the implementation of a teacher certification elementary school

advertisement
THE IMPLEMENTATION OF A TEACHER CERTIFICATION ELEMENTARY SCHOOL PATTERNS
PORTOFOLIO PROGRAM AT UPTD PENDIDIKAN BALONG DISTRICT PONOROGO REGENCY
Siska Ayu Puspita Dewi
Abstrak
Teacher Certification Program put in place to provide recognition of the
professionalism of the teachers so that the program should be implemented. In the
implementation, there is certainly a wide range of issues, such as the implementation of
Certification for primary school teachers in the Education District of Balong Ponorogo
especially pattern portfolio there are also many problems during its implementation, among
others, jealousy happens between teachers who followed the program, lack of facilities, as
well as the vagueness of the information provided
This study aims to describe the implementation of Teacher Certification Program
elementary school Education Portfolio Pattern for Sub Balong. The method used is descriptive
qualitative approach to data collection techniques using interviews and observation and data
analysis in this research include the reduction of data, data presentation and data verification
summary or withdrawal.
The results showed that the implementation of policies for teacher certification in
elemntary school Education Sub Balong in general has been going well. Despite this however,
there are also some problems, among others, emerging social jealousy among the teachers
who have been and have yet to get a chance to follow the certification due to lack of
awareness of the requirements of age and time of a teacher, then information about the
vagueness of the terms of employment of teachers, portfolio format and format Learning
implementation plan. Furthermore, the facilities are inadequate, there is no Guidebook for
teachers certification participants, the time in the sense of lacking to complete the portfolio
file as well as the existence of overlapping quota participant certification
A summary of research that the clarity of information yet so it could be understood by
teachers so that it appears the problems above. For it then expected the associated further
increase and improve its performance as well as the necessary awareness and liveliness of the
teachers themselves in order that the implementation of the program could be run better.
Keywords: implementation, certification of teachers, elementary school
IMPLEMENTASI PROGRAM SERTIFIKASI GURU SEKOLAH DASAR POLA PORTOFOLIO PADA UNIT
PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) PENDIDIKAN KECAMATAN BALONG KABUPATEN PONOROGO
Siska Ayu Puspita Dewi
Totok Suyanto
Abstrak
Program Sertifikasi Guru diberlakukan untuk memberikan penghargaan atas
profesionalisme guru sehingga program tersebut harus diimplementasikan. Dalam
implementasinya pasti terdapat berbagai permasalahan, seperti dalam implementasi
Sertifikasi Guru SD di UPTD Pendidikan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo khususnya
pola portofolio juga terdapat berbagai masalah selama pelaksanaannya antara lain
kecemburuan yang terjadi diantara para guru yang mengikuti program tersebut, minimnya
fasilitas yang ada, serta ketidakjelasan informasi yang diberikan.
Penelitian ini bertujuan menggambarkan implementasi Program Sertifikasi Guru SD
Pola Portofolio di UPTD Pendidikan Kecamatan Balong. Metode yang digunakan adalah
pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara
dan observasi serta analisa data dalam penelitian ini meliputi tahap reduksi data, penyajian
data dan verifikasi data atau penarikan simpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan sertifikasi guru SD di
UPTD Pendidikan Kecamatan Balong secara umum sudah berjalan baik. Meskipun demikian
namun juga terdapat beberapa masalah antara lain muncul kecemburuan sosial diantara guru
yang telah dan belum mendapatkan kesempatan mengikuti sertifikasi karena kurangnya
kesadaran tentang persyaratan umur dan masa kerja guru, kemudian ketidakjelasan informasi
mengenai persyaratan masa kerja guru, format portofolio dan format Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Selanjutnya, fasilitas juga kurang memadai, tidak adanya buku pedoman
untuk para guru peserta sertifikasi, waktu yang di rasa kurang untuk melengkapi berkas
portofolio serta adanya tumpang tindih kuota peserta sertifikasi.
Simpulan penelitian bahwa kejelasan informasi belum begitu bisa dipahami oleh para
guru sehingga muncul permasalahan diatas. Untuk itu maka diharapkan dinas terkait lebih
meningkatkan dan memperbaiki kinerjanya serta diperlukan kesadaran dan keaktifan dari
pihak guru sendiri agar pelaksanaan program dapat berjalan lebih baik lagi.
