7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Modal Kerja 2.1.1 Pengertian Modal Kerja Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal kerja untuk membelanjai operasinya sehari-hari. Uang atau dana yang telah dikeluarkan untuk operasi tersebut diharapkan dapat kembali lagi dalam perusahaan dalam waktu yang pendek melalui hasil penjualan produksinya. Uang yang masuk yang berasal dari penjualan produk tersebut akan segera dikeluarkan lagi untuk membiayai operasi selanjutnya. Dengan demikian dana tersebut akan terus menerus berputar setiap periode selama hidupnya perusahaan. Berikut beberapa pengertian modal kerja : 1. Menurut Sutrisno (2000;49) “Modal Kerja adalah dana yang diperlukan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan operasional perusahaan sehari-hari, seperti pembelian bahan baku, pembayaran upah buruh, membayar hutang, dan pembayaran lainnya”. 2. Menurut Agnes Sawir (2003;129) “Modal Kerja adalah keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan, atau dapat pula dimaksudkan sebagai dana yang harus tersedia untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan sehari-hari”. 3. Menurut Gitman, Lawrence J (2003;596) “Working capital represent the portion of investment that circulates from one form to another in the ordinary conduct of business. This idea embraces the recurring transition from cash to inventories to receivables and back to cash. As cash substitutes, marketable securities are considered part of working capital”. 77 8 Untuk memudahkan dalam menetapkan elemen-elemen modal kerja, dikenal tiga konsep modal kerja seperti yang diungkapkan oleh Martono dan Agus Harjito (2002;72) yaitu : 1. Konsep Kuantitatif ; Modal kerja menurut konsep kuantitatif adalah jumlah keseluruhan aktiva lancar yang disebut juga modal kerja bruto. Umumnya elemen-elemen dari modal kerja kuantitatif meliputi kas, surat-surat berharga (sekuritas), piutang, dan persediaan. 2. Konsep Kualitatif ; Pada konsep ini modal kerja dihubungkan dengan besarnya hutang lancar atau hutang yang segera harus dilunasi. Sebagian aktiva lancar dipergunakan untuk melunasi hutang lancar seperti hutang dagang, hutang wesel, hutang pajak, dan sebagian lagi benar-benar dipergunakan untuk membelanjai kegiatan operasi perusahaan. 3. Konsep Fungsional ; Konsep fungsional mendasarkan pada fungsi dana yang digunakan untuk memperoleh pendapatan. Setiap dana yang dialokasikan pada berbagai aktiva dimaksudkan untuk memperoleh pendapatan, baik pendapatan saat ini maupun pendapatan masa yang akan datang. Pada dasarnya modal kerja adalah modal yang harus disediakan dalam jumlah yang cukup untuk menjaga dan menjamin kelancaran operasi perusahaan. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa modal kerja terdiri dari seluruh unsur yang terdapat pada aktiva lancar dan hutang lancar perusahaan, yang memiliki tiga konsep pengertian yaitu : 1. Konsep Modal Kerja Kotor (Bruto) Konsep ini mengartikan modal kerja sebagai keseluruhan dari aktiva lancar. 2. Konsep Modal Kerja Bersih (Neto) Konsep ini mengartikan modal kerja sebagai hasil pengurangan aktiva lancar terhadap hutang lancar. 8 9 3. Konsep Modal Kerja Fungsional Konsep ini mengartikan modal kerja sebagai dana yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan. 2.1.2 Jenis Modal Kerja Mengenai jenis modal kerja, W. B Taylor menggolongkannya dalam dua kelompok besar, yang kemudian dikutip oleh Martono dan Agus Harjito (2002;75) yaitu : A. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital) Modal kerja permanen adalah modal kerja yang harus ada dalam perusahaan untuk menjalankan kegiatan usaha. Modal kerja permanen dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 1. Modal Kerja Primer, yaitu modal kerja minimum yang harus ada untuk menjamin kontinuitas kegiatan usaha. 2. Modal Kerja Normal, yaitu jumlah modal kerja yang dibutuhkan untuk melakukan luas produksi yang normal. B. Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital) Modal kerja variabel yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan. Modal kerja variabel dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : 1. Modal Kerja Musiman, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musim. 2. Modal Kerja Siklis, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi konjungtur. 9 10 3. Modal Kerja Darurat, yaitu modal kerja yang besarnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya (misalnya adanya pemogokan buruh, banjir, perobatan keadaan ekonomi yang mendadak). Hal yang serupa dikemukakan pula oleh Munawir (2002;119) yaitu pada dasarnya modal kerja terdiri dari dua bagian pokok : 1. Bagian yang tetap atau Bagian yang permanen yaitu jumlah minimum yang harus tersedia agar perusahaan dapat berjalan dengan lancar tanpa kesulitan keuangan. 2. Jumlah modal kerja yang variabel yang jumlahnya tergantung pada aktivitas musiman dan kebutuhan-kebutuhan di luar aktivitas yang biasa. 2.1.3 Sumber dan Penggunaan Modal Kerja Dalam mengelola modal kerja agar dapat efektif dan efisien, maka perlu diketahui darimana sumber modal kerja diperoleh dan bagaimana modal kerja tersebut digunakan. Semakin besar jumlah modal kerja yang dibiayai atau yang berasal dari investasi pemilik perusahaan, maka akan semakin baik bagi perusahaan tersebut karena akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk memperoleh kredit dan semakin besar jaminan bagi kreditor jangka pendek. 2.1.3.1 Sumber Modal Kerja Pada umumnya sumber modal kerja perusahaan menurut Munawir (2002;120): 1. Hasil operasi perusahaan Jumlah net income yang nampak dalam laporan perhitungan rugi laba ditambah dengan depresiasi dan amortisasi, jumlah ini menunjukkan jumlah modal kerja yang berasal dari hasil operasi perusahaan. 2. Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga Surat berharga yang dimiliki perusahaan untuk jangka pendek adalah salah satu elemen aktiva lancar yang segera dapat dijual dan akan menimbulkan keuntungan 10 11 bagi perusahaan. Dengan adanya penjualan surat berharga ini menyebabkan terjadinya perubahan dalam unsur modal kerja yaitu dari bentuk surat berharga berubah menjadi uang kas. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan surat berharga ini merupakan suatu sumber untuk bertambahnya modal kerja, sebaliknya apabila dalam penjualan tersebut terjadi kerugian maka akan menyebabkan berkurangnya modal kerja. 3. Penjualan aktiva tidak lancar Sumber lain yang dapat menambah modal kerja adalah hasil penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang, dan aktiva tidak lancar lainnya yang tidak diperlukan lagi oleh perusahaan. 4. Penjualan saham atau obligasi Untuk menambah dana atau modal kerja yang dibutuhkan, perusahaan dapat pula mengadakan emisi saham baru atau meminta kepada para pemilik perusahaan untuk menambah modalnya, di samping itu perusahaan dapat juga mengeluarkan obligasi atau bentuk hutang jangka panjang lainnya guna memenuhi kebutuhan modal kerjanya. Adapun sumber modal kerja yang dikemukakan oleh Dwi Prastowo dan Rifka Juliaty (2002;109) dikelompokkan kedalam empat aktivitas pembelanjaan (sumber) yang memberikan modal kerja adalah : 1. Operasi Periode Berjalan; Sumber modal kerja yang penting adalah yang berasal dari aktivitas operasi perusahaan selama periode berjalan. Laporan laba-rugi memuat data tentang aktivitas operasi perusahaan, dan karenanya kita dapat menggunakan data tersebut untuk menentukan jumlah modal kerja yang berasal dari operasi. 2. Penjualan Aktiva Tak Lancar; Apabila perusahaan menjual aktiva tetap, investasi jangka panjang, atau aktiva tak lancar lainnya secara tunai, maka modal kerja perusahaan akan naik sebesar jumlah yang diterima dari penjualan tersebut. 11 12 3. Penerbitan Utang Jangka Panjang; Penerbitan surat utang jangka panjang, seperti wesel atau obligasi secara tunai akan mengakibatkan kenaikan modal kerja sebesar jumlah yang diterima pada saat utang tersebut diterbitkan. 