BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kajian tentang perempuan merupakan suatu kajian yang tidak habishabisnya dan banyak menarik perhatian para ahli. Hal ini terbukti dengan banyaknya berbagai penelitian selama ini terhadap masalah perepuan terutama tentang peranan perempuan dalam ekonomi rumah tangga. Namun penelitian tentang peranan perempuan ini selalu kembali kepada kenyataan bahwa tidak ada defenisi yang seragam mengenai peranan perempuan, tetapi selalu kebudayaan tertentu. Perempuan sebagai individu yang bebas juga memiliki harapan-harapan, kebutuhan-kebutuhan, minat-minat, dan potensinya sendiri. Menurut pandangan psikologis humanistik, yang menenkankan nilai positif manusia, perempuan juga membutuhkan aktualisasi diri yang seoptimal mungkin demi pengembangan dirinya, yaitu sesuatu yang pada akhirnya juga membawa dampak positif pada pengembangan umat manusia secara umum ( E. K. Poewandari, 1995 : 314 ). Sebenarnya dapat dikatakan bahwa perbedaan-perbedaan yang mendasar antara tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan. Salah satunya adalah presentase keterlibatan di pasar tenaga kerja, perempuan masih tertinggal jumlahnya daripada laki-laki. Alasan yang lain adalah persoalan jenis pekerjaan, perempuan biasanya terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan yang dianggap kurang terampil, kurang stabil (mudah mengalami penyusutan), berupa relatif lebih rendah daripada laki-laki dan kemungkinan untuk naik jenjang sangat kecil. Pekerja perempuan yang terlibat dalam sektor informal, biasanya berasal dari Universitas Sumatera Utara rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah. Di mana bekerja menjadi suatu strategi menghadapi tekanan ekonomi sekaligus mewujudkan rasa tanggungjawab terhadap kelangsungan ekonomi rumah tangganya. Adapun alasan lain mengapa perempuan ingin bekerja ialah karena mereka ingin memiliki uang sendiri dan agar biasa mengambil keputusan sendiri tanpa harus minta izin atau berembug dengan suami (Abdullah, 1997 : 230) Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa dari tahun ke tahun, makin banyak perempuan yang berperan ganda. Sebagian perempuan bekerja karena memang kondisi rumah tangga yang menuntut agar mereka ikut berperan serta dalam mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, sedangkan sebagian lagi bekerja untuk kepentingan diri sendiri, yaitu untuk kepuasan batin dan sarana aktualisasi. Bagi sebagian wanita dengan kelas ekonomi menengah ke atas, bekerja dianggap sebagai sarana untuk menjalin komunikasi dengan dunia luar. Untuk kalangan perempuan dengan kelas ekonomi bawah, sebetulnya peran ganda bukan suatu hal yang baru. Sejak dulu mereka biasa bekerja sambil tetap mengasuh anak sehingga punya suami ataupun tidak, mereka tetap dituntut untuk bekerja guna mencukupi kebutuhan. Sehingga pada situasi ini perempuan akan tersudutkan pada kondisi yang sulit, karena bekerja di satu sisi bagi mereka adalah suatu keharusan, maka seringkali memaksa mereka menerima pekerjaan tanpa pertimbangan yang matang, apapun jenis pekerjaan itu. Hal ini biasanya diakibatkan akses terhadap lapangan pekerjaan dan rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki. Kaum perempuan dirasakan akan semakin sulit untuk berkompetisi, terutama dengan kaum laki-laki. Akhirnya mengakibatkan banyak perempuan yang masih tertinggal, khususnya dalam sektor Universitas Sumatera Utara ekonomi. Sehingga keadaan semacam inilah yang akhirnya membua “ bargaining power “. perempuan menjadi lemah, dan mereka terpaksa menerima jenis pekerjaan yang sebetulnya kurang disukai atau bahkan dianggap kurang sesuai dengan kodratnya sebagai perempuan. Situasi ini akhirnya juga menempatkan perempuan sebagai pihak yang mudah untuk dipemainkan pihak lain, seperti mandor, calo, dan para pengusaha. Banyak perempuan yang memilih pekerjaan sektor informal. Biasanya jenis pekerjaan yang mereka geluti adalah