Kata Kunci : implementasi, sertifikasi guru, sekolah dasar
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah
satu
bentuk
kebijakan
yang
diambil
pemerintah untuk memperbaiki
mutu pendidikan adalah dengan
memberlakukan
program
sertifikasi guru. Sertifikasi adalah
proses
pemberian
sertifikat
pendidik kepada guru yang telah
memenuhi persyaratan tertentu,
yaitu
memiliki
kualifikasi
akademik, kompetensi, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional yang
dibarengi dengan peningkatan
kesejahteraan
yang
layak.
Sertifikasi ini diharapkan mampu
menjamin peningkatan kualitas
guru yaitu dengan adanya
peningkatan kinerja dari mereka
para pendidik sehingga tujuan
untuk
memperbaiki
mutu
pendidikan semakin terbuka lebar.
(Jalal, 2007)
Pelaksanaan
sertifikasi
guru dimulai pada tahun 2007
setelah diterbitkannya Peraturan
Mendiknas Nomor 18 Tahun 2007
tentang Sertifikasi bagi Guru
dalam Jabatan yang diharapakan
dapat dipertanggungjawabkan dan
memberikan manfaat yang besar
terhadap peningkatan proses
pembelajaran.
Namun pada kenyataannya
keberadaan program sertifikasi
guru
tersebut
ternyata
memunculkan
konflik
dalam
profesi guru khususnya pada
sertifikasi guru pola portofolio
yang memang pola inilah yang
diberlakukan pada guru sekolah
dasar. Selain itu memang guru
sekolah dasar mendapatkan kuota
besar untuk peserta sertifikasi ini
sehingga tidak heran kalau hal ini
memunculkan banyak konflik di
dalam pelaksanaannya.
Munculnya konflik tersebut
dikarenakan kurangnya sosialisasi
yang jelas terkait persyaratan
sehingga menyebabkan guru
belum
bisa
memahami
sepenuhnya tentang syarat-syarat
bagi guru yang berhak mengukuti
dan yang yang belum berhak
mengikuti Program Sertifikasi Guru
tersebut.
Selanjutnya terdapat pula
masalah
tentang
banyaknya
ketidaklulusan guru khususnya
melalui pola portofolio. Sebagai
contohnya adalah terdapat guru
yang memangku jabatan tertentu
tidak lulus uji sertifikasi. Kejadian
seperti ini terjadi pada guru-guru
yang menempati posisi-posisi
tertentu seperti kepala sekolah,
pengawas,
ataupun
penilik.
Ketidaklulusan
ini
tentunya
dikarenakan
oleh
beberapa
hambatan atau kendala yang di
rasakan oleh para guru yang
mengikuti program sertifikasi yaitu
antara lain disebabkan kurangnya
fasilitas terkait buku pedoman
sebagai acuan pembuatan berkas
portofolio oleh para guru tersebut.
Sehingga mereka mengalami
kesulitan
dalam
melengkapi
berkas-berkas portofolio yang
akhirnya menjadi tidak maksimal
dan mengakibatkan mereka tidak
lulus portofolio.
Kondisi seperti di atas ini
sangat terlihat pada pelaksanaan
sertifikasi guru sekolah dasar di
Kabupaten Ponorogo khususnya di
Kecamatan
Balong
yang
dilaksanakan di Unit Pelaksana
Teknis Dinas (UPTD) Pendidikan
Kecamatan
Balong
yang
merupakan salah satu kecamatan
dengan kecemburuan sosial yang
terjadi pada guru-guru sesuai
dengan informasi yang didapatkan
dari pihak Dinas Pendidikan
Kabupaten tentang masalah ini.
Hal ini terlihat sekali dari sikap
mereka yang tidak baik antar guru
yang terkesan adanya perang
dingin diantara mereka. Selain itu
memang jumlah kuota untuk guru
SD yang mengikuti program
sertifikasi yang paling banyak serta
dengan jumlah staf pelaksana yang
minim
sehingga
banyak
permasalahan dan hambatan
dalam pelaksanaannya.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang
masalah tersebut, maka rumusan
masalah yang hendak dicari
jawabannya dalam penelitian ini
adalah Bagaimana Implementasi
Program Sertifikasi Guru SD Pola
Portofolio di UPTD Pendidikan
Kecamatan Balong Kabupaten
Ponorogo?
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan
rumusan
permasalahan yang diajukan,
maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menggambarkan
implementasi program sertifikasi
guru SD pola portofolio di UPTD
Pendidikan Kecamatan Balong
Kabupaten Ponorogo.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat baik
secara praktis maupun teoritis.
