Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Modal Kerja
2.1.1 Pengertian Modal Kerja
Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal kerja untuk membelanjai
operasinya sehari-hari. Uang atau dana yang telah dikeluarkan untuk operasi tersebut
diharapkan dapat kembali lagi dalam perusahaan dalam waktu yang pendek melalui
hasil penjualan produksinya. Uang yang masuk yang berasal dari penjualan produk
tersebut akan segera dikeluarkan lagi untuk membiayai operasi selanjutnya. Dengan
demikian dana tersebut akan terus menerus berputar setiap periode selama hidupnya
perusahaan.
Berikut beberapa pengertian modal kerja :
1. Menurut Sutrisno (2000;49)
“Modal Kerja adalah dana yang diperlukan oleh perusahaan untuk memenuhi
kebutuhan operasional perusahaan sehari-hari, seperti pembelian bahan baku,
pembayaran upah buruh, membayar hutang, dan pembayaran lainnya”.
2. Menurut Agnes Sawir (2003;129)
“Modal Kerja adalah keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan, atau
dapat pula dimaksudkan sebagai dana yang harus tersedia untuk membiayai
kegiatan operasi perusahaan sehari-hari”.
3. Menurut Gitman, Lawrence J (2003;596)
“Working capital represent the portion of investment that circulates from one
form to another in the ordinary conduct of business. This idea embraces the
recurring transition from cash to inventories to receivables and back to cash.
As cash substitutes, marketable securities are considered part of working
capital”.
77
8
Untuk memudahkan dalam menetapkan elemen-elemen modal kerja, dikenal
tiga konsep modal kerja seperti yang diungkapkan oleh Martono dan Agus Harjito
(2002;72) yaitu :
1. Konsep Kuantitatif ;
Modal kerja menurut konsep kuantitatif adalah jumlah keseluruhan aktiva lancar
yang disebut juga modal kerja bruto. Umumnya elemen-elemen dari modal kerja
kuantitatif meliputi kas, surat-surat berharga (sekuritas), piutang, dan persediaan.
2. Konsep Kualitatif ;
Pada konsep ini modal kerja dihubungkan dengan besarnya hutang lancar atau
hutang yang segera harus dilunasi. Sebagian aktiva lancar dipergunakan untuk
melunasi hutang lancar seperti hutang dagang, hutang wesel, hutang pajak, dan
sebagian lagi benar-benar dipergunakan untuk membelanjai kegiatan operasi
perusahaan.
3. Konsep Fungsional ;
Konsep fungsional mendasarkan pada fungsi dana yang digunakan untuk
memperoleh pendapatan. Setiap dana yang dialokasikan pada berbagai aktiva
dimaksudkan untuk memperoleh pendapatan, baik pendapatan saat ini maupun
pendapatan masa yang akan datang.
Pada dasarnya modal kerja adalah modal yang harus disediakan dalam jumlah yang
cukup untuk menjaga dan menjamin kelancaran operasi perusahaan. Berdasarkan
pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa modal kerja terdiri dari seluruh
unsur yang terdapat pada aktiva lancar dan hutang lancar perusahaan, yang memiliki
tiga konsep pengertian yaitu :
1. Konsep Modal Kerja Kotor (Bruto)
Konsep ini mengartikan modal kerja sebagai keseluruhan dari aktiva lancar.
2. Konsep Modal Kerja Bersih (Neto)
Konsep ini mengartikan modal kerja sebagai hasil pengurangan aktiva lancar
terhadap hutang lancar.
8
9
3. Konsep Modal Kerja Fungsional
Konsep ini mengartikan modal kerja sebagai dana yang digunakan untuk
menghasilkan pendapatan.
