BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen merupakan alat untuk pencapaian tujuan yang diinginkan. Manajemen yang tepat akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, masyarakat. Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diaturnya berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu (Perencanaan, Pengorganisasian, Pengarahan, Pengendalian). Jadi, manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Adapun unsur-unsur manajemen terdiri dari Man, Money, Method, Materials, Machine dan Market yang disingkat 6M. Dalam suatu organisasi atau perusahaan, manajemen merupakan “alat” dan “wadah” (tempat) untuk mengatur 6M dan semua aktivitas proses perusahaan dalam mencapai tujuannya. Walaupun manajemen hanya merupakan alat saja, tetapi harus diatur sebaik-baiknya, karena jika manajemen ini tepat maka tujuan optimal dapat diwujudkan, pemborosan terhindari, dan semua potensi yang dimiliki akan lebih bermanfaat. Untuk lebih jelasnya pengertian manajemen ini penulis mengutip beberapa definisi sebagai berikut: Menurut G.R Terry yang dikutip oleh Kartono (2008:168) dalam bukunya“Pemimpin dan Kepemimpinan” menyatakan bahwa : “Manajemen adalah penyelenggaraan usaha penyusunan dan pencapaian hasil yang diinginkan dengan menggunakan upaya-upaya kelompok yang terdiri atas penggunaan bakat-bakat dan sumber daya manusia”. 6 7 Kemudian menurut Hasibuan (2007:1): “Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu”. Dari definisi diatas dapat disimpulkan manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian, melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lain secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. 2.1.2 Bidang-Bidang Manajemen Unsur-unsur manajemen (tools of management) yang terdiri dari man, money, method, materials, machines dan market (6M) telah berkembang menjadi bidang manajemen yang mempelajari lebih mendalam perannya dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Bidang-bidang manajemen dikenal atas: 1. Manajemen Sumber Daya Manusia (unsure Man) 2. Manajemen Keuangan (unsure Money) 3. Manajemen Operasional (unsure Materials and Machines) 4. Manajemen Pemasaran (unsure Market) 5. Manajemen Strategik (unsure Methods) 2.2 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber Daya Manusia merupakan komponen dari perusahaan yang mempunyai arti yang sangat penting. Sumber daya manusia menjadi sumber penentu dari perencanaan tujuan suatu perusahaan karena fungsinya sebagai inti dari kegiatan perusahaan. Tanpa adanya sumber daya manusia maka kegiatan perusahaan tidak akan berjalan sebagaimana mestinya meskipun pada saat ini otomatisasi telah memasuki setiap perusahaan, tetapi apabila pelaku dan pelaksana tersebut yaitu manusia, tidak memberikan peranan yang diharapkan maka otomatis itu akan menjadi sia-sia. Untuk lebih memperjelas pengertian dari 8 manajemen sumber daya manusia, berikut ini penulis mengutip beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli: Menurut Stoner dan Freeman (1989 :329) yaitu: “Human resources management is the management that deals with recruitmen, placement, training and development of organizational members” Yang dapat diartikan sebagai berikut: “Manajemen Sumber daya Manusia adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan perekrutan, penempatan, pelatihan, dan pengembangan, anggota organisasi”. Menurut Mangkunegara (2001: 2) yaitu : “Manajemen personalia adalah suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkordinasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan perusahaan’’. Penjelasan diatas serta pendapat-pendapat para ahli tentang definisi manajemen sumber daya manusia, penulis berusaha mencoba mengartikan sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutus hubungan kerja yang dimaksud untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu. 2.2.1 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber daya Manusia Lebih jauh lagi, menurut pendapat Flippo yang dikutip oleh Heidjerachman dan Hasnan (1990:7) mengklasifikasikan fungsi manajemen personalia menjadi 2 fungsi pokok, Namun menurut Umar (2001: 3) mengatakan bahwa terdapat fungsi yang ketiga dari manajemen Sumber Daya Manusia. Kemampuan yang mereka miliki dalam mewujudkan tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Dengan memiliki tujuan tertentu maka tenaga kerja akan termotivasi untuk bekerja sebaik mungkin. 