Adapun manfaat yang diharapkan
dari penelitian ini adalah:
a. Manfaat Praktis
1. Bagi Dinas Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi bahan evaluasi
dan memberi masukan kepada
dinas
pendidikan
terkait
pelaksanaan program sertifikasi
guru pada sekolah dasar di
Kabupaten Ponorogo.
2. Bagi Pemerintah
Diharapkan nantinya dapat
dijadikan
sebagai
bahan
masukan dan pertimbangan
dalam pembuatan kebijakan
untuk memperbaiki aspekaspek
kebijakan
publik
terutama
dalam
hal
pelaksanaan
kebijakan
sertifikasi guru.
3. Bagi guru
Diharapkan agar guru lebih
menyiapkan diri menghadapi
sertifikasi guru dengan lebih
meningkatkan
kualifikasi
akademik dan kompetensi
profesional, dan kinerjanya
sebagai pendidik.
b. Manfaat Teoritik
1. Hasil penelitian ini diharapkan
bisa menambah khasanah bagi
pengembangan
Ilmu
Administrasi Negara dalam hal
implementasi kebijakan publik.
2. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat
dijadikan
sebagai
referensi
teoritik
untuk
pengembangan penelitian lebih
lanjut.
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan
atau
kebijaksanaan seringkali diartikan
dengan beberapa makna oleh
masing-masing orang. Menurut
James E. Anderson dalam Wahab
(2004:2), memberikan rumusan
kebijakan sebagai perilaku dari
sejumlah
aktor
(pejabat,
kelompok, instansi pemerintah)
atau serangkaian aktor dalam
suatu bidang kegiatan tertentu.
Mengutip
dari
buku
Widodo
(2007:12)
yang
mendefinisikan kebijakan publik
sebagai rangkaian tujuan dan
sasaran dari program-program
pemerintah. Kebijakan publik
merupakan suatau pilihan atau
tindakan yang menghasilkan suatu
keputusan yang diambil oleh
pemerintah untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu hal yang
bertujuan mencapai tujuan yang
telah ditetapkan untuk kepetingan
masyarakat. Sedangkan menurut
B. Implementasi
Kebijakan
Publik
Hakekat dari implementasi
merupakan bagian dari tahapan
sebuah
kebijakan
publik.
Implementasi
merupakan
rangkaian kegiatan yang terencana
dan bertahap yang dilakukan oleh
instansi
pelaksana
dengan
didasarkan pada kebijakan yang
telah ditetapkan oleh otoritas
berwenang. Implementasi juga
digambarkan sebagai wujud dari
C.
pelaksanaan kebijakan yang telah
ditentukan.
Implementasi
kebijakan
pada prinsipnya merupakan cara
agar sebuah kebijakan dapat
mencapai tujuannya. Lester dan
Stewart yang dikutip oleh Winarno
(2002: 101), menjelaskan bahwa
implementasi kebijakan dipandang
dalam pengertian luas merupakan
alat administrasi hukum dimana
berbagai
aktor,
organisasi,
prosedur dan teknik yang bekerja
bersama-sama untuk menjalankan
kebijakan guna meraih dampak
atau tujuan yang diinginkan .
Model Implementasi Kebijakan
George Edwards III
Menurut
George
C.
Edwards III dalam Winarno (2002),
implementasi kebijakan adalah
tahap pembuatan kebijakan antara
pembentukan
kebijakan
dan
konsekuensi-konsekuensi
kebijakan bagi masyarakat yang
dipengaruhinya.
Jika
suatu
kebijakan tidak tepat atau tidak
dapat mengurangi masalah yang
merupakan sasaran dari kebijakan,
maka kebijakan itu mungkin akan
mengalami kegagalan sekalipun
kebijakan itu diimplementasikan
dengan sangat baik.
Dalam pandangan Edwards
III,
implementasi
kebijakan
dipengaruhi oleh empat faktor
yang saling berhubungan satu
sama lain, yaitu antara lain adalah
komunikasi,
sumber
daya,
disposisi implementor dan struktur
birokrasi. Adapun bagan keempat
faktor yang saling berkaitan
tersebut sebagai berikut:
1. Komunikasi
Persyaratan pertama bagi
implementasi kebijakan yang
efektif adalah bahwa mereka yang
melaksanakan keputusan harus
mengetahui apa yang harus
mereka
lakukan.