2.1.2 Jenis Modal Kerja
Mengenai jenis modal kerja, W. B Taylor menggolongkannya dalam dua
kelompok besar, yang kemudian dikutip oleh Martono dan Agus Harjito (2002;75)
yaitu :
A. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital)
Modal kerja permanen adalah modal kerja yang harus ada dalam perusahaan untuk
menjalankan kegiatan usaha. Modal kerja permanen dikelompokkan menjadi dua,
yaitu :
1. Modal Kerja Primer,
yaitu modal kerja minimum yang harus ada untuk menjamin kontinuitas
kegiatan usaha.
2. Modal Kerja Normal,
yaitu jumlah modal kerja yang dibutuhkan untuk melakukan luas produksi yang
normal.
B. Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital)
Modal kerja variabel yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai
dengan perubahan keadaan. Modal kerja variabel dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu :
1. Modal Kerja Musiman,
yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi
musim.
2. Modal Kerja Siklis,
yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi
konjungtur.
9
10
3. Modal Kerja Darurat,
yaitu modal kerja yang besarnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat
yang tidak diketahui sebelumnya (misalnya adanya pemogokan buruh, banjir,
perobatan keadaan ekonomi yang mendadak).
Hal yang serupa dikemukakan pula oleh Munawir (2002;119) yaitu pada dasarnya
modal kerja terdiri dari dua bagian pokok :
1. Bagian yang tetap atau Bagian yang permanen yaitu jumlah minimum yang harus
tersedia agar perusahaan dapat berjalan dengan lancar tanpa kesulitan keuangan.
2. Jumlah modal kerja yang variabel yang jumlahnya tergantung pada aktivitas
musiman dan kebutuhan-kebutuhan di luar aktivitas yang biasa.
2.1.3 Sumber dan Penggunaan Modal Kerja
Dalam mengelola modal kerja agar dapat efektif dan efisien, maka perlu
diketahui darimana sumber modal kerja diperoleh dan bagaimana modal kerja tersebut
digunakan. Semakin besar jumlah modal kerja yang dibiayai atau yang berasal dari
investasi pemilik perusahaan, maka akan semakin baik bagi perusahaan tersebut karena
akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk memperoleh kredit dan semakin
besar jaminan bagi kreditor jangka pendek.
2.1.3.1 Sumber Modal Kerja
Pada umumnya sumber modal kerja perusahaan menurut Munawir
(2002;120):
1. Hasil operasi perusahaan
Jumlah net income yang nampak dalam laporan perhitungan rugi laba ditambah
dengan depresiasi dan amortisasi, jumlah ini menunjukkan jumlah modal kerja
yang berasal dari hasil operasi perusahaan.
2. Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga
Surat berharga yang dimiliki perusahaan untuk jangka pendek adalah salah satu
elemen aktiva lancar yang segera dapat dijual dan akan menimbulkan keuntungan
10
11
bagi perusahaan. Dengan adanya penjualan surat berharga ini menyebabkan
terjadinya perubahan dalam unsur modal kerja yaitu dari bentuk surat berharga
berubah menjadi uang kas. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan surat
berharga ini merupakan suatu sumber untuk bertambahnya modal kerja, sebaliknya
apabila dalam penjualan tersebut terjadi kerugian maka akan menyebabkan
berkurangnya modal kerja.
3. Penjualan aktiva tidak lancar
Sumber lain yang dapat menambah modal kerja adalah hasil penjualan aktiva tetap,
investasi jangka panjang, dan aktiva tidak lancar lainnya yang tidak diperlukan lagi
oleh perusahaan.
4. Penjualan saham atau obligasi
Untuk menambah dana atau modal kerja yang dibutuhkan, perusahaan dapat pula
mengadakan emisi saham baru atau meminta kepada para pemilik perusahaan
untuk menambah modalnya, di samping itu perusahaan dapat juga mengeluarkan
obligasi atau bentuk hutang jangka panjang lainnya guna memenuhi kebutuhan
modal kerjanya.
