TINJAUAN PUSTAKA Efektivitas Komunikasi Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian keberanian, kegairahan dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati (Effendy 2000). Selanjutnya Berlo (1960) mengemukakan bahwa kejelasan proses komunikasi akan sangat tergantung kepada kondisi dari keempat unsur-unsur komunikasi yaitu (1) sumber, (2) pesan, (3) saluran dan (4) penerima. Proses penyampaian pesan melibatkan lebih dari sekedar kata-kata yang digunakan dalam percakapan tetapi juga ekspresi wajah, intonasi dan sebagainya. Penyampaian pesan yang efektif memerlukan tidak hanya transmisi data tetapi cara seseorang mengirim dan menerima berita sangat bergantung pada keterampilan tertentu (membaca, menulis, mendengar, berbicara dan lain-lain). Tubbs dan Moss (2005) menjelaskan bahwa salah satu pertimbangan untuk mengukur efektivitas komunikasi ialah pemahaman khalayak pada pesan komunikasi atau sampai sejauh mana keakuratan penerimaan isi stimulus sesuai dengan yang dikehendaki oleh pengirim pesan. Rogers (2003) menjelaskan proses komunikasi sebagai suatu proses pertukaran informasi secara terus-menerus dimana informasi merupakan akumulasi dari informasi-informasi sebelumnya yang akhirnya akan menimbulkan kesamaan pengertian di antara partisipan. Sementara Littlejohn (2001) memberikan definisi komunikasi sebagai suatu proses yang membuat adanya kesamaan bagi dua individu atau lebih yang semula dimonopoli oleh satu atau beberapa individu saja. Komunikasi adalah suatu proses yang dalam proses itu beberapa partisipan bertukar tanda-tanda informasi dalam suatu waktu (Gonzales dalam Jahi 1988). Konsep komunikasi ini menjelaskan bahwa proses komunikasi sebenarnya merupakan proses pertukaran informasi (sharing of information) di antara para partisipan. Inovasi adalah pesan dalam komunikasi pembangunan. Rogers dan Shoemaker (1995) mengartikan inovasi sebagai praktek, ide atau objek yang dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh seseorang (individu). Selanjutnya Lionberger dan Gwin (1982) mengartikan inovasi tidak sekedar sebagai sesuatu yang baru yang dirasakan oleh seseorang saja tetapi lebih luas yakni sesuatu yang baru menurut lokalit tertentu. Pengertian baru di sini mengandung makna bukan sekedar baru diketahui dalam arti pikiran (cognitive) akan tetapi juga baru karena belum dapat diterima secara luas dalam artian sikap (attitude) dan juga baru dalam artian diputuskan untuk dilaksanakan atau digunakan. Pengertian inovasi tidak hanya terbatas pada pengertian benda atau barang hasil produksi tetapi mencakup ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi dan perilaku atau gerakan-gerakan menuju kepada proses perubahan di dalam kehidupan masyarakat. Pengertian tentang inovasi dapat semakin diperluas menjadi suatu ide, perilaku, produk, informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima dan digunakan atau dilaksanakan oleh sekelompok warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu untuk melaksanakan perubahan-perubahan di bidang ekonomi, politik dan sosial budaya demi selalu tercapainya perbaikan mutu hidup seluruh warga masyarakat yang bersangkutan. Komunikasi yang diharapkan terjadi adalah komunikasi yang efektif. Komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan dimaksudkan oleh pengirim atau sumber berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima. Semakin besar kaitan antara yang dimaksud oleh komunikator dapat direspons oleh komunikan semakin efektif komunikasi. Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Komarudin (1983) mengemukakan bahwa efektif adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan lebih dulu. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Suwanda (2008) setelah menerapkan teknologi yang dianjurkan petani responden di Desa Citarik Kabupaten Karawang pendapatannya meningkat di atas income per kapita Kabupaten Karawang. Berlo (1960) mengemukakan bahwa komunikasi akan berjalan efektif apabila ketepatan (fidelity) dapat ditingkatkan dan gangguan (noise) dapat diperkecil. Sejalan dengan hal tersebut Rakhmat (2007) mengemukakan bahwa 15 komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh pengirim atau sumber berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima. Pemahaman diartikan sebagai penerimaan yang cermat atas kandungan rangsangan seperti yang dimaksudkan oleh pengirim pesan. Penelitian Rahmani (2006) menunjukkan bahwa karakteristik individu berhubungan nyata dengan efektivitas komunikasi terutama pada aspek afektif dan konatif. Gonzales (Jahi 1988) menjelaskan bahwa ada tiga dimensi efek komunikasi yaitu (1) efek kognitif, (2) efek afektif dan (3) efek konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuan. Efek afektif berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap sedangkan efek konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu menurut cara tertentu. Rakhmat (2007) mengemukakan efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak. Efek ini berhubungan dengan emosi, sikap atau nilai. Efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berperilaku. Pemahaman akan suatu informasi yang disampaikan dalam Prima Tani kepada petani sangatlah penting karena pemahaman dalam komunikasi erat kaitannya dengan pesan yang disampaikan. Proses komunikasi mengharapkan munculnya pemahaman antara sumber informasi dan penerima dari pesan yang disampaikan baik dalam komunikasi secara interpersonal maupun bermedia. Tubbs dan Moss (2005) menjelaskan bahwa komunikasi yang efektif paling tidak menimbulkan lima hal yaitu pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan. Adapun masing-masing komponen tersebut dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut: 1 Pengertian Pengertian artinya penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksud oleh komunikator. Perlu dihindari kegagalan dalam menerima isi pesan. 16 2 Kesenangan Tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk pengertian. Di sini dikenal adanya komunikasi phatic ”saya oke-kamu oke,”dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan. Komunikasi inilah yang menjadikan hubungan hangat, akrab dan menyenangkan. 3 Pengaruh pada Sikap Komunikasi yang paling sering dilakukan adalah komunikasi untuk mempengaruhi orang lain. Komunikasi persuasif memerlukan pemahaman tentang faktor-faktor pada diri komunikator dan pesan yang menimbulkan efek komunikasi. Persuasi didefinisikan ”proses mempengaruhi pendapat, sikap dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri.” 4 Hubungan yang Makin Baik Komunikasi juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Manusia berhubungan dengan orang lain secara positif. Supaya manusia tetap hidup secara sosial maka dia harus terampil dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi khususnya komunikasi interpersonal. 5 Tindakan Tindakan adalah hasil kumulatif seluruh proses komunikasi. Komunikasi yang bersifat persuasif juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dikehendaki. Komunikasi untuk menimbulkan pengertian memang sukar tetapi lebih sukar lagi mempengaruhi sikap dan jauh lebih sukar lagi mendorong orang bertindak. Efektivitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang dilakukan komunikan. Menimbulkan tindakan nyata memang indikator efektivitas yang paling penting. Tindakan timbul berarti harus berhasil lebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik. Komunikasi yang terjadi pada Klinik Agribisnis terkait dengan komunikasi organisasi. Katz dan Kahm (Muhammad 2004) mengemukakan bahwa komunikasi organisasi adalah arus informasi, pertukaran informasi dan pemindahan arti dalam suatu organisasi. Selanjutnya Goldhaber (Muhammad 17 2004) menjelaskan bahwa komunikasi organisasi merupakan proses menciptakan dan saling tukar-menukar pesan dalam satu jaringan, hubungan yang saling bergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan kesenangan, mempengaruhi sikap, memperbaiki hubungan dan tindakan. Komunikasi organisasi menurut Kasim (1993) merupakan proses internal organisasi. Efektivitas komunikasi bergantung pada sampai seberapa jauh kelengkapan atau ketepatan waktu informasi yang ditransmisikan tersebut. Komunikasi bagi suatu organisasi merupakan proses komunikasi diperlukan untuk perencanaan, pengawasan, kooordinasi, pembuatan keputusan dan yang sangat tercapainya penting karena efektivitas kepemimpinan, pelatihan, pengelolaan konflik, sebagainya. Kegiatan komunikasi biasanya mempunyai beberapa tujuan. Tujuan berkomunikasi dalam organisasi antara lain (1) memberi tahu si penerima tentang suatu hal, (2) mempengaruhi sikap si penerima, (3) memberi dukungan psikologis kepada si penerima dan (4) mempengaruhi perilaku si penerima. Efektivitas komunikasi keorganisasian dapat diukur dari beberapa aspek, yaitu (1) derajat ketelitian dan relevansi informasi yang ditransmisikan, (2) derajat efisiensi jaringan komunikasi yang dipakai dan (3) derajat kepuasan anggota organisasi. Steers (1977) dalam Kasim (1993) mengidentifikasi lima macam hambatan yang dapat mengurangi efektivitas komunikasi keorganisasian, yaitu: 1 Adanya distorsi terhadap pesan yang disalurkan dalam komunikasi karena perbedaan kerangka berpikir pengirim dan atau penerima informasi, penggunaan bahasa yang tidak tepat, kesalahan menafsirkan pesan yang diterima, pemadatan informasi untuk memungkinkan transmisi dan adanya jarak sosial dan hambatan status antara pengirim dan penerima. 