba-aba “ya” peserta berlari secepat mungkin mengikuti
arah/cones yang telah disusun secara zig- zag sesuai dengan diagram sampai
batas finish.
Gambar 2.8 Zig-zag Run Exercise
Sumber: Gilang, 2007
2.8
Modified Bass Test of Dynamic Balance

Tujuan: Untuk mengukur keseimbangan dinamis.

Validitas dan reliabilitas: 0,90.

Fasilitas dan sarana:
Lantai padat dan rata, sepuluh kotak yang ukuran masing-masing kotak
ukurannya 30 cm x 30 cm dan stop watch.
36

Prosedur Pelaksanaan:
Peserta berdiri di kotak awal dengan bertumpu pada salah satu kaki, tumit
diangkat (jingkat). Kedua lengan ditekuk di depan dada sedangkan posisi kepala
tegak. Selanjutnya peserta tes melompat tepat di atas kotak no 1 yang tersedia
dan mendarat dengan kaki sisi lainnya sebagai tumpuan dengan posisi tumit
diangkat (jingkat) dan posisi kepala tegak, kaki satunya diangkat menempel di
samping lutut, sedang posisi kedua lengan ditekuk di depan dada. Posisi ini
dipertahankan selama 5 detik pada kotak no 1, dilanjutkan ke kotak no 2 dengan
posisi sama seperti posisi awal, demikian gerakan ini dilakukan seterusnya
sampai kotak ke 10, kaki yang bertempu pada kotak bergantian antara kaki
kanan dan kiri.

Ketentuan:
1. Tiap komponen pada kotak atlet berhenti 5 detik.
2. Apabila kaki yang menempel di samping limit bergerak menjauh dari lutut
dan kaki tumpu tumit menyentuh lantai dianggap gagal, begitu pula apabila
kaki jingkat berpindah atau bergeser keluar dari daerah (kotak) yang telah
ditentukan.

Hasil pengukuran:
Skor yang terbaik dari tiga kali percobaan, dimana skor diambil berdasarkan
banyaknya kotak yang dapat dilalui dalam setiap tes, dengan ketentuan 1 kotak
keberhasilan nilai 10. Jadi tiap kotak yang ada yaitu kotak 1 sampai kotak
terakhir masing-masing diberi nilai (Laak, 2013).
37
Gambar 2.9 Skema Tes Keseimbangan Dinamis
Sumber: Mappaompo, 2012
Download