Adapun sumber modal kerja yang dikemukakan oleh Dwi Prastowo dan Rifka
Juliaty (2002;109) dikelompokkan kedalam empat aktivitas pembelanjaan (sumber)
yang memberikan modal kerja adalah :
1. Operasi Periode Berjalan;
Sumber modal kerja yang penting adalah yang berasal dari aktivitas operasi
perusahaan selama periode berjalan. Laporan laba-rugi memuat data tentang
aktivitas operasi perusahaan, dan karenanya kita dapat menggunakan data tersebut
untuk menentukan jumlah modal kerja yang berasal dari operasi.
2. Penjualan Aktiva Tak Lancar;
Apabila perusahaan menjual aktiva tetap, investasi jangka panjang, atau aktiva tak
lancar lainnya secara tunai, maka modal kerja perusahaan akan naik sebesar jumlah
yang diterima dari penjualan tersebut.
11
12
3. Penerbitan Utang Jangka Panjang;
Penerbitan surat utang jangka panjang, seperti wesel atau obligasi secara tunai akan
mengakibatkan kenaikan modal kerja sebesar jumlah yang diterima pada saat utang
tersebut diterbitkan.
4. Penerbitan Modal Saham;
Penerbitan saham preferen (istimewa) atau saham biasa secara tunai atau aktiva
lancar
lainnya,
akan
meningkatkan
modal
kerja,
karena
transaksi
ini
mengakibatkan kenaikan aktiva lancar dan modal dengan jumlah yang sama.
Dari uraian tentang sumber-sumber modal kerja tersebut dapat disimpulkan bahwa
modal kerja akan bertambah apabila :
1. Adanya kenaikan sektor modal baik yang berasal dari laba maupun adanya
pengeluaran modal saham atau tambahan investasi dari pemilik perusahaan.
2. Ada pengurangan atau penurunan aktiva tetap yang diimbangi dengan
bertambahnya aktiva lancar karena adanya penjualan aktiva tetap maupun melalui
proses depresiasi.
3. Ada penambahan hutang jangka panjang baik dalam bentuk obligasi, hipotik atau
hutang jangka panjang lainnya yang diimbangi dengan bertambahnya aktiva lancar.
2.1.3.2 Penggunaan Modal Kerja
Penggunaan modal kerja akan menyebabkan perubahan bentuk maupun
penurunan jumlah aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan.
Penggunaan modal kerja menurut Bambang Riyanto (2001;348) adalah :
a. Bertambahnya Aktiva Tetap
Bertambahnya aktiva tetap dapat terjadi karena adanya pembelian aktiva tetap, dan
pembelian aktiva tetap merupakan penggunaan modal kerja.
b. Berkurangnya Utang Jangka Panjang
Berkurangnya utang jangka panjang dapat terjadi karena perusahaan telah melunasi
atau mengangsur utangnya. Pembayaran kembali utang berarti penggunaan modal.
12
13
c. Berkurangnya Modal
Berkurangnya modal dapat terjadi karena pemilik perusahaan mengambil kembali
atau mengurangi modal yang tertanam dalam perusahaan.
d. Pembayaran Cash dividend
Pembayaran cash dividend merupakan penggunaan modal kerja. Cash dividend
dibayarkan dari keuntungan neto sesudah pajak.
e. Adanya kerugian dalam operasinya perusahaan.
Timbulnya kerugian dalam periode tertentu dapat disertai dengan berkurangnya
aktiva atau bertambahnya utang. Sebenarnya bertambahnya utang merupakan
sumber modal, tetapi dengan adanya kerugian, tambahan utang digunakan untuk
menutup kerugian.