2 Adanya bagian informasi yang dihilangkan baik secara sadar maupun tidak sadar oleh pengirim pesan atau karena si pengirim pesan tidak mampu mengirim seluruh pesan sehingga pesan yang dikirim menjadi tidak lengkap. 3 Volume data dan informasi yang ditransmisikan atau yang diterima oleh penerima dalam komunikasi adalah terlalu banyak (overloaded). Hal semacam ini sering disebabkan karena bawahan tidak mampu menyaring informasi 18 yang diserahkan kepada atasan. Akibatnya, manajer terpaksa menghabiskan banyak waktu untuk mensortir data dan informasi tersebut sehingga bisa gagal mengambil tindakan tepat pada waktunya. 4 Penyampaian pesan yang tidak tepat waktu sehingga mengurangi manfaatnya. Pesan yang telah diterima tidak dapat dipakai bagi kepentingan pelaksanaan tugas. Sebaliknya, pesan yang diterima jauh sebelum tugas dilaksanakan akan mengurangi perhatian terhadap pesan tersebut. Faktor ketepatan waktu (timelineless) ini sangat penting dalam komunikasi keorganisasian. 5 Faktor penerimaan (acceptance) oleh penerima terhadap pesan yang disampaikan. Penerima pesan menerima atau menolak pesan yang disampaikan kepadanya. Hasil penelitian Anas (2003) menunjukkan bahwa komunikasi yang terjadi dalam pelaksanaan Program PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir) di Cilincing dan Kepulauan Seribu berjalan efektif dicirikan oleh pesan yang disampaikan pendamping sebagai komunikator diterima dan dilaksanakan oleh nelayan selaku komunikan. Selanjutnya penelitian Djunaedi (2003) menunjukkan bahwa Program Imbal Swadaya berjalan efektif karena adanya penilaian-penilaian positif terhadap keberadaan program tersebut, dimana 60% responden menyatakan setuju dengan keberadaan program karena sesuai dengan permasalahan yang dihadapi masyarakat dan sebanyak 87,6% menyatakan bahwa Program Imbal Swadaya sangat bermanfaat bagi mereka. Penelitian terkait dengan efektivitas komunikasi Klinik Agribisnis pada Prima Tani dibatasi pada aspek pesan dan penerima. Masing-masing komponen tersebut diuraikan sebagai berikut: 1 Aspek Pesan Fungsi pesan dalam organisasi sangat penting. Setiap pesan yang dikirim dalam suatu organisasi mempunyai alasan tertentu mengapa dikirimkan dan diterima oleh orang tertentu. Thayer (Muhammad 2004) mengemukakan bahwa fungsi pesan dalam organisasi adalah untuk memberi informasi, membujuk, memerintah, memberi instruksi dan mengintegrasikan organisasi. Hal ini didukung juga oleh pendapat Berlo (1960) dan Muhammad (2004) yang menyebutkan fungsi utama dari pesan dalam organisasi adalah untuk produksi 19 atau agar tugas-tugas dalam organisasi dilakukan, untuk inovasi atau untuk menyelidiki alternatif dari tingkah laku yang baru bagi organisasi dan untuk pemeliharaan atau untuk menjaga sistem dan komponennya tetap berjalan lancar. Selanjutnya Greenbaumn (Muhammad 2004) mengemukakan bahwa fungsi pesan adalah untuk mengatur, melakukan pembaruan, integrasi, memberikan informasi dan instruksi. Selanjutnya Schramm (Effendy 1981) menyatakan bahwa terdapat empat syarat pesan yang harus dipenuhi agar komunikasi menjadi efektif yaitu (1) pesan harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan perhatian, (2) pesan harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga mencakup pengertian yang sama dan lambang-lambang yang dimengerti, (3) pesan harus dapat menimbulkan kebutuhan pribadi dan menyarankan bagaimana kebutuhan itu dapat dipenuhi dan (4) pesan harus sesuai dengan situasi penerima. Terkait dengan Klinik Agribisnis penetapan materi (pesan yang akan disampaikan) pada Klinik Agribisnis disesuaikan dengan hasil identifikasi permasalahan yang ada di lapangan dan disesuaikan dengan kebutuhan mencakup kegiatan keseluruhan proses agribisnis dari hulu (on-farm) sampai hilir (off-farm). Penetapan prioritas masalah dilakukan secara bersama-sama kemudian menentukan potensi dan peluang pengembangannya yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. 2 Aspek Penerima Effendy (2000) menjelaskan bahwa komunikan akan menerima sebuah pesan hanya jika terdapat kondisi pada komunikan secara simultan: (1) komunikan dapat benar-benar mengerti pesan komunikasi, (2) pada saat mengambil keputusan ia sadar keputusannya itu sesuai dengan tujuannya, (3) pada saat ia mengambil keputusan ia sadar bahwa keputusannya itu bersangkutan dengan kepentingan pribadinya dan (4) mampu untuk menepatinya baik secara mental maupun secara fisik. Selain itu juga ada fakta fundamental yang harus diingat oleh komunikator dalam memperhatikan penerima (komunikan) yaitu (1) bahwa komunikan terdiri dari orang orang yang hidup, bekerja dan bermain satu sama lainnya dalam jaringan lembaga sosial, (2) bahwa komunikan membaca, mendengarkan dan 20 menonton komunikasi yang menyajikan pandangan hubungan pribadi yang mendalam dan (3) bahwa tanggapan yang diinginkan harus menguntungkan bagi komunikan kalau tidak ia tidak akan memberikan tanggapan. Berdasarkan pada uraian sebelumnya maka efektivitas komunikasi Kinik Agribisnis dalam Prima Tani dapat dilihat dari relevansi informasi yang ditransmisikan (disebarluaskan) artinya informasi yang tersedia pada Klinik Agribisnis sesuai dengan kebutuhan dan dapat membantu memecahkan masalah teknis yang dihadapi petani dalam menjalankan usahataninya. Selain itu tercapainya kepuasan anggota yang dapat ditunjukkan dengan informasi yang mereka terima dapat menambah wawasan dalam memecahkan masalah teknis usahatani dan akhirnya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan yang mereka peroleh dengan melaksanakan inovasi teknologi yang dianjurkan. Pelaksanaannya dengan melakukan pengamatan terhadap aktivitas komunikasi petani dalam memanfaatkan informasi yang tersedia di Klinik Agribisnis. Program Prima Tani Kabupaten Bogor Memasuki awal tahun 1993 paradigma pembangunan pertanian di Indonesia mengalami pergeseran dari pendekatan peningkatan produksi ke arah pendapatan dan kesejahteraan keluarga petani (agribisnis). BPTP Jawa Barat merupakan Unit Pelaksana Teknis Badan Litbang Pertanian yang mempunyai misi menemukan atau menciptakan inovasi pertanian (teknologi, kelembagaan dan kebijakan) maju dan strategis, mengadaptasikannya menjadi tepat guna spesifik pemakai dan lokasi serta menginformasikan dan menyediakan materi dasarnya. Salah satu program yang dijalankannya adalah Prima Tani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian). Pelaksanaan program-program pembangunan memerlukan aktivitas atau proses komunikasi. Komunikasi yang terjadi dapat dikatakan sebagai komunikasi pembangunan. Komunikasi pembangunan merupakan suatu proses komunikasi yang memiliki karakteristik yaitu (1) menyampaikan atau menginformasikan kepada masyarakat tentang adanya kegiatan pembangunan yang sedang diupayakan oleh pemerintah, (2) menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang adanya kegiatan pembangunan bagi perbaikan mutu hidup atau peningkatan 21 kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat, (3) menumbuhkan kesadaran dan menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan yang sedang diupayakan pemerintah, (4) mengajak dan mendidik masyarakat untuk berperilaku dan menerapkan ide-ide serta teknologi yang sudah terpilih guna tercapainya tujuan-tujuan pembangunan yang telah ditetapkan serta (5) memelihara partisipasi masyarakat tersebut secara berkelanjutan demi perbaikan mutu hidup yang lebih baik di masa mendatang (Mardikanto 1988). Prima Tani merupakan salah satu upaya untuk mempercepat sampainya informasi dan adopsi inovasi teknologi di tingkat petani. Secara operasional mengaitkan antara penelitian dan penyuluhan bukan semata-mata hanya penyuluhan yang diberikan (BPTP Jawa Barat 2007). Penerimaan perubahan-perubahan oleh suatu masyarakat menurut Wiriaatmadja (1982) dapat dipercepat secara teratur (akselerasi) dengan cara: (1) Peniruan (imitation) secara sengaja atau aktif karena pengaruh demonstratif (demonstrative effect) yang disebabkan oleh adanya hubungan sosial. (2) Pendidikan (education), yaitu usaha mengadakan perubahan perilaku manusia secara teratur sejak lahir sampai mati. Pendidikan dianggap sebagai kewajiban setiap generasi untuk menjadikan angkatan kemudiannya lebih sempurna. (3) Pembujukan (persuasion), yaitu usaha merubah perilaku dengan janji imbalan jasa atau dengan pemberian bantuan. Perubahan akan lebih cepat terjadinya tetapi akan cepat pula kembali kepada keadaan asalnya bila bantuan tadi dihentikan. (4) Propaganda, yaitu usaha merubah perilaku orang dengan mempengaruhi emosinya sehingga orang tersebut akan memihak kepada orang atau golongan pengusaha propaganda itu. (5) Perintah (instruction), yaitu usaha mengatur perilaku orang lain berdasarkan kelebihan wewenang dari orang yang memerintah (pemerintah, atasan, guru, orang tua dan lain-lain). Sifatnya hanya satu arah dari atas ke bawah dan biasanya ada sanksi. (6) Paksaan (coercion), yaitu usaha mengatur perilaku orang lain berdasar kekuasaan yang dipunyai orang yang memaksa dan ada terkandung ancaman badan. 