jenis pekerjaan yang dekat dengan aktivitas kesehariannya seorang perempuan, seperti : berdagang, membuka warung, menjahit pakaian, menjadi pekerja salon, dan sebagainya. Namun kenyataannya sekarang, tidak ada lagi pembatasan tempat di mana perempuan tidak dapat bekerja. Hal ini dilihat dari pekerjaan-pekerjaan perempuan sekarang yang menggeluti bidang yang dahulu diketahui sebagai lahannya kaum lelaki, antara lain : penjaga pom bensin, supir angkutan umum, tukang becak, tukang bengkel, dan penjaga parkir. Untuk kawasan yang relatif maju dan berpenduduk cukup besar di Indonesia, Kota Medan merupakan salah satu kota yang banyak menjanjikan peluang untuk berusaha dan bekerja. Salah satunya adalah sebagai penjaga parkir. Kondisi ini sedikit banyak dipengaruhi oleh kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang merupakan imbas dari globalisasi. Masyarakat dengan berbagai kultur secara sengaja tidak akan berperan sebagai pencipta dan pengguna teknologi. Salah satunya adalah perkembangan tingkat pembangunan seperti mall, ruko, indomaret, rumah makan dan lain-lain tidak memberikan peluang bagi perempuan untuk bekerja sebagai penjaga parkir. Universitas Sumatera Utara Pada kasus perempuan yang berprofesi sebagai penjaga parkir, mereka masih dianggap aneh dan dipadang sebelah mata oleh sebagian kalangan masyarakat. Hal ini bukan hanya menyangkut pergeseran isu perempuan feminin, namun juga anggapan bahwa perempuan sedikit banyak akan mengalami kendala dengan situasi sosial yang notabene masih jarang dikerjakan oleh kaum hawa. Belum lagi hal ini dikaitkan dengan pandangan perempuan sendiri yang pada faktanya kebanyakan tidak ingin memilih jenis pekerjaan yang biasanya menjadi lahannya laki-laki, apalagi pekerjaan sebagai penjaga parkir. Hal ini sedikit banyak juga berkaitan dengan fakta bahwa dunia kerja laki-laki itu identik dengan kekerasan dan persaingan. Sehingga apabila kaum perempuan memasukinya mungkin akan ada potensi untuk dilecehkan dan mendapat berbagai stereotipe negatif pada mereka. Fenomena ini bukan hanya memperlihatkan pergeseran peran yang terjadi antara laki-laki dan perempuan dalam sektor publik, namun juga anggapan yang selama ini dikonstruksikan dalam masyarakat, bahwa perempuan adalah sosok feminin, lemah, dan harus dilindungi ternyata berangsur-angsur bergeser. Sekarang perempuan juga dituntut harus mampu “ menghandle” jaman dan berbagai persoalan hidup yang semakin kompleks. Keadaan ini semakin menarik bukan hanya karena jenis pekerjaannya cukup “menantang “ tapi juga kita ketahui bersama bahwa pada sebagian besar masyarakat (keluarga) di Indonesia masih sangat kental budaya patriakhinya, tidak terkecuali di Kota Medan. Di mana budaya ini selalu mengedepankan kepentingan dan pendapat dari ayah/ anak laki-laki daripada perempuan. Sehingga Universitas Sumatera Utara perempuan jarang diberi kesempatan, hak, dan kebebasan mengeluarkan pendapat atau kehendak termasuk dalam hal memilih jenis pekerjaan. Di Kota Medan sendiri, kebebasan perempuan yang berprofesi penjaga parkir biasa dibilang belum begitu mendapat sorotan. Hal ini selain dikarenakan jumlah mereka yang memang sedikit, juga karena daerah atau tempat kerja (parkiran) mereka yang memang berbeda satu sama lain, sehingga sulit untuk menemukan mereka berada di suatu tempat yang sama. Daerah atau tempat kerja mereka di wilayah Kota Medan, antar lain : Medan Baru, Daerah Medan Petisah, Lapangan Merdeka, dan daerah padang bulan dan lainya. Memang nantinya masih banyak tantangan yang akan didapat kelompok tersebut karena mereka dianggap “ mencuri “ lahannya laki-laki, yag didukung oleh faktor-faktor cultural dan sosial yang juga akan menghambat kemajuan perempuan. Untuk itu dituntu suatu keberanian dan daya juang yang tinggi bagi seorang perempuan tukang becak untuk meruntuhkan berbagai anggapan miring tersebut dan selanjutnya merekosntruksi anggapan yang baru, yang mana anggapan