Keputusankeputusan kebijakan dan perintahperintah harus diteruskan kepada
personil yang tepat sebelum
keputusan-keputusan
dan
perintah itu dapat diikuti. Tentu
saja, komunikasi harus akurat dan
harus dimengerti dengan cermat.
Secara umum Edwards membahas
tiga hal penting dalam proses
komunikasi
kebijakan
yakni
transmisi,
konsistensi
dan
kejelasan.
a. Transmisi; sebelum pejabat
dapat mengimplementasikan
suatu keputusan, ia harus
menyadari
bahwa
suatu
keputusan telah dibuat dan
suatu
perintah
untuk
pelaksanaannya
telah
dikeluarkan. Hal ini tidak selalu
merupakan
proses
yang
langsung
sebagaimana
tampaknya.
Banyak
sekali
ditemukan
keputusankeputusan tersebut diabaikan
atau jika tidak demikian,
seringkali
terjadi
kesalahpahaman
terhadap
keputusan-keputusan
yang
dikeluarkan.
b. Kejelasan;
jika
kebijakankebijakan diimplementasikan
sebagaimana yang diinginkan,
maka
petunjuk-petunjuk
pelaksana tidak hanya hanya
harus diterima oleh para
pelaksana kebijakan, tetapi juga
komunikasi kebijakan tersebut
harus jelas. Seringkali instruksiinstruksi
yang
diteruskan
kepada
pelaksana-pelaksana
kabur dan tidak menetapkan
kapan dan bagaimana suatu
program
dilaksanakan.
Ketidakjelasan
pesan
komunikasi yang disampaikan
berkenaan
dengan
implementasi kebijakan akan
mendorong
terjadinya
interprestasi yang salah bahkan
mungkin bertentangan dengan
makna pesan awal.
c. Konsistensi; jika implementasi
kebijakan ingin berlangsung
efektif, maka perintah-perintah
pelaksanaan harus konsisten
dan jelas. Walaupun perintahperintah yang disampaikan
kepada
para
pelaksana
kebijakan mempunyai unsur
kejelasan, tetapi bila perintah
tersebut bertentangan maka
perintah tersebut tidak akan
memudahkan para pelaksana
kebijakan
menjalankan
tugasnya dengan baik.
2. Sumberdaya
Walaupun isi kebijakan
sudah dikomunikasikan secara
konsisten,
tetapi
apabila
implementor
kekurangan
sumberdaya untuk melaksanakan,
implementasi tidak akan berjalan
efektif. Sumber daya tersebut
dapat berwujud sumberdaya
manusia,
yakni
kompetensi
implementor, dan sumberdaya
finansial serta fasilitas-fasilitas.
Sumber-sumber yang penting
meliputi:
a. Staf
Sumber yang paling penting
dalam melaksanakan kebijakan
adalah staf. Salah satu hal
penting yang harus dingat bahwa
jumlah tidak selalu mempunyai
efek positif bagi implementasi
kebijakan. Hal ini berarti bahwa
jumlah staf yang banyak tidak
secara otomatis mendorong
implementasi yang berhasil.
Dengan sumbedaya manusia
yang baik, sebuah program tidak
memerlukan staf dengan jumlah
yang banyak untuk mencapai
suatu tujuan.
b. Informasi
Informasi
merupakan
sumber penting yang kedua
dalam implementasi kebijakan.
Informasi
mempunyai
dua
bentuk; Pertama, informasi
mengenai
bagaimana
melaksanakan suatu kebijakan.
Pelaksana-pelaksana
perlu
mengetahui apa yang dilakukan
dan
bagaimana
harus
melakukannya. Dengan demikian
para pelaksana diberi petunjuk
untuk melaksanakan kebijakan.
Kedua, data tentang ketaatan
personil-personil lain terhadap
peraturan-peraturan
pemerintah.
Pelaksanapelaksana harus mengetahui
apakah orang-orang lain yang
terlibat
dalam
pelaksanaan
kebijakan mentaati undangundang ataukah tidak.
c. Wewenang
Wewenang
ini akan
berbeda-beda
dari
suatu
program ke program lain serta
mempunyai banyak bentuk yang
berbeda, seperti misalnya: hak
untuk
mengeluarkan
surat
panggilan untuk datang ke
pengadilan;
mengajukan
masalah-masalah ke pengadilan;
mengeluarkan perintah kepada
para pejabat lain; menarik dana
dari
suatu
program;
menyediakan dana, staf dan
bantuan
teknis
kepada
pemerintah daerah; membeli
barang-barang dan jasa.
d. Fasilitas-fasilitas
Fasilitas fisik mungkin
pula merupakan sumber-sumber
penting dalam implementasi.