4. Penerbitan Modal Saham; Penerbitan saham preferen (istimewa) atau saham biasa secara tunai atau aktiva lancar lainnya, akan meningkatkan modal kerja, karena transaksi ini mengakibatkan kenaikan aktiva lancar dan modal dengan jumlah yang sama. Dari uraian tentang sumber-sumber modal kerja tersebut dapat disimpulkan bahwa modal kerja akan bertambah apabila : 1. Adanya kenaikan sektor modal baik yang berasal dari laba maupun adanya pengeluaran modal saham atau tambahan investasi dari pemilik perusahaan. 2. Ada pengurangan atau penurunan aktiva tetap yang diimbangi dengan bertambahnya aktiva lancar karena adanya penjualan aktiva tetap maupun melalui proses depresiasi. 3. Ada penambahan hutang jangka panjang baik dalam bentuk obligasi, hipotik atau hutang jangka panjang lainnya yang diimbangi dengan bertambahnya aktiva lancar. 2.1.3.2 Penggunaan Modal Kerja Penggunaan modal kerja akan menyebabkan perubahan bentuk maupun penurunan jumlah aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan. Penggunaan modal kerja menurut Bambang Riyanto (2001;348) adalah : a. Bertambahnya Aktiva Tetap Bertambahnya aktiva tetap dapat terjadi karena adanya pembelian aktiva tetap, dan pembelian aktiva tetap merupakan penggunaan modal kerja. b. Berkurangnya Utang Jangka Panjang Berkurangnya utang jangka panjang dapat terjadi karena perusahaan telah melunasi atau mengangsur utangnya. Pembayaran kembali utang berarti penggunaan modal. 12 13 c. Berkurangnya Modal Berkurangnya modal dapat terjadi karena pemilik perusahaan mengambil kembali atau mengurangi modal yang tertanam dalam perusahaan. d. Pembayaran Cash dividend Pembayaran cash dividend merupakan penggunaan modal kerja. Cash dividend dibayarkan dari keuntungan neto sesudah pajak. e. Adanya kerugian dalam operasinya perusahaan. Timbulnya kerugian dalam periode tertentu dapat disertai dengan berkurangnya aktiva atau bertambahnya utang. Sebenarnya bertambahnya utang merupakan sumber modal, tetapi dengan adanya kerugian, tambahan utang digunakan untuk menutup kerugian. Sedangkan menurut Munawir (2002;125) penggunaan aktiva lancar yang mengakibatkan turunnya modal kerja adalah sebagai berikut : a. Pembayaran biaya atau ongkos-ongkos operasi perusahaan, meliputi pembayaran upah, gaji, pembelian bahan atau barang dagangan, dan pembayaran biaya-biaya lainnya. b. Kerugian-kerugian yang diderita oleh perusahaan karena adanya penjualan surat berharga, maupun kerugian insidentil lainnya. c. Adanya pembentukan dana atau pemisahan aktiva lancar untuk tujuan-tujuan tertentu dalam jangka panjang, misalnya Dana Pelunasan Obligasi, Dana Pensiun Pegawai, Dana Expansi ataupun dana-dana lainnya. Adanya pembentukan dana ini berarti adanya perubahan bentuk aktiva dari aktiva lancar menjadi aktiva tetap. d. Adanya penambahan atau pembelian aktiva tetap, investasi jangka panjang atau aktiva tidak lancar lainnya yang mengakibatkan berkurangnya aktiva lancar atau timbulnya hutang lancar yang berakibat berkurangnya modal kerja. e. Pembayaran hutang jangka panjang yang meliputi hutang hipotik, hutang obligasi maupun bentuk hutang jangka panjang lainnya, serta penarikan atau pembelian kembali (untuk sementara maupun untuk seterusnya) saham perusahaan yang 13 14 beredar, atau adanya penurunan hutang jangka panjang diimbangi berkurang aktiva lancar. f. Pengambilan uang atu barang dagangan oleh pemilik perusahaan untuk kepentingan pribadinya (prive) atau adanya pengambilan bagian keuntungan oleh pemilik dalam perusahaan perseorangan dan persekutuan atau adanya pembayaran deviden dalam perseroan terbatas. Dengan kata lain adanya penurunan sektor modal yang diimbangi dengan berkurangnya aktiva lancar atau bertambahnya hutang lancar dalam jumlah yang sama. 2.1.4 Kebutuhan Modal Kerja Untuk menentukan jumlah modal kerja yang dianggap cukup bagi perusahaan bukanlah hal yang mudah. Menurut Munawir (2002;117) modal kerja yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan tergantung atau dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: 1. Sifat atau type dari perusahaan; Modal kerja dari suatu perusahaan jasa relatif akan lebih rendah bila dibandingkan dengan kebutuhan modal kerja perusahaan industri. Karena perusahaan jasa tidak memerlukan investasi yang besar dalam kas, piutang, maupun persediaan. 2. Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang yang akan dijual serta harga per satuan dari barang tersebut; Kebutuhan modal kerja suatu perusahaan berhubungan langsung dengan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh barang yang akan dijual maupun bahan dasar yang akan diproduksi sampai barang tersebut dijual. Makin panjang waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau untuk memperoleh barang tersebut makin besar pula modal kerja yang dibutuhkan. 3. Syarat pembelian bahan atau barang dagangan; Syarat pembelian barang dagangan atau bahan dasar yang akan digunakan untuk memproduksi barang sangat mempengaruhi jumlah modal kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Jika syarat kredit yang diterima pada waktu pembelian menguntungkan, makin sedikit uang kas yang harus diinvestasikan dalam persediaan bahan atau barang dagangan, sebaliknya bila pembayaran atas 14 15 bahan atau barang yang dibeli tersebut harus dilakukan dalam jangka waktu yang pendek maka uang kas yang diperlukan untuk membiayai persediaan semakin besar. 4. Syarat penjualan; Semakin lunak kredit yang diberikan oleh perusahaan kepada para pembeli akan mengakibatkan semakin besarnya jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan dalam sektor piutang. Untuk memperendah dan memperkecil jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan dalam piutang dan memperkecil resiko adanya piutang yang tak dapat ditagih, sebaiknya perusahaan memberikan potongan tunai kepada para pembeli, karena dengan demikian para pembeli akan tertarik untuk segera membayar hutangnya dalam periode diskonto tersebut. 5. Tingkat perputaran persediaan; Tingkat perputaran persediaan menunjukkan berapa kali persediaan tersebut diganti dalam arti dibeli dan dijual kembali. Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan tersebut maka jumlah modal kerja yang dibutuhkan (terutama yang harus diinvestasikan dalam persediaan) semakin rendah. Untuk dapat mencapai tingkat perputaran yang tinggi, maka harus diadakan perencanaan dan pengawasan persediaan secara teratur dan efisien. 2.1.5 Pentingnya Modal Kerja Tersedianya modal kerja yang segera dapat digunakan dalam kegiatan operasional tergantung pada tipe atau sifat dari aktiva lancar yang dimiliki tetapi modal kerja harus cukup jumlahnya dalam arti harus mampu membiayai pengeluaranpengeluaran atau operasi perusahaan sehari-hari, karena dengan jumlah modal kerja yang cukup akan menguntungkan bagi perusahaan, disamping memungkinkan bagi perusahaan beroperasi secara ekonomis atau efisien dan perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan, juga akan memberikan beberapa keuntungan lain seperti yang dikemukakan oleh Munawir (2002;116) antara lain : a. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya nilai dari aktiva lancar. 15 16 b. Memungkinkan untuk dapat membayar semua kewajiban-kewajiban tepat pada waktunya. c. Menjamin dimilikinya kredit standing perusahaan semakin besar dan memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat menghadapi bahaya-bahaya atau kesulitan keuangan yang mungkin terjadi. d. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup untuk melayani para konsumennya. e. Memungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan syarat kredit yang lebih menguntungkan kepada langganannya. f. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang ataupun jasa yang dibutuhkan. 