9 2.2.2 Fungsi-fungsi Manajemen a. Perencanaan Perencanaan (human resources planning) adalah merencanakan tenaga kerja dan efektif dan efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian. Program kepegawaian meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian karyawan. Program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan,karyawan dan masyarakat. b. Pengorganisasian Pengorganisasian adalah kegiatan unruk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi (organization chart). Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif. c. Pengarahan (directing) Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja secara efektif dan efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pemimpin dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan tugasnya dengan baik. d. Pengendalian Pengendalian (controlling) adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila terdapat kesalahan atau penyimpangan dilakukan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerjasama, pelaksanaan pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan. 10 2.2.3 Fungsi Operasional a. Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan karyawan, orientasi dan induksi untuk menciptakan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu tercapainya tujuan. b. Pengembangan Pengembangan (development) adalah proses meningkatkan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerja masa kini maupun masa depan c. Kompensasi Kompensasi (compensation) adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung (indirect) uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak dapat diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas upah minimum pemerintah berdasarkan internal dan eksternal konsistensi. d. Pengintegrasian Pengintegrasian (integration) adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya. Pengintegrasian merupakan hal yang penting dan sulit dalam manajemen sumber daya manusia, karena mempersatukan dan kepentingan yang bertolak belakang. e. Pemeliharaan Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka mau bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik akan dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan eksternal konsistensi. 11 f. Pemberhentian Pemberhentian (separation) adalah putusnya hubungan seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun dan sebab-sebab lainnya. 2.3 Stres Kerja Masalah-masalah tentang stres kerja pada dasarnya sering dikaitkan dengan pengertian stres yang terjadi di lingkungan pekerjaan, yaitu dalam proses interaksi antara seorang karyawan dengan aspek-aspek pekerjaannya. Di dalam membicarakan stres kerja ini perlu terlebih dahulu mengerti pengertian stress secara umum (Veithzal Rivai dan Dedi Mulyadi, 2010:307). Menurut Charles D. Spielberger (dalam Handoyo 2003:227), menyebutkan bahwa : “Stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal mengenai seseorang, misalnya objek objek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara objektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang “ Stres Kerja menurut Landy (dalam Veithzal Rivai.2010:308) ”Stres kerja adalah ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi penting bagi dirinya”. Kemudian menurut Keith Davis dan John W.Newstrom (2008:195), ”Stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran, dan kondisi fisik seseorang ”. Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja karakteristik adalah karena adanya kepribadian karyawan dengan ketidakseimbangan karakteristik pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. antara aspek-aspek 12 2.3.1 Jenis Stres Quick dan Quick (2007:308) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu : 1. Eustress, yaitu : hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang di asosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi. 2. Distress, yaitu : hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan desduktrif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat kehadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan dan kematian. 