Sedangkan menurut Munawir (2002;125) penggunaan aktiva lancar yang
mengakibatkan turunnya modal kerja adalah sebagai berikut :
a. Pembayaran biaya atau ongkos-ongkos operasi perusahaan, meliputi pembayaran
upah, gaji, pembelian bahan atau barang dagangan, dan pembayaran biaya-biaya
lainnya.
b. Kerugian-kerugian yang diderita oleh perusahaan karena adanya penjualan surat
berharga, maupun kerugian insidentil lainnya.
c. Adanya pembentukan dana atau pemisahan aktiva lancar untuk tujuan-tujuan
tertentu dalam jangka panjang, misalnya Dana Pelunasan Obligasi, Dana Pensiun
Pegawai, Dana Expansi ataupun dana-dana lainnya. Adanya pembentukan dana ini
berarti adanya perubahan bentuk aktiva dari aktiva lancar menjadi aktiva tetap.
d. Adanya penambahan atau pembelian aktiva tetap, investasi jangka panjang atau
aktiva tidak lancar lainnya yang mengakibatkan berkurangnya aktiva lancar atau
timbulnya hutang lancar yang berakibat berkurangnya modal kerja.
e. Pembayaran hutang jangka panjang yang meliputi hutang hipotik, hutang obligasi
maupun bentuk hutang jangka panjang lainnya, serta penarikan atau pembelian
kembali (untuk sementara maupun untuk seterusnya) saham perusahaan yang
13
14
beredar, atau adanya penurunan hutang jangka panjang diimbangi berkurang aktiva
lancar.
f. Pengambilan uang atu barang dagangan oleh pemilik perusahaan untuk
kepentingan pribadinya (prive) atau adanya pengambilan bagian keuntungan oleh
pemilik dalam perusahaan perseorangan dan persekutuan atau adanya pembayaran
deviden dalam perseroan terbatas. Dengan kata lain adanya penurunan sektor
modal yang diimbangi dengan berkurangnya aktiva lancar atau bertambahnya
hutang lancar dalam jumlah yang sama.
2.1.4 Kebutuhan Modal Kerja
Untuk menentukan jumlah modal kerja yang dianggap cukup bagi perusahaan
bukanlah hal yang mudah. Menurut Munawir (2002;117) modal kerja yang
dibutuhkan oleh suatu perusahaan tergantung atau dipengaruhi oleh beberapa faktor
sebagai berikut:
1. Sifat atau type dari perusahaan;
Modal kerja dari suatu perusahaan jasa relatif akan lebih rendah bila dibandingkan
dengan kebutuhan modal kerja perusahaan industri. Karena perusahaan jasa tidak
memerlukan investasi yang besar dalam kas, piutang, maupun persediaan.
2. Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang yang akan
dijual serta harga per satuan dari barang tersebut;
Kebutuhan modal kerja suatu perusahaan berhubungan langsung dengan waktu
yang dibutuhkan untuk memperoleh barang yang akan dijual maupun bahan dasar
yang akan diproduksi sampai barang tersebut dijual. Makin panjang waktu yang
dibutuhkan untuk memproduksi atau untuk memperoleh barang tersebut makin
besar pula modal kerja yang dibutuhkan.
3. Syarat pembelian bahan atau barang dagangan;
Syarat pembelian barang dagangan atau bahan dasar yang akan digunakan untuk
memproduksi barang sangat mempengaruhi jumlah modal kerja yang dibutuhkan
oleh perusahaan yang bersangkutan. Jika syarat kredit yang diterima pada waktu
pembelian menguntungkan, makin sedikit uang kas yang harus diinvestasikan
dalam persediaan bahan atau barang dagangan, sebaliknya bila pembayaran atas
14
15
bahan atau barang yang dibeli tersebut harus dilakukan dalam jangka waktu yang
pendek maka uang kas yang diperlukan untuk membiayai persediaan semakin
besar.
4. Syarat penjualan;
Semakin lunak kredit yang diberikan oleh perusahaan kepada para pembeli akan
mengakibatkan semakin besarnya jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan
dalam sektor piutang. Untuk memperendah dan memperkecil jumlah modal kerja
yang harus diinvestasikan dalam piutang dan memperkecil resiko adanya piutang
yang tak dapat ditagih, sebaiknya perusahaan memberikan potongan tunai kepada
para pembeli, karena dengan demikian para pembeli akan tertarik untuk segera
membayar hutangnya dalam periode diskonto tersebut.