2.1.6 Unsur–unsur Modal Kerja Unsur-unsur yang termasuk dalam unsur modal kerja bruto adalah aktiva lancar yang terdiri dari uang tunai (kas), surat-surat berharga yang segera dapat diuangkan, piutang dagang, persediaan barang, dan lain-lain. Menurut Pahala Nainggolan (2004;2), pengertian aktiva lancar adalah sebagai berikut : “Aktiva lancar merupakan kelompok dalam neraca yang berisi harta perusahaan yang diharapkan dapat dikonversi menjadi uang kas dalam waktu satu tahun atau satu siklus bisnis perusahaan”. Sedangkan yang termasuk kedalam kelompok aktiva lancar adalah : 1. Kas. Terdiri dari uang kas di brankas perusahaan, rekening koran, deposito, dan lainnya. 2. Surat Berharga. Termasuk di sini investasi perusahaan dalam bentuk surat berharga seperti saham yang dapat diperjualbelikan seketika, surat pengakuan utang, obligasi, dan lain-lain yang dapat diperjualbelikan. 3. Piutang. Tagihan perusahaan kepada pihak lain (kreditur atau langganan) sebagai akibat adanya penjualan barang dagangan secara kredit. 16 17 4. Persediaan. Biasanya merupakan harta lancar yang diperkirakan dapat dikonversi menjadi kas lewat penjualan persediaan barang jadi. Persediaan bahan baku atau barang setengah jadi akan berubah menjadi kas lewat serangkaian proses produksi tambahan. 5. Biaya yang dibayar di muka. Perkiraan ini diletakkan sebagai aktiva lancar karena dianggap sebagai harta perusahaan yang diserahkan pada pihak lain dan dapat diambil seketika. 2.2 Laba 2.2.1 Pengertian Laba dan Laba Bersih Dalam menilai maju mundurnya sebuah perusahaan dapat dilihat atau diukur dari perolehan laba yang dihasilkan. Laba juga dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengukur keberhasilan manajer dalam mengelola perusahaan. Adapun Sofyan Safri Harahap (2002;45) mengemukakan pengertian laba adalah sebagai berikut : “Laba adalah perbedaan antara pendapatan yang direalisasikan yang timbul dari transaksi pada periode tertentu yang diharapkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada periode tertentu”. Pengertian laba bersih menurut Harnanto (2002;58) adalah sebagai berikut : “Laba Bersih atau laba sesudah pajak dipandang sebagai pengukur kinerja finansial perusahaan dalam suatu periode akuntansi, yang menunjukkan seberapa besar jumlah pendapatan dan keuntungan yang terkait dengan siklus operasi perusahaan dalam suatu periode akuntansi melampaui jumlah beban dan kerugiannya”. Sedangkan menurut Soemarso S. R (2004;234) pengertian laba bersih adalah ; “Laba bersih dapat didefinisikan sebagai selisih semua pendapatan dan keuntungan terhadap semua beban dan kerugian. Jumlah ini merupakan kenaikkan bersih terhadap modal”. 17 18 2.2.2 Jenis – jenis Laba Jenis-jenis laba dalam kaitannya dengan perhitungan laba-rugi terdiri dari beberapa jenis : 1. Laba Kotor, Laba kotor merupakan selisih antara pendapatan penjualan dengan HPP (Harga Pokok Penjualan) barang yang dijual. 2. Laba Usaha, Laba usaha merupakan laba kotor dikurangi biaya-biaya operasi perusahaan. 3. Laba Sebelum Pajak, Laba sebelum pajak merupakan laba usaha ditambah hasil diluar operasi perusahaan dan dikurangi biaya atau kerugian yang terjadi diluar aktivitas normal perusahaan. 4. Laba Bersih, Laba bersih merupakan laba sebelum pajak dikurangi pajak penghasilan. Bagian dari laba bersih inilah yang akan diambil suatu jumlah tertentu untuk dibagikan sebagai deviden kepada para pemegang saham. 2.2.3 Tujuan Perhitungan Laba Perhitungan laba suatu perusahaan dapat dilakukan setiap bulan, namun untuk tujuan praktis perhitungan laba dilakukan pada akhir periode akuntansi. Perhitungan ini dituangkan dalam suatu laporan laba-rugi bersamaan dengan penyusunan neraca. Perhitungan laba ini umumnya mempunyai dua tujuan yaitu : 1. Tujuan Intern; informasi tentang laba dapat dipergunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengevaluasi aktivitas operasi perusahaan dalam periode yang lalu, melakukan analisis dan memperbaikinya untuk meningkatkan kmampuan unit usaha dalam menghasilkan laba. 2. Tujuan Ekstern; disini perhitungan laba ditujukan untuk memberikan pertanggungjawaban pada pemegang saham, untuk keperluan pajak, untuk emisi 18 19 saham di bursa saham, dan permohonan kredit pada bank atau lembaga keuangan lainnya. 