BAB I PENDAHULUAN Cerebral palsy adalah suatu

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu
kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan
saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada
jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral bersifat
statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan
berubah akibat maturasi serebral.1,2
Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little
(1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat
prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali
memperkenalkan istilah cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya
dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis.
Walaupun sulit, etiologi cerebral palsy perlu diketahui untuk tindakan
pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan
perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan pengobatan.
Winthrop Phelps menekankan pentingnya pendekatan multidisiplin dalam
penanganan penderita cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah
tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru sekolah
Iuar biasa. Di samping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan masyarakat.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Cerebral palsy (CP) adalah ensefalopati statis sebagai kelainan postur dan
gerakan non progresif, sering disertai dengan epilepsi dan ketidaknormalan bicara,
penglihatan, dan kecerdasan akibat cacat atau lesi otak yang sedang berkembang. 3
Istilah cerebral ditujukan pada kedua belahan otak atau hemisfer, dan palsi
mendeskripsikan bermacam penyakit yang mengenai pusat pengendalian pergerakan
tubuh. Gejala dapat berbeda pada setiap penderita. CP bukan penyakit menular atau
bersifat herediter4
2.2. Epidemiologi
Para peneliti dari berbagai negara melaporkan insidensi yang berbeda-beda
yaitu: 1,3 per 1000 kelahiran di Denmark; 5 per 1.000 anak di Amerika Serikat dan 7
per 100.000 kelahiran di Amerika; 6 per 1.000 kelahiran hidup di Amerika. Di
Indonesia, belum ada data mengenai insidensi CP.5 Laki-laki lebih banyak daripada
wanita (1,4 : 1). Insiden relatif cerebral palsy yang digolongkan berdasarkan keluhan
motorik adalah sebagai berikut: spastik 65%, atetosis 25%, dan rigid, tremor, ataktik
sebesar 10%.1
2.3 Etiologi
Sebelum menegakkan diagnosis dari cerebral palsy, akan sangat berguna
untuk
mengetahui
penyebabnya
terlebih
dahulu.
Kelainan
ini
disebabkan
perkembangan yang abnormal atau kerusakan pada daerah di otak yang mengontrol
fungsi motorik. Penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga periode yaitu:
1) Pranatal :
a) Malformasi kongenital.
2
b) Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin (misalnya;
rubela, toksoplasmosis, sifilis, sitomegalovirus, atau infeksi virus lainnya seperti
herpes dan HIV).
c) Radiasi.
d) Toksemia gravidarum.
e) Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi
maternal, atau tali pusat yang abnormal).
2) Natal :
a) Anoksia/ hipoksia
b) Perdarahan intra kranial
c) Trauma lahir
d) Prematuritas
3) Postnatal :
a) Trauma kapitis
b) Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis,
ensefalomielitis.
c) Kern icterus.
Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan perinatal lebih berperan
daripada faktor pascanatal. Studi oleh Nelson dkk (1986) menyebutkan bayi dengan
berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemi prenatal, faktor genetik, malformasi
kongenital, toksin, infeksi intrauterin merupakan faktor penyebab cerebral palsy.
Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat lahir, sedangkan faktor
perinatal yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy mulai dari lahir
sampai satu bulan kehidupan. Sedang faktor pascanatal mulai dari bulan pertama
kehidupan sampai 2 tahun atau sampai 5 tahun atau sampai 16 tahun 1
2.4 Faktor resiko Cerebral palsy
Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP semakin
besar antara lain adalah:
1. Letak sungsang.
2. Proses persalinan sulit.
3
3. Apgar score rendah.
4. BBLR dan prematuritas.
5. Kehamilan ganda.
6. Malformasi SSP.
7. Perdarahan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan.
8. Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.