yang tidak menyudutkan perempuan. Sehingga diharapkan perbedaan gender yang melahirkan berbagai peran bagi setiap orang, tidak lagi menimbulkan berbagai permasalahan ketidakadilan, seperti pelecehan seksual, stereotipe,marginalisasi, ataupun eksploitasi pada perempuan. Termasuk dalam situasi perempuan yang bekerja sebagai penjaga parkir. Untuk itu saya sebagai peneliti merasa tertarik untuk melihat kegiatan dan interaksi perempuan penjaga parkir ini sehari-hari, baik antara sesama penjaga parkir perempuan maupun dengan penjaga parkir laki-laki. Universitas Sumatera Utara Guna mengetahui dan mendalami berbagai keuntungan ataupun permasalahan yang mungkin akan timbul karena jenis pekerjaan yang mereka geluti jauh dari bayangan dan harapan perempuan kebanyakan. Apalagi kasus ini belum begitu banyak mendapat sorotan dari masyarakat, khususnya masyarakat di Kota Medan, bahkan masih banyak pihak yang belum mengetahuinya. Namun yang lebih penting, diharapkan nantinya hasil penelitian ini dapat membuka cakrawala dan pemikiran masyarakat umum tentang bagaimana kegiatan, interaksi, dan hubungan kerja di tempat kerja mereka dan tingginya daya juang yang dapat dilakukan oleh kaum perempuan. 1.2.. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana interaksi sosial penjaga parkir perempuan dengan penjaga parkir laki- laki? 2. Bagaimana pandangan masyarakat setempat terhadap penjaga parkir perempuan?. 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan di atas maka yang menjadi tujuan penelitian adalah : 1. Untuk melihat dan megetahui interaksi sosial penjaga parker perempuan dengan penjaga parker laki- laki Universitas Sumatera Utara 2. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap penjaga parkir perempuan. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini yang diharapkan adalah : 1. Memberikan manfaat peneliti agar lebih memahami permasalahan yang mungkin dialami oleh perempuan penjaga parkir dalam ruang lingkungan keluarga dan pekerjaannya. 2. Sebagai sumbangan bagi masyarakat agar lebih mengetahui dan memperluas wacana seputar kehidupan perempuan penjaga parkir dan agar posisi perempuan dalam keluarga, pekerjaan, dan lingkungan sekitarnya mendapat tempat yang layak, dihormati, dan diberi kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk berkompetisi dan maju. 1.5. Lokasi Penelitian Secara umum, penelitian ini akan dilakukan di Kota Medan, yaitu di daerah kecamatan Medan Baru Kelurahan Babura. Yang meliputi jalan Abdulah Lubis, jalan Iskandar Muda, Bank BRI, Kantor pos, sekitar Kampus Medicom dan sekitar pasar Pringgan. adapun tempat-tempat lain yang menjadih lokasi penelitian di Kecamatan lain peneliti hanya memperkuat data-data yang menjadih lokasi penelitian. Adapun alasan pemilihan lokasi ini sebagai lokasi penelitian ialah karena sejauh ini peneliti melihat di daerah tersebut dapat dijumpai perempuan yang berprofesi sebagai penjaga parkir yang tetap. Universitas Sumatera Utara 1.6. Tinjauan Pustaka Kebutuhan sosial ekonomi merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian suatu kelompok masyarakat, dimana aspek-aspek yang dimaksudkan adalah sebagai bentuk interaksi antara individu yang satu dengan individu lainnya. Aspek sosial ini sangat berpengaruh terhadap sistem perekonomian dan perilaku masyarakat itu sendiri. Sehingga aspek sosial ekonomi adalah seluruh aspek sosial yang ada dalam kehidupan ekonomi manusia termasuk di dalamnya adalah penjaga parkir. Objek kajian penelitian sosial adalah gejala-gejala sosial atau kenyataankenyataan sosial. Dalam hal ini manusia tidak dilihat dari kenyataan fisik dan biologis, melainkan sebagai mahluk sosial (I Made Wirartha, 2006 : 87). Oleh sebab itu hendaknya masyarakat melihat penjaga parkir perempuan selayaknya sebagai mahluk sosial, layaknya laki-laki sebagai penjaga parkir. Penjaga parkir adalah profesi yang berkaitan dengan ketertiban. Dalam hal ini, penjaga parkir adalah