2.3.2 Gejala-Gejala Stres Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berpikir dan kondisi fisik individu. Sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan mengalami beberapa gejala yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka (Veithzal Rivai dan Dedi Mulyadi, 2010:308). Gejala-gejala stres tersebut oleh Stephen P.Robbins dan Timothy A.Judge(2008:375) dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori umum yaitu : 1. Gejala Fisiologis Gejala fisiologis merupakan gejala awal yang bisa diamati, terutama pada penelitian medis dan ilmu kesehatan. Stress cenderung berakibat pada perubahan metabolisme tubuh, meningkatnya detak jantung dan pernafasan, peningkatan tekanan darah, timbulnya sakit kepala, serta yang lebih berat lagi terjadinya serangan jantung. 13 2. Gejala Psikologis Dari segi psikologis, stres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Hal itu merupakan efek psikologis yang paling sederhana dan paling jelas. Namun bisa saja muncul keadaan psikologis lainnya, misalnya ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan, suka menunda-nunda. Bukti menunjukkan bahwa ketika orang ditempatkan dalam pekerjaan dengan tuntutan yang banyak dan saling bertentangan atau dimana ada ketidakjelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab pemegang jabatan , maka stres maupun ketidakpuasan akan meningkat. 3. Gejala Perilaku Gejala stres yang berkaitan dengan perilaku meliputi perubahan dalam tingkat produktivitas, absensi, kemangkiran, dan tingkat keluarnya karyawan, juga perubahan dalam kebiasaan makan, merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah, dan gangguan tidur. Menurut Braham (2001), gejala stres dapat berupa tanda-tanda berikut ini: 1. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan energi. 2. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-berubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental. 3. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja. 4. Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada oranglain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain. 14 Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang dimana ia terpaksa memberikan tanggapan melebihi kemampuan penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan eksternal (lingkungan). 2.3.3 Sumber-Sumber Potensi Stres Stres dapat disebabkan oleh berbagai faktor di dalam maupun di luar pekerjaan yang merupakan sumber stres di tempat kerja. Sumber stres disebut juga stresor adalah suatu rangsangan yang dipersepsikan sebagai suatu ancaman dan menimbulkan perasaan negatif. Hampir setiap kondisi pekerjaan dapat menyebabkan stres, tergantung reaksi karyawan bagaimana menghadapinya. Sebagai contoh, seorang karyawan akan dengan mudah menerima dan mempelajari prosedur kerja baru, sedangkan seorang karyawan lain tidak tahu atau bahkan akan menolaknya. Bagaimanapun juga reaksi orang terhadap stress menentukan tingkat stres yang dialami. Sumber-sumber potensi stres menurut Keith Davis dan John W.Newstorm (2008:198) yaitu : 1. Beban Kerja yang berlebihan, banyaknya tugas dapat menjadi sumber stress bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan fisik maupun keahlian karyawan 2. Tekanan atau desakan waktu, atasan sering kali memberikan tugas sesuai dengan target dengan waktu yang terbatas. Akibatnya, karyawan dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas sesuai waktu yang ditetapkan atasan. 3. Kualitas supervisi yang jelek, seorang karyawan dalam menjalankan tugas sehari-harinya dibawah bimbingan sekaligus mempertanggungjawabkan kepada supervisor. Jika supervisor pandai (cakap) dan menguasai tugas bawahan, ia akan membimbing dan memberi pengarahan atau instruksi secara baik dan benar. 4. Iklim politis, iklim politis yang tidak aman dapat mempengaruhi semangat kerja 15 5. Wewenang untuk melaksanakan tanggungjawab, atasan sering memberikan tugas kepada bawahannya tanpa diikuti kewenangan yang memadai. Sehingga, jika harus mengambil keputusan harus berkonsultasi, kadang menyerahkan sepenuhnya pada atasan. 6. Konflik dan ketidakjelasan peran, pada situasi seperti ini, orang memiliki harapan yang berbeda akan kegiatan seorang karyawan pada suatu pekerjaaan akibat adanya konflik dan ketidakjelasan peran dalam organisasi, sehingga karyawan tidak tahu apa yang harus dia lakukan dan tidak dapat memenuhi semua harapan. 