5. Tingkat perputaran persediaan;
Tingkat perputaran persediaan menunjukkan berapa kali persediaan tersebut diganti
dalam arti dibeli dan dijual kembali. Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan
tersebut maka jumlah modal kerja yang dibutuhkan (terutama yang harus
diinvestasikan dalam persediaan) semakin rendah. Untuk dapat mencapai tingkat
perputaran yang tinggi, maka harus diadakan perencanaan dan pengawasan
persediaan secara teratur dan efisien.
2.1.5 Pentingnya Modal Kerja
Tersedianya modal kerja yang segera dapat digunakan dalam kegiatan
operasional tergantung pada tipe atau sifat dari aktiva lancar yang dimiliki tetapi modal
kerja harus cukup jumlahnya dalam arti harus mampu membiayai pengeluaranpengeluaran atau operasi perusahaan sehari-hari, karena dengan jumlah modal kerja
yang cukup akan menguntungkan bagi perusahaan, disamping memungkinkan bagi
perusahaan beroperasi secara ekonomis atau efisien dan perusahaan tidak mengalami
kesulitan keuangan, juga akan memberikan beberapa keuntungan lain seperti yang
dikemukakan oleh Munawir (2002;116) antara lain :
a. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya nilai dari
aktiva lancar.
15
16
b. Memungkinkan untuk dapat membayar semua kewajiban-kewajiban tepat pada
waktunya.
c. Menjamin
dimilikinya
kredit
standing
perusahaan
semakin
besar
dan
memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat menghadapi bahaya-bahaya atau
kesulitan keuangan yang mungkin terjadi.
d. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup untuk
melayani para konsumennya.
e. Memungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan syarat kredit yang lebih
menguntungkan kepada langganannya.
f. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien
karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang ataupun jasa yang
dibutuhkan.
2.1.6 Unsur–unsur Modal Kerja
Unsur-unsur yang termasuk dalam unsur modal kerja bruto adalah aktiva lancar
yang terdiri dari uang tunai (kas), surat-surat berharga yang segera dapat diuangkan,
piutang dagang, persediaan barang, dan lain-lain. Menurut Pahala Nainggolan
(2004;2), pengertian aktiva lancar adalah sebagai berikut :
“Aktiva lancar merupakan kelompok dalam neraca yang berisi harta perusahaan
yang diharapkan dapat dikonversi menjadi uang kas dalam waktu satu tahun atau
satu siklus bisnis perusahaan”.
Sedangkan yang termasuk kedalam kelompok aktiva lancar adalah :
1. Kas.
Terdiri dari uang kas di brankas perusahaan, rekening koran, deposito, dan lainnya.
2. Surat Berharga.
Termasuk di sini investasi perusahaan dalam bentuk surat berharga seperti saham
yang dapat diperjualbelikan seketika, surat pengakuan utang, obligasi, dan lain-lain
yang dapat diperjualbelikan.
3. Piutang.
Tagihan perusahaan kepada pihak lain (kreditur atau langganan) sebagai akibat
adanya penjualan barang dagangan secara kredit.
16
17
4. Persediaan.
Biasanya merupakan harta lancar yang diperkirakan dapat dikonversi menjadi kas
lewat penjualan persediaan barang jadi. Persediaan bahan baku atau barang
setengah jadi akan berubah menjadi kas lewat serangkaian proses produksi
tambahan.
5. Biaya yang dibayar di muka.
Perkiraan ini diletakkan sebagai aktiva lancar karena dianggap sebagai harta
perusahaan yang diserahkan pada pihak lain dan dapat diambil seketika.
2.2 Laba
2.2.1 Pengertian Laba dan Laba Bersih
Dalam menilai maju mundurnya sebuah perusahaan dapat dilihat atau diukur dari
perolehan laba yang dihasilkan. Laba juga dapat dipergunakan sebagai alat untuk
mengukur keberhasilan manajer dalam mengelola perusahaan.
