9 BAB 2T LANDASAN TEORI 2.1 Merek (Brand) 2.1.1 Pengertian Merek (Brand) Keahlian yang sangat unik dari pemasar profesional adalah kemampuannya untuk menciptakan, memelihara, melindungi, dan meningkatkan merek. Menurut Kotler (2007, p332) pengertian merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk mendiferensiasikannya dari barang atau jasa pesaing. Menurut Wheeler (2006, p5) pengertian brand adalah “A brand is the nucleus of sales and markerting activities, generating increased awareness and loyalty, (Sebuah merek adalah when inti managed strategically”. dari penjualan dan kegiatan pemasaran, menghasilkan peningkatan kesadaran dan loyalitas, bila dikelola secara strategis.) Aaker (2004) juga menjelaskan bahwa merek dapat dikatakan sebagai sebuah janji seorang penjual atau perusahaan untuk konsisten memberikan nilai, manfaat, fitur dan kinerja tertentu bagi pembelinya. Janji tersebut harus janji yang benar dan harus ditepati kepada pembelinya sehingga merek yang menjanjikan tersebut dapat memberikan semua hal yang dijanjikan, dan juga memberikan nilai lebih dari janji tersebut. Hal ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan dan juga menjaga image dari suatu merek. Definisi brand menurut Bennett (2005, p256) adalah “a name, term, sign, symbol, or any other feature that identifies one seller’s good or service as distinct from those of the sellers”. (sebuah nama, istilah, tanda, simbol atau ciri-ciri lain yang memperkenalkan barang atau jasa milik suatu penjual sebagai pembeda dari milik penjual-penjual lainnya). 10 Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa merek adalah sesuatu hal yang membedakan produk atau jasa sebuah perusahaan menjadi berbeda dengan produk atau jasa yang ditawarkan oleh pesaing. Yang membedakan adalah dikarenakan nama, simbol, tanda, dan rancangan dari setiap merek. 2.1.2 Tingkatan Pengertian Merek Menurut Kotler (2005, p82) ada enam tingkatan arti dari sebuah merek, yaitu sebagai berikut: 1) Atribut (attributes): suatu merek mengingatkan atribut-atribut tertentu. 2) Manfaat (benefit): atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional. 3) Nilai (value): merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. 4) Budaya (culture): merek dapat mewakili atau melambangkan suatu budaya tertentu. 5) Personal (personality): sebuah merek dapat mencerminkan kepribadian tertentu. 6) Pemakai (user): merek tersebut menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Merek harus memiliki kualitas yang lebih sehingga suatu merek dapat dikenal dan memiliki keunikan sendiri. Menurut Kotler (2003, p413), suatu perusahaan dapat menentukan kebijakan mereknya dan perlu memperhatikan kualitas dari merek itu sendiri. Adapun kualitas dari suatu merek sebagai berikut: 1) Nama merek harus menunjukan manfaat produk tersebut 2) Nama merek harus menunjukan mutu suatu produk 3) Nama merek mudah diucapkan, dikenal dan diingat 4) Nama merek harus menjadi ciri khas yang dapat dibedakan 5) Nama merek tidak membawa arti yang kurang baik di lain negara atau bahasa 11 2.1.3 Peranan dan Kegunaan Merek Menurut Keller (2003, p20), merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Bagi produsen, merek berperan penting sebagai: 1) Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian persediaan dan pencatatan akuntansi. 2) Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek bisa mendapat perlindungan seperti intelektual. 3) Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi dilain waktu. 4) Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing. 5) Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen. 6) Sumber financial return, terutama menyangkut pendapatan masa datang. Bagi konsumen, merek bisa memberikan beraneka ragam nilai melalui sejumlah fungsi dan manfaat potensial. Keller (2003, p21) mengemukakan 7 manfaat pokok merek bagi konsumen, yaitu sebagai: 1) Identifikasi sumber produk 2) Penetapan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor tertentu 3) Pengurang resiko 4) Penekan biaya pencarian internal dan eksternal 5) Janji atau ikatan khusus dengan produsen 6) Alat simbolis yang memproyeksikan citra diri 7) Signal kualitas 2.2 Citra Merek (Brand Image) Citra merek (brand image) merupakan representasi dari keseluruhan persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa 12 lalu terhadap merek itu. Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap suatu merek. Konsumen yang memiliki citra yang positif terhadap suatu merek, akan lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian. Ciri merek dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul dalam benak konsumen ketika mengingat suatu merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan suatu merek, sama halnya ketika kita berpikir tentang orang lain. Menurut Rangkuti (2004), citra merek adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dan melekat dalam benak konsumen. Kotler (2007) mendefinisikan citra merek sebagai seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu merek, karena itu sikap dan tindakan konsumen terhadap suatu merek sangat ditentukan oleh citra merek tersebut. Citra merek merupakan syarat dari merek yang kuat. Citra yang dibentuk harus jelas dan memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan pesaingnya, saat perbedaan dan keunggulan merek dihadapkan dengan merek lain. Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa citra merek (brand image) adalah sekumpulan persepsi konsumen mengenai suatu merek yang sudah terbentuk dan melekat dibenak konsumen. Komponen citra merek (brand image) terdiri atas tiga bagian, yaitu: 1. Citra pembuat (corporate image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatubarang atau jasa. 2. Citra pemakai (user image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu barang atau jasa. 3. Citra produk (product image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu barang atau jasa. Dalam Jalilvand dan Samiei (2012), untuk meningkatkan citra merek suatu produk hal – hal yang dapat dilakukan manajer adalah meningkatkan variasi produk, mengembangkan kualitas produk, menawarkan produk dalam harga yang lebih sesuai dengan nilai yang diberikan, dan menyediakan pelayanan pasca pembelian. 13 Untuk melalukan pengukuran variabel citra merek, digunakan indikator yang bersumber dari jurnal Jalilvand dan Samiei (2012) yaitu “In comparison to other product/brand this product/brand has high quality”, “This product/brand has a rich history”, dan “Customer can reliably predict how this particular brand/product will perform”. Yang artinya adalah “Dibandingkan dengan produk lain, produk atau merek ini memiliki kualitas yang tinggi”, “Produk atau merek ini kaya akan sejarah”, “ Konsumen secara nyata dapat memprediksikan bagaimana produk/merek ini memberikan nilainya”. 2.3 Pengetahuan Produk (Product Knowledge) Pengetahuan produk (product knowledge) adalah pengetahuan konsumen tentang produk. Untuk mengetahui perilaku konsumen, marketer harus mengetahui tentang product knowledge yang diperoleh maupun disimpan dalam memori konsumen. Bagi marketer, pemahaman dan pengetahuan konsumen akan produk sangat penting, karena pengetahuan ini merupakan dasar keputusan perilaku konsumen. 2.3.1 Pengertian Pengetahuan Produk (Product Knowledge) Menurut Rao dan Sieben yang dikutip dalam Waluyo dan Pamungkas (2003), pengetahuan produk adalah cakupan seluruh informasi akurat yang disimpan dalam memori konsumen yang sama baiknya dengan persepsinya terhadap pengetahuan produk. Konsumen dengan pengetahuan yang lebih tinggi akan menjadi lebih realistis dalam pemilihan produk yang sesuai dengan harapannya. Dimana, semakin tinggi pengetahuan konsumen dalam pembelian suatu produk, dapat meningkatkan kemampuan konsumen untuk membuat pilihan yang lebih memuaskan. Menurut Beatty dan Smith yang dikutip dalam jurnal “the effect of brand image and product knowledge on purchase intention moderated by price discount” ,mendefinisikan product knowledge sebagai konsumen yang memiliki persepsi terhadap produk tertentu, termasuk pengalaman sebelumnya dalam menggunakan produk tersebut. 14 Menurut Peter dan Olson (2005), pengetahuan produk mengacu pada berbagai jenis pengetahuan, arti, dan kepercayaan yang direkam dalam ingatan konsumen. Misalnya, konsumen dapat memiliki pengetahuan tentang ciri atau model terhadap suatu merek sepatu atletik. Berdasarkan konsep-konsep pengetahuan produk di atas, maka dapat didefinisikan pengetahuan produk adalah berbagai jenis pengetahuan, arti, dan kepercayaan yang direkam dalam ingatan konsumen, customer, atau pelanggan sehingga mereka mengerti lebih tentang suatu produk, khususnya produk yang mereka minati untuk mereka miliki dan mereka gunakan. Menurut Brucks yang dikutip dalam jurnal “The Effect of Brand Image and Product Knowledge on Purchase Intention Moderated by Price Discount” , ada 3 cara untuk mengukur product knowledge yang didasarkan pada studi sebelumnya, yaitu : 1. Pengetahuan subyektif (subjective knowledge), yaitu merujuk kepada seberapa banyak responden mengetahui tentang produk tersebut. 