7. Perbedaan antara nilai perusahaan dan karyawan. Artinya, perbedaan ini mencabik-cabik karyawan dengan tekanan mental pada waktu suatu upaya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nilai perusahaan dan karyawan.karyawan yang berorientasi pada prestasi juga dapat menimbulkan dorongan stres dengan menetapkan nilai dan tujuan mereka sendiri yang jauh melebihi apa yang sanggup mereka kerjakan dalam pekerjaan. 8. Perubahan tipe, khususnya jika penting dan tidak lazim. Misalnya perubahan organisasi, perubahan peraturan atau kebijakan organisasi. 9. Frustasi, suatu akibat dari motivasi (dorongan) yang terhambat yang mencegah seseorang mencapai tujuan yang diinginkan sehingga berpengaruh terhadap pola kerja. Cooper dan Davidson (1991) membagi penyebab stres dalam pekerjaan menjadi dua, yaitu : 1. Group stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari situasi maupun keadaan di dalam perusahaan, misalnya kurangnya kerjasama antara karyawan, konflik antara individu dalam suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan sosial dari sesama karyawan di dalam perusahaan. 2. Individual stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri individu, misalnya tipe kepribadian seseorang, kontrol personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta ketidakjelasan peran. 16 2.3.4 Strategi Mengatasi Stres Stres merupakan konsekuensi bagi seorang karyawan yang melaksanakan pekerjaan. Sehingga stres kerja bagi seorang karyawan tidak akan bisa dihilangkan sama sekali, selama karyawan tersebut melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Hal yang bisa dilakukan adalah dengan mengurangi stres karyawan. Menurut Davis dan Newstrom (2008:202), ada beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk mengurangi stres, antara lain : 1. Meditasi, mencakup pemusatan pikiran untuk menenangkan fisik dan emosi. Meditasi membantu menghilangkan stres duniawi secara temporer dan mengurangi gejala-gejala stres. 2. Biofeedback, suatu pendekatan yang berbeda terhadap suasana kerja yang mengandung stres. Dengan biofeedback orang dibawah bimbingan medis belajar dari umpan balik instrumen untuk mempengaruhi gejala stres seperti peningkatan detak jantung atau sakit kepal yang keras. 3. Personal Wellness, kecenderungan terhadap program pemeliharaan preventif bagi personal wellness yang didasarkan pada riset obat perilaku. Dokter spesialis dapat merekomendasikan perubahan gaya hidup seperti pengaturan pernafasan, pelemasan otot, khayalan positif, pengaturan menu, dan latihan yang memungkinkan karyawan menggunakan lebih dari potensi penuhnya. Menurut Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2008:378) terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi stres yaitu : 1. Pendekatan Individual. Seorang karyawan memiliki tanggung jawab pribadi untuk mengurangi stres. Strategi individual yang terbukti efektif meliputi penerapan teknik manajemen waktu, penambahan waktu olah raga, pelatihan relaksasi, dan perluasan jaringan dukungan sosial. 2. pendekatan Organisasional, beberapa faktor yang menyebabkan stress terutama tuntutan tugas dan tuntutan peran dikendalikan oleh manajemen. 17 Dengan sendirinya, faktor-faktor tersebut dapat dimodifikasi atau diubah. Strategi yang bisa manajemen pertimbangkan meliputi : seleksi personel, penempatan kerja yang lebih baik, pelatihan, pemantapan tujuan yang realistis, pendesainan ulang pekerjaan, peningkatan keterlibatan karyawan, perbaikan dalam komunikasi organisasi, penyelenggaraan program-program kesejahteran perusahaan. 2.3.5 Dampak Stres Kerja Menurut Veithzal Rivai (2010:316), Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun, pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan, konsekuensi tersebut dapat berupa turunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustasi dan sebagainya (rice,1999). Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain diluar pekerjaan, seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya. Bagi Perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover (grennberg dan Baron, 1993; Quick dan Quick, 1984;Robbins, 1993). Sedangkan menurut Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2008:376) Dampak stres secara psikologis dapat menurunkan kinerja karyawan. Selain itu, stres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Stres yang dikaitkan dengan pekerjaan menimbulkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan dan memang itulah efek psikologis yang paling sederhana dan paling jelas dari stressitu. Lebih jauh lagi dampak dari stres terhadap kepuasan adalah secara langsung. 