Efektivitas Komunikasi Klinik Agribisnis ada Prima

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Efektivitas Komunikasi
Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran
atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan).
Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini dan lain-lain yang muncul dari
benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian keberanian, kegairahan dan
sebagainya yang timbul dari lubuk hati (Effendy 2000). Selanjutnya Berlo (1960)
mengemukakan bahwa kejelasan proses komunikasi akan sangat tergantung
kepada kondisi dari keempat unsur-unsur komunikasi yaitu (1) sumber, (2) pesan,
(3) saluran dan (4) penerima.
Proses penyampaian pesan melibatkan lebih dari sekedar kata-kata yang
digunakan dalam percakapan tetapi juga ekspresi wajah, intonasi dan sebagainya.
Penyampaian pesan yang efektif memerlukan tidak hanya transmisi data tetapi
cara seseorang mengirim dan menerima berita sangat bergantung pada
keterampilan tertentu (membaca, menulis, mendengar, berbicara dan lain-lain).
Tubbs dan Moss (2005) menjelaskan bahwa salah satu pertimbangan untuk
mengukur efektivitas komunikasi ialah pemahaman khalayak pada pesan
komunikasi atau sampai sejauh mana keakuratan penerimaan isi stimulus sesuai
dengan yang dikehendaki oleh pengirim pesan.
Rogers (2003) menjelaskan proses komunikasi sebagai suatu proses
pertukaran informasi secara terus-menerus dimana informasi merupakan
akumulasi dari informasi-informasi sebelumnya yang akhirnya akan menimbulkan
kesamaan pengertian di antara partisipan. Sementara Littlejohn (2001)
memberikan definisi komunikasi sebagai suatu proses yang membuat adanya
kesamaan bagi dua individu atau lebih yang semula dimonopoli oleh satu atau
beberapa individu saja. Komunikasi adalah suatu proses yang dalam proses itu
beberapa partisipan bertukar tanda-tanda informasi dalam suatu waktu (Gonzales
dalam Jahi 1988). Konsep komunikasi ini menjelaskan bahwa proses komunikasi
sebenarnya merupakan proses pertukaran informasi (sharing of information) di
antara para partisipan.
Inovasi adalah pesan dalam komunikasi pembangunan. Rogers dan
Shoemaker (1995) mengartikan inovasi sebagai praktek, ide atau objek yang
dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh seseorang (individu). Selanjutnya
Lionberger dan Gwin (1982) mengartikan inovasi tidak sekedar sebagai sesuatu
yang baru yang dirasakan oleh seseorang saja tetapi lebih luas yakni sesuatu yang
baru menurut lokalit tertentu. Pengertian baru di sini mengandung makna bukan
sekedar baru diketahui dalam arti pikiran (cognitive) akan tetapi juga baru karena
belum dapat diterima secara luas dalam artian sikap (attitude) dan juga baru dalam
artian diputuskan untuk dilaksanakan atau digunakan. Pengertian inovasi tidak
hanya terbatas pada pengertian benda atau barang hasil produksi tetapi mencakup
ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi dan perilaku atau gerakan-gerakan
menuju kepada proses perubahan di dalam kehidupan masyarakat. Pengertian
tentang inovasi dapat semakin diperluas menjadi suatu ide, perilaku, produk,
informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima dan
digunakan atau dilaksanakan oleh sekelompok warga masyarakat dalam suatu
lokalitas tertentu untuk melaksanakan perubahan-perubahan di bidang ekonomi,
politik dan sosial budaya demi selalu tercapainya perbaikan mutu hidup seluruh
warga masyarakat yang bersangkutan.
Komunikasi yang diharapkan terjadi adalah komunikasi yang efektif.
Komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan dimaksudkan
oleh pengirim atau sumber berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan
dipahami oleh penerima. Semakin besar kaitan antara yang dimaksud oleh
komunikator dapat direspons oleh komunikan semakin efektif komunikasi.
Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian
dicapainya keberhasilan dalam mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.
Komarudin (1983) mengemukakan bahwa efektif adalah suatu keadaan yang
menunjukkan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan lebih dulu. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Suwanda
(2008) setelah menerapkan teknologi yang dianjurkan petani responden di Desa
Citarik Kabupaten Karawang pendapatannya meningkat di atas income per kapita
Kabupaten Karawang.
Berlo (1960) mengemukakan bahwa komunikasi akan berjalan efektif
apabila ketepatan (fidelity) dapat ditingkatkan dan gangguan (noise) dapat
diperkecil. Sejalan dengan hal tersebut Rakhmat (2007) mengemukakan bahwa
15
komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang
dimaksudkan oleh pengirim atau sumber berkaitan erat dengan rangsangan yang
ditangkap dan dipahami oleh penerima. Pemahaman diartikan sebagai penerimaan
yang cermat atas kandungan rangsangan seperti yang dimaksudkan oleh pengirim
pesan. Penelitian Rahmani (2006) menunjukkan bahwa karakteristik individu
berhubungan nyata dengan efektivitas komunikasi terutama pada aspek afektif dan
konatif.
Gonzales (Jahi 1988) menjelaskan bahwa ada tiga dimensi efek
komunikasi yaitu (1) efek kognitif, (2) efek afektif dan (3) efek konatif. Efek
kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuan. Efek
afektif berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap sedangkan efek konatif
berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu menurut cara
tertentu. Rakhmat (2007) mengemukakan efek kognitif terjadi bila ada perubahan
pada apa yang diketahui, dipahami atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan
dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi. Efek
afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci
khalayak. Efek ini berhubungan dengan emosi, sikap atau nilai. Efek behavioral
merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati yang meliputi pola-pola tindakan,
kegiatan atau kebiasaan berperilaku.
Pemahaman akan suatu informasi yang disampaikan dalam Prima Tani
kepada petani sangatlah penting karena pemahaman dalam komunikasi erat
kaitannya dengan pesan yang disampaikan. Proses komunikasi mengharapkan
munculnya pemahaman antara sumber informasi dan penerima dari pesan yang
disampaikan baik dalam komunikasi secara interpersonal maupun bermedia.
Tubbs dan Moss (2005) menjelaskan bahwa komunikasi yang efektif
paling tidak menimbulkan lima hal yaitu pengertian, kesenangan, pengaruh pada
sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan. Adapun masing-masing
komponen tersebut dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut:
1 Pengertian
Pengertian artinya penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang
dimaksud oleh komunikator. Perlu dihindari kegagalan dalam menerima isi
pesan.
16
2 Kesenangan
Tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan
membentuk pengertian. Di sini dikenal adanya komunikasi phatic ”saya
oke-kamu oke,”dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan. Komunikasi
inilah yang menjadikan hubungan hangat, akrab dan menyenangkan.
3 Pengaruh pada Sikap
Komunikasi yang paling sering dilakukan adalah komunikasi untuk
mempengaruhi orang lain. Komunikasi persuasif memerlukan pemahaman
tentang faktor-faktor pada diri komunikator dan pesan yang menimbulkan efek
komunikasi. Persuasi didefinisikan ”proses mempengaruhi pendapat, sikap
dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga
orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri.”
4 Hubungan yang Makin Baik
Komunikasi juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik.
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Manusia
berhubungan dengan orang lain secara positif. Supaya manusia tetap hidup
secara sosial maka dia harus terampil dalam memahami faktor-faktor yang
mempengaruhi efektivitas komunikasi khususnya komunikasi interpersonal.
5 Tindakan
Tindakan adalah hasil kumulatif seluruh proses komunikasi. Komunikasi yang
bersifat persuasif juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dikehendaki.
Komunikasi untuk menimbulkan pengertian memang sukar tetapi lebih sukar
lagi mempengaruhi sikap dan jauh lebih sukar lagi mendorong orang
bertindak. Efektivitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang
dilakukan komunikan. Menimbulkan tindakan nyata memang indikator
efektivitas yang paling penting. Tindakan timbul berarti harus berhasil lebih
dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap atau
menumbuhkan hubungan yang baik.
Komunikasi yang terjadi pada Klinik Agribisnis terkait dengan
komunikasi organisasi. Katz dan Kahm (Muhammad 2004) mengemukakan
bahwa komunikasi organisasi adalah arus informasi, pertukaran informasi dan
pemindahan arti dalam suatu organisasi. Selanjutnya Goldhaber (Muhammad
17
2004) menjelaskan bahwa komunikasi organisasi merupakan proses menciptakan
dan saling tukar-menukar pesan dalam satu jaringan, hubungan yang saling
bergantung
satu
sama
lain
untuk
mengatasi
lingkungan
kesenangan,
mempengaruhi sikap, memperbaiki hubungan dan tindakan. Komunikasi
organisasi menurut Kasim (1993) merupakan proses internal organisasi.
Efektivitas komunikasi bergantung pada sampai seberapa jauh kelengkapan
atau ketepatan waktu informasi yang ditransmisikan tersebut. Komunikasi bagi
suatu
organisasi
merupakan
proses
komunikasi
diperlukan
untuk
perencanaan,
pengawasan,
kooordinasi,
pembuatan
keputusan
dan
yang sangat
tercapainya
penting
karena
efektivitas kepemimpinan,
pelatihan,
pengelolaan konflik,
sebagainya. Kegiatan komunikasi biasanya
mempunyai beberapa tujuan. Tujuan berkomunikasi dalam organisasi antara lain
(1) memberi tahu si penerima tentang suatu hal, (2) mempengaruhi sikap si
penerima, (3) memberi dukungan psikologis kepada si penerima dan
(4) mempengaruhi perilaku si penerima.