Seorang pelaksana mungkin
mempunyai staf yang memadai,
mungkin memahami apa yang
harus dilakukan, dan mungkin
mempunyai wewenang untuk
melakukan tugasnya, tetapi
tanpa bangunan sebagai kantor
untuk melakukan koordinasi,
tanpa
perlengkapan,
tanpa
perbekalan,
maka
besar
kemungkinan implementasi yang
direncanakan tidak akan berhasil.
3. Disposisi
Disposisi adalah watak dan
karakteristik
yang
dimiliki
implementor, seperti komitmen,
kejujuran,
sifat
demokratis.
Apabila implementor memiliki
disposisi yang baik, maka dia dapat
menjalankan kebijakan dengan
baik seperti apa yang diinginkan
oleh pembuat kebijakan. Ketika
implementor memiliki sikap atau
a.
perspektif yang berbeda dengan
pembuat kebijakan, maka proses
implementasi
kebijakan
juga
menjadi tidak efektif.
4. Struktur Birokrasi
Birokrasi merupakan salah
satu badan yang paling sering
bahkan
secara
keseluruhan
menjadi pelaksana kebijakan.
Birokrasi secara sadar atau tidak
sadar memilih bentuk-bentuk
organisasi untuk kesepakatan
kolektif,
dalam
rangka
memecahkan
masalah-masalah
sosial dalam kehidupan modern.
Struktur organisasi yang bertugas
mengimplementasikan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap implementasi kebijakan.
Selain itu menurut Edwards, ada
dua karakteristik utama dari
birokrasi, yakni prosedur-prosedur
kerja ukuran-ukuran dasar atau
sering disebut sebagai standard
operating procedures (SOP) dan
fragmentasi.
Standars Operating Procedures
(SOP)
Dengan menggunakan SOP, para
pelaksana dapat memanfaatkan
waktu yang tersedia. Para
pelaksana jarang mempunyai
kemampuan untuk menyelidiki
dengan seksama dan secara
individual setiap keadaan yang
mereka
hadapi.
Sebaliknya,
mereka
mengandalkan
pada
prosedur-prosedur biasa yang
menyederhanakan
pembuatan
keputusan dan menyesuaikan
tanggung jawab program dengan
sumber-sumber yang ada. SOP
sangat mungkin menghalangi
implemetasi kebijakan-kebijakan
baru yang membutuhkan caracara kerja baru atau tipe-tipe
personil baru untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakan.
b.
Fragmentasi
Sifat kedua dari struktur
birokrasi yang berpengaruh dalam
pelaksanaan kebijakan adalah
fragmentasi organisasi. Tanggung
jawab bagi suatu bidang kebijakan
sering tersebar diantara beberapa
organisasi, seringkali pula terjadi
desentralisasi kekuasaan tersebut
dilakukan secara radikal guna
mencapai tujuan-tujuan kebijakan.
Kongres dan lembaga-lembaga
legislatif lain mencantumkan
banyak badan secara terpisah
dalam undang-undang agar dapat
mengamatinya lebih teliti dan
dalam usaha menentukan perilaku
mereka.
Sementara itu, badanbadan yang ada bertentangan satu
sama lain untuk mempertahankan
fungsi-fungsi
mereka
dan
menentang usaha-usaha yang
memungkinkan
mereka
mengkoordinasi
kebijakankebijakan dengan badan-badan
yang melaksanakan programprogram yang
berhubungan.
Konsekuensi yang paling buruk
dari fragmentasi birokrasi adalah
usaha
untuk
menghambat
koordinasi.
Fragmentasi
mengakibatkan
pandanganpandangan yang sempit dari
banyak lembaga birokrasi. Hal ini
akan
menimbulkan
dua
konsekuensi
pokok
yang
III.
IV.
merugikan bagi implementasi yang
berhasil. Pertama, tidak ada orang
yang akan mengakhiri implemetasi
kebijakan dengan melaksanakan
fungsi-fungsi tertentu karena
tanggung jawab bagi suatu bidang
kebijakan terpecah-pecah. Di
samping itu, karena masingmasing
badan
mempunyai
yuridiksi yang terbatas atas suatu
bidang, maka tugas-tugas penting
mungkin akan terdampar antara
retak-retak struktur orgamisasi.
Kedua,
pandangan-pandangan
yang sempit dari badan-badan
mungkin
juga
menghambat
perubahan
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu metode
kualitatif
deskriptif.