2. Tujuan pengetahuan (objective knowledge), yaitu seberapa banyak informasi dan jenis informasi yang terdapat dalam memori konsumen. 3. Pengalaman berbasis pengetahuan (experienced based knowledge), yaitu seberapa banyak pengalaman konsumen dalam pembelian dan pemakaian suatu produk. Faktor ini bersifat tidak konsisten dengan proses pemrosesan informasi. Hal ini dapat dilihat ketika pengalaman hanya mempengaruhi perilaku ketika perilaku tersebut menghasilkan perbedaan didalam memori konsumen. Jika konsumen yang berbeda belajar hal yang berbeda dari pengalaman yang sama maka perilaku mereka juga akan berbeda. Dalam penelitian ini digunakan product knowledge dengan indikator pengukuran menurut Ping Liang (2009), yaitu: 1. Mengetahui informasi mengenai karakteristik produk; 2. Pengalaman membeli produk; dan 15 3. Percaya terhadap produk. 2.3.2 Pengetahuan Konsumen Pada Suatu Produk Konsumen yang baik biasanya memiliki pengetahuan mengenai produk yang akan dibelinya. Menurut Peter dan Olson (2005) pengetahuan itu terbagi atas tiga jenis, yaitu : 1) Pengetahuan mengenai atribut atau karakteristik produk. Sesuai dengan batas yang ditetapkan berdasarkan kemampuan produksi dan sumber keuangan, manajer pemasaran dapat menambah atribut baru terhadap suatu produk dan menghapus atribut lama, atau memodifikasi atribut yang sudah ada. Pemasar dapat merubah atribut-atribut dengan tujuan untuk membuat produk mereka lebih menarik konsumen. Kemungkinan disebabkan ketertarikan para pemasar terhadap karakter fisik dari produk mereka, pemasar kadang-kadang bertindak seolah-olah konsumen berpikir tentang produk dan merek sebagai kumpulan atribut saja. Bahkan suatu produk yang sederhana memiliki beberapa atribut. Pemasar harus tahu atribut produk yang mana yang paling penting bagi konsumen, apa fungsi atribut tersebut bagi konsumen, dan bagaimana konsumen menggunakan pengetahuan ini dalam proses kognitif seperti saat pemahaman dan pengambilan keputusan. Konsumen dapat memiliki pengetahuan tentang berbagai jenis atribut produk. Pengetahuan konsumen tentang atribut yang kongkrit menggambarkan wujud, dan ciri-ciri sebuah produk. Pengetahuan tentang atribut abstrak menggambarkan produk lebih subjektif, dan ciri-ciri yang tidak terlihat pada sebuah produk. Tentu saja, konsumen harus juga memiliki pengetahuan tentang evaluasi efektif mereka untuk setiap atribut. 2) Pengetahuan mengenai konsekuensi positif atau keuntungankeuntungan yang akan diperoleh dari penggunaan produk. Pemasar juga mengetahui bahwa konsumen lebih sering berpikir tentang konsekuensi dari produk dan merek yang mereka gunakan dibandingkan atributnya. Konsekuensi adalah hasil yang terjadi setelah produk dibeli dan dikonsumsi. Konsumen dapat memiliki 16 pengetahuan tentang dua jenis konsekuensi produk, yaitu fungsional dan psikososial. Konsekuensi fungsional adalah hasil yang dapat dilihat (berwujud) dari penggunaan suatu produk yang konsumen rasakan secara langsung. Sebagai contoh konsekuensi fungsional termasuk hasil secara psikis yang langsung dapat dirasakan konsumen saat mengkonsumsi produk tertentu. 3) Pengetahuan mengenai nilai-nilai produk yang dapat memuaskan keinginan konsumen. Konsumen juga memiliki pengetahuan tentang pribadi dan nilai simbolis bahwa produk dan merek membantu mereka merasa puas. Nilai adalah tujuan luas dari kehidupan manusia. Nilai sering melibatkan pengaruh emosional dan digabungkan dengan suatu tujuan dan kebutuhan (perasaan yang kuat dan emosi yang mengiringi kesuksesan). Ada banyak cara untuk mengklasifikasikan nilai. Satu skema mengidentifikasikan dua jenis atau tingkat nilai instrumental dan terminal. Nilai instrumental lebih cenderung ke model/jenis tindakan, yaitu cara bertingkah laku yang memiliki nilai positif bagi seseorang (misalnya: bersenang-senang, bertindak independen, menunjukkan kemampuan untuk dipercaya). Nilai terminal, dengan kata lain, lebih cenderung ke pernyataan psikologis yang lebih luas (misalnya: senang, damai, sukses). Kedua nilai instrumental dan terminal (tujuan dan kebutuhan) menghadirkan konsekuensi paling pribadi seseorang yang ingin mereka capai dalam kehidupan. 