Efektivitas
komunikasi
keorganisasian
dapat
diukur dari beberapa
aspek, yaitu (1) derajat ketelitian dan relevansi informasi yang ditransmisikan,
(2) derajat efisiensi jaringan komunikasi yang dipakai dan (3) derajat kepuasan
anggota organisasi. Steers (1977) dalam Kasim (1993) mengidentifikasi lima
macam hambatan yang dapat mengurangi efektivitas komunikasi keorganisasian,
yaitu:
1 Adanya distorsi terhadap pesan yang disalurkan dalam komunikasi karena
perbedaan kerangka berpikir pengirim dan atau penerima informasi,
penggunaan bahasa yang tidak tepat, kesalahan menafsirkan pesan yang
diterima, pemadatan informasi untuk memungkinkan transmisi dan adanya
jarak sosial dan hambatan status antara pengirim dan penerima.
2 Adanya bagian informasi yang dihilangkan baik secara sadar maupun tidak
sadar oleh pengirim pesan atau karena si pengirim pesan tidak mampu
mengirim seluruh pesan sehingga pesan yang dikirim menjadi tidak lengkap.
3 Volume data dan informasi yang ditransmisikan atau yang diterima oleh
penerima dalam komunikasi adalah terlalu banyak (overloaded). Hal semacam
ini sering disebabkan karena bawahan tidak mampu menyaring informasi
18
yang diserahkan kepada atasan. Akibatnya, manajer terpaksa menghabiskan
banyak waktu untuk mensortir data dan informasi tersebut sehingga bisa gagal
mengambil tindakan tepat pada waktunya.
4 Penyampaian pesan yang tidak tepat waktu sehingga mengurangi manfaatnya.
Pesan yang telah diterima tidak dapat dipakai bagi kepentingan pelaksanaan
tugas. Sebaliknya, pesan yang diterima jauh sebelum tugas dilaksanakan akan
mengurangi perhatian terhadap pesan tersebut. Faktor ketepatan waktu
(timelineless) ini sangat penting dalam komunikasi keorganisasian.
5 Faktor penerimaan (acceptance) oleh penerima terhadap pesan yang
disampaikan. Penerima pesan menerima atau menolak pesan yang
disampaikan kepadanya.
Hasil penelitian Anas (2003) menunjukkan bahwa komunikasi yang terjadi
dalam pelaksanaan Program PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir)
di Cilincing dan Kepulauan Seribu berjalan efektif dicirikan oleh pesan yang
disampaikan pendamping sebagai komunikator diterima dan dilaksanakan oleh
nelayan selaku komunikan. Selanjutnya penelitian Djunaedi (2003) menunjukkan
bahwa Program Imbal Swadaya berjalan efektif karena adanya penilaian-penilaian
positif terhadap keberadaan program tersebut, dimana 60% responden
menyatakan
setuju
dengan
keberadaan
program karena
sesuai
dengan
permasalahan yang dihadapi masyarakat dan sebanyak 87,6% menyatakan bahwa
Program Imbal Swadaya sangat bermanfaat bagi mereka.
Penelitian terkait dengan efektivitas komunikasi Klinik Agribisnis pada
Prima Tani dibatasi pada aspek pesan dan penerima. Masing-masing komponen
tersebut diuraikan sebagai berikut:
1 Aspek Pesan
Fungsi pesan dalam organisasi sangat penting. Setiap pesan yang dikirim
dalam suatu organisasi mempunyai alasan tertentu mengapa dikirimkan dan
diterima oleh orang tertentu. Thayer (Muhammad 2004) mengemukakan bahwa
fungsi pesan dalam organisasi adalah untuk memberi informasi, membujuk,
memerintah, memberi instruksi dan mengintegrasikan organisasi. Hal ini
didukung juga oleh pendapat Berlo (1960) dan Muhammad (2004) yang
menyebutkan fungsi utama dari pesan dalam organisasi adalah untuk produksi
19
atau agar tugas-tugas dalam organisasi dilakukan, untuk inovasi atau untuk
menyelidiki alternatif dari tingkah laku yang baru bagi organisasi dan untuk
pemeliharaan atau untuk menjaga sistem dan komponennya tetap berjalan lancar.
Selanjutnya Greenbaumn (Muhammad 2004) mengemukakan bahwa fungsi pesan
adalah untuk mengatur, melakukan pembaruan, integrasi, memberikan informasi
dan instruksi.
Selanjutnya Schramm (Effendy 1981) menyatakan bahwa terdapat empat
syarat pesan yang harus dipenuhi agar komunikasi menjadi efektif yaitu
(1) pesan harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan perhatian,
(2) pesan harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga mencakup pengertian yang
sama dan lambang-lambang yang dimengerti, (3) pesan harus dapat menimbulkan
kebutuhan pribadi dan menyarankan bagaimana kebutuhan itu dapat dipenuhi dan
(4) pesan harus sesuai dengan situasi penerima.
Terkait dengan Klinik Agribisnis penetapan materi (pesan yang akan
disampaikan) pada Klinik Agribisnis disesuaikan dengan hasil identifikasi
permasalahan yang ada di lapangan dan disesuaikan dengan kebutuhan mencakup
kegiatan keseluruhan proses agribisnis dari hulu (on-farm) sampai hilir (off-farm).
Penetapan
prioritas
masalah
dilakukan
secara
bersama-sama
kemudian
menentukan potensi dan peluang pengembangannya yang disesuaikan dengan
situasi dan kondisi setempat.
2 Aspek Penerima
Effendy (2000) menjelaskan bahwa komunikan akan menerima sebuah
pesan
hanya
jika
terdapat
kondisi
pada
komunikan
secara
simultan:
(1) komunikan dapat benar-benar mengerti pesan komunikasi, (2) pada saat
mengambil keputusan ia sadar keputusannya itu sesuai dengan tujuannya, (3) pada
saat ia mengambil keputusan ia sadar bahwa keputusannya itu bersangkutan
dengan kepentingan pribadinya dan (4) mampu untuk menepatinya baik secara
mental maupun secara fisik.
Selain itu juga ada fakta fundamental yang harus diingat oleh komunikator
dalam memperhatikan penerima (komunikan) yaitu (1) bahwa komunikan terdiri
dari orang orang yang hidup, bekerja dan bermain satu sama lainnya dalam
jaringan lembaga sosial, (2) bahwa komunikan membaca, mendengarkan dan
20
menonton komunikasi yang menyajikan pandangan hubungan pribadi yang
mendalam dan (3) bahwa tanggapan yang diinginkan harus menguntungkan bagi
komunikan kalau tidak ia tidak akan memberikan tanggapan.
Berdasarkan pada uraian sebelumnya maka efektivitas komunikasi
Kinik Agribisnis dalam Prima Tani dapat dilihat dari relevansi informasi
yang ditransmisikan (disebarluaskan) artinya informasi yang tersedia pada
Klinik Agribisnis sesuai dengan kebutuhan dan dapat membantu memecahkan
masalah teknis yang dihadapi petani dalam menjalankan usahataninya. Selain
itu tercapainya kepuasan
anggota yang dapat ditunjukkan dengan
informasi
yang mereka terima dapat menambah wawasan dalam
memecahkan masalah teknis usahatani dan akhirnya diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan yang mereka peroleh dengan melaksanakan inovasi
teknologi yang dianjurkan. Pelaksanaannya dengan melakukan pengamatan
terhadap aktivitas komunikasi petani dalam memanfaatkan informasi yang
tersedia di Klinik Agribisnis.
Program Prima Tani Kabupaten Bogor
Memasuki awal tahun 1993 paradigma pembangunan pertanian di
Indonesia mengalami pergeseran dari pendekatan peningkatan produksi ke arah
pendapatan dan kesejahteraan keluarga petani (agribisnis). BPTP Jawa Barat
merupakan Unit Pelaksana Teknis Badan Litbang Pertanian yang mempunyai misi
menemukan atau menciptakan inovasi pertanian (teknologi, kelembagaan dan
kebijakan) maju dan strategis, mengadaptasikannya menjadi tepat guna spesifik
pemakai dan lokasi serta menginformasikan dan menyediakan materi dasarnya.
Salah satu program yang dijalankannya adalah Prima Tani (Program Rintisan dan
Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian).
Pelaksanaan program-program pembangunan memerlukan aktivitas atau
proses komunikasi. Komunikasi yang terjadi dapat dikatakan sebagai komunikasi
pembangunan. Komunikasi pembangunan merupakan suatu proses komunikasi
yang memiliki karakteristik yaitu (1) menyampaikan atau menginformasikan
kepada masyarakat tentang adanya kegiatan pembangunan yang sedang
diupayakan oleh pemerintah, (2) menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang
adanya kegiatan pembangunan bagi perbaikan mutu hidup atau peningkatan
21
kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat, (3) menumbuhkan kesadaran dan
menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan yang
sedang diupayakan pemerintah, (4) mengajak dan mendidik masyarakat untuk
berperilaku dan menerapkan ide-ide serta teknologi yang sudah terpilih guna
tercapainya
tujuan-tujuan
pembangunan
yang
telah
ditetapkan
serta
(5) memelihara partisipasi masyarakat tersebut secara berkelanjutan demi
perbaikan mutu hidup yang lebih baik di masa mendatang (Mardikanto 1988).
Prima Tani merupakan salah satu upaya untuk mempercepat sampainya
informasi dan adopsi inovasi teknologi di tingkat petani. Secara operasional
mengaitkan antara penelitian dan penyuluhan bukan semata-mata hanya
penyuluhan yang diberikan (BPTP Jawa Barat 2007).
Penerimaan perubahan-perubahan oleh suatu
masyarakat
menurut
Wiriaatmadja (1982) dapat dipercepat secara teratur (akselerasi) dengan cara:
(1) Peniruan (imitation) secara sengaja atau aktif karena pengaruh demonstratif
(demonstrative effect) yang disebabkan oleh adanya hubungan sosial.
(2) Pendidikan (education), yaitu usaha mengadakan perubahan perilaku manusia
secara teratur sejak lahir sampai mati. Pendidikan dianggap sebagai kewajiban
setiap generasi untuk menjadikan angkatan kemudiannya lebih sempurna.
(3) Pembujukan (persuasion), yaitu usaha merubah perilaku dengan janji imbalan
jasa atau dengan pemberian bantuan. Perubahan akan lebih cepat terjadinya
tetapi akan cepat pula kembali kepada keadaan asalnya bila bantuan tadi
dihentikan.