Adapun Sofyan Safri Harahap (2002;45) mengemukakan pengertian laba adalah
sebagai berikut :
“Laba adalah perbedaan antara pendapatan yang direalisasikan yang timbul dari
transaksi pada periode tertentu yang diharapkan dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan pada periode tertentu”.
Pengertian laba bersih menurut Harnanto (2002;58) adalah sebagai berikut :
“Laba Bersih atau laba sesudah pajak dipandang sebagai pengukur kinerja finansial
perusahaan dalam suatu periode akuntansi, yang menunjukkan seberapa besar
jumlah pendapatan dan keuntungan yang terkait dengan siklus operasi perusahaan
dalam suatu periode akuntansi melampaui jumlah beban dan kerugiannya”.
Sedangkan menurut Soemarso S. R (2004;234) pengertian laba bersih adalah ;
“Laba bersih dapat didefinisikan sebagai selisih semua pendapatan dan keuntungan
terhadap semua beban dan kerugian. Jumlah ini merupakan kenaikkan bersih
terhadap modal”.
17
18
2.2.2 Jenis – jenis Laba
Jenis-jenis laba dalam kaitannya dengan perhitungan laba-rugi terdiri dari
beberapa jenis :
1. Laba Kotor,
Laba kotor merupakan selisih antara pendapatan penjualan dengan HPP (Harga
Pokok Penjualan) barang yang dijual.
2. Laba Usaha,
Laba usaha merupakan laba kotor dikurangi biaya-biaya operasi perusahaan.
3. Laba Sebelum Pajak,
Laba sebelum pajak merupakan laba usaha ditambah hasil diluar operasi
perusahaan dan dikurangi biaya atau kerugian yang terjadi diluar aktivitas normal
perusahaan.
4. Laba Bersih,
Laba bersih merupakan laba sebelum pajak dikurangi pajak penghasilan. Bagian
dari laba bersih inilah yang akan diambil suatu jumlah tertentu untuk dibagikan
sebagai deviden kepada para pemegang saham.
2.2.3 Tujuan Perhitungan Laba
Perhitungan laba suatu perusahaan dapat dilakukan setiap bulan, namun untuk
tujuan praktis perhitungan laba dilakukan pada akhir periode akuntansi. Perhitungan ini
dituangkan dalam suatu laporan laba-rugi bersamaan dengan penyusunan neraca.
Perhitungan laba ini umumnya mempunyai dua tujuan yaitu :
1. Tujuan Intern; informasi tentang laba dapat dipergunakan oleh pimpinan
perusahaan untuk mengevaluasi aktivitas operasi perusahaan dalam periode yang
lalu, melakukan analisis dan memperbaikinya untuk meningkatkan kmampuan unit
usaha dalam menghasilkan laba.
2. Tujuan
Ekstern;
disini
perhitungan
laba
ditujukan
untuk
memberikan
pertanggungjawaban pada pemegang saham, untuk keperluan pajak, untuk emisi
18
19
saham di bursa saham, dan permohonan kredit pada bank atau lembaga keuangan
lainnya.
2.2.4 Komponen Laba Bersih
Menurut Harnanto (2002;54), komponen laba bersih terdiri dari :
1. Pendapatan,
Kenaikan aktiva atau penurunan kewajiban (atau keduanya) dari suatu perusahaan
dalam suatu periode, sebagai akibat dari aktivitas produksi dan penjualan barang,
atau penyerahan jasa, dan aktivitas lain yang merupakan usaha pokok perusahaan,
misalnya : hasil penjualan, pendapatan bunga, pendapatan sewa.
2. Beban,
Penurunan aktiva atau kenaikan kewajiban (atau keduanya) dari suatu perusahan
dalam suatu periode, sebagai akibat dari aktivitas produksi dan penjualan barang,
atau penyerahan jasa, atau pelaksanaan aktivitas lain yang merupakan usaha pokok
perusahaan, misalnya harga atau beban pokok penjualan, beban administrasi dan
umum kantor, beban distribusi dan penjualan.