2.4 Perilaku Konsumen (Consumer Behavior) Menurut Schiffman dan Kanuk (2004:8), “Perilaku konsumen didefinisikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Perilaku konsumen (consumer behavior) dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa, termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan- 17 kegiatan tersebut (Swastha, 2011:10), sedangkan menurut Kotler (2012:151) perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan menghabiskan barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumennya. Menurut Solomon (2010:31) “consumer behavior is the study of the processes involved when individuals or group select, purchase, use, or dispose of products, service, ideas, or experiences to satisfy needs and desires”. Artinya bahwa studi tentang proses yang terlibat ketika individu atau kelompok memilih, membeli, menggunakan, atau menentukan produk, layanan, ide, atau pengalaman untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan. Menurut Kotler & Keller (2009:16) perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli, menggunakan dan bagaimana barang, jasa, ide atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dengan menciptakan kesadaran dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Tujuan mempelajari perilaku konsumen adalah untuk mengetahui dan memahami berbagai aspek yang ada pada konsumen dan akan digunakan dalam menyusun strategi pemasaran yang sukses. Kotler (2012:161) dengan jelas menggambarkan bagaimana model perilaku konsumen dapat dipelajari seperti pada gambar 2.1 berikut: 18 Gambar 2.1 Model Perilaku Konsumen Sumber : Philip Kotler (2012:161) 2.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Menurut Kotler & Keller (2009:166-176) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu : 1. Faktor Budaya a) Budaya Budaya merupakan penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Ketika tumbuh dalam suatu masyarakat, seorang anak mempelajari nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku dari keluarga dan institusi penting lainnya. Setiap kelompok atau masyarakat memiliki budaya, dan pengaruh budaya pada perilaku pembelian sangat beraneka menyesuaikan ragam pada di tiap negara. perbedaan-perbedaan Kegagalan ini dapat mengakibatkan pemasaran yang tidak efektif. b) Subkebudayaan Setiap kebudayaan mempunyai subkebudayaan yang lebih kecil, atau kelompok orang- orang yang mempunyai system nilai yang sama berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang sama. Subkebudayaan meliputi kewarganegaraan, agama, ras, dan daerah geografis. Banyak subkebudayaan yang membentuk segmen pasar penting, dan orang pemasaran seringkali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. c) Kelas sosial Kelas- kelas sosial adalah bagian-bagian masyarakat yang relatif permanen dan tersusun rapi yang anggota-anggotanya mempunyai nilai-nilai, kepentingan, dan perilaku yang sama. 2. Faktor sosial a) Kelompok Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok (group). Kelompok adalah dua orang atau lebih yang 19 berinteraksi untuk mencapai sasaran individu maupun bersama. Pentingnya pengaruh kelompok, bervariasi untuk setiap produk dan merknya. Pembelian produk yang dibeli dan digunakan secara pribadi tidak banyak dipengaruhi oleh kelompok karena baik produk maupun merknya tidak akan dikenali oleh orang lain. b) Keluarga Anggota keluarga dapat sangat mempengaruhi perilaku pembeli. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat. Orang pemasaran tertarik pada peran dan pengaruh seorang suami, istri, maupun anak-anak dalam pembelian produk dan jasa yang berbeda. c) Peran dan status Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat ditetapkan baik lewat perannya maupun statusnya dalam organisasi tersebut. Setiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat. Seseorang sering kali memilih produk yang menunjukkan status mereka dalam masyarakat. 