pekerjaan atau profesi yang bertugas untuk merapikan dan menjaga kendaraan, agar kendaraan dapat parkir dengan tertib dan aman. Pada umumnya masyarakat memandang bahwa pekerjaan penjaga parkir merupakan pekerjaan yang dipegang oleh kaum laki-laki. Namun tak dapat dipungkiri, dengan tuntutan kebutuhan yang mendesak, kaum perempuan juga tak kalah dengan kaum laki-laki dalam memerankan pekerjaan ini. Kenyataan tersebut tak terlepas dari adanya konsep gender yang mulai sering menjadi wacana dalam masyarakat. Konsep gender merupakan suatu konsep yang memberikan penjelasan tentang peran laki-laki dengan perempuan Universitas Sumatera Utara yang dibentuk secara sosial dan budaya. Julia Celves Mosse mengatakan bahwa gender adalah seperangkat peran yang, seperti halnya kostum dan topeng di teater, menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminism atau maskulin. Perangkat perilaku khusus ini yang mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, pekerjaan di dalam dan di luar rumah tangga, seksualitas, tanggungjawab keluarga dan sebagainya secara bersama-sama mengoles peranan gender . Menurut ilmu Antropologi dan ilmu Sosiologi, Gender itu sendiri adalah perilaku atau pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang sudah dikonstruksikan atau dibentuk di masyarakat tertentu dan pada masa waktu tertentu. Gender ditentukan oleh sosial dan budaya setempat sedangkan seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan oleh Tuhan. Misalnya laki-laki mempunyai penis, memproduksi sperma dan mengahamili, sementara perempuan mengalami menstruasi, bias mengandung dan melahirkan serta menyusui dan menopause. Sedangkan hubungan gender dengan seks adalah sebagai hubungan sosial antara laki-laki dengan perempuan yang bersifat saling membantu atau sebaliknya malah merugikan, serta memiliki banyak perbedaan dan ketidaksetaraan. Hubungan gender berbeda dari waktu ke waktu, dan antara masyarakat satu dengan masyarakat lain, akibat perbedaan Suku, Agama, Status Sosial maupun nilai tradisi dan norma yang dianut. Istilah gender mencakup peran sosial kaum perempuan dan kaum laki-laki. Hubungan antara laki-laki dan perempuan seringkali sangat penting dalam menentukan posisi keduanya. Demikian pula, jenis-jenis hubungan yang bisa berlangsung antara perempuan dan laki-laki akan merupakan konsekuensi dari Universitas Sumatera Utara pendefenisian gender yang semestinya oleh masyarakat. Pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki dalam masyarakat tertentu ditetapka oleh kelas, gender dan suku. Tetapi sebagian perempuan juga hidup dalam keluarga, dan hubungan gender di dalam keluarga itu mewakili aspek yang amat penting tentang cara bagaimana perempuan mengalami dunia. Pembuatan keputusan, akses terhadap sumber daya, pembagian kerja, dan hubungan di luar keluarga biasa jadi semuanya diputuskan oleh hubungan gender di dalam unit keluarga itu sendiri. Berbicara tentang gender, tak terlepas dari adanya konsep ideologi gender. di samping itu juga terdapat berbagai prespektif mengenai gender tersebut. Nunuk P. Murniati memberikan 3 prespektif gender yaitu prespektif agama, prespektif budaya, dan prespektif keluarga. 1.6.1. Prespektif Agama Dalam kehidupan berbudaya, manusia menciptakan berbagai aturan main untuk mengatur hubungan antar manusia dengan Sang Pencipta. Agama dalam hal ini merupakan salah satu wujud dari kebudayaan manusia. Seperti hasil budaya manusia yang lain, agama dikembangkan berdasarkan pola berpikir yang sudah ada dalam masyarakat. Ideologi gender juga mewarnai munculnya agama-agama dan perkembangannya. Warna atau pengaruh ini tampak dalam peraturanperaturan agama. Bahkan dalam kitab suci dan ajaran agama, pengaruh itu pun tampak pula dengan jelas. Alkitab menyatakan bahwa pada mulanya laki – laki dan perempuan adalah, yaitu sama – sama diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:27), kesetaraan/kesamaan yang dimiliki