3. Untung,
Kenaikan ekuitas atau aktiva bersih sebagai akibat dari transaksi-transaksi isidental
dari suatu perusahaan, dan lain-lain transaksi atau peristiwa yang mempengaruhi
perusahaan dalam suatu periode, selain yang mengakibatkan timbulnya pendapatan
dan investasi oleh pemilik seperti, laba penjualan aktiva tetap, laba pelunasan utang
jangka panjang sebelum tanggal jatuh temponya.
4. Rugi,
Penurunan ekuitas atau aktiva bersih sebagai akibat dari transaksi-transaksi isidental
dari suatu perusahaan, dan lain-lain transaksi atau peristiwa yang mempengaruhi
perusahaan dalam suatu periode, selain yang mengakibatkan timbulnya beban dan
distribusi kepada pemilik, misalnya : rugi penjualan investasi jangka panjang, rugi
karena bencana alam.
19
20
2.2.5 Pengukuran Laba
Dalam pengukuran laba terdapat dua pendekatan utama yaitu pendekatan
ekonomi dan pendekatan transaksi. Eldon S. Hendrikson yang dialih-bahasakan oleh
Herman Wibowo (2000;333), memberikan definisi untuk kedua pendekatan tersebut
sebagai berikut :
1. Pendekatan Transaksi,
Pendekatan transaksi pada pengukuran laba adalah pendekatan lebih konvensional
yang digunakan oleh akuntan. Ini melibatkan pencatatan perubahan dalam penilaian
aktiva dan kewajiban hanya bila ini merupakan hasil dari transaksi. Manfaat utama
dari pendekatan transaksi adalah :
a. Komponen laba bersih dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara seperti
menurut produk atau golongan pelanggan, untuk mendapatkan informasi yang
lebih berguna bagi manajemen.
b. Laba yang berasal dari berbagai sumber seperti dari operasi dan dari penyebab
eksternal dapat dilaporkan secara terpisah sejauh hal itu dapat diukur.
c. Hal itu memberikan dasar untuk menentukan jenis dan kuantitas aktiva dan
kewajiban yang ada pada akhir periode.
d. Efisien bisnis mengharuskan pencatatan transaksi eksternal untuk alasan-alasan
lain.
e. Berbagai laporan dapat dibuat untuk saling berhubungan satu sama lain, yang
diasumsikan memungkinkan pemahaman yang lebih baik atas data yang
mendasari.
2. Pendekatan Aktivitas,
Pendekatan aktivitas pada laba memusatkan pada deskripsi aktivitas sebuah
perusahaan dan bukan pada pelaporan transaksi. Yaitu, laba diasumsikan timbul bila
aktivitas-aktivitas atau kejadian-kejadian tertentu terjadi, tidak hanya sebagai hasil
dari transaksi spesifik. Sebagai contoh, laba aktivitas akan dicatat selama proses
perencanaan, pembelian, produksi, dan penjualan, termasuk selama proses
penagihan.
20
21
2.2.6 Pelaporan Laba
Laba yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam suatu periode akuntansi
tertentu dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan yaitu laporan laba rugi. Secara
tradisional ada dua bentuk penyusunan perhitungan laba rugi yang digunakan sebagai
berikut :
1. Laporan laba rugi dalam bentuk langkah jamak.
Operasi aktiva diikhtisarkan pada bagian pertama dan dinyatakan dalam laba
operasi kontinyu sebelum pajak penghasilan. Pajak penghasilan yang berhubungan
dengan operasi dihitung dan dikurangkan judul-judul yang berikutnya dapat
bermacam-macam tergantung pada situasi apakah komponen laba lainnya juga
perlu diungkapkan.
2. Laporan laba rugi dalam bentuk langkah tunggal.
Dalam penyusunan dengan bentuk ini tidak dicantumkan terpisah untuk harga
pokok penjualan, biaya operasi, pendapatan, dan biaya-biaya lain, keuntungan dan
kerugian, serta pajak penghasilan. Seluruh pendapatan lain dan keuntungan, biaya
serta kerugian didaftar dan diikhtisarkan tanpa mengungkapkan laba kotor, laba
bersih operasional atau laba sebelum pajak.