3. Faktor Pribadi a) Usia Usia sangat mempengaruhi perilaku konsumen. Orang dewasa akan mempunyai perilaku yang berbeda dengan anakanak atau bahkan remaja, karena kebutuhan yang mereka perlukan pun berbeda sesuai dengan tingkat usianya. b) Pekerjaan Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Sebuah menghasilkan perusahaan produk-produk dapat yang berspesialisasi dibutuhkan satu kelompok pekerjaan tertentu. c) Situasi ekonomi Situasi ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan produknya. Seorang pemasar harus peka mengamati tren 20 pendapatan, tabungan pribadi, dan tingkat bunga. Jika indikator- indikator ekonomi menunjukkan datangnya resesi, orang pemasaran dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang, mereposisi, dan menetapkan kembali harga produk mereka dengan cepat. d) Gaya hidup Orang- orang yang berasal dari subkebudayaan, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang cukup berbeda. Gaya hidup adalah pola kehidupan seseorang seperti yang diperlihatkannya dalam kegiatan, minat, dan pendapat- pendapatnya. e) Kepribadian dan konsep diri Kepribadian tiap orang yang berbeda mempengaruhi perilaku membelinya. Kepribadian adalah karakteristik psikologis unik seseorang yang menghasilkan tanggapan- tanggapan yang relatif konsisten dan menetap terhadap lingkungannya. Kepribadian bisa berguna untuk menganalisis perilaku konsumen atas suatu produk maupun pilihan merk. 4. Faktor Psikologis a) Motivasi Motivasi adalah suatu kebutuhan yang secara cukup dirangsang untuk membuat seseorang mencari kepuasan atas kebutuhannya. b) Persepsi Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan menginterprestasikan informasi suatu gambaran yang berarti mengenai dunia. c) Pembelajaran Pembelajaran merupakan perubahan pada perilaku individu yang muncul dari pengalaman. Proses belajar berlangsung melalui dorongan, rangsangan, petunjuk, tanggapan, dan penguatan yang saling menguatkan. d) Keyakinan dan sikap 21 Keyakinan adalah pemikiran deskriptif seseorang mengenai sesuatu. Sikap menggambarkan evaluasi, perasaan, dan kecenderungan seseorang terhadap suatu objek atau gagasan. 2.4.2 Minat Pembelian (Purchase Intention) Menurut jurnal yang berjudul “the effect of store image and service quality on brand image and purchase intention for private label brands”, minat pembelian mewakili kemungkinan bahwa konsumen berencana atau mau untuk membeli sebuah produk atau jasa di kemudian hari. Peningkatan minat pembelian berarti peningkatan kemungkinan pembelian (Dodds et al., 1991; Schiffman dan Kanuk, 2007). Masih dikutip dari jurnal yang sama, para peneliti juga dapat menggunakan minat pembelian sebagai sebuah indikator penting untuk memperkirakan perilaku konsumen. Saat konsumen memiliki minat pembelian yang positif, hal ini kan membentuk sebuah komitmen merek yang positif, yang dapat mendorong konsumen untuk mengambil sebuah tindakan pembelian (Fishbein dan Ajzen, 1975; Schiffman dan Kanuk, 2007). Dalam penelitian ini digunakan purchase intention dengan indikator pengukuran menurut Jalilvand dan Samiei (2012) yaitu “I would buy this product/brand rather than any other brands available”, “I am willing to recommend others to buy this product or brand”, dan “I intend to purchase this product/ brand in the future” yang artinya adalah “Keinginan untuk membeli produk atau merek dibandingkan dengan produk/merek lain yeng tersedia”, “Keinginan untuk merekomendasikan kepada orang lain untuk membeli produk/merek tersebut”, “Bermaksud untuk membeli produk/merek di kemudian hari”. 2.4.3 Proses Keputusan Pembelian (Purchase Decision Process) Kotler (2012:166) mengemukakan proses keputusan pembelian konsumen terdiri dari lima tahap yang dilakukan oleh seorang konsumen sebelum sampai pada keputusan pembelian dan 22 selanjutnya pasca pembelian. Hal ini menunjukkan bahwa proses membeli yang dilakukan oleh konsumen dimulai jauh sebelum tindakan membeli dilakukan serta mempunyai konsekuensi setelah pembelian tersebut dilakukan. Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam pembelian mereka, proses tersebut merupakan sebuah pendekatan penyesuaian masalah yang terdiri dari lima tahap yang dilakukan konsumen, kelima tahap tersebut adalah pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Gambar 2.2 Proses Keputusan Pembelian Sumber: Kotler & Amstrong (2010:178) Menurut Kotler & Amstrong (2010:178) ada lima tahap dalam proses keputusan pembelian konsumen yaitu: 1) Pengenalan masalah Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal. 2) Pencarian informasi Konsumen yang tergugah kebutuhannya, akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Tantangan bagi marketer adalah mengenali sumber informasi yang paling berpengaruh. 