oleh laki – laki dan perempuan setelah itu adalah “telah berbuat dosa” dan “kehilangan kemuliaan Universitas Sumatera Utara Allah” (Roma 3:23) dan perempuan diciptakan dalam rangka memenuhi kebutuhan laki – laki (Adam) akan “penolong/teman yang sepadan”, bukan pemuas nafsu, apalagi pesuruh! (Kejadian 2:20-22). Dari beberapa ajaran agama, dapat diketahui seberapa jauh agama mempunyai andil memantapkan ekses negatif dari ideologi gender. Salah satu ekses ideologi gender adalah terbentuknya struktur budaya patriakhat. Dalam budaya ini, kedudukan perempuan ditentukan lebih rendah daripada laki-laki. Di dalam masyarakat, terjadi dominasi laki-laki atas perempuan di berbagai bidang kedudukan. Dalam keluarga, kedudukan suami lebih dominan. Situasi ini berarti meneguhkan patriarchy private (dalam keluarga). Melalui perkembangan kapitalisme yang makin matang, patriarchy private menjadi state patriarchy. Patriarkhi menjadi warna dalam kehidupan sosial. Dalam kehidupan sosial, manusia mencipatakan aturan-aturan agama sebagai bagian dari struktur kebudayaan. 1.6.2. Prespektif Budaya Pada waktu manusia masih berpikir sangat sederhana, mereka belajar dari yang merek lihat dalam kehidupan. Mereka menentukan pembagian kerja untuk kelangsungan hidup. Mulailah pembagian kerja atas biologis. Sejarah mencatat bahwa, sejak zaman itu terjadi pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin.dari sini kemudian muncul perbedaan jenis pekerjaan luar (public) dan pekerjaan dalam(domestic). Universitas Sumatera Utara Tersosialisasi oleh lingkungan hidupnya. Maka hidup perempuan cenderung berkelompok, mengelola makanan dan obat-obatan. Hal ini berbeda dengan laki-laki yang bekerja diluar secara bebas. Lingkungan hidup laki-laki mensosialisaikan hidupnya berpindah-pindah. Aturan mengenai hidup dibuat perempuan yang hidupnya menetap. Budaya ini dinamakan budaya matriakhat, dengan anak dikenal dengan garis keturunan ibu. Perubahan budaya matriakhat menjadi patriakhat, terjadi pada waktu lakilaki mengenal peternakan. Sifat peternakan yang menciptakan harta, membutuhkan pelimpahan harta sebagai warisan. Karena kebutuhan pelimpahan ini, laki-laki mulai mencari keturunannya untuk diberi hak waris pada waktu yang sama maka terjadilah perampasan hak perempuan dalam mengambil keputusan. Peristiwa perampasan ini semakin kuat ketika manusia menghargai harta lebih tinggi daripada nilai manusiawi. Perjalanan budaya patriakat makin kuat dan mantap, ketika terjadi perubahan sosial ke masyarakat feodal. Kemudian masyarakat ini berkembang menjadi kapitalis, dan kemudian dikunci dengan sistem militeralisme. Akibat perubahan sosial tersebut, dalam masyarakat terdapat pandangan bahwa norma manusia yang dianggap benar apabila dipandang dari sudut laki-laki. Semua ini berlaku di berbagai aspek kehidupan, sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, bahkan agama. Keadaan ini yang melahirkan segala macam diskriminasi terhadap perempuan, walaupun akibatnya mengenai laki-laki juga. Universitas Sumatera Utara 1.6.3. Prespektif Keluarga Ideologi gender hasil konstruksi masyarakat menimbulkan berbagai masalah keluarga, karena tidak ada kesetaraan dalam relasi antar manusia. Pemahaman bahwa setelah menikah istri adalah milik suami, mengundang perilaku suami untuk menguasai istri. Dianggapnya bahwa istri adalah hak milik suami. Istri akan menjadi tergantung karena ia dimiliki dan harus dilindungi. Padahal, dalam kenyataan belum tentu laki-laki seorang pribadi memiliki kemampuan untuk itu. Akibat stereotipe yang memberikan lebel pada laki-laki dan perempuan, maka terjadilah pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin dalam keluarga. Anak laki-laki dan anak perempuan dididik secara tradisi dan adat menurut konstruksi sosial, dan bukan atas kemampuan pribadi. Perkembangan anak akan masuk ke dalam kontak stereotipe, sehingga sulit menemukan identitas dirinya. Setiap rumah tangga mempunyai ciri khas mengenai kegiatannya. Tetapi secara garis besar diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup, seperti bekerja ( mencari nafkah ) untuk memenuhi pangan, sandang dan papan. Kegiatan belajar untuk anak, penyediaan dan pemeliharaan pangan, sandang dan papan serta kegiatan lain yang menyangkut kebutuhan rumah tangga. 