22 Prima Tani pada dasarnya merupakan langkah inisiasi untuk mengatasi masalah kelambanan dalam penyampaian dan penerapan inovasi teknologi pertanian secara luas oleh pelaku agribisnis yang dilaksanakan oleh Badan Litbang Pertanian. Sebagai langkah inisiasi maka dikembangkan model AIP diserahkan kepada masyarakat dan pemerintah daerah setempat (Irawan 2004). Prima Tani diimplementasikan secara partisipatif dalam suatu desa atau laboratorium (1) agribisnis agroekosistem, (2) dengan agribisnis, menggunakan (3) lima wilayah, (4) pendekatan kelembagaan yaitu dan (5) pemberdayaan masyarakat. Penggunaan pendekatan agroekosistem berarti Prima Tani diimplementasikan dengan memperhatikan kesesuaian dengan kondisi bio-fisik lokasi yang meliputi aspek sumber daya lahan, air, wilayah komoditas dan komoditas dominan. Pendekatan agribisnis berarti dalam implementasi Prima Tani memperhatikan struktur dan keterkaitan subsistem penyediaan input, usahatani, pascapanen, pemasaran dan penunjang dalam satu sistem. Pendekatan wilayah berarti optimasi penggunaan lahan untuk pertanian dalam satu kawasan (desa atau kecamatan). Salah satu komoditas pertanian dapat menjadi perhatian utama sedangkan beberapa komoditas lainnya sebagai pendukung terutama dalam kaitannya dengan upaya untuk mengatasi resiko ekonomi akibat fluktuasi harga. Pendekatan kelembagaan berarti pelaksanaan Prima Tani tidak hanya memperhatikan keberadaan dan fungsi suatu organisasi ekonomi atau individu yang berkaitan dengan input dan output tetapi juga mencakup modal sosial, norma dan aturan yang berlaku di lokasi Prima Tani. Pendekatan pemberdayaan masyarakat menekankan perlunya penumbuhan kemandirian petani dalam memanfaatkan potensi sumber daya pedesaan. Resultan dari kelima pendekatan di atas adalah terciptanya suatu model pengembangan pertanian dan pedesaan dalam bentuk unit Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) dan Sistem Usahatani Intensifikasi dan Diversifikasi (SUID) di lokasi Prima Tani yang berkelangsungan (Badan Litbang Pertanian 2004). Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) dan Sistem Usahatani Intensifikasi dan Diversifikasi (SUID) ini adalah representasi industri pertanian dan usahatani berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi di suatu kawasan pengembangan. Kawasan ini mencerminkan pengembangan agribisnis lengkap dan padu-padan antar subsistem yang berbasis agroekosistem dan 23 mempunyai kandungan teknologi dan kelembagaan lokal yang diperlukan. Pertanian yang berwawasan agribisnis diharapkan mampu meningkatkan produktivitas serta pendapatan dan kesejahteraan petani sekaligus memantapkan swasembada beras dan meningkatkan efisiensi (Hutagalung 1996). Soekartawi (2005) dan Mardikanto (1993) menjelaskan bahwa penyuluhan pertanian adalah sistem pendidikan di luar sekolah (nonformal) yang diberikan kepada petani dan keluarganya dengan maksud agar mereka mampu, sanggup dan berswadaya memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraan keluarganya sendiri atau bila dimungkinkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekelilingnya. Penyebaran informasi mengenai inovasi teknologi pertanian dari sumber ke petani mutlak diperlukan agar tercapainya kondisi sesuai yang diharapkan. Penyebaran informasi dalam penyuluhan pertanian menurut Mardikanto (1993) mencakup penyebaran informasi yang berlangsung antar penentu kebijakan, antar peneliti, antar penyuluh, antar petani maupun antar pihak-pihak yang berkedudukan setingkat dalam proses pembangunan pertanian. Proses diseminasi teknologi inovatif telah dilakukan dengan berbagai macam pelatihan, penyuluhan, percontohan, demonstrasi lapang dan memanfaatkan berbagai media komunikasi untuk menyebarluaskan informasi inovasi pertanian serta pendampingan mulai perencanaan hingga evaluasi yang dilakukan oleh BPTP dan penyuluh dari dinas atau instansi terkait. Teknologi inovatif yang disebarluaskan antara lain pengelolaan air, pengelolaan pekarangan, pembuatan pupuk, usahatani seperti penggunaan varietas unggul, teknis budidaya dan pasca panen, usahatani ternak dan ikan serta administrasi dan keuangan serta penataan kelembagaan yang dilakukan secara partisipatif (BPTP Jawa Barat 2007). Setelah melihat keberhasilan rintisan Prima Tani di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Garut yang dilaksanakan sejak tahun 2005 maka sejak tahun 2007 pelaksanaan Prima Tani Jawa Barat diperbanyak dan tersebar termasuk Kabupaten Bogor. Selain lokasi, komoditas yang dikembangkan pun ditetapkan bersama berdasarkan potensi titik ungkit pengembangan suatu komoditas yang apabila dikembangkan secara agribisnis dapat mendorong kemajuan usahatani dan kesejahteraan masyarakat setempat (BPTP Jawa Barat 2007). 24 Keragaan yang dapat dilihat di lokasi AIP di antaranya (1) sebagian besar produk yang dihasilkan memenuhi kebutuhan mutu termasuk konsistensinya dan dalam jumlah cukup, (2) sebagian besar petani mengadopsi teknologi yang diimplementasikan, (3) munculnya beberapa petani progresif sebagai agen pembaharu pertanian, (4) sebagian besar petani menikmati nilai tambah secara proporsional, (5) sebagian besar petani berkembang usahanya yang dapat dilihat dari kemampuan memupuk modal untuk pembiayaan operasional, tabungan dan investasi, (6) sebagian besar petani mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah fluktuasi harga hasil usahataninya dan (7) hasil pertanian mempunyai daya saing tinggi di pasar lokal maupun internasional (Irawan 2004). Selanjutnya Irawan (2004) mengemukakan bahwa AIP merupakan model inovasi agribisnis yang digunakan dalam Prima Tani dengan karakteristik utama yaitu (1) lengkap secara fungsional, yaitu seluruh fungsi yang diperlukan dalam menghasilkan, mengolah dan memasarkan produk pertanian hingga ke konsumen akhir dapat dipenuhi, (2) satu kesatuan tindak, yaitu seluruh komponen atau anggota melaksanakan fungsinya secara harmonis dan dalam satu kesatuan tindak, (3) ikatan langsung secara institusional dan (4) hubungan di antara seluruh komponen atau anggota terjalin langsung melalui ikatan institusional (nonpasar). Strategi pengembangan di tingkat petani atau pembangunan di sektor pertanian secara luas dapat dilakukan melalui penerapan sistem dan usaha agribisnis yang mampu mengembangkan usaha pertanian yang komersial serta berorientasi pasar, mampu meningkatkan dan memperluas penganekaragaman hasil pertanian. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara perbaikan teknologi di tingkat petani tanpa harus menghilangkan atau meninggalkan teknologi yang biasa dilakukan oleh petani. Salah satu upayanya adalah dengan pelaksanaan Prima Tani yang didukung oleh semua unsur yang terlibat di dalamnya (BPTP Jawa Barat 2007). Klinik Agribisnis Makna secara harfiah ”agribisnis” adalah kegiatan bertani yang sudah dipandang sebagai sebuah kegiatan bisnis tidak lagi hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri (Syahyuti 2006). Agribisnis mencakup seluruh aktivitas yang terdiri dari produksi, penyimpanan (storage), distribusi dan 25 processing bahan dasar dari usahatani, suplai input dan penyediaan pelayanan penyuluhan, penelitian memiliki nilai tambah yang besar dan tujuan pasar yang lebih luas dan kebijakan lain. Agribisnis dan pengembangan sistem agribisnis diyakini sebagai pendekatan yang paling tepat untuk pembangunan ekonomi di Indonesia. Selanjutnya Syahyuti (2006) menjelaskan bahwa strategi pembangunan pertanian dengan menerapkan konsep agribisnis sesunggguhnya terdiri dari tiga tahap perkembangan yang seharusnya terjadi secara berurutan yaitu (1) agribisnis berbasis sumber daya yang digerakkan oleh kelimpahan sumber daya sebagai faktor produksi (factor-driven) dan berbentuk ekstensifikasi agribisnis dengan dominasi komoditas primer, (2) agribisnis berbasis investasi (investment-driven) melalui percepatan industri pengolahan dan industri hulu serta peningkatan sumber daya manusia serta (3) agribisnis berbasis inovasi (innovation-driven) dengan kemajuan teknologi. Tahapan ini menunjukkan komoditas yang diproduksi adalah hasil dari penerapan ilmu pengetahuan yang tinggi dan tenaga kerja terdidik. Prima Tani pada dasarnya merupakan perpaduan dari dua sistem yaitu sistem inovasi teknologi pertanian dan sistem agribisnis. Paduan antara kedua sistem ini dirajut dalam simpul elemen lembaga yang disebut Klinik Agribisnis yang dikelola oleh BPTP dan melibatkan para penyuluh, peneliti, dinas pertanian daerah dan swasta sebagai produsen sarana produksi pertanian. Pembentukan lembaga Klinik Agribisnis dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan informasi teknologi pertanian, informasi pasar dan informasi permodalan. Lembaga ini merupakan organisasi dengan anggota para penyuluh, peneliti BPTP dan petugas dinas terkait serta petani yang berada di lokasi pelaksanaan Prima Tani (petani target atau sasaran). Klinik Agribisnis didukung pula oleh Pusat Penelitian dan Balai Penelitian di lingkup Departemen Pertanian yang berperan sebagai pemasok inovasi teknologi pertanian. Operasionalnya lembaga ini dapat pula melibatkan perusahaan swasta produsen sarana produksi pertanian (Irawan 2004). Tiga fungsi utama dari Klinik Agribisnis yaitu (1) membantu pengguna agribisnis dalam mengatasi masalah teknis dan manajemen usaha, (2) menyediakan informasi yang berkaitan dengan teknologi siap guna, pasar 26 komoditas dan permodalan serta (3) sebagai media umpan balik bagi pengembangan teknologi pertanian yang sesuai dengan kebutuhan pengguna teknologi (BPTP Jawa Barat 2007). Arah kegiatan Klinik Agribisnis ditujukan untuk (1) permasalahan yang ada di lapangan, (2) memanfaatkan dan mengembangkan potensi dan peluang yang tersedia, (3) memperbaiki teknologi yang telah ada di petani dengan inovasi teknologi sesuai kebutuhan lapangan dan (4) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam mengelola usaha pertaniannya. Pelaksanaannya setiap langkah kegiatan dilakukan secara terpadu dengan melibatkan masyarakat (petani) setempat dan instansi terkait (BPTP Jawa Barat 2007). Klinik Agribisnis merupakan tempat penyuluh, peneliti dan petugas dinas terkait dalam memberikan pelayanan terpadu kepada pelaku agribisnis. Klinik Agribisnis terkait secara langsung dan tak langsung dengan lembaga inovasi milik pemerintah yang menghasilkan teknologi dasar (universitas), teknologi terapan (Pusat Penelitian atau Balai Penelitian), teknologi matang yang bersifat spesifik lokasi dan pengguna (BPTP) dan produsen teknologi komersial (produsen benih varietas unggul, industri pupuk dan pestisida serta industri rancang bangun alat dan mesin pertanian) (BPTP Jawa Barat 2007). Klinik Agribisnis dapat menjadi wadah untuk menampung permasalahan dan ketersediaan inovasi teknologi pertanian yang dibutuhkan oleh pelaku usahatani atau pelaku agribisnis. Inovasi teknologi pertanian tersebut berupa teknologi produksi, panen dan pascapanen, sosial kelembagaan sampai pemasaran. Peran Klinik Agribisnis lebih mendekatkan sumber-sumber teknologi pertanian kepada khalayak pengguna, khususnya petani dan sekaligus menjadi wahana mendapatkan umpan balik untuk penyempurnaan penyelenggaraan penelitian, pengkajian dan diseminasi inovasi teknologi pertanian (BPTP Jawa Barat 2007). Hal ini didukung oleh penelitian Sapari (2008) yang menunjukkan bahwa keberadaan Klinik Agribisnis di lokasi pelaksanaan Prima Tani sangat menguntungkan sebagai wadah interaksi antara sumber informasi dengan pengguna. Pelayanan informasi melalui klinik agribisnis dilakukan dengan tiga kegiatan utama adalah (1) penyebaran informasi baik secara tertulis maupun lisan, 27 (2) pemberian jasa konsultasi usahatani dan (3) pelayanan pemecahan masalah usahatani di lapangan. Materi dirancang dan disusun dengan rinci serta disesuaikan dengan kebutuhan petani disajikan dengan menggunakan multimedia dan multimetoda. Klinik Agribisnis dibangun secara swadaya agar masyarakat merasa memiliki. Tenaga pengelola Klinik Agribisnis adalah berasal dari masyarakat di sekitar lokasi dan pembentukannya melibatkan BPTP, dinas terkait, pemda setempat, petani dan pelaku agribisnis lainnya (BPTP Jawa Barat 2007). Adapun konsep lembaga terkait dengan pengertian: Pertama, kelembagaan sebagai suatu aturan main (rule of the game) dalam interaksi interpersonal. Terkait dengan informasi inovasi teknologi pertanian maka kelembagaan dalam Klinik Agribisnis diartikan sebagai sekumpulan aturan, baik yang formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan kewajiban. Kedua, kelembagaan sebagai suatu yang memiliki hierarki. Konteks ini menunjukkan bahwa kelembagaan Klinik Agribisnis sebagai lembaga yang terkait dengan penyediaan informasi inovasi teknologi pertanian. Klinik Agribisnis diartikan sebagai batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh seseorang atau pihak tertentu terhadap sumber daya faktor produksi, barang dan jasa dalam hal ini adalah jasa pelayanan khusus dalam bidang inovasi teknologi pertanian (Irawan 2004). Kelembagaan muncul sebagai suatu upaya untuk memecahkan masalah, oleh karena itu kelembagaan dapat berkembang sesuai dengan semakin kompleksnya masalah yang dihadapi masyarakat. Kelembagaan tersebut mungkin secara evolusi tumbuh dari masyarakat yang dikenal sebagai kelembagaan informal atau mungkin pula sengaja dibentuk seperti halnya aturan atau undang-undang yang disebut kelembagaan formal. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Pakpahan (1991) bahwa kelembagaan dipandang penting mengingat kelembagaan inilah yang mendasari keputusan untuk melakukan kegiatan (berproduksi), investasi dan kegiatan ekonomi yang di dalamnya terdapat kaidah-kaidah atau aturan-aturan baik formal maupun informal yang mengatur perilaku dan tindakan individu dalam mencapai tujuan. Terkait dengan Klinik Agribisnis maka dapat dikatakan bahwa Klinik Agribisnis sengaja dibentuk untuk 28 membantu petani dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam menjalankan usahatani dan menyediakan informasi inovasi teknologi pertanian yang sesuai dengan kebutuhan petani. Klinik Agribisnis adalah lembaga jasa pelayanan konsultasi dan pada aktivitasnya melibatkan kegiatan komunikasi. Pendekatan untuk lembaga adalah organisasi. Banyak definisi tentang organisasi yang dikemukakan para ahli namun dapat diambil kesimpulan bahwa organisasi merupakan suatu sistem, mengkoordinasi aktivitas dan mencapai tujuan bersama atau tujuan umum. Organisasi dikatakan sebagai suatu sistem karena terdiri dari berbagai bagian yang saling bergantung satu sama lain (Muhammad 2004). Komunikasi yang terjadi pada Klinik Agribisnis dapat dikatakan sebagai suatu komunikasi organisasi. DeVito (1997) menjelaskan bahwa komunikasi organisasi merupakan pengiriman dan penerimaan berbagai pesan di dalam organisasi atau kelompok formal maupun informal organisasi. Komunikasi organisasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya yang berorientasi pada organisasi. Selanjutnya komunikasi organisasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial, orientasinya tidak pada organisasinya sendiri tetapi lebih pada para anggotanya secara individual. Selanjutnya Goldhaber (1986) dalam Muhammad (2004) menjelaskan bahwa komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling bergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah. Kasim (1993) menjelaskan bahwa tujuan berkomunikasi dalam organisasi antara lain: (1) memberitahu si penerima tentang suatu hal, (2) mempengaruhi sikap si penerima, (3) memberi dukungan psikologis kepada si penerima dan (4) mempengaruhi perilaku si penerima. Komunikasi selalu terjadi dalam sebuah organisasi dan efektivitas komunikasi menjadi tuntutan, oleh karena itu perlu kerjasama antar anggota organisasi. Komunikasi dapat berjalan efektif apabila dapat meningkatkan ketepatan dan mengurangi gangguan dalam proses komunikasi. Ketepatan komunikasi menunjuk kepada kemampuan orang untuk mereproduksi atau menciptakan suatu pesan dengan tepat. Istilah ketepatan dalam komunikasi adalah 29 tingkat persesuaian arti pesan yang dimaksudkan oleh si pengirim dengan arti yang diinterpretasikan oleh si penerima. Kepuasan komunikasi dalam organisasi menunjukkan