23 3) Evaluasi alternatif Mengevaluasi berbagai alternatif yang ada dalam konteks kepercayaan utama tentang konsekuensi yang relevan dan mengkombinasikan pengetahuan tersebut untuk membuat keputusan. 4) Keputusan pembelian Calon pembeli menentukan apa dan dimana produk pilihan mereka akan dibeli. Marketer harus menyediakan jalan paling mudah bagi calon pembeli untuk mendapatkan produk yang mereka inginkan. Misalnya, produk sudah disalurkan hingga ke pengecer-pengecer kecil sekalipun sehingga dapat menjangkau para calon pelanggan. 5) Perilaku pasca pembelian Dalam perilaku pasca pembelian, hanya ada tiga kemungkinan, yaitu: a) Performa produk/jasa sama dengan ekspektasi. b) Performa produk/jasa lebih rendah dari ekspektasi. c) Performa produk/jasa lebih tinggi dari ekspektasi. 2.5 Penelitian Terdahulu 2.5.1 Kaitan Citra Merek (Brand Image) dengan Minat Pembelian (Purchase Intention) LaForge, Ingram, dan Bearden (2004) berpendapat bahwa pemasar harus benar-benar yakin terhadap ide-ide yang dituangkan terhadap merek, apa manfaat produknya dan bagaimana pandangan konsumen terhadap merek mereka. Jika suatu produk sudah memiliki image yang baik, maka konsumena kan lebih tertarik untuk membeli produk tersebut tanpa menimbulkan kecemasan akan kualitas produk dan segala pemikiran negatif tentang produk tersebut. Berdasarkan jurnal yang berjudul “the effect of store image and service quality on brand image and purchase intention for private label brands”, dapat disimpulkan bahwa citra merek memiliki keterkaitan terhadap munculnya minat beli bagi konsumen. 24 2.5.2 Kaitan Pengetahuan Produk (Product Knowledge) dengan Minat Pembelian (Purchase Intention) Lin dan Lin (2007) mengatakan bahwa tingkat pengetahuan produk mempengaruhi minat pembelian konsumen. Secara umum, konsumen dengan pengetahuan produk yang lebih tinggi memiliki memori lebih baik, pengakuan, analisis dan kemampuan logika dibandingkan dengan pengetahuan produk yang lebih rendah, Akibatnya, mereka yang berpikir bahwa mereka memiliki pengetahuan produk yang lebih tinggi cenderung mengandalkan isyarat intrinsik bukan stereotip untuk membuat penilaian terhadap kualitas produk karena mereka menyadari pentingnya informasi produk. Menurut Wang dan Hwang (2001) yang dikutip dari Lin dan Lin (2007), menyimpulkan bahwa konsumen dengan pengetahuan produk yang tinggi akan mengevaluasi produk berdasarkan kualitasnya karena mereka percaya diri dengan pengetahuan produk mereka. Dengan demikian, mereka akan menjadi sadar akan nilai produk dan akibatnya mengembangkan minat pembelian. Di sisi lain, mereka yang memiliki pengetahuan produk yang rendah lebih mungkin untuk menjadi mudah dipengaruhi isyarat lingkungan. 2.5.3 Kaitan Minat Pembelian (Purchase Intention) dengan Proses Keputusan Pembelian (Purchase Decision Process) Menurut Gupta, et.al (2004) dalam Long yi (2009) “since the observed relationship between intention and purchase is generally positive and significant”, yang artinya adalah hubungan yang diamati antara niat dan pembelian umumnya positif dan signifikan. Banyak penelitian yang menemukan korelasi yang positif antara minat pembelian dengan perilaku pembelian (Morwitz dan Schmittlein, 1992 dalam Long Yi dan Chen, 2009). 2.5.4 Kaitan Citra Merek (Brand Image) dengan Proses Keputusan Pembelian (Purchase Decision Process) Menurut Shannon, et.al (2009) dalam jurnal “the pivotel role of brand image in purchase decision”, dapat disimpulkan bahwa citra 25 merek berpengaruh positif dalam menciptakan keputusan pembelian konsumen. 2.5.5 Kaitan Pengetahuan Produk (Product Knowledge) dengan Proses Keputusan Pembelian (Purchase Decision Process) Menurut Lin dan Shuo (2006) dalam penelitian yang berjudul “the influence of the country of origin image, product knowledge and product involvement on consumer purchase decisions : an empirical study of insurance and catering services in Taiwan”. Tujuan penelitiannya yaitu mengetahui pengaruh country-of-origin image, product knowledge dan product involvement pada keputusan pembelian. Hasil penelitiannya menunjukkan product knowledge has a significantly positive impact on the consumer purchase decision yang berarti pengetahuan produk memiliki dampak yang signifikan positif pada keputusan pembelian konsumen. 