(4) Propaganda, yaitu usaha merubah perilaku orang dengan mempengaruhi
emosinya sehingga orang tersebut akan memihak kepada orang atau golongan
pengusaha propaganda itu.
(5) Perintah (instruction), yaitu usaha mengatur perilaku orang lain berdasarkan
kelebihan wewenang dari orang yang memerintah (pemerintah, atasan, guru,
orang tua dan lain-lain). Sifatnya hanya satu arah dari atas ke bawah dan
biasanya ada sanksi.
(6) Paksaan (coercion), yaitu usaha mengatur perilaku orang lain berdasar
kekuasaan yang dipunyai orang yang memaksa dan ada terkandung ancaman
badan.
22
Prima Tani pada dasarnya merupakan langkah inisiasi untuk mengatasi
masalah kelambanan dalam penyampaian dan penerapan inovasi teknologi
pertanian secara luas oleh pelaku agribisnis yang dilaksanakan oleh Badan
Litbang Pertanian. Sebagai langkah inisiasi maka dikembangkan model AIP
diserahkan kepada masyarakat dan pemerintah daerah setempat (Irawan 2004).
Prima Tani diimplementasikan secara partisipatif dalam suatu desa atau
laboratorium
(1)
agribisnis
agroekosistem,
(2)
dengan
agribisnis,
menggunakan
(3)
lima
wilayah,
(4)
pendekatan
kelembagaan
yaitu
dan
(5) pemberdayaan masyarakat. Penggunaan pendekatan agroekosistem berarti
Prima Tani diimplementasikan dengan memperhatikan kesesuaian dengan kondisi
bio-fisik lokasi yang meliputi aspek sumber daya lahan, air, wilayah komoditas
dan komoditas dominan. Pendekatan agribisnis berarti dalam implementasi Prima
Tani memperhatikan struktur dan keterkaitan subsistem penyediaan input,
usahatani, pascapanen, pemasaran dan penunjang dalam satu sistem. Pendekatan
wilayah berarti optimasi penggunaan lahan untuk pertanian dalam satu kawasan
(desa atau kecamatan). Salah satu komoditas pertanian dapat menjadi perhatian
utama sedangkan beberapa komoditas lainnya sebagai pendukung terutama dalam
kaitannya dengan upaya untuk mengatasi resiko ekonomi akibat fluktuasi harga.
Pendekatan
kelembagaan
berarti
pelaksanaan
Prima
Tani
tidak
hanya
memperhatikan keberadaan dan fungsi suatu organisasi ekonomi atau individu
yang berkaitan dengan input dan output tetapi juga mencakup modal sosial, norma
dan aturan yang berlaku di lokasi Prima Tani. Pendekatan pemberdayaan
masyarakat menekankan perlunya penumbuhan kemandirian petani dalam
memanfaatkan potensi sumber daya pedesaan. Resultan dari kelima pendekatan di
atas adalah terciptanya suatu model pengembangan pertanian dan pedesaan dalam
bentuk unit Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) dan Sistem Usahatani
Intensifikasi dan Diversifikasi (SUID) di lokasi Prima Tani yang berkelangsungan
(Badan Litbang Pertanian 2004). Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) dan Sistem
Usahatani Intensifikasi dan Diversifikasi (SUID) ini adalah representasi industri
pertanian dan usahatani berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi di suatu
kawasan pengembangan. Kawasan ini mencerminkan pengembangan agribisnis
lengkap dan padu-padan antar subsistem yang berbasis agroekosistem dan
23
mempunyai kandungan teknologi dan kelembagaan lokal yang diperlukan.
Pertanian yang berwawasan agribisnis diharapkan mampu meningkatkan
produktivitas serta pendapatan dan kesejahteraan petani sekaligus memantapkan
swasembada beras dan meningkatkan efisiensi (Hutagalung 1996).
Soekartawi (2005) dan Mardikanto (1993) menjelaskan bahwa penyuluhan
pertanian adalah sistem pendidikan di luar sekolah (nonformal) yang diberikan
kepada petani dan keluarganya dengan maksud agar mereka mampu, sanggup dan
berswadaya memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraan keluarganya sendiri
atau bila dimungkinkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
sekelilingnya. Penyebaran informasi mengenai inovasi teknologi pertanian dari
sumber ke petani mutlak diperlukan agar tercapainya kondisi sesuai yang
diharapkan. Penyebaran informasi dalam penyuluhan pertanian menurut
Mardikanto (1993) mencakup penyebaran informasi yang berlangsung antar
penentu kebijakan, antar peneliti, antar penyuluh, antar petani maupun antar
pihak-pihak yang berkedudukan setingkat dalam proses pembangunan pertanian.
Proses diseminasi teknologi inovatif telah dilakukan dengan berbagai
macam
pelatihan,
penyuluhan,
percontohan,
demonstrasi
lapang
dan
memanfaatkan berbagai media komunikasi untuk menyebarluaskan informasi
inovasi pertanian serta pendampingan mulai perencanaan hingga evaluasi yang
dilakukan oleh BPTP dan penyuluh dari dinas atau instansi terkait. Teknologi
inovatif yang disebarluaskan antara lain pengelolaan air, pengelolaan pekarangan,
pembuatan pupuk, usahatani seperti penggunaan varietas unggul, teknis budidaya
dan pasca panen, usahatani ternak dan ikan serta administrasi dan keuangan serta
penataan kelembagaan yang dilakukan secara partisipatif
(BPTP Jawa Barat
2007).
Setelah melihat keberhasilan rintisan Prima Tani di Kabupaten Karawang
dan Kabupaten Garut yang dilaksanakan sejak tahun 2005 maka sejak tahun 2007
pelaksanaan Prima Tani Jawa Barat diperbanyak dan tersebar termasuk Kabupaten
Bogor. Selain lokasi, komoditas yang dikembangkan pun ditetapkan bersama
berdasarkan potensi titik ungkit pengembangan suatu komoditas yang apabila
dikembangkan secara agribisnis dapat mendorong kemajuan usahatani dan
kesejahteraan masyarakat setempat (BPTP Jawa Barat 2007).
24
Keragaan yang dapat dilihat di lokasi AIP di antaranya (1) sebagian besar
produk yang dihasilkan memenuhi kebutuhan mutu termasuk konsistensinya dan
dalam jumlah cukup, (2) sebagian besar petani mengadopsi teknologi yang
diimplementasikan, (3) munculnya beberapa petani progresif sebagai agen
pembaharu pertanian, (4) sebagian besar petani menikmati nilai tambah secara
proporsional, (5) sebagian besar petani berkembang usahanya yang dapat dilihat
dari kemampuan memupuk modal untuk pembiayaan operasional, tabungan dan
investasi, (6) sebagian besar petani mempunyai kemampuan untuk mengatasi
masalah fluktuasi harga hasil usahataninya dan (7) hasil pertanian mempunyai
daya saing tinggi di pasar lokal maupun internasional (Irawan 2004).
Selanjutnya Irawan (2004) mengemukakan bahwa AIP merupakan model
inovasi agribisnis yang digunakan dalam Prima Tani dengan karakteristik utama
yaitu (1)
lengkap secara fungsional,
yaitu seluruh fungsi yang diperlukan dalam
menghasilkan, mengolah dan memasarkan produk pertanian hingga ke konsumen
akhir dapat dipenuhi, (2)
satu kesatuan tindak,
yaitu seluruh komponen atau anggota
melaksanakan fungsinya secara harmonis dan dalam satu kesatuan tindak,
(3)
ikatan langsung secara institusional dan (4) hubungan
di antara seluruh komponen atau
anggota terjalin langsung melalui ikatan institusional (nonpasar).
Strategi pengembangan di tingkat petani atau pembangunan di sektor
pertanian secara luas dapat dilakukan melalui penerapan sistem dan usaha
agribisnis yang mampu mengembangkan usaha pertanian yang komersial serta
berorientasi pasar, mampu meningkatkan dan memperluas penganekaragaman
hasil pertanian. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara perbaikan teknologi di
tingkat petani tanpa harus menghilangkan atau meninggalkan teknologi yang biasa
dilakukan oleh petani. Salah satu upayanya adalah dengan pelaksanaan Prima
Tani yang didukung oleh semua unsur yang terlibat di dalamnya (BPTP Jawa
Barat 2007).
Klinik Agribisnis
Makna secara harfiah ”agribisnis” adalah kegiatan bertani yang sudah
dipandang sebagai sebuah kegiatan bisnis tidak lagi hanya sekedar untuk
memenuhi kebutuhan hidup sendiri (Syahyuti 2006). Agribisnis mencakup seluruh
aktivitas
yang terdiri dari produksi, penyimpanan (storage), distribusi dan
25
processing bahan dasar dari usahatani, suplai input dan penyediaan pelayanan
penyuluhan, penelitian memiliki nilai tambah yang besar dan tujuan pasar yang
lebih luas dan kebijakan lain. Agribisnis dan pengembangan sistem agribisnis
diyakini sebagai pendekatan yang paling tepat untuk pembangunan ekonomi di
Indonesia.
Selanjutnya Syahyuti (2006) menjelaskan bahwa strategi pembangunan
pertanian dengan menerapkan konsep agribisnis sesunggguhnya terdiri dari tiga
tahap
perkembangan
yang
seharusnya
terjadi
secara
berurutan
yaitu
(1) agribisnis berbasis sumber daya yang digerakkan oleh kelimpahan sumber
daya sebagai faktor produksi (factor-driven) dan berbentuk ekstensifikasi
agribisnis dengan dominasi komoditas primer, (2) agribisnis berbasis investasi
(investment-driven) melalui percepatan industri pengolahan dan industri hulu
serta peningkatan sumber daya manusia serta (3) agribisnis berbasis inovasi
(innovation-driven) dengan kemajuan teknologi. Tahapan ini menunjukkan
komoditas yang diproduksi adalah hasil dari penerapan ilmu pengetahuan yang
tinggi dan tenaga kerja terdidik.
