BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mengoperasionalkan sebuah perusahaan tentunya dibatasi oleh berberapa kebijakan dan etika bisnis. Salah satu dari kebijakan tersebut adalah kebijakan legal lewat berberapa undang-undang, seperti Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan terbatas. Salah satu etika bisnis yang mengikat perusahaan adalah tanggung jawab sosial (Nor Hadi, 2011:69). Tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi sebuah pembahasan krusial manakala menjadi kewajiban secara mengikat baik secara legal maupun berdasarkan etika bisnis. Dalam perkembangannya, perusahaan Indonesia kini mulai menyadari pentingnya kegiatan CSR dalam menunjang operasional perusahaan. La Tofi, ketua umum dari Forum CSR Kesejahteraan Sosial, memperkirakan hingga akhir tahun 2012 dana yang digulirkan perusahaan Indonesia untuk kegiatan CSR telah mencapai Rp 10 triliun (sumber: http://swa.co.id/corporate/csr/tahun-2012-danacsr-perusahaan-capai-rp-10-triiun). Anggaran Rp 10 triliun ini berdasarkan jumlah anggaran kegiatan CSR baik dari perusahaan BUMN maupun perusahaan swasta. Sebagaimana yang 1 dilansir dari situs berita online tersebut, BUMN meluncurkan anggaran Rp 4 triliun untuk kegiatan tanggung jawab sosial. Sedangkan perusahaan swasta di Indonesia diperhitungkan mengeluarkan biaya total Rp 6 triliun untuk kegiatan CSR. Untuk mendukung kegiatan CSR, Pemerintah Indonesia lewat Departemen Sosial telah membentuk Forum CSR Kesejahteraan Sosial berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 13 Tahun 2012 (sumber: http://swa.co.id/corporate/csr/tahun-2012-dana-csr-perusahaan-capai-rp-10-triiun). Forum ini dibentuk dengan tujuan mendukung dan mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan CSR dengan benar. Pada praktiknya juga forum ini dapat berkerja sama dengan perusahaan dalam meningkatkan program kesejahteraan masyarakat. Praktik implementasi tanggung jawab sosial tersebut diperkirakan meningkat pada tahun ini. Menurut pemberitaan dari situs online Kompas.com, pada tahun 2013, diperkirakan praktik kegiatan CSR ini akan meningkat (sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/12/05/23221249/Tahun.2013.Pelaks anaan.CSR.Akan.Meningkat). Dalam diskusi “Tren CSR 2013” yang diadakan pada 5 Desember 2012, diskusi membahas mengenai bagaimana peluang dari CSR di tahun 2013. Berdasarkan hasil diskusi, kegiatan CSR diperkirakan akan makin marak dilaksanakan. Perusahaan kini sadar bahwa CSR dapat menjadi faktor pendukung dari perkembangan perusahaan. 2 Praktik pelaksanaan kegiatan CSR ini sesungguhnya diatur dalam berberapa Undang-Undang serta aturan internasional, seperti ISO (International Organization for Standardization). Semenjak tahun 2010, ISO mengeluarkan sertifikasi ISO 26000 mengenai Social Responsibility. Semua aspek terkait dengan praktik dan tanggung jawab sosial perusahaan dituangkan dalam ISO 26000. Perkembangan CSR di Indonesia ditandai dengan masuknya pasal mengenai kewajiban mengimplementasikan tanggung jawab sosial dari perusahaan dalam Undang-Undang Negara (Ardianto dan Machfudz, 2011:28). Kewajiban mengimplementasikan tanggung jawab sosial terdapat dalam UndangUndang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Undang-Undang no. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terkait dengan pasal 74 mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Ayat (1) dari pasal ini berbunyi “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.” Hal ini juga ditegaskan dalam Undang-Undang no. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang terdapat di pasal 15. Dalam pasal tersebut dirumuskan kewajiban dari penanam modal, salah satu dari kewajiban tersebut adalah melaksanakan tanggung jawab sosial. Hal ini berlaku baik untuk penanam modal dari dalam negara maupun dari penanam modal asing. 