Subyek
penelitian ini hanya meneliti pihak
UPTD Pendidikan dan guru sebagai
peserta program sertifikasi guru
SD pola portofolio. Teknik
pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara mendalam,
observasi
(pengamatan)
dan
dokumentasi kemudian dianalisis
dengan pendekatan kualitatif
model interaktif seperti yang
diajukan
oleh
Miles
dan
Huberman.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Deskripsi Program Sertifikasi
Guru SD Pola Portofolio
a. Penegertian Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru adalah proses
pemberian sertifikat pendidik
untuk guru dan dosen.
Sertifikasi pendidik adalah bukti
formal sebagai pengakuan yang
b.
1.
2.
3.
4.
diberikan kepada guru dan
dosen
sebagai
tenaga
profesional (UU RI No 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen).
Berdasarkan
pengertian
tersebut, sertifikasi guru dapat
diartikan sebagai suatu proses
pemberian pengakuan bahwa
seseorang
telah
memiliki
kompetensi
untuk
melaksanakan
pelayanan
pendidikan
pada
satuan
pendidikan tertentu, setelah
lulus uji kompetensi yang
diselenggarakan oleh lembaga
sertifikasi.(Jalal, 2007)
Tujuan Sertifikasi Guru
Sertifikasi
guru
memiliki
beberapa tujuan diantaranya
adalah sebagai berikut (Jalal,
2007):
Menentukan kelayakan guru
dalam melaksanakan tugas
sebagai agen pembelajaran dan
mewujudkan tujuan pendidikan
nasional
Meningkatkan proses dan mutu
hasil pendidikan
Meningkatkan martabat guru
Meningkatkan profesionalitas
guru
2. Implementasi
Program
Sertifikasi Guru SD Pola
Portofolio di UPTD kecamatan
Balong
Proses implementasi kebijakan
tentang program sertifikasi guru
SD
di
kecamatan
Balong
Kabupaten Ponorogo ini tidak
terlepas dari hal-hal yang menjadi
faktor bagaimana terlaksananya
program tersebut. Adapun faktorfaktor tersebut adalah komunikasi,
sumberdaya,
disposisi
implementor, dan
struktur
birokrasi.
a. Komunikasi
Komunikasi
dalam
implementasi sertifikasi guru
SD di Kecamatan Balong
dilakukan
dengan
cara
memberikan sosialisasi kepada
para guru yang mengikuti
program sertifikasi guru, mulai
dari sosialisasi keberadaan
program tersebut, penentuan
peserta sertifikasi, penyusunan
berkas portofolio, informasi
pelaksanaan PLPG maupun
dalam pengumuman hasil
sertifikasi.
Pelaksanaan
sertifikasi
guru
SD
di
Kecamatan Balong dalam lima
kali periode yaitu tahun 2007,
2008, 2009, 2010 dan 2011
,sosialisasinya sudah berjalan
lancar.
Dimana
Dinas
Pendidikan Kabupaten dalam
menyampaikan
informasi
terkait program sertifikasi
menyerahkan
wewenang
untuk memberikan sosialisasi
kepada para guru melalui Unit
Pelaksanan
Teknis
Dinas
(UPTD) Pendidikan
pada
masing-masing
kecamatan.
Cara ini dirasa tepat dan lebih
efektif
bila
dibandingkan
dengan
mengumpulkan
seluruh guru yang akan
mengikuti
sertifikasi
sekabupaten untuk berkumpul
menjadi
satu
guna
memperoleh sosialisasi berupa
informasi terkait program
sertifikasi, dengan melalui
UPTD Pendidikan pada masingmasing kecamatan ini sehingga
lebih memudahkan proses
sosialisasi.
Penyampaian
informasi yang dilakukan bisa
dikatakan cukup baik, hal ini
disa dilihat dengan adanya
pengarahan yang baik dari
dinas pendidikan kabupaten
terkait program sertifikasi
kepada pihak UPTD Pendidikan
kecamatan sehingga pihak
UPTD
Pendidikan
tiap
kecamatan juga lebih mudah
menyampaikan informasinya
kepada para guru. Selain itu
terlihat juga adanya sharing /
diskusi oleh para guru dengan
pihak UPTD terkait informasi
yang diberikan tersebut
b. Sumber Daya
Dalam
implementasi
program sertifikasi guru SD di
Kecamatan Balong sumber
daya merupakan faktor yang
sangat berpengaruh dalam
kelancaran
pelaksanaannya.