2. Kegiatan administrasi, yaitu kegiatan yang menyangkut cata mencatat. Kegiatan ini meliputi peneydiaan dan pengaturan catatan keuangan, harta dan surat-surat peting yang dibutuhkan untuk urusan keluarga ( kartu keluarga, surat kawin, ijasah, surat periksa dokter, surat keputusan dan sebagainya). Universitas Sumatera Utara 3. Kegiatan yang behubungan dengan luar, yaitu kegiatan bernegoisasi, kegiatan berhubungan antar keluarga dan kegiatan sosial lainnya. Dari tiga macam kegiatan tersebut, setiap rumah tangga mempunyai perincian yang berbeda-beda, tergantung status keluarga. 1.1.4. Perempuan Karier Karier adalah keseluruhan pekerjaan baik yang digaji maupun yang tidak digaji, suatu proses belajar dan peran-peran yang disandang sepanjang hidup. Biasanya, istilah karier berkaitan dengan pekerjaan yang menghasilkan uang dan merupakan suatu pekerjaan tunggal. Namun saat ini, dalam dunia kerja, istilah karier dipandang sebagai suatu proses belajar dan pengembangan diri yang berkesinambungan. Kegiatan yang dapat disebut sebagai karier dan penunjangnya antara lain : kerja praktek, keterlibatan dalam masyarakat,kegiatan wirausaha, kegiatan budaya, pelatihan, pendidikan, minat, olah raga, dan pekerjaan sosial (Sumber :antobey.wordpress.com/2007/09/06/pengertian-karier/ - Tembok miring). Antara perempuan dan karier merupakan permasalahan tersendiri. Oleh karena kewajiban laki-laki adalah sama, sebaiknya sekarang takperlu lagi dipersoalkan perempuan dan karier. Yang lebih penting untuk disadari bersama, bagaimana perempuan berkarier. Perempuan sendiri dituntut untuk mengambil keputusan mengenai kedudukan dirinya. Hal ini ialah yang masih menjadi permasalahan sendiri pada perempuan Indonesia, sebab masih takut menghadapi Universitas Sumatera Utara konflik. Oleh karena itu lah, perempuan Indonesia membicarakan tentang isu yang menyangkkut perempuan. Misalkan seperti tenaga kerja perempuan, pemerkosaan, dan sebagainya. Perempuan dalam memili karier masih dipandang sebagai kelompok perempuan, belum banyak memandang sebagai pribadi manusia yang mempunyai kemampuan tertentu. Keadaan biologis perempuan, teori-teori menegnai pembagian kerja secara seksual dan ajaran-ajaran agama yang menciptakan ideologi tentang perempuan, ideologi gender. Ideologi ini membentuk pandangan seseorang yang akan terwujud dalam perilaku untuk mengambil keputusannya. Proses ini terjadi pula dikalangan perempuan tiu sendiri yang memandang sudah terkondisikan sejak lahir. Pandangan akan berangsur-angsur berubah, bila didalam pribadi manusia terjadi proses secara penuh. Seperti halnya manusia laki-laki, perempuan adalah mahluk biopsikis pula. Sudut pandang yang dipergunakan untuk memandang perempuan tidak hanya sudut pandang biologis saja, tetapi juga sudut pandang psikologis. Apabila dipandang dari sudut biologis saja, nilai-nilai sosial juga akan mengkhususkan kepada hal-hal yang berlaku bagi perempuan. Dalam melaksanakan karyanya, atau dalam meniti karier, perempuan harus menentukan pilihan secara tegas dan konseptual. Artinya pandangan atau ideologi mana yang diyakini. Bagi perempuan yang berkeluarga, tentu saja tidak dapat melepas dengan hubungan interkeluarganya. Karier di sini membutuhklan dukungan, maka perlu memperbaiki hubungan interkeluarga, sehingga dalam Universitas Sumatera Utara mengambil keputusan secara pribadi dapat dukungan dan pengertian dari suami dan anak-anak. 1.6.5. Metode Penelitian 1. Tipe peneliti Penelitian bertipe deskriptif kualitatif yaitu suatu penelitian yang mengumpulkan secara mendalam tentang perempuan sebagai penjaga parkir. Dalam penelitian ada 2 jenis data yang dilakukan yaitu; 1. Data primer yaitu data yang diperoleh dari lapangan melakukan orsevasi dan wawancara. 