3 Namun dalam praktiknya, masih banyak perusahaan tambang yang melanggar aturan tersebut. Ini dapat dilihat dari artikel situs berita online yang menuliskan bahwa hanya sepuluh perusahaan tambang di Indonesia yang melaksanakan kegiatan CSR (sumber: http://finance.detik.com/read/2012/07/14/154959/1965426/4/ribuan-perusahaantambang-di-ri-hanya-10-yang-jalankan-csr ). Sebagaimana yang terlansir lewat situs tersebut, berdasarkan penelitian dari Lingkar Studi CSR, terdapat ribuan perusahaan tambang di wilayah Indonesia. Dari ribuan perusahaan tambang tersebut, hanya terdapat sepuluh perusahaan tambang yang melakukan kegiatan CSR secara berkesinambungan. Berdasarkan data tersebut disebutkan bahwa perusahaan tambang Indonesia mayoritas merupakan perusahaan kecil dan menengah yang tidak terlalu peduli terhadap kegiatan CSR. Kepedulian mereka terhadap lingkungan maupun sumber daya sangatlah rendah mengingat perusahaan tersebut beroperasi dengan jangka waktu rendah dan hanya berfokus pada pengambilan sumber daya saja. Sebagai perusahaan tambang yang memanfaatkan sumber daya dalam jumlah cukup besar, tentunya menjalani kegiatan tanggung jawab sosial sangat diperlukan. Selain menghindari pencitraan bahwa perusahaan tambang (khususnya perusahaan multinasional) hanya melakukan eksplorasi tanpa memperbaiki dan bertanggung jawab atas pemberdayaan sumber daya tersebut. Perusahaan tambang besar kerap melakukan pertambangan dalam waktu yang cukup panjang. Untuk memperoleh dukungan dari publik dan masyarakat 4 sekitar daerah pertambangan, maka perusahaan perlu melakukan pengembangan lingkungan dan mendukung perkembangan masyarakat. Apabila dukungan terhadap perusahaan kurang, ini akan mempengaruhi operasional dari perusahaan. Dukungan publik, khususnya komunitas sekitar sangat mempengaruhi operasional perusahaan tambang. Sebut saja PT Freeport Indonesia yang kerap mengalami masalah dengan pekerja tambang yang merupakan warga komunitas sekitar area pertambangan. Aksi demo dan mogok kerja yang kerap dilancarkan pekerja tambang perusahaan ini secara lansung menghentikan operasional perusahaan untuk sementara waktu. Hal ini tentu saja merugikan perusahaan baik secara materi maupun nonmateri. Kegagalan perusahaan tersebut berhubungan dengan publik berdampak pada citra dan reputasi di mata stakeholder. Selain itu, terhambatnya operasional perusahaan tentu saja berdampak pada keuntungan perusahaan. Secara lansung dampak implementasi dari tanggung jawab sosial berpengaruh kepada bisnis perusahaan. CSR membantu perusahaan dalam mendongkrak serta mempertahankan reputasi dan citra perusahaan, mendapatkan lisensi operasional dari lingkungan sosial, memperlebar akses sumber daya, serta menjalin dan mengembangkan hubungan dengan stakeholder, regulator, dan karyawan (Wibisono, 2007:84-87). Citra dari perusahaan tambang, khususnya perusahaan tambang internasional; dalam menjalankan operasionalnya kerap dipandang sebagai usaha dalam eksploitasi alam. Hal ini dikarenakan dalam operasionalnya perusahaan 5 tambang mengandalkan ketersediaan Sumber Daya Alam; seperti Chevron yang mengandalkan sumber daya alam minyak bumi. Secara umum, sumber daya alam terbagi menjadi dua jenis, yaitu sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Sumber daya alam yang dapat diperbaharui seperti tumbuhan, hewan, air, angin, dan tanah. Sedangkan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, seperti minyak bumi, gas alam, batu bara, tembaga, dsb. Perusahaan pertambangan mengandalkan sumber daya tersebut untuk keberlansungan bisnis mereka, manakala sumber daya alam tersebut tidak dapat diperbaharui yang menandakan sumber daya tersebut terbatas jumlahnya. Sebagaimana dilansir dari situs online Sindonews, dalam menjalankan operasionalnya, perusahaan pertambangan dinilai melakukan eksploitasi Sumber Daya Alam yang menimbulkan kerusakan lingkungan hidup (sumber: http://ekbis.sindonews.com/read/2013/03/01/34/723023/eksploitasi-sda-indonesiadinilai-sudah-berlebihan). Publik juga menilai dengan dirumuskannya larangan ekspor bahan tambang mentah yang mulai diberlakukan pada tahun 2014, berberapa perusahaan tambang diduga akan meningkatkan eksploitasinya (sumber: http://www.investor.co.id/energy/sejumlah-perusahaan-tambang-tingkatkaneksploitasi/54666. 