Prima Tani pada dasarnya merupakan perpaduan dari dua sistem yaitu
sistem inovasi teknologi pertanian dan sistem agribisnis. Paduan antara kedua
sistem ini dirajut dalam simpul elemen lembaga yang disebut Klinik Agribisnis
yang dikelola oleh BPTP dan melibatkan para penyuluh, peneliti, dinas pertanian
daerah dan swasta sebagai produsen sarana produksi pertanian. Pembentukan
lembaga Klinik Agribisnis dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan informasi
teknologi pertanian, informasi pasar dan informasi permodalan. Lembaga ini
merupakan organisasi dengan anggota para penyuluh, peneliti BPTP dan petugas
dinas terkait serta petani yang berada di lokasi pelaksanaan Prima Tani (petani
target atau sasaran). Klinik Agribisnis didukung pula oleh Pusat Penelitian dan
Balai Penelitian di lingkup Departemen Pertanian yang berperan sebagai pemasok
inovasi teknologi pertanian. Operasionalnya lembaga ini dapat pula melibatkan
perusahaan swasta produsen sarana produksi pertanian (Irawan 2004).
Tiga fungsi utama dari Klinik Agribisnis yaitu (1) membantu pengguna
agribisnis
dalam
mengatasi
masalah
teknis
dan
manajemen
usaha,
(2) menyediakan informasi yang berkaitan dengan teknologi siap guna, pasar
26
komoditas dan permodalan serta (3) sebagai media umpan balik bagi
pengembangan teknologi pertanian yang sesuai dengan kebutuhan pengguna
teknologi (BPTP Jawa Barat 2007).
Arah kegiatan Klinik Agribisnis ditujukan untuk (1) permasalahan yang
ada di lapangan, (2) memanfaatkan dan mengembangkan potensi dan peluang
yang tersedia, (3) memperbaiki teknologi yang telah ada di petani dengan inovasi
teknologi sesuai kebutuhan lapangan dan (4) meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan petani dalam mengelola usaha pertaniannya. Pelaksanaannya setiap
langkah kegiatan dilakukan secara terpadu dengan melibatkan masyarakat (petani)
setempat dan instansi terkait (BPTP Jawa Barat 2007).
Klinik Agribisnis merupakan tempat penyuluh, peneliti dan petugas dinas
terkait dalam memberikan pelayanan terpadu kepada pelaku agribisnis. Klinik
Agribisnis terkait secara langsung dan tak langsung dengan lembaga inovasi milik
pemerintah yang menghasilkan teknologi dasar (universitas), teknologi terapan
(Pusat Penelitian atau Balai Penelitian), teknologi matang yang bersifat spesifik
lokasi dan pengguna (BPTP) dan produsen teknologi komersial (produsen benih
varietas unggul, industri pupuk dan pestisida serta industri rancang bangun alat
dan mesin pertanian) (BPTP Jawa Barat 2007).
Klinik Agribisnis dapat menjadi wadah untuk menampung permasalahan
dan ketersediaan inovasi teknologi pertanian yang dibutuhkan oleh pelaku
usahatani atau pelaku agribisnis.
Inovasi teknologi pertanian tersebut berupa
teknologi produksi, panen dan pascapanen, sosial kelembagaan sampai
pemasaran. Peran Klinik Agribisnis lebih mendekatkan sumber-sumber teknologi
pertanian kepada khalayak pengguna, khususnya petani dan sekaligus menjadi
wahana mendapatkan umpan balik untuk penyempurnaan penyelenggaraan
penelitian, pengkajian dan diseminasi inovasi teknologi pertanian (BPTP
Jawa Barat 2007). Hal ini didukung oleh penelitian Sapari (2008) yang
menunjukkan bahwa keberadaan Klinik Agribisnis di lokasi pelaksanaan Prima
Tani sangat menguntungkan sebagai wadah interaksi antara sumber informasi
dengan pengguna.
Pelayanan informasi melalui klinik agribisnis dilakukan dengan tiga
kegiatan utama adalah (1) penyebaran informasi baik secara tertulis maupun lisan,
27
(2) pemberian jasa konsultasi usahatani dan (3) pelayanan pemecahan masalah
usahatani di lapangan. Materi dirancang dan disusun dengan rinci serta
disesuaikan dengan kebutuhan petani disajikan dengan menggunakan multimedia
dan multimetoda. Klinik Agribisnis dibangun secara swadaya agar masyarakat
merasa memiliki. Tenaga pengelola Klinik Agribisnis adalah berasal dari
masyarakat di sekitar lokasi dan pembentukannya melibatkan BPTP, dinas terkait,
pemda setempat, petani dan pelaku agribisnis lainnya (BPTP Jawa Barat 2007).
Adapun konsep lembaga terkait dengan pengertian: Pertama, kelembagaan
sebagai suatu aturan main (rule of the game) dalam interaksi interpersonal. Terkait
dengan informasi inovasi teknologi pertanian maka kelembagaan dalam Klinik
Agribisnis diartikan sebagai sekumpulan aturan, baik yang formal maupun
informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dan
lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan kewajiban. Kedua, kelembagaan
sebagai suatu yang memiliki hierarki. Konteks ini menunjukkan bahwa
kelembagaan Klinik Agribisnis sebagai lembaga yang terkait dengan penyediaan
informasi inovasi teknologi pertanian. Klinik Agribisnis diartikan sebagai batas
wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh seseorang atau pihak
tertentu terhadap sumber daya faktor produksi, barang dan jasa dalam hal ini
adalah jasa pelayanan khusus dalam bidang inovasi teknologi pertanian (Irawan
2004).
Kelembagaan muncul sebagai suatu upaya untuk memecahkan masalah,
oleh karena itu kelembagaan dapat berkembang sesuai dengan semakin
kompleksnya masalah yang dihadapi masyarakat. Kelembagaan tersebut mungkin
secara evolusi tumbuh dari masyarakat yang dikenal sebagai kelembagaan
informal atau mungkin pula sengaja dibentuk seperti halnya aturan atau
undang-undang yang disebut kelembagaan formal. Hal ini sejalan dengan apa
yang dikemukakan Pakpahan (1991) bahwa kelembagaan dipandang penting
mengingat kelembagaan inilah yang mendasari keputusan untuk melakukan
kegiatan (berproduksi), investasi dan kegiatan ekonomi yang di dalamnya terdapat
kaidah-kaidah atau aturan-aturan baik formal maupun informal yang mengatur
perilaku dan tindakan individu dalam mencapai tujuan. Terkait dengan Klinik
Agribisnis maka dapat dikatakan bahwa Klinik Agribisnis sengaja dibentuk untuk
28
membantu petani dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam
menjalankan usahatani dan menyediakan informasi inovasi teknologi pertanian
yang sesuai dengan kebutuhan petani.
Klinik Agribisnis adalah lembaga jasa pelayanan konsultasi dan pada
aktivitasnya melibatkan kegiatan komunikasi. Pendekatan untuk lembaga adalah
organisasi. Banyak definisi tentang organisasi yang dikemukakan para ahli namun
dapat
diambil
kesimpulan
bahwa
organisasi
merupakan
suatu
sistem,
mengkoordinasi aktivitas dan mencapai tujuan bersama atau tujuan umum.
Organisasi dikatakan sebagai suatu sistem karena terdiri dari berbagai bagian yang
saling bergantung satu sama lain (Muhammad 2004).
Komunikasi yang terjadi pada Klinik Agribisnis dapat dikatakan sebagai
suatu komunikasi organisasi. DeVito (1997) menjelaskan bahwa komunikasi
organisasi merupakan pengiriman dan penerimaan berbagai pesan di dalam
organisasi atau kelompok formal maupun informal organisasi. Komunikasi
organisasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan
sifatnya yang berorientasi pada organisasi. Selanjutnya komunikasi organisasi
informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial, orientasinya tidak pada
organisasinya sendiri tetapi lebih pada para anggotanya secara individual.
Selanjutnya Goldhaber (1986) dalam Muhammad (2004) menjelaskan bahwa
komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan
dalam satu jaringan hubungan yang saling bergantung satu sama lain untuk
mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah. Kasim
(1993) menjelaskan bahwa tujuan berkomunikasi dalam organisasi antara lain:
(1) memberitahu si penerima tentang suatu
hal, (2)
mempengaruhi
sikap
si penerima, (3) memberi dukungan psikologis kepada si penerima dan
(4) mempengaruhi perilaku si penerima.
Komunikasi selalu terjadi dalam sebuah organisasi dan efektivitas
komunikasi menjadi tuntutan, oleh karena itu perlu kerjasama antar anggota
organisasi. Komunikasi dapat berjalan efektif apabila dapat meningkatkan
ketepatan dan mengurangi gangguan dalam proses komunikasi. Ketepatan
komunikasi menunjuk kepada kemampuan orang untuk mereproduksi atau
menciptakan suatu pesan dengan tepat. Istilah ketepatan dalam komunikasi adalah
29
tingkat persesuaian arti pesan yang dimaksudkan oleh si pengirim dengan arti
yang diinterpretasikan oleh si penerima. Kepuasan komunikasi dalam organisasi
menunjukkan bagaimana baiknya informasi yang tersedia memenuhi persyaratan
permintaan anggota organisasi dari siapa datangnya, cara disebarluaskan,
bagaimana diterima, diproses dan apa respons orang yang menerimanya.
Kepuasan komunikasi pada dasarnya adalah satu fungsi dari apa yang seseorang
dapatkan dengan apa yang dia harapkan. Kepuasan komunikasi dapat diraih
apabila informasi yang dikomunikasikan konsisten dengan apa yang diharapkan
(Kasim 1993).
Setiap pesan yang dikirimkan dalam suatu organisasi mempunyai alasan
tertentu mengapa dikirim dan diterima oleh orang tertentu (saling bertukar pesan).