9. Kejang pada bayi baru lahir.4
2.5 Patofisiologi
Perubahan neuropatologik pada CP bergantung pada patogenesis, derajat dan
lokalisasi kerusakan dalam susunan saraf pusat (SSP). Semua jaringan SSP peka
terhadap kekurangan oksigen. Kerusakan yang paling berat terjadi pada neuron,
kurang pada neuroglia dan jaringan penunjang (supporting tissue) dan paling minimal
pada pembuluh darah otak. Derajat kerusakan ada hubungannya acute neuronal
necrosis tanpa kerusakan pada neuroglia. Penyembuhan terjadi dengan fagositosis
bagian yang nokrotik, proliferasi neuroglia dan pembentukan jaringan parut yang
diikuti dengan retraksi sekunder.
Pada hipoksia yang lebih berat, terjadi kerusakan baik pada neuron maupun
neuroglia, mengakibatkan terjadinya daerah dengan perlunakan, penyembuhan yang
lambat, atrofi dan pembentukan jaringan parut yang luas. Kerusakan-kerusakan yang
paling berat terjadi pada bagian SSP yang sangat peka terhadap hipoksia yaitu korteks
serebri, agak kurang pada ganglia basalis dan serebelum, sedangkan batang otak dan
medula spinalis mengalami kerusakan yang lebih ringan.
Perdarahan ringan oleh trauma persalinan biasanya diabsorpsi tanpa
kerusakan yang menetap. Hematoma subdural yang biasanya unilateral tersering
ditemukan pada bagian verteksi dekat sinus longitudinalis, menyebabkan kerusakan
jaringan otak yang berada di bawahnya oleh karena nekrosis tekanan, menghasilkan
ensefalo malaria yang akhirnya terjadi atrofi dan pembentukan jaringan parut.
Perdarahan intraserebral jarang menghasilkan porencephalic cavity. Menurut
4
Perlstein dan Barnett, suatu trauma kepala dan perdarahan intrakranial pada
umumnya akan melibatkan sistem piramidal, sedangkan anoksia terutama mengenai
sistem ekstrapiramidal.
Manifestasi klinik kelainan ini bergantung pada hebatnya dan lokalisasi lesi
yang terjadi, apakah ia di korteks serebri, ganglia basalis ataukah di serebelum. Kern
ikterus menyebabkan kerusakan pada masa nukleus yang. dalam, ditandai dengan
warna kuning, kerusakan berupa nekrosis dan lisis neuron yang diikuti dengan
proliferasi neuroglia dan pengerutan yang hebat. Pada kelainan bawaan otak,
misalnya agenesis/hipogenesis bagian-bagian otak dan hidrosefalus, akan terjadi
gangguan perkembangan.5
2.6 Klasifikasi Cerebral Palsy
CP dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis neurologis. Hingga
saat ini, CP diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi dan dibagi
dalam 4 kategori yaitu:
1. CP spastic
Merupakan bentukan CP terbanyak (70-80%), otot mengalami kekakuan dan
secara permanen dapat menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami
spastisitas pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku
dan lurus. Gambaran klinis ini membentuk karakteristik berupa ritme berjalan
yang dikenal dengan gait gunting (scissors gait).
CP spastic dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas yang terkena yaitu:
a. Monoplegi
Bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan
5
b. Diplegia
Keempat esktremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat daripada
kedua lengan
c. Triplegia
Bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah mengenai
kedua lengan dan 1 kaki.
d. Quadriplegia
Keempat esktremitas terkena dengan derajat yang sama
e. Hemiplegia
Mengenai salah satu sisi dari tubuh dan lengan terkena lebih berat6
6
2. CP atetoid/diskinetik
CP atetoid terjadi 10-20% penderita CP. Gambaran khas atetosis adalah gerakan
involunter yang tidak terkontrol pada otot muka menyebabkan anak tampak
menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. dan seluruh anggota gerak.