2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh untuk melengkapi data-data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yaitu dari berbagai Buku- Buku, Jurnal- Jurnal, Media massa, Internet yang berhubungan dengan penelitian Observasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah orservasi tanpa partisivasi. Observasi tanpa partisivasi adalah sipeneliti atau pegamat melakukaan pegamatan tanpa melibatkan diri dengan yang diamatinya. Dalam hal ini sipeneliti bertindak sebagai orang luar yang melihat gejala yang diamatin tersebut. Dengan mengunakan kacamata atau referensi dengan standar tertentu atu seorang peneliti ahli ilmu sosial misalnya dengan mengunakan konsep dan teori- teori yang digunakan dalam penelitian. Dalam orsevasi tanpa partisivasi dilakukan untuk menhendel kegiatan pada saat penjaga perempuan dalam melihat bagaimana cara kerja, aktivitasnya, cara menertipkan kereta, benda yang dipergunakan, cara Universitas Sumatera Utara interaksi pegunjung dengan penjaga parkir perempuan dan cara kerja sama tukang parkir perempuan dan laki- laki. Hasil pengamatan ditunjukan dalam cacatan hal yang dapat memudakan peneliti untuk membaca kembali informasi yang peneliti mendapat informasi di lapangan. Wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam peneliti mengunakan wawancara atau (interview guide) dan dilakukan dengan bantuan pedoman alat perekam (tepe recorder) yang menjadih alat bantu yang bisa merekam data-data yang di dapat dilapangan. Peneliti mengkategorikan tiga informan yaitu informan pakal, informan kunci, informan biasa. 1. Informan pangkal adalah orang yang pertama kita temuin dilapangan dalam hal ini infoman pangkal yang menjadih informasi yang bisa melengkapi data-data. Ini biasanya adalah masyarakat yang tinggal di sekitar tempat penelitian tersebut yang menjadih pekerjaanya penjaga parkir. 2. Informan kunci adalah orang yang memahami atau yang mengetahui banyaknya perempuan penjaga parkir. Ini biasanya orang yang megelolah perpakiran atau orang yang menjadih bertanggung jawab atas penjaga parkir. Ini biasanya bos yang yang berada disekitar wilayah parkir tersebut dan ini juga tanggung jawab Pemerintah atau PEMKO Kota Medan. 3. Informan biasa adalah dibutukan untuk memperoleh informasi data yang mendukung seperti masyarakat sekitar.yang bertempat tinggal disekitar wilayah penjaga parkir dan masyarakat yang berkunjung disekitar penelitian. Universitas Sumatera Utara Wawancara mendalam yang ditunjukan kepada informan pangkal yang dibutukan untuk mengelolah informasi tentang siapa- siapa yang dapat memberikan dan memperoleh informasi lebih dalam yang bertujuan yang diteliti dilapagan perempuan penjaga parkir. Wawancara ditunjukan kepada informasi tentang perempuan penjaga parkir yang berda di Kota Medan, alasan dilakukanya penelitian ini sebagai penjaga parkir perempuan untuk memperlancar wawancara terlebih dahulu dibagun baik dengan informasi dengan cara datang berkunjung ketempat pekerja perempuan penjaga parkir. Agar hubunganya baik- baik dalam mengikuiti berbagai kegitan sehari- hari para informan. 1.6.6. Analisa Data Analisis data merupakan suatu proses pengaturan data, yang mengorganisaikan ke dalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar (Moleong, 2000). Analisa data ini dilakukan secara kualitatif sesuai dengan metode yang akan dilakukan dalam penelitan ini. Maka semua data yan akan diperoleh disusun, diolah secara sistematis dan kemudian baru dianalisis agar dapat mempermudah kegiatan dan hasil penelitian dapat disimpulkan. Penganalisaan ini akan dilakukan dalam bentuk deskriptif analisis artinya apa yang akan dianalisis kelak, akan menghailkan suatu bentuk laporan sebagai hasil akhir dari penelitian yang dilakukan. Universitas Sumatera Utara