2.6 Kerangka Pemikiran Kerangka penelitian ini menggambarkan pengaruh variabel independen yaitu citra merek dan product knowledge terhadap variabel intervening yaitu minat pembelian dan dampaknya terhadap variabel dependen yaitu proses keputusan pembelian. Kerangka pemikiran dari variabel yang ada dapat digambarkan seperti berikut : Citra Merek Minat Pembelian Pengetahuan Produk Proses Keputusan Pembelian 26 Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Sumber: Peneliti 2.7 Hipotesis Hipotesis merupakan suatu proporsi atau anggapan yang mungkin benar, dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan atau pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut. Anggapan atau asumsi dari hipotesis juga merupakan data, akan tetapi karena kemungkinan bisa salah, maka apabila digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan harus diuji terlebih dahulu dengan menggunakan data hasil observasi (Supranto,2007, p124). Berdasarkan tujuan penelitian yang ada, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: a. Untuk T-1 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara citra merek terhadap minat pembelian pada produk wafer Tango di CV. Analis Family Group. Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara citra merek terhadap minat pembelian produk wafer Tango di CV. Analis Family Group. b. Untuk T-2 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan produk terhadap minat pembelian pada produk wafer Tango di CV. Analis Family Group. Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan produk terhadap minat pembelian pada produk wafer Tango di CV. Analis Family Group. c. Untuk T-3 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara minat pembelian terhadap proses keputusan pembelian pada produk wafer Tango di CV. Analis Family Group. Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara minat pembelian terhadap proses keputusan pembelian pada produk wafer Tango di CV. Analis Family Group. d. Untuk T-4 27 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara citra merek terhadap proses keputusan pembelian pada produk wafer Tango di CV. Analis Family Group. Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara citra merek terhadap proses keputusan pembelian produk wafer Tango di CV. Analis Family Group. e. Untuk T-5 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan produk terhadap proses keputusan pembelian pada produk wafer Tango di CV. Analis Family Group. Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan produk terhadap proses keputusan pembelian pada produk wafer Tango di CV. Analis Family Group. f. Untuk T-6 Ho : tidak ada pengaruh yang signifikan antara citra merek, pengetahuan produk, minat pembelian terhadap proses keputusan pembelian pada produk wafer Tango di CV. Analis Family Group. Ha : ada pengaruh yang signifikan antara citra merek, pengetahuan produk, minat pembelian terhadap proses keputusan pembelian pada produk wafer Tango di CV. Analis Family Group. 2.8 State of the Art State of the art merupakan sekumpulan sumber yang menjelaskan kaitan atau hubungan dari variabel yang diteliti. Sumber tersebut diperoleh dari jurnal dan buku. Berikut merupakan state of the art dari penelitian ini: Tabel 2.1 State of the Art No. Nama 1. Diamantopoulos, et.al Tahun 2010 Judul The Keterangan relationship Berdasarkan between country-of- analisis hasil yang telah origin image and brand dilakukan. Dapat image bahwa as drivers purchase intentions of disimpulkan brand image mempengaruhi terjadinya minat beli 28 bagi konsumen. 2. Lin dan Lin 2007 The Effect of Brand Berdasarkan hasil Image telah and Product analisis yang Knowledge on Purchase dilakukan. Dapat Intention Moderated by disimpulkan bahwa citra Price Discount merek dan pengetahuan produk mempengaruhi terjadinya minat beli bagi konsumen. 3. Shannon, et.al 2009 The Pivotel Brand Role Image of Berdasarkan hasil in analisis telah Purchase Decision yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa citra merek berpengaruh terhadap proses keputusan pembelian bagi konsumen. 4. Jalilvand Samiei dan 2012 The Effect of Electronic Berdasarkan hasil Word telah Brand of Mouth Image on analisis yang and dilakukan. Purchase Intention Dapat disimpulkan bahwa citra merek mempengaruhi terjadinya minat bagi konsumen. Sumber : Peneliti beli