Gerakan otot atetotik menyebabkan perputaran, gerakan menggeliat pada
anggota gerak dan muka sehingga penderita tampak menyeringai dan bila
mengenai otot yang digunakan untuk berbicara maka akan timbul kesulitan
berkomunikasi untuk menyampaikan keinginan ataupun kebutuhannya.
Keseimbangannya juga sangat buruk sehingga ia juga akan mudah terjatuh.
Pada tipe ini kerusakan terjadi pada sistem motorik ekstrapiramidal atau hingga
ke ganglia basalis.7
3. CP Ataksid
Jarang dijumpai, Gambaran khas berupa ataksia serebral karena adanya
gangguan koordinasi otot dan hilangnya keseimbangan. Cara berjalan pada anak
bersifat tidak stabil dan sering terjatuh walaupun telah menggunakan tangan
untuk mempertahankan keseimbangan. Pada lesi sereberal primer terjadi
7
spastisitas dan atetosis tanpa disertai gangguan intelegensi. Anak yang
menderita tipe ataksia mengalami kesulitan ketika mulai duduk atau berdiri.
Lesi biasanya mengenai serebelum, sehingga intelegensia tidak terganggu.7
Bentuk ataksid ini mengenai 5-10% penderita CP.
4. CP campuran
Sering ditemukan pada seorang penderita mempunyai lebih dari satu bentuk
CP yang disebutkan di atas. Bentuk campuran yang sering dijumpai adalah
spastic dan gerakan atetoid.4
Berdasarkan derajat kemampuan fungsional, dibagi atas:
1. Ringan
Penderita masih bisa melakukan pekerjaan aktifitas sehari-hari sehingga sama
sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
8
2. Sedang
Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan
khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat
bergerak atau berbicara. Dengan pertolongan secara khusus, diharapkan
penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara sehingga dapat
bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan baik.
3. Berat
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin
dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan khusus
yang diberikan sangat sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini
ditampung dalam rumah perawatan khusus.1
2.7 Diagnosis Cerebral palsy
Menegakkan diagnosis pasti dari cerebral palsy tidaklah begitu mudah,
terutama pada bayi yang berusia kurang dari 1 tahun.
1. Anamnesis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat
kehamilan, perinatal dan pascanatal, dan memperhatikan faktor risiko terjadinya
Cerebral Palsy.1
Cerebral palsy biasa didiagnosis atau dicurigai pada bayi atau anak dengan
riwayat mengalami keterlambatan dalam perkembangan pergerakan. Dalam
menegakkan
diagnosis
CP
seorang
dokter
biasanya
memperhitungkan
keterlambatan gerakan-gerakan tersebut. 8
2. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisik dapat dilihat kelainan tonus otot, kelainan gerak, dan
kelainan refleks pada bayi. Pada pemeriksaan fisik diperhatikan adanya spastisitas
lengan/tungkai, gerakan involunter, ataksia dan lain-lain. Adanya refleks fisiologik
seperti refleks moro dan tonic neck reflex pada anak usia 4 bulan harus dicurigai
adanya CP demikian pula gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan
9
menelan, asimetri dari kelompok otot-otot, kontraktur dan tungkai yang menyilang
menyerupai gunting.1
3. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menyingkirkan diagnosis banding maupun untuk keperluan penanganan
penderita, diperlukan beberapa pemeriksaan khusus. Pemeriksaan yang sering
dilakukan, ialah
1) Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis CP
ditegakkan.
2) Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan suatu proses degeneratif.
Pada CP likuor serebrospinalis normal.
3) Pemeriksaan Elektro Ensefalografi dilakukan pada penderita kejang atau pada
golongan hemiparesis baik yang berkejang maupun yang tidak.
4) Foto kepala (X-ray) dan CT Scan dan MRIQ
5) Penilaian psikologik perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pendidikan
yang diperlukan.
6) Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain retardasi mental. 5
2.7 Pengobatan
Tidak ada terapi spesifik terhadap cerebral palsy. Terapi bersifat simptomatik,
yang diharapkan akan memperbaiki kondisi pasien. Terapi yang sangat dini akan
dapat mencegah atau mengurangi gejala-gejala neurologik. Untuk menentukan
jenis terapi atau latihan yang diberikan dan untuk menentukan keberhasilannya
maka perlu diperhatikan penggolongan cerebral palsy berdasarkan derajat
kemampuan fungsionil yaitu derajat ringan, sedang dan berat.1
Tujuan terapi pasien Cerebral Palsy adalah membantu pasien dan
keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan mencegah deformitas serta
penyesuaian emosional dan pendidikan sehingga penderita sedikit mungkin
memerlukan pertolongan orang lain, diharapkan penderita bisa mandiri.1
10
Pada anak-anak penanganannya membutuhkan keterpaduan antara keluarga,
ahli rehabilitasi, ahli neurologi, ahli ortopedi, ahli psikologi, terapi bicara, pekerja
medis, sosial dan guru. Sebaiknya pengobatan ini diarahkan pada suatu
tempat/pusat khusus.
1. Pertimbangan psikologis
Orang tua penderita membutuhkan pendekatan khusus karena diagnosis jarang
ditegakkan pada awal kehidupan sehingga orang tua beranggapan bahwa
anaknya normal dan kecewa bila mengetahui anaknya tidak normal. Banyak
orang tua yang tidak dapat menerima hal ini. Perkembangan psikologis anak
tergantung pada usia dan perkembangan mentalnya.
2. Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang bersifat kausatif. Biasanya beberapa pasien diterapi
dengan obat-obatan untuk mengatasi epilepsi dengan harapan dapat mengontrol
perluasannya dengan pemberian obat jenis antikonvulsan. Antikonvulsan
bekerja dengan mengurangi stimulasi yang berlebihan pada otak tanpa
menyebabkan depresi pada pusat vital lainnya seperti pusat pernapasan dan
bersifat non sedatif. Beberapa jenis antikonvulsan yang sering digunakan yaitu :
barbiturate, hidantoin, benzodiazepine.8
Beberapa pengobatan juga dianjurkan untuk beberapa pasien dengan tipe
spastik, sebelum terjadinya kontraktur dapat diberikan diazepam, dantrolene
dan baclofen. Penemuan terbaru yaitu dengan menggunakan Botulinium Toxin
(Botox) sangat berguna untuk mengatasi tipe spastik, biasanya diinjeksikan
langsung ke otot yang mengalami spastik, diperkirakan dapat mengurangi tonus
otot selama beberapa bulan. Tipe athetosis dapat diterapi dengan pemberian
trihexyphenidil HCl dan benztropine.6
3. Terapi fisik dan okupasional (Occupational therapy)
Terapi fisik dan okupasional berfungsi untuk relaksasi otot, memperbaiki
koordinasi otot dan meningkatkan kontrol otot volunter sehingga pergerakan
dapat dikontrol. Terapi fisik bertujuan untuk meningkatkan kemandirian dan
mobilitas, hal ini diusahakan melalui latihan-latihan, berusaha untuk
memperbaiki posisi dan belajar jalan sendiri atau belajar untuk menggunakan
11
beberapa alat bantu seperti kursi roda, skuter, sepeda beroda dua atau beroda
tiga, alat bantu berupa penyangga pada kaki.
Aktivitas yang ringan dapat dipelajari sendiri meskipun memerlukan latihan
yang berulang-ulang. Meregangkan otot spastik secara aktif setiap hari berguna
untuk mencegah deformitas yang ditandai dengan adanya spastisitas dan
ketidakseimbangan otot. Terapi okupasional dirancang untuk aktivitas-aktivitas
tertentu yang menggunakan keterampilan motorik, seperti untuk makan, duduk
dan belajar menggunakan peralatan mandi. 9
4. Terapi bicara (speech therapy)
Pengertian terapi bicara adalah memperbaiki pengucapan kata yang kurang baik
sehingga dapat dimengerti.