bagaimana baiknya informasi yang tersedia memenuhi persyaratan permintaan anggota organisasi dari siapa datangnya, cara disebarluaskan, bagaimana diterima, diproses dan apa respons orang yang menerimanya. Kepuasan komunikasi pada dasarnya adalah satu fungsi dari apa yang seseorang dapatkan dengan apa yang dia harapkan. Kepuasan komunikasi dapat diraih apabila informasi yang dikomunikasikan konsisten dengan apa yang diharapkan (Kasim 1993). Setiap pesan yang dikirimkan dalam suatu organisasi mempunyai alasan tertentu mengapa dikirim dan diterima oleh orang tertentu (saling bertukar pesan). Thayer (Muhammad 2004) menjelaskan bahwa fungsi pesan dalam organisasi adalah untuk memberi informasi, membujuk, memerintah, memberi instruksi dan mengintegrasikan organisasi. Jasa pelayanan yang ada di Kinik Agribisnis di antaranya: konsultasi, diskusi dan pembinaan teknis. Pertama, konsultasi yang dimaksud adalah konsultasi yang terjadi di Klinik Agribisnis pada Prima Tani adalah kegiatan atau aktivitas dimana terjadi suatu interaksi atau komunikasi antara petani dengan nara sumber atau ahli yang sengaja didatangkan ke Klinik Agribisnis yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi mengenai teknologi pertanian khususnya yang terkait dengan inovasi teknologi yang dianjurkan dalam Prima Tani yang dilaksanakan di lokasi (BPTP Jawa Barat 2007). Kedua, diskusi yang dimaksud adalah sebuah proses tukar-menukar informasi, pendapat dan unsur-unsur pengalaman secara teratur dengan maksud untuk mendapatkan pengertian bersama yang lebih jelas, lebih teliti tentang sesuatu atau untuk mempersiapkan dan merampungkan kesimpulan atau pernyataan atau keputusan. Diskusi merupakan salah satu cara yang baik untuk mengadakan komunikasi dapat menumbuhkan jiwa kepemimpinan dan dapat memperdalam wacana atau pengetahuan dalam hal ini petani (Depkominfo 2006). Menurut Wiyanto (2000) diskusi adalah proses bertukar pikiran antara dua orang atau lebih tentang suatu masalah untuk mencapai tujuan tertentu. Ketiga, Pembinaan Teknis, Pemerintah Daerah Kabupaten bekerjasama dengan instansi terkait membentuk Tim 30 Pembinaan Teknis dalam rangka untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan Prima Tani di lokasi. Tim Pembinaan Teknis bertugas untuk melakukan pembinaan teknis operasional terhadap inovasi teknologi kepada seluruh petani guna meningkatkan kualitas sumber daya petani untuk kegiatan Prima Tani. Pembinaan teknis ini sangat diperlukan terlibat dalam sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu peningkatan kemampuan usahatani petani, dapat menggunakan teknologi pertanian yang lebih maju serta teknologi inovatif yang telah disesuaikan dengan karakteristik teknologi tepat guna spesifik pengguna dan lokasi dapat diadopsi oleh petani (BPTP Jawa Barat 2007). Selain aktivitas komunikasi yang ada di Klinik Agribisnis media tercetak juga sangat diperlukan oleh petani agar mudah mendapat informasi. Media digunakan untuk mencari informasi. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999) informasi ini digunakan untuk memilih teknologi yang paling menguntungkan dan melihat usaha yang paling menguntungkan. Seperti yang dikemukakan oleh Berlo (1960) bahwa memilih saluran atau media komunikasi yang tepat bukanlah hal yang mudah karena saluran atau media komunikasi menentukan efektivitas komunikasi. Kehati-hatian perlu dilakukan karena setiap saluran komunikasi memiliki kualitas tertentu dilihat dari segi teknologi, struktur maupun fungsinya. Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan untuk sampai kepada komunikan (sasaran). Media dapat dipilih salah satu atau gabungan dari beberapa media untuk mencapai sasaran komunikasi kita. Pemilihan media bergantung pada tujuan yang akan dicapai, pesan yang akan disampaikan dan teknik yang akan dipergunakan. Masing-masing media komunikasi itu mempunyai kelebihan dan kekurangan. Hasil penelitian Mumpuni (2003) menunjukkan bahwa siaran radio masih tinggi keefektivannya sebagai media komunikasi inovasi pertanian bagi petani sayuran di Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang. Rogers (2003) menyatakan bahwa saluran komunikasi sebagai sesuatu melalui mana pesan dapat disampaikan dari sumber kepada penerimanya. Menurut Berlo (1960) sesuatu ini dapat memiliki arti ganda yaitu (a) alat pembawa pesan, (b) saluran yang dilalui oleh alat pembawa pesan dan (c) media atau wahana yang memungkinkan alat pembawa pesan itu melalui jalan atau saluran yang harus dilaluinya. Pergantian peran antara semua pihak yang 31 berkomunikasi selalu terjadi dalam sebuah proses komunikasi. Saluran komunikasi dapat diartikan sebagai sesuatu (alat pembawa, saluran atau jalan, media atau wahana) yang memungkinkan pengiriman dan diterimanya pesan oleh pihak-pihak yang saling berkomunikasi. Terdapat dua macam saluran komunikasi yaitu (1) saluran media massa, yaitu segala bentuk media massa (baik media cetak maupun media elektronik) yang memungkinkan seseorang atau sekelompok kecil orang dapat menyampaikan pesan kepada masyarakat luas dan (2) saluran antara pribadi, yaitu segala bentuk hubungan atau pertukaran pesan antar dua orang atau lebih secara langsung (tatap muka) dengan atau tanpa alat bantu yang memungkinkan semua pihak yang berkomunikasi dapat memberikan respons atau umpan balik secara langsung. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999) menjelaskan bahwa penelitian menunjukkan bahwa berbagai sumber informasi digunakan pada awal dan akhir proses adopsi inovasi. Penggabungan berbagai jenis media sangat diperlukan agar saling memperkuat dalam program penyuluhan. Media massa sangat berperan untuk menarik minat melakukan komunikasi pribadi mengenai suatu inovasi tetapi tidak akan efektif jika tidak ada tindak lanjut dari PPL (Petugas Penyuluh Lapangan). Selanjutnya van den Ban dan Hawkins (1999) menjelaskan bahwa petani yang secara berkala meminta saran dari PPL biasanya memiliki cukup informasi dari saluran komunikasi lain. Petani juga memperoleh informasi dengan membaca majalah pertanian dan terbitan perdagangan, melakukan kunjungan lapangan dan menyaksikan demonstrasi, menghadiri pertemuan, mendiskusikan inovasi dengan desa tetangganya dan sebagainya. Dewasa ini semakin banyak PPL yang merasa perlu mengadakan kontak dengan petani yang jarang meminta saran. Surat kabar, majalah, radio dan televisi merupakan media yang paling murah untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. Karakteristik dan Persepsi Petani tentang PPL Karakteristik adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh seorang individu yang ditampilkan melalui pola berpikir, pola sikap dan pola tindakan terhadap lingkungan hidupnya. Selanjutnya secara lebih rinci Soekartawi (2005) menyebutkan karakteristik individu antara lain: umur, pendidikan, status sosial 32 ekonomi, keberanian mengambil resiko, pola hubungan (lokalit atau kosmopolit), sikap terhadap perubahan, motivasi berkarya, aspirasi, fatalisme, sistem kepercayaan tertentu (dogmatisme) dan karakteristik psikologi. Umur petani merupakan faktor yang berhubungan dengan efektivitas komunikasi karena umur menggambarkan pengalaman seseorang yang menyebabkan adanya perbedaan dalam pengetahuan, sikap dan tindakan. Umur akan sejalan dengan pengetahuan dan pengalaman yang sesuai dengan pertumbuhan alamiah. Umur yang lebih tua tampaknya cenderung lebih berhati-hati sehingga terkesan kurang responsif atau lambat. Sebenarnya bukan berarti tidak mau menerima pesan atau perubahan tetapi petani yang berumur tua mempunyai pertimbangan praktis seperti kesehatan, kekuatan fisik yang kurang mendukung atau ingin menikmati masa tua. Lionberger (1960) berpendapat bahwa semakin tua petani biasanya semakin lambat mengadopsi inovasi dan cenderung hanya melakukan kegiatan-kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga masyarakat setempat. Hasil penelitian Yusnadi (1992) menyatakan bahwa umur petani berhubungan nyata dengan adopsi pengembangan perkebunan kopi rakyat dengan arah yang negatif artinya semakin tinggi umur (tua) maka tingkat adopsinya semakin rendah. Selanjutnya hasil penelitian Kuswarno (1993) menunjukkan bahwa semakin tua usia seseorang, semakin tinggi motivasinya untuk mendengarkan radio dan menonton televisi. Pendidikan, terutama pendidikan formal sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Umumnya petani yang berpendidikan lebih baik dan pengetahuan teknik yang lebih banyak akan lebih mudah dan lebih mampu berkomunikasi dengan baik. Pendidikan formal dan nonformal yang dimiliki seseorang akan menentukan bagaimana orang tersebut bertindak dengan maksud tertentu, bersikap rasional dan berpartisipasi secara aktif dengan lingkungannya. Tingkat pendidikan yang tinggi memungkinkan seseorang lebih kreatif, mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, mampu mengambil keputusan dengan cepat dan tepat terhadap informasi atau pesan yang disampaikan dan melaksanakan apa yang disampaikan. Terdapat hubungan antara pendidikan formal maupun nonformal dengan efektivitas komunikasi. Hal ini sejalan dengan 33 penelitian yang dilakukan oleh Rahmani (2006) menunjukkan bahwa pelatihan atau kursus yang diikuti oleh petani menjadi faktor penentu dalam membangun komunikasi yang efektif pada Program PIDRA di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Efek pendidikan adalah merubah perilaku atau cara berpikir dan bertindak petani (Hamidjojo dalam Wardhani 1994). Menurut Yusuf (Nasution 1987) pendidikan adalah proses pengembagan kepribadian seseorang yang dilaksanakan secara sadar dan penuh tanggung jawab untuk dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai-nilai sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tingkat pendidikan baik formal maupun nonformal berhubungan nyata dengan tingkat pemanfaatan sumber informasi. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi umumnya lebih menyadari kebutuhan akan informasi sehingga menggunakan lebih banyak jenis sumber informasi dan lebih terbuka terhadap media massa. Penelitian Wardhani (1994) dan Purnaningsih (1999) mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan peternak dan petani sayur berhubungan nyata dengan pemanfaatan dan penggunaan sumber informasi. Sebaliknya, hasil penelitian Santosa (1993) menunjukkan bahwa pendidikan tidak berpengaruh terhadap perilaku pencarian informasi harga sayur-mayur. Umumnya petani sayuran mempunyai tingkat pendidikan yang rendah dan cenderung menggunakan media komunikasi interpersonal. Hasil penelitian Yusnadi (1992) dan Latif (1995) mengungkapkan bahwa pendidikan formal, pendidikan nonformal dan tingkat kekosmopolitan petani berhubungan nyata dengan tingkat adopsi. Hasil penelitian Mumpuni (2003) menunjukkan hasil bahwa keefektivan siaran radio sebagai media komunikasi inovasi pertanian di Kecamatan Ambarawa mempunyai hubungan yang erat dengan pendidikan nonformal yaitu keikutsertaan petani dalam kursus-kursus pertanian dan frekuensi mendengarkan siaran radio serta melakukan komunikasi interpersonal secara nonformal. Luas lahan garapan, menurut Soekartawi (2005) menunjukkan ukuran usahatani selalu berhubungan positif dengan adopsi teknologi. Banyak teknologi baru yang memerlukan skala usaha yang besar dan sumber daya ekonomi yang tinggi. Petani yang memiliki lahan pertanian sendiri akan sangat tertarik untuk 34 mengadopsi teknologi pertanian. Pernyataan Soekartawi ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Setyanto (1993) yang menyimpulkan bahwa luas lahan garapan dan status lahan garapan di samping karakteristik individu lainnya mempunyai hubungan positif dengan adopsi paket teknologi Supra Insus. Pendapatan keluarga, menurut Soekartawi (2005) bahwa petani yang berpenghasilan rendah cenderung lambat untuk menerima pesan dan sebaliknya petani yang penghasilannya lebih tinggi cenderung lebih cepat untuk menerima pesan dan mempunyai kemungkinan besar untuk mengadopsi suatu inovasi teknologi. Pendapatan dan pengeluaran keluarga akan mempengaruhi status sosial seseorang. Tingkat pendapatan keluarga cenderung menentukan seseorang dalam mengambil keputusan untuk bersikap dan bertindak sehingga diduga terdapat hubungan antara pendapatan keluarga dengan efektivitas komunikasi. Pendapatan usahatani yang tinggi seringkali berhubungan dengan tingkat adopsi inovasi. Adopsi inovasi menyebabkan pendapatan petani meningkat kemudian petani akan menanamkan modalnya untuk adopsi inovasi selanjutnya. Hasil penelitian Wardhani (1994) menunjukkan bahwa penghasilan atau pendapatan berhubungan dengan pengadaan dan pemanfaatan sumber informasi tentang ayam buras di Desa Cisontrol Kabupaten Ciamis. Sebaliknya, Purnaningsih (1999) dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat pendapatan petani sayur di Kabupaten Cianjur (Desa Cipendawa dan Desa Sukatani) tidak berhubungan nyata dengan pemanfaatan sumber informasi. Perbedaan tingkat pendapatan di antara petani tidak menimbulkan perbedaan pemanfaatan sumber informasi. Hasil penelitian Rahmani (2006) menunjukkan bahwa pendapatan keluarga memiliki hubungan nyata dengan efektivitas komunikasi. Rogers (2003) juga mengemukakan bahwa pengambilan keputusan oleh petani untuk menerima dan selanjutnya menerapkan suatu inovasi teknologi pertanian dipengaruhi oleh banyak faktor yang terdiri dari faktor internal (individu petani) dan eksternal. Faktor internal berasal dari petani di antaranya: tingkat pendidikan, umur, luas tanah garapan, status pemilikan lahan, jumlah tenaga kerja dari anggota keluarga petani, wawasan kewilayahan, persepsi petani dan aktivitas petani dalam kelompok taninya. Faktor eksternal yang berpengaruh di antaranya 35 adalah faktor kelembagaan, faktor lingkungan, kebijaksanaan pemerintah dan sebagainya. Hasil penelitian Saleh (1984) di Desa Kutayasa Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa karakteristik warga nyata berhubungan dengan bidang peternakan adalah mata pencaharian, jenis kelamin, tingkat pendidikan, keikutsertaan kursus, jumlah anggota, usia kerja dan tingkat penghasilan. Penelitian Anas (2003) menunjukkan karakteristik individu nelayan yang merupakan faktor penentu dalam membentuk efektivitas komunikasi adalah jumlah tanggungan keluarga dan pendapatan keluarga. Selanjutnya hasil penelitian Handayani (2002) menunjukkan bahwa keberadaan status lahan berarti dalam KKP (Kredit Ketahanan Pangan) terkait dengan pemahaman hak, kewajiban dan sanksi pada pelanggaran dalam KKP. Hasil penelitian Wulanjari (2004) menunjukkan bahwa karakteristik individu (karakteristik personal) yang berperan penting dalam perubahan perilaku berusahatani peserta Program P3T adalah: umur, frekuensi mengikuti SLP3T, tingkat kekosmopolitan, motivasi berusahatani dan pengalaman berusahatani. Selanjutnya hasil penelitian Salampessy (2001) menunjukkan bahwa karakteristik tingkat pendidikan formal, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan dari petani berhubungan nyata dengan keefektivan menunjukkan komunikasi hasil organisasi bahwa tingkat petani. Penelitian pendidikan Setyanto seseorang akan (1993) sangat mempengaruhi tingkat pemahaman mereka terhadap informasi yang diperoleh baik secara langsung maupun melalui media massa. Demikian pula Sulistianawati (1989) menyatakan hubungan karakteristik peternak dengan kecepatan adopsi teknologi Supra Insus membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan peternak maka semakin cepat tingkat adopsi mereka terhadap teknologi Supra Insus. Selanjutnya penelitian yang terkait dengan karakteristik individu juga dilakukan oleh Wardhani (1994) salah satunya adalah menyangkut pengalaman berusahatani. Seiring dengan pendapat Gagne (Wardhani 1994) menjelaskan bahwa pengalaman adalah akumulasi dari proses belajar-mengajar yang dialami oleh seseorang. Pengalaman seseorang menurut Dahama dan Bhatnagar (Wardhani 1994) akan memberikan kontribusi terhadap minat dan harapannya 36 untuk lebih banyak belajar. Kecenderungan seseorang untuk berbuat bergantung pada pengalamannya karena pengalaman menentukan minat dan kebutuhan yang dirasakan. Penelitian Wardhani (1994) menunjukkan bahwa pengalaman berusahaternak tidak berhubungan nyata dengan penggunaan sumber-sumber informasi. Sebaliknya, Purnaningsih (1999) mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa perbedaan pengalaman petani sayur menyebabkan adanya perbedaan terhadap penggunaan sumber informasi. Petani adalah sasaran dari pembangunan pertanian melalui proses penyuluhan sejalan dengan yang dikemukakan oleh Soejitno (1968) dalam Mardikanto (1993) bahwa selaras dengan pengertiannya yang menjadi sasaran penyuluhan adalah petani dan keluarganya yaitu bapak tani, ibu tani dan pemuda atau pemudi tani (anak-anak petani). Pernyataan seperti ini tidak dapat disangkal sebab pelaksana utama pembangunan pertanian adalah para petani dan keluarganya sehingga yang harus diubah perilakunya dalam praktek-praktek berusahatani guna meningkatkan produksi dan pendapatan masyarakat adalah petani itu sendiri. Sebagai sasaran utama petani harus menjadi perhatian penyuluh pertanian. Efektivitas komunikasi pembangunan akan semakin baik manakala ada kekuatan penunjang ke arah perubahan. Inovasi yang ditawarkan maupun ajakan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan akan disambut secara positif oleh warga masyarakatnya jika ada kekuatan-kekuatan penunjang atau hal-hal yang mendukung upaya perubahan yang ditawarkan. Kekuatan-kekuatan penunjang itu adalah: 1 Adanya kegiatan masyarakat untuk segera meneruskan kegiatan-kegiatan yang sudah dimulai tetapi belum dapat terselesaikan. Perubahan sebenarnya sudah dimulai oleh masyarakat itu sendiri, akan tetapi mengalami suatu hambatan sehingga terhenti. Sehingga tugas penyuluh sebenarnya hanyalah mendorong atau menunjukkan arah untuk mengatasi masalah yang dihadapi dan bukannya menggerakkan masyarakat untuk melakukan hal ”baru” yang harus mereka kerjakan. 