Yang pertama adalah staf,
UPTD Pendidikan Kecamatan
Balong memiliki staf dengan
kemampuan yang cukup baik
namun
jumlahnya
masih
kurang memadai dilihat dari
pekerjaan
yang
harus
diselesaikan selama program
sertifikasi
guru
ini
dilaksanakan. Dimana hanya
terdapat 3 staf dari bidang
kepegawaian
yang
dprioritaskan
mengurusi
masalah sertifikasi guru SD ini
dengan dibantu 2 staf dari
bidang
urusan
umum.
Berpegang pada ketelatenan
dan bekal kemampuan yang
dimiliki maka semua pekerjaan
dapat terselesaikan dengan
baik, meskipun disadari bahwa
dengan keterbatasan jumlah
staf yang dimiliki tersebut
tentunya membutuhkan waktu
yang cukup lama dan beban
kerja
semakin
banyak.
Kesiapan
mereka
untuk
melaksanakan tanggung jawab
sesuai
wewenang
yang
diberikan sudah baik, mereka
dengan
cekatan
segera
melakukan apa yang harus
mereka lakukan.
c. Disposisi Implementor
Selain
memiliki
kemampuan yang baik, sikap
dari para pelaksana juga sangat
diperlukan
dalam
sebuah
implementasi
kebijakan.
Dengan sikap yang baik
tersebut maka suatu kebijakan
akan
dapat
dilaksanakan
dengan baik, efektif dan efisien.
Perlunya dukungan yang kuat
dari pihak pelaksana akan lebih
mempermudah
dan
memperlancar
pelaksanaan
kebijakan. Sikap para pelaksana
sertifikasi
guru
SD
di
Kecamatan Balong ini sudah
sangat baik dan mendukung.
Para
staf
sanggup
bekerja
lembur
untuk
menyelesaikan tugas mereka
meneliti
dan
mengadministrasikan dokumen
portofolio yang telah disusun
guru beserta kelengkapan
lainnya. Bila terdapat kesalahan
mereka
dengan
cepat
memberitahukan kepada guru
yang bersangkutan serta segera
membantu
menyelesaikan
kekurangan dan kesalahan
yang ada tersebut.
d.Struktur Birokrasi
Dalam
pelaksanaan
sertifikasi guru SD di Kecamatan
Balong ini tentunya didukung oleh
struktur birokrasi yang baik,
dimana para umumnya semua staf
UPTD terlibat dalam pelaksanaan
program
sertifikasi
tersebut
meskipun hanya sebatas dukungan
dan
bantuan
tenaga
saat
diperlukan. Namun untuk prioritas
yang khusus menangani segala
sesuatu
selama
pelaksanaan
program sertifikasi itu telah diatur
sedemikian rupa dan ditugaskan
kepada staf bagian kepegawaian
dengan dibantu staf dari bagian
urusan umum. Pembagian kerja
pada UPTD berjalan baik sehingga
mereka mampu menyelesaikan
tanggungjawabnya sesuai yang
dijadwalkan.
Selain keterlibatan dan
keikutsertaan semua pihak selama
pelaksanaan program sertifikasi
guru SD di Kecamatan Balong ini,
tanggungjawab dan pelayanan
yang baik juga ditunjukkan oleh
para pihak staf UPTD. Antara lain
staf UPTD selalu menggunakan
acuan pada buku pedoman yang
diberikan
dari
pihak
Dinas
Pendidikan
Kabupaten.
Jadi
semuanya
prosedur
yang
dijalankan oleh staf UPTD selalu
sesuai
standard
operating
procedures (SOP) yang terdapat di
dlam buku pedoman. Sehingga bila
terdapat beberapa permasalahan
yang muncul selama pelaksanaan
program sertifikasi maka para
pelaksana juga mengacu pada buku
pedoman atau konsultasi dengan
lembaga terkait.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Implementasi
kebijakan
sertifikasi guru SD pola portofolio
di UPTD Pendidikan Kecamatan
Balong, Ponorogo secara umum
berjalan
baik.
Dalam
pelaksanaannya selama lima kali
periode, para pelaksana mampu
menyampaikan informasi dan
menjaga konsistensi dengan baik.
Ketidakjelasan informasi yang
terjadi disebabkan kurangnya
pengetahuan staf UPTD, namun
dengan bekal kemampuan yang
dimiliki mampu menyelesaikan
pekerjaan
tersebut.