Thayer (Muhammad 2004) menjelaskan bahwa fungsi pesan dalam organisasi
adalah untuk memberi informasi, membujuk, memerintah, memberi instruksi dan
mengintegrasikan organisasi.
Jasa pelayanan yang ada di Kinik Agribisnis di antaranya: konsultasi,
diskusi dan pembinaan teknis. Pertama, konsultasi yang dimaksud adalah
konsultasi yang terjadi di Klinik Agribisnis pada Prima Tani adalah kegiatan atau
aktivitas dimana terjadi suatu interaksi atau komunikasi antara petani dengan nara
sumber atau ahli yang sengaja didatangkan ke Klinik Agribisnis yang dapat
dijadikan sebagai sumber informasi mengenai teknologi pertanian khususnya yang
terkait dengan inovasi teknologi yang dianjurkan dalam Prima Tani yang
dilaksanakan di lokasi (BPTP Jawa Barat 2007). Kedua, diskusi yang dimaksud
adalah sebuah proses tukar-menukar informasi, pendapat dan unsur-unsur
pengalaman secara teratur dengan maksud untuk mendapatkan pengertian
bersama yang lebih jelas, lebih teliti tentang sesuatu atau untuk mempersiapkan
dan merampungkan kesimpulan atau pernyataan atau keputusan. Diskusi
merupakan salah satu cara yang baik untuk mengadakan komunikasi dapat
menumbuhkan jiwa kepemimpinan dan dapat memperdalam wacana atau
pengetahuan dalam hal ini petani (Depkominfo 2006). Menurut Wiyanto (2000)
diskusi adalah proses bertukar pikiran antara dua orang atau lebih tentang suatu
masalah untuk mencapai tujuan tertentu. Ketiga, Pembinaan Teknis, Pemerintah
Daerah Kabupaten bekerjasama dengan instansi terkait membentuk Tim
30
Pembinaan Teknis dalam rangka untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan
Prima Tani di lokasi. Tim Pembinaan Teknis bertugas untuk melakukan
pembinaan teknis operasional terhadap inovasi teknologi kepada seluruh petani
guna meningkatkan kualitas
sumber daya
petani
untuk
kegiatan Prima Tani. Pembinaan teknis ini sangat diperlukan
terlibat
dalam
sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai yaitu peningkatan kemampuan usahatani petani, dapat
menggunakan teknologi pertanian yang lebih maju serta teknologi inovatif yang
telah disesuaikan dengan karakteristik teknologi tepat guna spesifik pengguna dan
lokasi dapat diadopsi oleh petani (BPTP Jawa Barat 2007).
Selain aktivitas komunikasi yang ada di Klinik Agribisnis media tercetak
juga sangat diperlukan oleh petani agar mudah mendapat informasi. Media
digunakan untuk mencari informasi. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999)
informasi ini digunakan untuk memilih teknologi yang paling menguntungkan dan
melihat usaha yang paling menguntungkan. Seperti yang dikemukakan oleh Berlo
(1960) bahwa memilih saluran atau media komunikasi yang tepat bukanlah hal
yang mudah karena saluran atau media
komunikasi menentukan efektivitas
komunikasi. Kehati-hatian perlu dilakukan karena setiap saluran komunikasi
memiliki kualitas tertentu dilihat dari segi teknologi, struktur maupun fungsinya.
Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan untuk sampai kepada
komunikan (sasaran). Media dapat dipilih salah satu atau gabungan dari beberapa
media untuk mencapai sasaran komunikasi kita. Pemilihan media bergantung pada
tujuan yang akan dicapai, pesan yang akan disampaikan dan teknik yang akan
dipergunakan. Masing-masing media komunikasi itu mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Hasil penelitian Mumpuni (2003) menunjukkan bahwa siaran radio
masih tinggi keefektivannya sebagai media komunikasi inovasi pertanian bagi
petani sayuran di Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang.
Rogers (2003) menyatakan bahwa saluran komunikasi sebagai sesuatu
melalui mana pesan dapat disampaikan dari sumber kepada penerimanya.
Menurut Berlo (1960) sesuatu ini dapat memiliki arti ganda yaitu (a) alat
pembawa pesan, (b) saluran yang dilalui oleh alat pembawa pesan dan (c) media
atau wahana yang memungkinkan alat pembawa pesan itu melalui jalan atau
saluran yang harus dilaluinya. Pergantian peran antara semua pihak yang
31
berkomunikasi selalu terjadi dalam sebuah proses komunikasi. Saluran
komunikasi dapat diartikan sebagai sesuatu (alat pembawa, saluran atau jalan,
media atau wahana) yang memungkinkan pengiriman dan diterimanya pesan oleh
pihak-pihak yang saling berkomunikasi. Terdapat dua macam saluran komunikasi
yaitu (1) saluran media massa, yaitu segala bentuk media massa (baik media cetak
maupun media elektronik) yang memungkinkan seseorang atau sekelompok kecil
orang dapat menyampaikan pesan kepada masyarakat luas dan (2) saluran antara
pribadi, yaitu segala bentuk hubungan atau pertukaran pesan antar dua orang atau
lebih secara langsung (tatap muka) dengan atau tanpa alat bantu yang
memungkinkan semua pihak yang berkomunikasi dapat memberikan respons atau
umpan balik secara langsung.
Menurut van den Ban dan Hawkins (1999) menjelaskan bahwa penelitian
menunjukkan bahwa berbagai sumber informasi digunakan pada awal dan akhir
proses adopsi inovasi. Penggabungan berbagai jenis media sangat diperlukan agar
saling memperkuat dalam program penyuluhan. Media massa sangat berperan
untuk menarik minat melakukan komunikasi pribadi mengenai suatu inovasi tetapi
tidak akan efektif jika tidak ada tindak lanjut dari PPL (Petugas Penyuluh
Lapangan).
Selanjutnya van den Ban dan Hawkins (1999) menjelaskan bahwa petani
yang secara berkala meminta saran dari PPL biasanya memiliki cukup informasi
dari saluran komunikasi lain. Petani juga memperoleh informasi dengan membaca
majalah pertanian dan terbitan perdagangan, melakukan kunjungan lapangan dan
menyaksikan demonstrasi, menghadiri pertemuan, mendiskusikan inovasi dengan
desa tetangganya dan sebagainya. Dewasa ini semakin banyak PPL yang merasa
perlu mengadakan kontak dengan petani yang jarang meminta saran. Surat kabar,
majalah, radio dan televisi merupakan media yang paling murah untuk
menyampaikan pesan kepada masyarakat.
Karakteristik dan Persepsi Petani tentang PPL
Karakteristik adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh seorang
individu yang ditampilkan melalui pola berpikir, pola sikap dan pola tindakan
terhadap lingkungan hidupnya. Selanjutnya secara lebih rinci Soekartawi (2005)
menyebutkan karakteristik individu antara lain: umur, pendidikan, status sosial
32
ekonomi, keberanian mengambil resiko, pola hubungan (lokalit atau kosmopolit),
sikap terhadap perubahan, motivasi berkarya, aspirasi, fatalisme, sistem
kepercayaan tertentu (dogmatisme) dan karakteristik psikologi.
Umur petani merupakan faktor yang berhubungan dengan efektivitas
komunikasi
karena
umur
menggambarkan
pengalaman
seseorang
yang
menyebabkan adanya perbedaan dalam pengetahuan, sikap dan tindakan. Umur
akan sejalan dengan pengetahuan dan pengalaman yang sesuai dengan
pertumbuhan alamiah. Umur yang lebih tua tampaknya cenderung lebih
berhati-hati sehingga terkesan kurang responsif atau lambat. Sebenarnya bukan
berarti tidak mau menerima pesan atau perubahan tetapi petani yang berumur tua
mempunyai pertimbangan praktis seperti kesehatan, kekuatan fisik yang kurang
mendukung atau ingin menikmati masa tua. Lionberger (1960) berpendapat
bahwa semakin tua petani biasanya semakin lambat mengadopsi inovasi dan
cenderung hanya melakukan kegiatan-kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh
warga masyarakat setempat.
Hasil penelitian Yusnadi (1992) menyatakan bahwa umur petani
berhubungan nyata dengan adopsi pengembangan perkebunan kopi rakyat dengan
arah yang negatif artinya semakin tinggi umur (tua) maka tingkat adopsinya
semakin rendah. Selanjutnya hasil penelitian Kuswarno (1993) menunjukkan
bahwa semakin tua usia seseorang, semakin tinggi motivasinya untuk
mendengarkan radio dan menonton televisi. Pendidikan, terutama pendidikan
formal sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.
Umumnya petani yang berpendidikan lebih baik dan pengetahuan teknik yang
lebih banyak akan lebih mudah dan lebih mampu berkomunikasi dengan baik.
Pendidikan formal dan nonformal yang dimiliki seseorang akan
menentukan bagaimana orang tersebut bertindak dengan maksud tertentu,
bersikap rasional dan berpartisipasi secara aktif dengan lingkungannya. Tingkat
pendidikan yang tinggi memungkinkan seseorang lebih kreatif, mampu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, mampu mengambil keputusan
dengan cepat dan tepat terhadap informasi atau pesan yang disampaikan dan
melaksanakan apa yang disampaikan. Terdapat hubungan antara pendidikan
formal maupun nonformal dengan efektivitas komunikasi. Hal ini sejalan dengan
33
penelitian yang dilakukan oleh Rahmani (2006) menunjukkan bahwa pelatihan
atau kursus yang diikuti oleh petani menjadi faktor penentu dalam membangun
komunikasi yang efektif pada Program PIDRA di Kabupaten Sumbawa, Nusa
Tenggara Barat.
Efek pendidikan adalah merubah perilaku atau cara berpikir dan bertindak
petani (Hamidjojo dalam Wardhani 1994). Menurut Yusuf (Nasution 1987)
pendidikan adalah proses pengembagan kepribadian seseorang yang dilaksanakan
secara sadar dan penuh tanggung jawab untuk dapat meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap serta nilai-nilai sehingga mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Tingkat pendidikan baik formal maupun nonformal
berhubungan nyata dengan tingkat pemanfaatan sumber informasi. Seseorang
yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi umumnya lebih menyadari
kebutuhan akan informasi sehingga menggunakan lebih banyak jenis sumber
informasi dan lebih terbuka terhadap media massa.