2 Adanya kegiatan yang hanya menuntut partisipasi masyarakat pada sebagian dari keseluruhan kegiatan. Peran penyuluh di sini adalah: menunjukkan 37 beberapa alternatif pemecahan masalah pada tahap awal atau memberikan arahan kepada warga masyarakat untuk meneruskan dan memelihara upaya pembangunan atau perubahan yang sebenarnya. 3 Adanya kegiatan yang berhasil menyadarkan warga masyarakat tentang perlunya kegiatan lanjutan. Penyuluh hanya menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan sebagian kecil dari kegiatan pembangunan jangka panjang yang lebih besar lagi. Melalui cara-cara seperti ini keberhasilan pembangunan pada tahap yang paling awal akan terus mengembangkan kesadaran masyarakat untuk meneruskan pembangunan demi tercapainya tujuan jangka panjang yang semakin besar bobot dan luas cakupannya. Suatu informasi yang disampaikan akan lebih diperhatikan oleh petani jika informasi tersebut tepat guna, tepat waktu dan tepat sasaran. Petani akan lebih rasional jika pertimbangan-pertimbangan bisnis menjadi acuan utama dalam mengelola usahataninya. Petani di pedesaan masih terbatas dengan sumber informasi media massa, menggunakan sumber informasi dalam bentuk interpersonal untuk menciptakan kesadaran akan suatu inovasi lebih banyak digunakan. Sejalan dengan hal itu Rogers dan Shoemaker (1995) menjelaskan bahwa inovasi yang dianggap rumit akan menggunakan sumber informasi interpersonal yaitu dengan menggunakan penyuluh untuk menjelaskan suatu penemuan baru. Petani di pedesaan mempunyai latar belakang yang bervariasi sehingga dapat mempengaruhi dalam memahami dan mencari informasi tentang inovasi teknologi pertanian. Banyak pendapat mengenai karakteristik individu yang terkait dengan efektivitas komunikasi namun karakteristik individu yang diduga berhubungan dengan efektivitas komunikasi Klinik Agribisnis pada Prima Tani di Kecamatan Leuwi Sadeng Bogor dibatasi pada (1) umur, (2) pendidikan formal, (3) pendidikan nonformal, (4) luas lahan garapan, (5) pendapatan keluarga, (6) pengalaman berusahatani dan (7) tingkat kekosmopolitan dianggap sudah cukup mewakili. Selain karakteristik individu di atas, karakteristik persepsi pun penting untuk diketahui keterkaitannya dengan variabel dependen yang diamati. Perlu dikaji bagaimana seseorang mempersepsi sesuatu akan berkorelasi dengan 38 efektivitas komunikasi sehingga diduga ada hubungan antara persepsi petani tentang PPL dengan efektivitas komunikasi. van den Ban dan Hawkins (1999) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses menerima informasi atau stimuli dari lingkungan dan mengubahnya ke dalam kesadaran psikologis. Prinsip-prinsip umum persepsi meliputi: 1 Relativitas Persepsi seseorang bersifat relatif walaupun suatu objek tidak dapat kita perkirakan secara tepat, tetapi setidaknya dapat mengatakan bahwa yang satu melebihi yang lainnya. Perlu diperhatikan dalam membuat pesan bahwa persepsi orang lain terhadap bagian-bagian dari pesan tersebut sangat ditentukan oleh bagian yang mendahului pesan itu. 2 Selektivitas Persepsi juga sangat selektif. Panca indera menerima stimuli dari sekelilingnya dengan melihat objek, mendengar suara, mencium bau dan sebagainya. Kapasitas memproses informasi terbatas untuk itu tidak semua stimuli dapat ditangkap bergantung pada faktor fisik dan psikologis seseorang. Berdasarkan faktor-faktor tersebut seorang komunikator hanya akan mengarahkan pesannya ke bagian-bagian yang perlu atau melakukan pengulangan dan mengurangi informasi yang tidak diperlukan. Pengalaman masa lampau juga mempengaruhi pilihan terhadap persepsi. 3 Organisasi Persepsi seseorang terorganisir. Seseorang cenderung untuk menyusun pengalamannya dalam bentuk yang memberi arti dengan mengubah yang berserakan dan menyajikannya dalam bentuk yang bermakna antara lain berupa gambar dan latar (belakang). 4 Arah Melalui pengamatan seseorang dapat memilih dan mengatur serta menafsirkan pesan. Penataan adalah sangat penting bagi pembuat pesan untuk mengurangi tafsiran yang diberikan oleh stimulus. 5 Perbedaan Kognitif Persepsi seseorang bisa berlainan satu sama lain dalam situasi yang sama karena adanya perbedaan kognitif. Setiap proses mental, individu bekerja 39 menurut caranya sendiri bergantung pada faktor-faktor kepribadian seperti toleransi terhadap ambiguitas (kemenduaan), tingkat keterbukaan dan ketertutupan pikiran, sikap otoriter dan sebagainya. Tidak mungkin untuk merancang pesan dengan menggabungkan semua gaya kognitif tersebut dan harus ditentukan suatu strategi yang dapat mewakili suatu gagasan yang mengacu pada sebagian besar gaya kognitif. Selanjutnya van den Ban dan Hawkins (1999) menjelaskan bahwa harapan dan sikap penerima pesan dipengaruhi oleh caranya yang bersangkutan mengartikan atau menafsirkan suatu pesan. Sumber informasi ikut menentukan diterimanya sebuah pesan jika penerima sudah meragukan sumbernya maka besar kemungkinan pesan ditafsirkan sedemikian rupa untuk menguatkan keraguannya. Salah pengertian kadang-kadang dapat dihindari dengan cara menyampaikan gagasan yang sama beberapa kali dalam berbagai cara yang berbeda. Effendy (1998) menjelaskan bahwa proses komunikasi memiliki tiga dampak bagi komunikan yaitu dampak kognitif, afektif dan konatif. Hal ini perlu dilihat untuk menilai sejauh mana Prima Tani dapat diterima dan dilaksanakan ataupun ditolak di tingkat petani dan dapat merupakan indikator efektivitas komunikasi yang terjadi. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam proses komunikasi adalah (1) variabel sumber; dengan mengamati indikator pengetahuan, sikap, keterampilan berkomunikasi dan status sosial budaya penyuluh akan mempengaruhi keefektivannya sebagai komunikator, (2) variabel pesan; dengan mengamati indikator kode atau bahasa yang terkandung pada pesan maupun isi dan strukturnya akan turut berpengaruh. Agen penyuluhan yang merancang pesan mengenai penggunaan yang aman bahan kimia untuk pertanian boleh memilih antara bahasa yang langsung dan tidak mengandung emosi atau imbauan dengan perasaan yang menekankan pada bahaya yang terkandung dalam bahan semprotan tersebut, (3) variabel saluran; penyuluh dapat mengidentifikasi untuk menghubungi petani dengan tatap muka, berkelompok, media cetak, radio, televisi atau dengan kombinasi dari berbagai saluran tersebut dan (4) variabel penerima; sama halnya dengan sumber, ditemukan bahwa keterampilan berkomunikasi, 40 sikap, pengetahuan dan latar belakang sosial budaya penerima mempengaruhi cara menerima dan menafsirkan pesan. Warsito (Danudiredjo 1998) mengatakan bahwa persepsi berkorelasi dengan karakteristik personal dan faktor-faktor lain sedangkan Harun (Danudiredjo 1998) menyebutkan bahwa karakteristik personal seperti umur, tingkat pendidikan, pengalaman, status sosial ekonomi, keanggotaan pada suatu organisasi serta perilaku mencari informasi merupakan variabel yang berhubungan dengan persepsi dan sikap terhadap inovasi. Effendy (1998) mengemukakan bahwa persepsi adalah penginderaan terhadap suatu kesan yang timbul dalam lingkungannya. Penginderaan tersebut dipengaruhi oleh pengalaman, kebiasaan dan kebutuhan. Kemampuan mempersepsi antara orang yang satu dengan yang lain tidak akan sama meskipun mereka sama-sama dalam satu organisasi atau kelompok. Hal tersebut disebabkan karena persepsi tersebut dipengaruhi oleh aktivitas komunikasi orang tersebut baik sebagai komunikator maupun komunikan. Selanjutnya Rakhmat (2007) mengemukakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu yang bersangkutan membentuk persepsi. Selanjutnya Rogers (2003) mengemukakan bahwa persepsi selektif merupakan suatu kecenderungan individu yang menginterpretasikan pesan-pesan komunikasi menurut sikap, kepentingan, kebutuhan dan keyakinannya. Hal tersebut dipengaruhi oleh pendidikan, status sosial, keterdedahan, kontak interpersonal, partisipasi sosial dan kekosmopolitan. Seseorang dalam hal ini petani untuk meyakinkan informasi yang diperolehnya akan melakukan kontak interpersonal dengan agen pembaharu atau PPL. Kepemimpinan orang yang memiliki kompetensi teknis