18 2.4 Kepuasan Kerja 2.4.1 Pengertian Kepuasan kerja Manusia dalam hidup mempunyai kebutuhan mendasar yang tidak mungkin dapat dihilangkan, karena kebutuhan tersebut mendasari perilaku seseorang. Jika seseorang dalam bekerja merasa kebutuhannya sudah terpenuhi maka akan menimbulkan kepuasan kerja dalam diri mereka. Untuk memperjelas gambaran ini dan pengertian mengenai kepuasan kerja maka penulis mengemukakan beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli : Menurut Mangkunegara(2007: 154) “Kepuasan kerja adalah evaluasi yang sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya, Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja kedisiplinan, dan prestasi kerja”. Menurut Rivai (2009:856) “Kepuasan kerja adalah evaluasi yang menggambarkan seseorang atas sikapnya senang ataupun tidak senang , puas ataupun tidak puas dalam bekerja”. Dari penjelasan diatas umumnya menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan bentuk perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Dengan demikian kepuasan kerja merupakan sesuatu yang penting untuk dimiliki oleh seseorang karyawan, dimana mereka dapat berinteraksi dengan lingkungan kerjanya sehingga pekerjaan dilaksanakan dengan baik dan tujuan perusahaan dapat tercapai. Rivai (2009: 862) membagi kepuasan kerja dalam tiga kelompok yaitu: a. Kepuasan kerja dalam pekerjaan Kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan denganmemperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati 19 kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting. b. Kepuasan kerja diluar pekerjaan Kepuasan kerja karyawan yang dinikmati di luar pekerjaan dengan besarnya balas jasa yang akan diterima dari hasil kerjanya, agar dapat membeli kebutuhan-kebutuhannya. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasannya di luar pekerjaan lebih mempersoalkan balas jasa daripada pelaksanaan tugas-tugasnya. c. Kepuasaan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan Kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya. Karyawan yang lebih menikmati kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan akan merasa puas jika hasil kerja dan balas jasanya dirasa adil dan layak. 2.4.2 Teori-teori Kepuasan Kerja Menurut Rivai (2009: 856) teori-teri tentang kepuasan kerja yaitu; 1. Discrepacy Theory Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi yang diinginkan, maka orang akan menjadi puas lagi, sehingga terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai. 2. Equity Theory Prinsip dari teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity dan inequity atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun ditempat lain. Menurut teori ini terdapat tiga elemen–elemen dari equity yaitu: input, outcomes, comparison person, dan 20 equity-inequty. Yang dimaksud dengan input ialah is anything of value that an employee perceives that he contributes to his job. Ini berarti input ialah segala sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan sebagai sumbangan terhadap pekrjaan. Dalam hal ini misalnya: education, experience, skills, amount of effort expected, number of hours worked, and personal toolsdan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan Outcomes ialah : “is anything of value that employeeperceives he obtains from the job’’. Ini berarti outcomes adalah sesuatu yang berharga, yang dirasakan karyawan sebagai hasil dari pekerjaannya seperti misalnya: pay, fringe, benefits, status symbols, recognition, opportunity for achievement or selfexpression. Sedangkan yang dimaksud dengan comparison person ialah kepada orang lain dengan siapa karyawan membandingkan rasio input outcomes yang dimilikinya. Comparison person ini bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama, atau ditempat lain, atau bisa pula dengan dirinya sendiri di waktu yang lampau (the comparison person may be someone in the same organization), someone in different organization,or even the person himself in a previous job). Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio inputoutcomes dirinya dengan rasio input-outcomes orang lain (comparison person). Bila perbandingan itu dianggap cukup adil (equity), maka ia akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tapi menguntungkan (over compensation in-equity), bisa menimbulkan kepuasan maupun tidak puas. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang dan merugikan (under compensation in-equity), akan timbul ketidakpuasan. 3. Two factor theory Prinsip dari teori ini ialah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja (job dissatisfaction) itu merupakan dua hal yang berbeda. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Herzberg. Ia membagi situasi yang 21 kondsisinya akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena bukan sumber kepuasan kerja. 2.4.3 Indikator-indikator Kepuasan kerja Menurut Rivai (2009: 860) tolak ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak ada karena setiap individu karyawan berbeda standar kepuasannya, Indikator kepuasan kerja hanya diukur dengan : 1. Isi pekerjaan, penampilan tugas yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan. 2. Organisasi 3. Kesempatan untuk maju 4. Gaji dan keuntungan dalam bidang keuangan (insentif) Menurut Mangkunegara (2007:167) indikator tingkat kepuasan dapat dilihat dari: 1. Tingkat perputaran karyawan Kepuasan kerja yang lebih rendah biasanya akan mengakibatkan perputaran karyawan lebih tinggi. Mereka lebih mudah meninggalkan perusahaan dan mencari kesempatan diperusahaan lain. 2. Tingkat absensi karyawan Para karyawan yang kurang mendapatkan kepuasan kerja cenderung lebih sering absen. 3. Umur karyawan Semakin umur karyawan, mereka cenderung lebih terpuaskan dengan pekerjaan-pekerjaan mereka. Para karyawan yang lebih muda cenderung kurang terpuaskan, karena berbagai penghargaan yang lebih tinggi, kurang penyesuaian, dan penyebab lainnya. 4. Jenjang karyawan Orang-orang dengan jenjang pekerjaan yang lebih tinggi cenderung lebih mendapatkan kepuasan kerja. Mereka biasanya memperoleh kompensasi lebih baik, kondisi kerja lebih nyaman, dan pekerjaan-pekerjaan mereka 22 memungkinkan penggunaan segala kemampuan yang mereka miliki, sehingga mereka mempunyai alasan-alasan untuk lebih terpuaskan. 5. Ukuran Organisasi Ukuran organisasi perusahaan cenderung mempunyai hubungan secara berlawanan dengan kepuasan kerja. Semakin besar organisasi, kepuasan kerja cenderung turun secara moderat kecuali manajemen mengambil tindakan koreksi. Tanpa tindakan koreksi organisasi besar akan menjauhkan karyawannya dalam berbagai proses seperti partisipasi, komunikasi dan koordinasi kurang lancar. 2.5 Hubungan Antara Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja Dalam menghadapi pekerjaan tertentu stres dapat meningkatkan performance (semangat kerja) seseorang. Hal tersebut dapat dimengerti. Kita semua dapat merasakan bahwa kita cenderung untuk melakukan yang terbaik jika diberi sedikit tekanan, dengan demikian kita merasa ada suatu tantangan untuk ditemui. Tetapi jika stres terus meningkat maka semangat kerja menurun. Higgins (dalam Umar, 1999, 266) mengatakan bahwa terdapat hubungan langsung antara stres dan kepuasan kerja karyawan. Bila karyawan tidak memiliki stres maka tantangan-tantangan kerja tidak ada dan akibatnya semangat kerja juga rendah. Makin tinggi stres karena tantangan kerja yang juga bertambah, maka akan mengakibatkan semangat kerja juga bertambah, tetapi jika stres sudah maksimal, tantangan-tantangan kerja jangan ditambah karena tidak akan lagi dapat meningkatkan semangat kerja, tetapi justru akan menurunkan semangat kerjanya. Dengan demikian bahwa stres di satu sisi dapat meningkatkan kepuasan kerja akan tetapi disisi lain dapat juga menurunkan kepuasan yang tentunya disesuaikan dengan pekerjaan yang dihadapinya, dan stres kerja memiliki hubungan dengan kepuasan kerja karyawan. 23 Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Rebele & E. Michaels (1990) menyatakan bahwa role stress dapat mengakibatkan menurunnya kualitas hasil kerja, rendahnya kepuasan kerja, rendahnya loyalitas pegawai pada organisasi, dan tingginya keinginan pekerja untuk meninggalkan pekerjaannya. Menurunnya kualitas hasil kerja dalam hal ini menurunnya kualitas audit itu berhubungan dengan adanya perilaku disfungsional audit. 