6 Hal tersebut menjadikan kegiatan tanggung jawab sosial menjadi kajian penting dalam operasional perusahaan. Perusahaan, khususnya pertambangan perlu memiliki kesadaran bahwa menjaga lingkungan hidup bukan hanya melakukan eksploitasi tanpa melakukan rehabilitasi terhadap kelestarian alam dari lingkungan tersebut. PT Chevron Pacific Indonesia sebagai salah satu perusahaan tambang yang besar di Indonesia sadar akan hal tersebut. Perusahaan tersebut menjalankan kewajiban dalam melaksanakan kegiatan CSR secara berkesinambungan. Perusahaan tambang asal Amerika Serikat ini telah berada di Indonesia selama 80 tahun. Dalam kurun waktu selama ini, dapat dikatakan bahwa perusahaan ini jarang terdengar memiliki masalah dengan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat menandakan bahwa PT Chevron Pacific Indonesia memiliki hubungan dekat dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Chevron turut serta menjalankan kegiatan pengembangan masyarakat dan lingkungan secara berkesinambungan. Tercatat bahwa perusahaan ini kurang lebih telah memberikan bantuan kepada negara senilai $125 juta (sumber: http://www.chevronindonesia.com/documents/FA_Facsheet_CE_id.pdf). Tanggung jawab sosial yang dijalankan oleh perusahaan ini berada pada empat area fokus utama yaitu memperbaiki akses kebutuhan dasar manusia, mengembangkan ekonomi masyarakat, dan pelestarian lingkungan, serta turut 7 dalam pengembangan dan pelatihan masyarakat. Fokus ini menjadi pilar utama perusahaan tambang tersebut dalam melaksanakan tanggung jawab sosial. Dalam mengimplementasikan tanggung jawab sosial tersebut, perusahaan melaksanakan perencanaan secara mandiri ataupun bekerja sama dengan pihak lain. Implementasi tanggung jawab sosial perusahaan ini dilaksanakan secara terintegrasi dengan ruang lingkup mencakup bidang kebutuhan dasar, edukasi, ekonomi, serta lingkungan hidup. Salah satu program CSR yang diimplementasikan oleh PT Chevron Pacific Indonesia adalah Politeknik Caltex Riau. Politeknik tersebut didirikan untuk memberikan kontribusi penuh dalam bidang edukasi yakni pendidikan teknik untuk masyarakat Riau. Berbeda dengan program CSR lainnya, dalam perencanaan pendirian politeknik ini dilakukan lansung oleh seluruh jajaran CPI (baik staf Chevron pusat maupun staf Chevron Riau). Berdiri semenjak tahun 2001, kini Politeknik tersebut telah mandiri dan mendapatkan berbagai apresiasi baik secara nasional maupun internasional. Penelitian ini akan membahas secara kompherensif mengenai implementasi tanggung jawab sosial dari PT Chevron Pacific Indonesia, implementasi Politeknik Caltex Riau, termasuk proses perencanaan dari pendirian Politeknik Caltex Riau sebagai bagian dari investasi sosial perusahaan. 8 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimana implementasi Politeknik Caltex Riau sebagai tanggung jawab sosial dari PT Chevron Pacific Indonesia?” 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa implementasi program CSR yang dijalankan oleh PT Chevron Pacific Indonesia dalam Politeknik Caltex Riau. 1.4. Signifikansi Penelitian 1.4.1. Signifikansi Akademik Secara akademis, penelitian ini bermanfaat dalam memberikan gambaran mengenai manfaat kegiatan CSR sebagai salah satu alat dari Public Relations. Hal ini akan membantu akademisi dalam melihat relevansi kegiatan CSR dengan esensi ilmu dari Public Relations. Lewat penelitian ini, pembaca akan memahami kerangka pemikiran konsep CSR yang akan ditransformasi ke dalam praktik kegiatan tersebut. 9 1.4.2. Signifikansi Praktis Secara praktis, manfaat dari penelitian ini adalah membantu praktisi dalam menentukan ketepatan dari tanggung jawab sosial. Penelitian ini membantu praktisi dalam melihat implikasi dari sebuah tanggung jawab sosial terhadap keberlansungan operasional perusahaan. Lewat ini diharapkan praktisi dapat menjadikan tanggung jawab sosial bukan sebagai kegiatan berkala semata namun diimplementasikan secara berkelanjutan lewat program CSR yang tepat. 10