5. Penanganan deformitas
 Pemakaian bidai diperlukan untuk mengatasi deformitas serta mencegah

rekurensi yang telah dikoreksi.
Pemakaian penyangga pada anggota gerak bawah diperlukan untuk

membantu anak berdiri dan berjalan dengan bantuan tongkat.
Untuk mengoreksi deformitas dan memperbaiki fungsi diperlukan tindakan
operatif sehingga anak dapat terbebas dari pemakaian penyangga.
6. Penanganan pembedahan
Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot yang
antagonis, menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas. Tindakan
operasi lebih sering dilakukan pada tipe spastik dari pada tipe lainnya. Juga lebih
12
sering dilakukan pada anggota gerak bawah dibanding -dengan anggota gerak
atas. Prosedur operasi yang dilakukan disesuaikan dengan jenis operasinya,
apakah operasi itu dilakukan pada saraf motorik, tendon, otot atau pada tulang.5
2.8 Prognosis
Prognosis bergantung pada banyak faktor, antara lain : berat ringannya CP,
cepatnya diberi pengobatan, gejala-gejala yang menyertai CP, sikap dan
kerjasama penderita, keluarganya dan masyarakat. Dilaporkan pula bahwa bentuk
CP yang ringan, monoparetik, ataksik, diskinetik dan diplegik yang lebih banyak
mengalami perbaikan. Penyembuhan juga lebih banyak ditemukan pada golongan
anak kulit hitam dibanding dengan kulit putih.
Makin banyak gejala penyerta dan makin berat gangguan motorik, makin
buruk prognosis. Umumnya inteligensi anak merupakan petunjuk prognosis,
makin cerdas makin baik prognosis. Penderita yang sering kejang dan tidak dapat
diatasi dengan anti kejang mempunyai prognosis yang jelek. Pada penderita yang
tidak mendapat pengobatan, perbaikan klinik yang spontan dapat terjadi walaupun
lambat. Makin cepat dan makin intensif pengobatan maka hasil yang dicapai
makin lebih baik. Di samping faktor-faktor tersebut di atas, peranan orang
tua/keluarga dan masyarakat juga ikut menentukan prognosis. Makin tinggi
kerjasama dan penerimaannya maka makin baik prognosis.5
DAFTAR PUSTAKA
1. Adnyana IMO. Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi. Cermin Dunia
Kedokteran; 1995. p. 37-40.
2. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang Lamumpatue;
2003. p. 255-8.
13
3. Nelson WE, Vaughan VC, McKay RJ. Textbook of Pediatrics, 9th ed.
Philadelphia, London, Toronto: WB Saunders Co. 1969; pp 1311-1314.
4. Saharso D. Cerebral palsy diagnosis dan tata laksana. Kapita Selekta Ilmu
Kesehatan Anak VI. 2006
5. Sanusi S, Nara P. Cerebral palsy. Cermin Dunia Kedokteran.1985; 40: 48-52
6. Fox, A. Mervyn. 1991. A Guide to Cerebral Palsy. Canadian Cerebral
PalsyAssociation. www.cerebralpalsycanada.com.
7. Werner D. Cerebral Palsy [Online]. 1999 [cited 2010 Mar 3]; [18 screens].
Available from:
URL: http://www.dnf.ne.jp/doc/english/global/david/dwe002/dwe00210.html
8. Miller B. Cerebral Palsy: A Guide for Care [Online]. 2006 [cited 2010 Feb
27]; [9 screens]. Available from: URL: http://gait.aidi.udel.edu/res695/
homepage/pd_ortho/ clinics/cpalsy.html
9. Treathing Cerebral Palsy [Online]. 2007 [cited 2010 Mar 3]; [5 screens].
Available from: URL: http://treatmentofcerebralpalsy.com/index.html
14
Download