2.6 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang mempunyai peran penting dalam suatu organisasi, karena dalam rangka pencapaian tujuan organisasi, faktor manusia memegang peranan yang paling dominan. Suatu perusahaan didirikan karena adanya tujuan tertentu yang telah ditetapkan atas persetujuan bersama. Tujuan tersebut harus dicapai dengan tingkat efektifitas dan efisiensi yang maksimal. Dalam mencapai kedua hal tersebut secara maksimal, salah satunya adalah dengan kemampuan dalam mengelola setiap variabel stres kerja yang ada. Sehingga stres haruslah benar-benar dapat diminimalisir agar tidak sampai mengganggu efektifitas dan efisiensi karyawan, yang juga dapat mempengaruhi produktivitas perusahaan. Untuk dapat meminimalisir tingkat stres kerja yang mempunyai dampak terhadap perusahaan, ada baiknya untuk mengetahui pengertian dari stres ini sendiri. Menurut Spielberger, yang dikutip oleh Handoyo (2001;63), mengemukakan bahwa: “Stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang”. Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun pada taraf tertentu, pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan 24 pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Karena dalam suatu perusahaan, setiap karyawan membawa tingkat pengendalian stres dan juga beragam stres yang berbeda-beda kedalam situasi pekerjaan mereka, maka hal tersebut dapat mempengaruhi perilaku dalam aktifitas kerja mereka masing-masing. Karena biasanya stres akan menunjukan perubahan perilaku. Dimana perubahan perilaku terjadi dalam diri manusia sebagai usaha mengatasi stres. Kerangka konseptual dibentuk atas dasar sintesis dari teori Davis dan Newstrom (dalam Margiati, 1999;73-75) yang mengemukakan bahwa: “Adanya beberapa karakteristik pekerjaan dan lingkungan kerja yang mengandung situasi stres antara lain adalah tugas/beban kerja yang terlalu banyak, supervisor yang kurang pandai, terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan, kurang mendapat tanggungjawab yang memadai, ambiguitas peran, perbedaan nilai dengan perusahaan, frustasi, perubahan tipe pekerjaan dan konflik peran. Semua faktor tersebut dapat menimbulkan stres kerja”. Manusia dalam hidup mempunyai kebutuhan mendasar yang tidak mungkin tidak dapat dihilangkan, karena kebutuhan tersebut mendasari perilaku seseorang. Jika seseorang dalam bekerja merasa kebutuhannya sudah terpenuhi, akan menimbulkan kepuasan kerja dalam diri seseorang (karyawan). Dengan kata lain kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya yang nampak pada sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapinya dalam lingkunga kerja. Menurut Handoko (2000: 193) bahwa: “Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka” Kepuasan kerja mempunyai banyak dimensi. Secara umum tahap yang diamati adalah kepuasan dalam pekerjaan itu sendiri, gaji, pengakuan, hubungan antara supervisor dengan tenaga kerja , dan kesempatan untuk maju. Karyawan memiliki dampak yang penting dalam meningkatkan produktivitas kerja. Hal ini memberikan dampak yang menguntungkan perusahaan dan juga bagi karyawan. Kepuasan kerja dapat mempengaruhi hidup seseorang secara keseluruhan. 25 Manajemen (dalam hal ini manajemen persoanlia) harus senantiasa memonitor kepuasan kerja karywannya. Kepuasan kerja dari setiap karyawan bersifat relatif. Karena tingkat-tingkat kepuasan kerja sifatnya relatif, maka untuk mengukur kepuasan kerja tersebut penulis menggunakan teori Luthans (1992:121): “There are a number of factor that influence job satisfaction the major are can summerized by recalling that demensions identified earlier : pay, work it self, Promotions, supervision, and working condition.’’ Yang dapat diartikan sebagai berikut ; “Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dimana faktor-faktor yang utama dapat diidentifikasikan sebagai berikut:“Gaji, pekerjaan itu sendiri , promosi, pengawasan, dan kondisi bekerja.” Faktor-faktor diatas merupakan suatu dimensi variabel kepuasan kerja yang dapat menghasilkan perasaan pua secara keseluruhan dengan pekerjaan itu sendiri, namun pekerjaan juga mempunyai definisi yang berbeda bagi orang lain. Berdasarkan gambar kerangka pemikiran, dapat dijelaskan bahwa stres kerja membentuk dan secara langsung mempengaruhi motivasi kerja. Dari kerangka pemikiran di atas, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut : “Jika stres kerja dikelola dengan baik, maka akan meningkatkan kepuasan kerja”.