Penelitian Wardhani (1994) dan Purnaningsih (1999) mengungkapkan
bahwa tingkat pendidikan peternak dan petani sayur berhubungan nyata dengan
pemanfaatan dan penggunaan sumber informasi. Sebaliknya, hasil penelitian
Santosa (1993) menunjukkan bahwa pendidikan tidak berpengaruh terhadap
perilaku pencarian informasi harga sayur-mayur. Umumnya petani sayuran
mempunyai tingkat pendidikan yang rendah dan cenderung menggunakan media
komunikasi interpersonal. Hasil penelitian Yusnadi (1992) dan Latif (1995)
mengungkapkan bahwa pendidikan formal, pendidikan nonformal dan tingkat
kekosmopolitan petani berhubungan nyata dengan tingkat adopsi. Hasil penelitian
Mumpuni (2003) menunjukkan hasil bahwa keefektivan siaran radio sebagai
media komunikasi inovasi pertanian di Kecamatan Ambarawa mempunyai
hubungan yang erat dengan pendidikan nonformal yaitu keikutsertaan petani
dalam kursus-kursus pertanian dan frekuensi mendengarkan siaran radio serta
melakukan komunikasi interpersonal secara nonformal.
Luas lahan garapan, menurut Soekartawi (2005) menunjukkan ukuran
usahatani selalu berhubungan positif dengan adopsi teknologi. Banyak teknologi
baru yang memerlukan skala usaha yang besar dan sumber daya ekonomi yang
tinggi. Petani yang memiliki lahan pertanian sendiri akan sangat tertarik untuk
34
mengadopsi teknologi pertanian. Pernyataan Soekartawi ini dibuktikan oleh
penelitian yang dilakukan oleh Setyanto (1993) yang menyimpulkan bahwa luas
lahan garapan dan status lahan garapan di samping karakteristik individu lainnya
mempunyai hubungan positif dengan adopsi paket teknologi Supra Insus.
Pendapatan keluarga, menurut Soekartawi (2005) bahwa petani yang
berpenghasilan rendah cenderung lambat untuk menerima pesan dan sebaliknya
petani yang penghasilannya lebih tinggi cenderung lebih cepat untuk menerima
pesan dan mempunyai kemungkinan besar untuk mengadopsi suatu inovasi
teknologi. Pendapatan dan pengeluaran keluarga akan mempengaruhi status sosial
seseorang. Tingkat pendapatan keluarga cenderung menentukan seseorang dalam
mengambil keputusan untuk bersikap dan bertindak sehingga diduga terdapat
hubungan antara pendapatan keluarga dengan efektivitas komunikasi. Pendapatan
usahatani yang tinggi seringkali berhubungan dengan tingkat adopsi inovasi.
Adopsi inovasi menyebabkan pendapatan petani meningkat kemudian petani akan
menanamkan modalnya untuk adopsi inovasi selanjutnya.
Hasil penelitian Wardhani (1994) menunjukkan bahwa penghasilan atau
pendapatan berhubungan dengan pengadaan dan pemanfaatan sumber informasi
tentang ayam buras di Desa Cisontrol Kabupaten Ciamis. Sebaliknya,
Purnaningsih (1999) dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat pendapatan
petani sayur di Kabupaten Cianjur (Desa Cipendawa dan Desa Sukatani) tidak
berhubungan nyata dengan pemanfaatan sumber informasi. Perbedaan tingkat
pendapatan di antara petani tidak menimbulkan perbedaan pemanfaatan sumber
informasi. Hasil penelitian Rahmani (2006) menunjukkan bahwa pendapatan
keluarga memiliki hubungan nyata dengan efektivitas komunikasi.
Rogers (2003) juga mengemukakan bahwa pengambilan keputusan oleh
petani untuk menerima dan selanjutnya menerapkan suatu inovasi teknologi
pertanian dipengaruhi oleh banyak faktor yang terdiri dari faktor internal (individu
petani) dan eksternal. Faktor internal berasal dari petani di antaranya: tingkat
pendidikan, umur, luas tanah garapan, status pemilikan lahan, jumlah tenaga kerja
dari anggota keluarga petani, wawasan kewilayahan, persepsi petani dan aktivitas
petani dalam kelompok taninya. Faktor eksternal yang berpengaruh di antaranya
35
adalah faktor kelembagaan, faktor lingkungan, kebijaksanaan pemerintah dan
sebagainya.
Hasil penelitian Saleh (1984) di Desa Kutayasa Kabupaten Banjarnegara
Provinsi
Jawa
Tengah
menunjukkan
bahwa
karakteristik
warga
nyata
berhubungan dengan bidang peternakan adalah mata pencaharian, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, keikutsertaan kursus, jumlah anggota, usia kerja dan tingkat
penghasilan. Penelitian Anas (2003) menunjukkan karakteristik individu nelayan
yang merupakan faktor penentu dalam membentuk efektivitas komunikasi adalah
jumlah tanggungan keluarga dan pendapatan keluarga. Selanjutnya hasil
penelitian Handayani (2002) menunjukkan bahwa keberadaan status lahan berarti
dalam KKP (Kredit Ketahanan Pangan) terkait dengan pemahaman hak,
kewajiban dan sanksi pada pelanggaran dalam KKP. Hasil penelitian Wulanjari
(2004) menunjukkan bahwa karakteristik individu (karakteristik personal) yang
berperan penting dalam perubahan perilaku berusahatani peserta Program P3T
adalah:
umur, frekuensi mengikuti SLP3T, tingkat kekosmopolitan, motivasi
berusahatani dan pengalaman berusahatani. Selanjutnya hasil penelitian
Salampessy (2001) menunjukkan bahwa karakteristik tingkat pendidikan formal,
jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan dari petani berhubungan nyata dengan
keefektivan
menunjukkan
komunikasi
hasil
organisasi
bahwa
tingkat
petani.
Penelitian
pendidikan
Setyanto
seseorang
akan
(1993)
sangat
mempengaruhi tingkat pemahaman mereka terhadap informasi yang diperoleh
baik secara langsung maupun melalui media massa. Demikian pula Sulistianawati
(1989) menyatakan hubungan karakteristik peternak dengan kecepatan adopsi
teknologi Supra Insus membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
peternak maka semakin cepat tingkat adopsi mereka terhadap teknologi Supra
Insus.
Selanjutnya penelitian yang terkait dengan karakteristik individu juga
dilakukan oleh Wardhani (1994) salah satunya adalah menyangkut pengalaman
berusahatani. Seiring dengan pendapat Gagne (Wardhani 1994) menjelaskan
bahwa pengalaman adalah akumulasi dari proses belajar-mengajar yang dialami
oleh seseorang. Pengalaman seseorang menurut Dahama dan Bhatnagar
(Wardhani 1994) akan memberikan kontribusi terhadap minat dan harapannya
36
untuk lebih banyak belajar. Kecenderungan seseorang untuk berbuat bergantung
pada pengalamannya karena pengalaman menentukan minat dan kebutuhan yang
dirasakan. Penelitian Wardhani (1994) menunjukkan bahwa pengalaman
berusahaternak tidak berhubungan nyata dengan penggunaan sumber-sumber
informasi. Sebaliknya, Purnaningsih (1999) mengungkapkan hasil penelitiannya
bahwa perbedaan pengalaman petani sayur menyebabkan adanya perbedaan
terhadap penggunaan sumber informasi.
Petani adalah sasaran dari pembangunan pertanian
melalui proses
penyuluhan sejalan dengan yang dikemukakan oleh Soejitno (1968) dalam
Mardikanto (1993) bahwa selaras dengan pengertiannya yang menjadi sasaran
penyuluhan adalah petani dan keluarganya yaitu bapak tani, ibu tani dan pemuda
atau pemudi tani (anak-anak petani). Pernyataan seperti ini tidak dapat disangkal
sebab pelaksana utama pembangunan pertanian adalah para petani dan
keluarganya sehingga yang harus diubah perilakunya dalam praktek-praktek
berusahatani guna meningkatkan produksi dan pendapatan masyarakat adalah
petani itu sendiri. Sebagai sasaran utama petani harus menjadi perhatian penyuluh
pertanian.
Efektivitas komunikasi pembangunan akan semakin baik manakala ada
kekuatan penunjang ke arah perubahan. Inovasi yang ditawarkan maupun ajakan
kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan akan disambut
secara positif oleh warga masyarakatnya jika ada kekuatan-kekuatan penunjang
atau
hal-hal
yang
mendukung
upaya
perubahan
yang
ditawarkan.
Kekuatan-kekuatan penunjang itu adalah:
1 Adanya kegiatan masyarakat untuk segera meneruskan kegiatan-kegiatan yang
sudah dimulai tetapi belum dapat terselesaikan. Perubahan sebenarnya sudah
dimulai oleh masyarakat itu sendiri, akan tetapi mengalami suatu hambatan
sehingga terhenti. Sehingga tugas penyuluh sebenarnya hanyalah mendorong
atau menunjukkan arah untuk mengatasi masalah yang dihadapi dan bukannya
menggerakkan masyarakat untuk melakukan hal ”baru” yang harus mereka
kerjakan.
2 Adanya kegiatan yang hanya menuntut partisipasi masyarakat pada sebagian
dari keseluruhan kegiatan. Peran penyuluh di sini adalah: menunjukkan
37
beberapa alternatif pemecahan masalah pada tahap awal atau memberikan
arahan kepada warga masyarakat untuk meneruskan dan memelihara upaya
pembangunan atau perubahan yang sebenarnya.