2.2.4 Komponen Laba Bersih Menurut Harnanto (2002;54), komponen laba bersih terdiri dari : 1. Pendapatan, Kenaikan aktiva atau penurunan kewajiban (atau keduanya) dari suatu perusahaan dalam suatu periode, sebagai akibat dari aktivitas produksi dan penjualan barang, atau penyerahan jasa, dan aktivitas lain yang merupakan usaha pokok perusahaan, misalnya : hasil penjualan, pendapatan bunga, pendapatan sewa. 2. Beban, Penurunan aktiva atau kenaikan kewajiban (atau keduanya) dari suatu perusahan dalam suatu periode, sebagai akibat dari aktivitas produksi dan penjualan barang, atau penyerahan jasa, atau pelaksanaan aktivitas lain yang merupakan usaha pokok perusahaan, misalnya harga atau beban pokok penjualan, beban administrasi dan umum kantor, beban distribusi dan penjualan. 3. Untung, Kenaikan ekuitas atau aktiva bersih sebagai akibat dari transaksi-transaksi isidental dari suatu perusahaan, dan lain-lain transaksi atau peristiwa yang mempengaruhi perusahaan dalam suatu periode, selain yang mengakibatkan timbulnya pendapatan dan investasi oleh pemilik seperti, laba penjualan aktiva tetap, laba pelunasan utang jangka panjang sebelum tanggal jatuh temponya. 4. Rugi, Penurunan ekuitas atau aktiva bersih sebagai akibat dari transaksi-transaksi isidental dari suatu perusahaan, dan lain-lain transaksi atau peristiwa yang mempengaruhi perusahaan dalam suatu periode, selain yang mengakibatkan timbulnya beban dan distribusi kepada pemilik, misalnya : rugi penjualan investasi jangka panjang, rugi karena bencana alam. 19 20 2.2.5 Pengukuran Laba Dalam pengukuran laba terdapat dua pendekatan utama yaitu pendekatan ekonomi dan pendekatan transaksi. Eldon S. Hendrikson yang dialih-bahasakan oleh Herman Wibowo (2000;333), memberikan definisi untuk kedua pendekatan tersebut sebagai berikut : 1. Pendekatan Transaksi, Pendekatan transaksi pada pengukuran laba adalah pendekatan lebih konvensional yang digunakan oleh akuntan. Ini melibatkan pencatatan perubahan dalam penilaian aktiva dan kewajiban hanya bila ini merupakan hasil dari transaksi. Manfaat utama dari pendekatan transaksi adalah : a. Komponen laba bersih dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara seperti menurut produk atau golongan pelanggan, untuk mendapatkan informasi yang lebih berguna bagi manajemen. b. Laba yang berasal dari berbagai sumber seperti dari operasi dan dari penyebab eksternal dapat dilaporkan secara terpisah sejauh hal itu dapat diukur. c. Hal itu memberikan dasar untuk menentukan jenis dan kuantitas aktiva dan kewajiban yang ada pada akhir periode. d. Efisien bisnis mengharuskan pencatatan transaksi eksternal untuk alasan-alasan lain. e. Berbagai laporan dapat dibuat untuk saling berhubungan satu sama lain, yang diasumsikan memungkinkan pemahaman yang lebih baik atas data yang mendasari. 2. Pendekatan Aktivitas, Pendekatan aktivitas pada laba memusatkan pada deskripsi aktivitas sebuah perusahaan dan bukan pada pelaporan transaksi. Yaitu, laba diasumsikan timbul bila aktivitas-aktivitas atau kejadian-kejadian tertentu terjadi, tidak hanya sebagai hasil dari transaksi spesifik. Sebagai contoh, laba aktivitas akan dicatat selama proses perencanaan, pembelian, produksi, dan penjualan, termasuk selama proses penagihan. 