2.2.7 Kewajaran Laba
Suatu nilai laba akan dinyatakan wajar dalam penyajiannya jika laba tersebut
dihitung berdasarkan pada prinsip-prinsip akun yang diterima umum yang ditetapkan
secara konsisten.
Laba atau hasil dari suatu periode yang dilaporkan oleh suatu perusahaan dapat
dinyatakan wajar jika faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya laba perusahaan
tersebut yaitu besarnya pendapatan dan biaya, harus memenuhi kriteria- kriteria yang
ditetapkan oleh Standar Akuntansi Keuangan.
Adapun pengertian laba menurut Syahrur dan M. Afdi Nizar (2000:666) adalah
sebagai berikut :
“Laba merupakan perbedaan positif sebagai hasil penjualan produk-produk dan
jasa-jasa dengan harga yang lebih tinggi daripada biaya untuk menghasilkan barang
tersebut. Perbedaan antara harga jual dan harga beli dari suatu komoditi atau surat
berharga apabila harga jualnya lebih tinggi”.
21
22
2.3 Pengaruh Perubahan Modal Kerja terhadap Perubahan Laba Bersih
Perusahaan
Pada dasarnya tujuan setiap perusahaan adalah meraih keuntungan atau laba.
Keuntungan atau laba yang diperoleh tentunya berasal dari kegiatan operasi
perusahaan. Agar kegiatan operasi perusahaan dapat berjalan maka perusahaan
membutuhkan dana untuk dapat membiayai kegiatan operasinya, sehingga nantinya
dapat menghasilkan laba.
Agar pelaksanaan kegiatan operasi perusahaan dapat berhasil maka diperlukan
sejumlah modal kerja yang cukup. Namun berbeda dengan kenyataannya, perusahaan
yang berhasil dalam pelaksanaan kegiatannya adalah perusahaan yang mempunyai
modal kerja yang lebih dari cukup. Dengan modal kerja yang lebih dari cukup tersebut,
manajer dapat mencurahkan pikirannya untuk mendapatkan keuntungan yang besar.
Indriyo Gitosudarmo dan Basri (2000:244), mengemukakan dua pendapat
terhadap pengaruh dari penyediaan modal kerja yang lebih dari cukup terhadap laba
perusahaan, yaitu :
•
Pendapat yang pertama,
Mengatakan bahwa modal kerja yang berlebihan dapat mengurangi risiko, tetapi
juga akan mengurangi laba. Pendapat ini didasarkan pada pengertian bahwa dengan
berlebihan, modal kerja akan memerlukan biaya untuk penyimpanan atau
perawatan. Dengan demikian akan menurunkan laba.
•
Pendapat yang kedua,
Mengatakan bahwa modal kerja yang lebih dari cukup akan mengurangi risiko dan
menaikkan laba. Pendapat ini didasarkan atas pandangan bahwa dengan cukup
tersedianya modal kerja maka kegiatan dapat diarahkan pada pencarian hasil yang
lebih tinggi dengan ekspansi atau perluasan usaha.
Kedua pendapat diatas memiliki kebaikan dan kelemahan sendiri-sendiri, namun
dari dua pendapat diatas penulis menarik kesimpulan bahwa apabila terjadi kekurangan
modal kerja, maka akan mengakibatkan risiko yang tinggi dan laba yang rendah.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa suatu perusahaan harus dapat
memprediksi dan menentukan kebutuhan modal kerja yang optimal dalam membiayai
22
23
kegiatan operasi perusahaannya. Dimana modal kerja harus digunakan secara efisien,
artinya semakin cepat masa perputaran modal kerja semakin kecil risiko yang dihadapi,
sehingga laba yang diharapkan juga akan ikut meningkat.
23
Download