3 Adanya kegiatan yang berhasil menyadarkan warga masyarakat tentang
perlunya kegiatan lanjutan. Penyuluh hanya menggerakkan masyarakat untuk
melaksanakan sebagian kecil dari kegiatan pembangunan jangka panjang yang
lebih besar lagi. Melalui cara-cara seperti ini keberhasilan pembangunan pada
tahap yang paling awal akan terus mengembangkan kesadaran masyarakat
untuk meneruskan pembangunan demi tercapainya tujuan jangka panjang
yang semakin besar bobot dan luas cakupannya.
Suatu informasi yang disampaikan akan lebih diperhatikan oleh petani jika
informasi tersebut tepat guna, tepat waktu dan tepat sasaran. Petani akan lebih
rasional jika pertimbangan-pertimbangan bisnis menjadi acuan utama dalam
mengelola usahataninya. Petani di pedesaan masih terbatas dengan sumber
informasi media massa, menggunakan sumber informasi dalam bentuk
interpersonal untuk menciptakan kesadaran akan suatu inovasi lebih banyak
digunakan. Sejalan dengan hal itu Rogers dan Shoemaker (1995) menjelaskan
bahwa inovasi yang dianggap rumit akan menggunakan sumber informasi
interpersonal yaitu dengan menggunakan penyuluh untuk menjelaskan suatu
penemuan baru. Petani di pedesaan mempunyai latar belakang yang bervariasi
sehingga dapat mempengaruhi dalam memahami dan mencari informasi tentang
inovasi teknologi pertanian.
Banyak pendapat mengenai karakteristik individu yang terkait dengan
efektivitas komunikasi namun karakteristik individu yang diduga berhubungan
dengan efektivitas komunikasi Klinik Agribisnis pada Prima Tani di Kecamatan
Leuwi Sadeng Bogor dibatasi pada (1) umur, (2) pendidikan formal,
(3) pendidikan nonformal, (4) luas lahan garapan, (5) pendapatan keluarga,
(6) pengalaman berusahatani dan (7) tingkat kekosmopolitan dianggap sudah
cukup mewakili.
Selain karakteristik individu di atas, karakteristik persepsi pun penting
untuk diketahui keterkaitannya dengan variabel dependen yang diamati. Perlu
dikaji bagaimana seseorang mempersepsi sesuatu akan berkorelasi dengan
38
efektivitas komunikasi sehingga diduga ada hubungan antara persepsi petani
tentang PPL dengan efektivitas komunikasi. van den Ban dan Hawkins (1999)
mengemukakan bahwa persepsi adalah proses menerima informasi atau stimuli
dari lingkungan dan mengubahnya ke dalam kesadaran psikologis. Prinsip-prinsip
umum persepsi meliputi:
1
Relativitas
Persepsi seseorang bersifat relatif walaupun suatu objek tidak dapat kita
perkirakan secara tepat, tetapi setidaknya dapat mengatakan bahwa yang satu
melebihi yang lainnya. Perlu diperhatikan dalam membuat pesan bahwa
persepsi orang lain terhadap bagian-bagian dari pesan tersebut sangat
ditentukan oleh bagian yang mendahului pesan itu.
2
Selektivitas
Persepsi juga sangat selektif. Panca indera menerima stimuli dari
sekelilingnya dengan melihat objek, mendengar suara, mencium bau dan
sebagainya. Kapasitas memproses informasi terbatas untuk itu tidak semua
stimuli dapat ditangkap bergantung pada faktor fisik dan psikologis seseorang.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut seorang komunikator hanya akan
mengarahkan pesannya ke bagian-bagian yang perlu atau melakukan
pengulangan dan mengurangi informasi yang tidak diperlukan. Pengalaman
masa lampau juga mempengaruhi pilihan terhadap persepsi.
3 Organisasi
Persepsi seseorang terorganisir. Seseorang cenderung untuk menyusun
pengalamannya dalam bentuk yang memberi arti dengan mengubah yang
berserakan dan menyajikannya dalam bentuk yang bermakna antara lain
berupa gambar dan latar (belakang).
4
Arah
Melalui pengamatan seseorang dapat memilih dan mengatur serta menafsirkan
pesan. Penataan adalah sangat penting bagi pembuat pesan untuk mengurangi
tafsiran yang diberikan oleh stimulus.
5 Perbedaan Kognitif
Persepsi seseorang bisa berlainan satu sama lain dalam situasi yang sama
karena adanya perbedaan kognitif. Setiap proses mental, individu bekerja
39
menurut caranya sendiri bergantung
pada
faktor-faktor
kepribadian
seperti toleransi terhadap ambiguitas (kemenduaan), tingkat keterbukaan dan
ketertutupan pikiran, sikap otoriter dan sebagainya. Tidak mungkin untuk
merancang pesan dengan menggabungkan semua gaya kognitif tersebut dan
harus ditentukan suatu strategi yang dapat mewakili suatu gagasan yang
mengacu pada sebagian besar gaya kognitif.
Selanjutnya van den Ban dan Hawkins (1999) menjelaskan bahwa harapan
dan sikap penerima pesan dipengaruhi oleh caranya yang bersangkutan
mengartikan atau menafsirkan suatu pesan. Sumber informasi ikut menentukan
diterimanya sebuah pesan jika penerima sudah meragukan sumbernya maka besar
kemungkinan pesan ditafsirkan sedemikian rupa untuk menguatkan keraguannya.
Salah pengertian kadang-kadang dapat dihindari dengan cara menyampaikan
gagasan yang sama beberapa kali dalam berbagai cara yang berbeda. Effendy
(1998) menjelaskan bahwa proses komunikasi memiliki tiga dampak bagi
komunikan yaitu dampak kognitif, afektif dan konatif. Hal ini perlu dilihat untuk
menilai sejauh mana Prima Tani dapat diterima dan dilaksanakan ataupun ditolak
di tingkat petani dan dapat merupakan indikator efektivitas komunikasi yang
terjadi.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam proses komunikasi
adalah (1) variabel sumber; dengan mengamati indikator pengetahuan, sikap,
keterampilan
berkomunikasi
dan
status
sosial
budaya
penyuluh
akan
mempengaruhi keefektivannya sebagai komunikator, (2) variabel pesan; dengan
mengamati indikator kode atau bahasa yang terkandung pada pesan maupun isi
dan strukturnya akan turut berpengaruh. Agen penyuluhan yang merancang pesan
mengenai penggunaan yang aman bahan kimia untuk pertanian boleh memilih
antara bahasa yang langsung dan tidak mengandung emosi atau imbauan dengan
perasaan yang menekankan pada bahaya yang terkandung dalam bahan semprotan
tersebut,
(3)
variabel
saluran;
penyuluh
dapat
mengidentifikasi
untuk
menghubungi petani dengan tatap muka, berkelompok, media cetak, radio, televisi
atau dengan kombinasi dari berbagai saluran tersebut dan (4) variabel penerima;
sama halnya dengan sumber, ditemukan bahwa keterampilan berkomunikasi,
40
sikap, pengetahuan dan latar belakang sosial budaya penerima mempengaruhi cara
menerima dan menafsirkan pesan.
Warsito (Danudiredjo 1998) mengatakan bahwa persepsi berkorelasi
dengan
karakteristik
personal
dan
faktor-faktor
lain
sedangkan
Harun
(Danudiredjo 1998) menyebutkan bahwa karakteristik personal seperti umur,
tingkat pendidikan, pengalaman, status sosial ekonomi, keanggotaan pada suatu
organisasi
serta
perilaku
mencari
informasi
merupakan
variabel
yang
berhubungan dengan persepsi dan sikap terhadap inovasi.
Effendy (1998) mengemukakan bahwa persepsi adalah penginderaan
terhadap suatu kesan yang timbul dalam lingkungannya. Penginderaan tersebut
dipengaruhi
oleh
pengalaman,
kebiasaan
dan
kebutuhan.
Kemampuan
mempersepsi antara orang yang satu dengan yang lain tidak akan sama meskipun
mereka sama-sama dalam satu organisasi atau kelompok. Hal tersebut disebabkan
karena persepsi tersebut dipengaruhi oleh aktivitas komunikasi orang tersebut baik
sebagai komunikator
maupun
komunikan.
Selanjutnya Rakhmat
(2007)
mengemukakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan.
Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu yang
bersangkutan membentuk persepsi. Selanjutnya Rogers (2003) mengemukakan
bahwa persepsi selektif merupakan suatu kecenderungan individu yang
menginterpretasikan pesan-pesan komunikasi menurut sikap, kepentingan,
kebutuhan dan keyakinannya. Hal tersebut dipengaruhi oleh pendidikan, status
sosial, keterdedahan, kontak interpersonal, partisipasi sosial dan kekosmopolitan.
Seseorang dalam hal ini petani untuk meyakinkan informasi yang
diperolehnya akan melakukan kontak interpersonal dengan agen pembaharu atau
PPL. Kepemimpinan orang yang memiliki kompetensi teknis dapat memberikan
fungsi legitimasi terhadap keputusan yang akan dibuatnya. Proses mengetahui
(kognitif), memahami (afektif) sampai dengan perilaku atau tindakan (konatif)
pada diri seseorang sangat dipengaruhi oleh hubungan interpersonal. Informasi
pertanian dapat diikutsertakan di dalam produk-produk teknologi seperti pestisida,
mesin pertanian dan bibit serta petunjuk penggunaannya. Informasi semacam ini
41
oleh Bennet (1990) dalam van den Ban dan Hawkins (1999) disebut sebagai
teknologi.
Penyuluhan melibatkan kegiatan menerima dan menafsirkan pesan yang
diperoleh dari berbagai saluran. Penyuluh diharapkan mempunyai wawasan yang
luas tentang dunia di sekelilingnya sehingga dapat menafsirkan rangsangan dan
pesan-pesan yang diterimanya. Petugas penyuluhan dapat menggunakan berbagai
metode untuk bertukar pikiran dengan petani, peneliti dan mereka yang terkait
dalam pembangunan pertanian (van den Ban dan Hawkins 1999).