20 21 2.2.6 Pelaporan Laba Laba yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam suatu periode akuntansi tertentu dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan yaitu laporan laba rugi. Secara tradisional ada dua bentuk penyusunan perhitungan laba rugi yang digunakan sebagai berikut : 1. Laporan laba rugi dalam bentuk langkah jamak. Operasi aktiva diikhtisarkan pada bagian pertama dan dinyatakan dalam laba operasi kontinyu sebelum pajak penghasilan. Pajak penghasilan yang berhubungan dengan operasi dihitung dan dikurangkan judul-judul yang berikutnya dapat bermacam-macam tergantung pada situasi apakah komponen laba lainnya juga perlu diungkapkan. 2. Laporan laba rugi dalam bentuk langkah tunggal. Dalam penyusunan dengan bentuk ini tidak dicantumkan terpisah untuk harga pokok penjualan, biaya operasi, pendapatan, dan biaya-biaya lain, keuntungan dan kerugian, serta pajak penghasilan. Seluruh pendapatan lain dan keuntungan, biaya serta kerugian didaftar dan diikhtisarkan tanpa mengungkapkan laba kotor, laba bersih operasional atau laba sebelum pajak. 2.2.7 Kewajaran Laba Suatu nilai laba akan dinyatakan wajar dalam penyajiannya jika laba tersebut dihitung berdasarkan pada prinsip-prinsip akun yang diterima umum yang ditetapkan secara konsisten. Laba atau hasil dari suatu periode yang dilaporkan oleh suatu perusahaan dapat dinyatakan wajar jika faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya laba perusahaan tersebut yaitu besarnya pendapatan dan biaya, harus memenuhi kriteria- kriteria yang ditetapkan oleh Standar Akuntansi Keuangan. Adapun pengertian laba menurut Syahrur dan M. Afdi Nizar (2000:666) adalah sebagai berikut : “Laba merupakan perbedaan positif sebagai hasil penjualan produk-produk dan jasa-jasa dengan harga yang lebih tinggi daripada biaya untuk menghasilkan barang tersebut. Perbedaan antara harga jual dan harga beli dari suatu komoditi atau surat berharga apabila harga jualnya lebih tinggi”. 21 22 2.3 Pengaruh Perubahan Modal Kerja terhadap Perubahan Laba Bersih Perusahaan Pada dasarnya tujuan setiap perusahaan adalah meraih keuntungan atau laba. Keuntungan atau laba yang diperoleh tentunya berasal dari kegiatan operasi perusahaan. Agar kegiatan operasi perusahaan dapat berjalan maka perusahaan membutuhkan dana untuk dapat membiayai kegiatan operasinya, sehingga nantinya dapat menghasilkan laba. Agar pelaksanaan kegiatan operasi perusahaan dapat berhasil maka diperlukan sejumlah modal kerja yang cukup. Namun berbeda dengan kenyataannya, perusahaan yang berhasil dalam pelaksanaan kegiatannya adalah perusahaan yang mempunyai modal kerja yang lebih dari cukup. Dengan modal kerja yang lebih dari cukup tersebut, manajer dapat mencurahkan pikirannya untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Indriyo Gitosudarmo dan Basri (2000:244), mengemukakan dua pendapat terhadap pengaruh dari penyediaan modal kerja yang lebih dari cukup terhadap laba perusahaan, yaitu : • Pendapat yang pertama, Mengatakan bahwa modal kerja yang berlebihan dapat mengurangi risiko, tetapi juga akan mengurangi laba. Pendapat ini didasarkan pada pengertian bahwa dengan berlebihan, modal kerja akan memerlukan biaya untuk penyimpanan atau perawatan. Dengan demikian akan menurunkan laba. • Pendapat yang kedua, Mengatakan bahwa modal kerja yang lebih dari cukup akan mengurangi risiko dan menaikkan laba. Pendapat ini didasarkan atas pandangan bahwa dengan cukup tersedianya modal kerja maka kegiatan dapat diarahkan pada pencarian hasil yang lebih tinggi dengan ekspansi atau perluasan usaha. Kedua pendapat diatas memiliki kebaikan dan kelemahan sendiri-sendiri, namun dari dua pendapat diatas penulis menarik kesimpulan bahwa apabila terjadi kekurangan modal kerja, maka akan mengakibatkan risiko yang tinggi dan laba yang rendah. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa suatu perusahaan harus dapat memprediksi dan menentukan kebutuhan modal kerja yang optimal dalam membiayai 22 23 kegiatan operasi perusahaannya. Dimana modal kerja harus digunakan secara efisien, artinya semakin cepat masa perputaran modal kerja semakin kecil risiko yang dihadapi, sehingga laba yang diharapkan juga akan ikut meningkat. 23