Mereka
mampu menjalankan wewenang
secara efektif, meminimalisir dan
menyelesaikan masalah yang
muncul dengan sebaik-baiknya.
Fasilitas yang diberikan termasuk
kurang memadai ditandai dengan
keterbatasan buku pedoman.
Secara
umum
sikap
pelaksana sangat baik mendukung
kebijakan, senantiasa membantu
dan mencari jalan keluar dari
keluhan para peserta dengan tidak
memberikan pungutuan upah.
Semua pihak terlibat dalam
pelaksanaannya meskipun ada
prioritas sendiri untuk mengurusi
pelaksanaan program tersebut
sesuai hierarki dan tanggungjawab
masing-masing dengan selalu
berpedoman pada SOP buku
pedoman
oleh
Departemen
Pendidikan Nasional yaitu Buku
tentang Pedoman Sertifikasi Guru.
B. Saran
Dari hasil pembahasan
diatas maka peneliti dapat
memberikan
saran
terkait
implementasi sertifikasi guru SD
pola
portofolio
di
UPTD
Pendidikan Kecamatan Balong
sebagai berikut:
1. Perlu sosialisasi yang optimal dari
pihak UPTD dalam pemberian
informasi kepada guru untuk
meminimalisir
ketidakjelasan
para guru terkait persyaratan
sertifikasi.
2. Lebih
mengoptimalkan
pemanfaatan database untuk
mengurangi persoalan kuota
yang tumpang tindih.
3. Membudayakan keaktifan guru
untuk selalu bertanya kepada
pihak pelaksanan.
4. Pihak pelaksana hendaknya
memberikan waktu yang lebih
lama kepada peserta untuk
melengkapi berkas portofolio.
5. Pemerintah
agar
lebih
memperhatikan alokasi anggaran
untuk pelaksanaan sertifikasi
guru
6. Memberikan reward bagi para
pelaksan atau menambah jumlah
personilnya
agar
dalam
memberikan informasi bisa lebih
efisien sehingga beban kerja staf
juga tidak berat.
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2008. Penelitian
Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Dasuki.
dkk,
Achmad.
2010.
Pedoman
Penetapan
Peserta
Sertifikasi Guru. Jakarta : Dirjen
PMPTK Kemendiknas.
Indiahono,
Dwiyanto.
2009.
Kebijakan Publik Berbasis Dynamic
Policy Analisys. Yogyakarta : Gava
Media.
Islamy, Irfan M. 1999. Prinsip-prinsip
Perumusan
Kebijakan
Negara.
Jakarta: Bumi Aksara.
Jalal. dkk, Fasli. 2007. Pedoman
Penetapan Peserta dan Pelaksanaan
Sertifikasi Guru. Jakarta : Dirjen
PMPTK Kemendiknas.
Jalal, Fasli. 2007. Tanya Jawab
Tentang Sertifikasi Guru. Jakarta:
Dirjen PMPTK
Nugroho, Ryant D. 2003. Kebijakan
Publik Formulasi, Implementasi dan
Evaluasi,
PT.
Elex
Media
Komputindo, Jakarta.
Miles, Matthew B. And A. Michael
Huberman. 1992. Analisis Data
Kualitatif, terjemahan Tjejep Rohendi
Rohadi, Jakarta, UI Press.
Moleong, J Lexy, Prof. Dr.
2009.Metodologi
Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Mulyasa. 2007. Standar Kompetensi
& Sertifikasi Guru. Bandung : PT.
Rosdakarya Remaja.
Muslich, Masnur. 2007. Sertifikasi
Guru
Menuju
Profesionalisme
Pendidik. (cetakan pertama) Jakarta :
Bumi Aksara..
Subarsono, AG. 2005. Analisis
Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan
Aplikasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Sugiyono.2007.
Memahami
Penelitian Kualitatif. Bandung: CV.
Alfabeta.
Tachjan.
2006.
Implementasi
Kebijakan Publik. Bandung : AIPI
Bandung
Wahab, Solichin Abdul. 2004.
Analisis
Kebijaksanaan
Dari
Formulasi
Ke
Implementasi
Kebijaksanaan Negara. Bumi aksara.
Jakarta.
Wibawa. Dkk, Samodra. 1994.
Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta :
Raja Grafindo.
Widodo, Joko. 2007. Analisis
Kebijakan Publik: Konsep Dan
Aplikasi Proses Kebijakan Publik.
Malang : Bayumedia.
Download