Titik tolak pendekatan transfer atau alih teknologi baru yang
dikembangkan di lembaga penelitian berbeda dengan penyuluhan modern yang
bertitik tolak pada permasalahan yang dihadapi oleh petani. Peranan petugas
penyuluhan adalah membantu petani menemukan, mengembangkan dan
mengevaluasi informasi yang relevan untuk memecahkan permasalahan tersebut
termasuk informasi mengenai teknologi baru yang dikembangkan di lembaga
penelitian. Informasi ini juga meliputi informasi yang berasal dari sumber-sumber
lain termasuk yang berasal dari petani yang harus disatukan dengan informasi
penelitian untuk mengembangkan pemecahan masalah yang membantu petani
mencapai tujuan mereka dengan lebih efisien (BPTP Jawa Barat 2007).
Hasil penelitian Maksum (1994) menunjukkan bahwa interaksi antar
anggota dalam pertemuan ternyata mampu meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan menerapkan informasi teknologi atau teknologi yang dianjurkan
yaitu sebanyak 97,30% petani mampu melaksanakan anjuran-anjuran yang
diperoleh dari pertemuan kelompok dan 45,56% di antaranya mampu
mengkomunikasikan hasil pertemuan yang mereka peroleh dari orang lain.
Wiriaatmadja (1982) menjelaskan bahwa penyuluh adalah para penyuluh
pertanian yang dalam kegiatannya mempunyai tiga peranan yang tidak dapat
dipisahkan yaitu sebagai pemimpin, pengajar dan penasehat juga sebagai
pembimbing petani ’organisator’ dan ’dinamisator,’ pelatih, teknisi dan jembatan
penghubung antara petani dan instansi yang melaksanakan tugas di bidang
pertanian. Penyuluh secara langsung berhubungan dengan petani sehingga
sifatnya dikenal oleh petani di pedesaan.
42
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) adalah tenaga fungsional penyuluhan
pertanian yang berhubungan langsung dengan petani dan keluarganya di pedesaan
baik melalui pendekatan individu petani maupun melalui pendekatan kelompok
tani. Berdasarkan Surat Keputusan bersama Menteri Pertanian dan Menteri Dalam
Negeri Nomor 539/Kpts/Lp.120/7/1991 dan Nomor 65 Tahun 1991 tentang tugas
dan fungsi penyuluh. PPL mempunyai tugas pokok sebagai penyuluh pertanian
secara penuh yang mencakup semua subsektor yang ada di wilayah kerjanya
berdasarkan suatu rencana kerja penyuluh pertanian. Selain tugas pokok penyuluh
pertanian juga melakukan kegiatan penyuluhan pertanian untuk mengembangkan
kemampuan petani dalam menguasai, memanfaatkan dan menerapkan teknologi
baru agar mampu bertani lebih baik, berusahatani lebih menguntungkan dan
membina kehidupan keluarganya menjadi lebih sejahtera (BPTP Jawa Barat
2007).
Lionberger dan Gwin (1982) secara tegas menyatakan bahwa seorang
penyuluh sebagai change agent sebenarnya memiliki tugas ganda yaitu untuk
menyampaikan informasi dan sekaligus berupaya untuk mengubah perilaku
masyarakat sasarannya. PPL harus melaksanakan fungsinya sebagai komunikator
sekaligus harus mampu untuk mempengaruhi masyarakat sasaran agar memiliki
perilaku tertentu untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang
sedang dilaksanakan.
Aktivitas penyuluh pertanian tidak terlepas dari proses komunikasi yang
menurut Berlo (1960) mencakup unsur-unsur komunikator, pesan yang
disampaikan, media yang digunakan dan komunikan sebagai penerima pesan.
PPL dalam hal ini adalah seorang komunikator yang menyampaikan pesan tentang
informasi pertanian melalui suatu saluran atau media yang digunakan kepada
komunikan yaitu petani atau kelompok tani sebagai penerima atau pengguna
pesan. PPL biasanya berkantor di BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) dan sebagian
besar adalah lulusan Sekolah Menengah Pertanian atau Sekolah Teknologi
Pertanian atau sederajat dengannya (Soekartawi 2005). Hasil penelitian Agung
(2001) menunjukkan bahwa aspek kinerja PPL yang dirasa paling baik yaitu
keterampilan berkomunikasi lisan atau tulisan.
43
Hawkins (1982) dalam Mardikanto (1988) menekankan kredibilitas
penyuluh menyangkut beberapa hal yaitu (1) kompetensi, artinya setiap penyuluh
harus berusaha memahami apa yang disampaikannya khususnya yang berkaitan
dengan pengetahuan teknis yang biasa dilakukan oleh masyarakatnya. Umumnya,
masyarakat sasaran kurang suka menerima hal-hal yang hanya bersifat teoritis saja
tetapi harus sesuatu yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi mereka secara
nyata, (2) kejujuran, artinya apa yang dilaksanakan penyuluh tidak hanya
menguntungkan atau bermanfaat bagi penyuluhnya sendiri tetapi harus
benar-benar
bermanfaat
(menguntungkan)
bagi
masyarakat
sasarannya,
(3) dinamis, artinya penyuluh harus mampu membangkitkan dinamika atau
partisipasi sasarannya. Masyarakat sasaran umumnya tidak menyukai penyuluh
yang selalu menunggu dan (4) berwatak sosial, artinya mau bersahabat dan
berupaya untuk menaruh perhatian atau mengembangkan minat yang sama.
Rogers (2003) mengemukakan tentang tiga hal yang menentukan
keberhasilan penyuluh yakni:
1 Usaha-usaha atau kegiatan yang dilakukan penyuluh untuk melakukan atau
menjalin hubungan (kontak) secara langsung maupun tak langsung dengan
segenap anggota masyarakat sasarannya. Pengertian kontak tak langsung
adalah hubungannya dengan beberapa tokoh masyarakat baik penguasa formal
maupun tokoh-tokoh informal (pemuka agama, politik, pengurus LSM dan
lain-lain).
2 Kemampuan penyuluh dalam melakukan tugasnya sebagai perantara antara
subsistem penguasa dan subsistem pengikut (masyarakat). Dalam kaitan ini
keberhasilan penyuluh bergantung pada kemampuannya untuk seberapa jauh
dapat memahami pola pikir atau acuan yang digunakan oleh masyarakatnya
dan bukan bekerja dengan menggunakan pola pikir penguasanya (pemerintah).
Kemampuan penyuluh untuk berempati dengan masyarakat sasarannya
menjadi sangat penting artinya.
3
Kesesuaian
kegiatan
yang
dilakukan
oleh
penyuluh
dengan
kebutuhan-kebutuhan masyarakatnya. Setiap penyuluh harus menggali setiap
kebutuhan yang telah dirasakan (felt need) masyarakat sasarannya. Penyuluh
harus dapat menemukan kebutuhan nyata (real need) yang belum dirasakan
44
oleh masyarakat sasarannya sebelum dia melakukan kegiatan-kegiatan yang
dinilainya perlu terlebih dulu harus meyakinkan masyarakat tentang
pentingnya kebutuhan nyata tersebut. Setiap penyuluh harus mampu membuat
”kebutuhan nyata” menjadi ”kebutuhan yang dirasakan” terlebih dahulu
sebelum ia melakukan kegiatan-kegiatannya untuk memasyarakatkan ide-ide
atau teknologi.
Persepsi petani terkait dengan penelitian meliputi persepsi petani tentang
PPL karena hal ini dirasa penting untuk diperhatikan karena akan berpengaruh
terhadap penerimaan suatu informasi dan PPL adalah salah satu unsur dalam
komunikasi (komunikator) yang memegang peranan penting agar suatu informasi
itu dapat diterima oleh petani. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
Rogers dan Shoemaker (1995) bahwa seseorang akan lebih cepat mengadopsi
inovasi apabila sering melakukan kontak komunikasi interpersonal dengan agen
pembaharu (PPL).
Persepsi petani tentang PPL erat kaitannya dengan efektivitas komunikasi
Klinik
Agrisbisnis.
berkomunikasi
PPL
Pengamatan
digunakan
akan
dilakukan
indikator-indikator
terhadap
keterampilan
kemampuan
berbicara
penyuluh dalam menyosialisasikan Prima Tani kepada petani, bagaimana
penggunaan bahasa penyuluh dalam mengadakan komunikasi
dengan petani,
bagaimana kedekatan penyuluh dengan petani dan kemampuan penyuluh dalam
menyesuaikan diri dengan sistem sosial budaya setempat. Kemampuan
penguasaan materi di sini adalah wawasan pengetahuan penyuluh tentang materi
yang disampaikan dalam hal ini tentang pelaksanaan Prima Tani penyuluh juga
harus memilih bagaimana penyampaian materi kepada petani sehingga sesuai
dengan kebutuhan petani setempat. Selain itu ketepatan waktu penyampaian pesan
juga perlu untuk diperhatikan. Biasanya petani akan antusias mendengarkan
materi penyuluhan serta dapat berkomunikasi langsung dengan penyuluh pada
waktu-waktu tertentu. Biasanya waktu yang paling tepat adalah sore hari dimana
petani tidak sedang bekerja di sawah atau kebunnya. Ketepatan waktu dalam
menyampaikan pesan harus benar-benar diperhatikan. Indikator-indikator yang
digunakan untuk mengukur ketepatan penggunaan media adalah jumlah media
komunikasi yang digunakan, kesesuaian media komunikasi dengan situasi dan
45
kondisi setempat, keterdedahan petani terhadap media komunikasi yang
digunakan PPL.
Tujuan penggunaan media komunikasi adalah sebagai alat bantu untuk
menggugah petani agar memberikan perhatian sehingga dapat mengerti dan
melaksanakan atau menerapkan apa yang disampaikan. Penggunaan media dapat
lebih mempermudah dan memperjelas petani untuk mengerti materi yang
disampaikan. Frekuensi kunjungan menggunakan indikator jumlah kunjungan
penyuluh ke kelompok tani dalam satu bulan.
46
Download