dapat memberikan fungsi legitimasi terhadap keputusan yang akan dibuatnya. Proses mengetahui (kognitif), memahami (afektif) sampai dengan perilaku atau tindakan (konatif) pada diri seseorang sangat dipengaruhi oleh hubungan interpersonal. Informasi pertanian dapat diikutsertakan di dalam produk-produk teknologi seperti pestisida, mesin pertanian dan bibit serta petunjuk penggunaannya. Informasi semacam ini 41 oleh Bennet (1990) dalam van den Ban dan Hawkins (1999) disebut sebagai teknologi. Penyuluhan melibatkan kegiatan menerima dan menafsirkan pesan yang diperoleh dari berbagai saluran. Penyuluh diharapkan mempunyai wawasan yang luas tentang dunia di sekelilingnya sehingga dapat menafsirkan rangsangan dan pesan-pesan yang diterimanya. Petugas penyuluhan dapat menggunakan berbagai metode untuk bertukar pikiran dengan petani, peneliti dan mereka yang terkait dalam pembangunan pertanian (van den Ban dan Hawkins 1999). Titik tolak pendekatan transfer atau alih teknologi baru yang dikembangkan di lembaga penelitian berbeda dengan penyuluhan modern yang bertitik tolak pada permasalahan yang dihadapi oleh petani. Peranan petugas penyuluhan adalah membantu petani menemukan, mengembangkan dan mengevaluasi informasi yang relevan untuk memecahkan permasalahan tersebut termasuk informasi mengenai teknologi baru yang dikembangkan di lembaga penelitian. Informasi ini juga meliputi informasi yang berasal dari sumber-sumber lain termasuk yang berasal dari petani yang harus disatukan dengan informasi penelitian untuk mengembangkan pemecahan masalah yang membantu petani mencapai tujuan mereka dengan lebih efisien (BPTP Jawa Barat 2007). Hasil penelitian Maksum (1994) menunjukkan bahwa interaksi antar anggota dalam pertemuan ternyata mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan menerapkan informasi teknologi atau teknologi yang dianjurkan yaitu sebanyak 97,30% petani mampu melaksanakan anjuran-anjuran yang diperoleh dari pertemuan kelompok dan 45,56% di antaranya mampu mengkomunikasikan hasil pertemuan yang mereka peroleh dari orang lain. Wiriaatmadja (1982) menjelaskan bahwa penyuluh adalah para penyuluh pertanian yang dalam kegiatannya mempunyai tiga peranan yang tidak dapat dipisahkan yaitu sebagai pemimpin, pengajar dan penasehat juga sebagai pembimbing petani ’organisator’ dan ’dinamisator,’ pelatih, teknisi dan jembatan penghubung antara petani dan instansi yang melaksanakan tugas di bidang pertanian. Penyuluh secara langsung berhubungan dengan petani sehingga sifatnya dikenal oleh petani di pedesaan. 42 Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) adalah tenaga fungsional penyuluhan pertanian yang berhubungan langsung dengan petani dan keluarganya di pedesaan baik melalui pendekatan individu petani maupun melalui pendekatan kelompok tani. Berdasarkan Surat Keputusan bersama Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri Nomor 539/Kpts/Lp.120/7/1991 dan Nomor 65 Tahun 1991 tentang tugas dan fungsi penyuluh. PPL mempunyai tugas pokok sebagai penyuluh pertanian secara penuh yang mencakup semua subsektor yang ada di wilayah kerjanya berdasarkan suatu rencana kerja penyuluh pertanian. Selain tugas pokok penyuluh pertanian juga melakukan kegiatan penyuluhan pertanian untuk mengembangkan kemampuan petani dalam menguasai, memanfaatkan dan menerapkan teknologi baru agar mampu bertani lebih baik, berusahatani lebih menguntungkan dan membina kehidupan keluarganya menjadi lebih sejahtera (BPTP Jawa Barat 2007). Lionberger dan Gwin (1982) secara tegas menyatakan bahwa seorang penyuluh sebagai change agent sebenarnya memiliki tugas ganda yaitu untuk menyampaikan informasi dan sekaligus berupaya untuk mengubah perilaku masyarakat sasarannya. PPL harus melaksanakan fungsinya sebagai komunikator sekaligus harus mampu untuk mempengaruhi masyarakat sasaran agar memiliki perilaku tertentu untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang sedang dilaksanakan. Aktivitas penyuluh pertanian tidak terlepas dari proses komunikasi yang menurut Berlo (1960) mencakup unsur-unsur komunikator, pesan yang disampaikan, media yang digunakan dan komunikan sebagai penerima pesan. PPL dalam hal ini adalah seorang komunikator yang menyampaikan pesan tentang informasi pertanian melalui suatu saluran atau media yang digunakan kepada komunikan yaitu petani atau kelompok tani sebagai penerima atau pengguna pesan. PPL biasanya berkantor di BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) dan sebagian besar adalah lulusan Sekolah Menengah Pertanian atau Sekolah Teknologi Pertanian atau sederajat dengannya (Soekartawi 2005). Hasil penelitian Agung (2001) menunjukkan bahwa aspek kinerja PPL yang dirasa paling baik yaitu keterampilan berkomunikasi lisan atau tulisan. 43 Hawkins (1982) dalam Mardikanto (1988) menekankan kredibilitas penyuluh menyangkut beberapa hal yaitu (1) kompetensi, artinya setiap penyuluh harus berusaha memahami apa yang disampaikannya khususnya yang berkaitan dengan pengetahuan teknis yang biasa dilakukan oleh masyarakatnya. Umumnya, masyarakat sasaran kurang suka menerima hal-hal yang hanya bersifat teoritis saja tetapi harus sesuatu yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi mereka secara nyata, (2) kejujuran, artinya apa yang dilaksanakan penyuluh tidak hanya menguntungkan atau bermanfaat bagi penyuluhnya sendiri tetapi harus benar-benar bermanfaat (menguntungkan) bagi masyarakat sasarannya, (3) dinamis, artinya penyuluh harus mampu membangkitkan dinamika atau partisipasi sasarannya. Masyarakat sasaran umumnya tidak menyukai penyuluh yang selalu menunggu dan (4) berwatak sosial, artinya mau bersahabat dan berupaya untuk menaruh perhatian atau mengembangkan minat yang sama. Rogers (2003) mengemukakan tentang tiga hal yang menentukan keberhasilan penyuluh yakni: 1 Usaha-usaha atau kegiatan yang dilakukan penyuluh untuk melakukan atau menjalin hubungan (kontak) secara langsung maupun tak langsung dengan segenap anggota masyarakat sasarannya. Pengertian kontak tak langsung adalah hubungannya dengan beberapa tokoh masyarakat baik penguasa formal maupun tokoh-tokoh informal (pemuka agama, politik, pengurus LSM dan lain-lain). 2 Kemampuan penyuluh dalam melakukan tugasnya sebagai perantara antara subsistem penguasa dan subsistem pengikut (masyarakat). Dalam kaitan ini keberhasilan penyuluh bergantung pada kemampuannya untuk seberapa jauh dapat memahami pola pikir atau acuan yang digunakan oleh masyarakatnya dan bukan bekerja dengan menggunakan pola pikir penguasanya (pemerintah). Kemampuan penyuluh untuk berempati dengan masyarakat sasarannya menjadi sangat penting artinya. 3 Kesesuaian kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakatnya. Setiap penyuluh harus menggali setiap kebutuhan yang telah dirasakan (felt need) masyarakat sasarannya. Penyuluh harus dapat menemukan kebutuhan nyata (real need) yang belum dirasakan 44 oleh masyarakat sasarannya sebelum dia melakukan kegiatan-kegiatan yang dinilainya perlu terlebih dulu harus meyakinkan masyarakat tentang pentingnya kebutuhan nyata tersebut. Setiap penyuluh harus mampu membuat ”kebutuhan nyata” menjadi ”kebutuhan yang dirasakan” terlebih dahulu sebelum ia melakukan kegiatan-kegiatannya untuk memasyarakatkan ide-ide atau teknologi. Persepsi petani terkait dengan penelitian meliputi persepsi petani tentang PPL karena hal ini dirasa penting untuk diperhatikan karena akan berpengaruh terhadap penerimaan suatu informasi dan PPL adalah salah satu unsur dalam komunikasi (komunikator) yang memegang peranan penting agar suatu informasi itu dapat diterima oleh petani. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Rogers dan Shoemaker (1995) bahwa seseorang akan lebih cepat mengadopsi inovasi apabila sering melakukan kontak komunikasi interpersonal dengan agen pembaharu (PPL). Persepsi petani tentang PPL erat kaitannya dengan efektivitas komunikasi Klinik Agrisbisnis. berkomunikasi PPL Pengamatan digunakan akan dilakukan indikator-indikator terhadap keterampilan kemampuan berbicara penyuluh dalam menyosialisasikan Prima Tani kepada petani, bagaimana penggunaan bahasa penyuluh dalam mengadakan komunikasi dengan petani, bagaimana kedekatan penyuluh dengan petani dan kemampuan penyuluh dalam menyesuaikan diri dengan sistem sosial budaya setempat. Kemampuan penguasaan materi di sini adalah wawasan pengetahuan penyuluh tentang materi yang disampaikan dalam hal ini tentang pelaksanaan Prima Tani penyuluh juga harus memilih bagaimana penyampaian materi kepada petani sehingga sesuai dengan kebutuhan petani setempat. Selain itu ketepatan waktu penyampaian pesan juga perlu untuk diperhatikan. Biasanya petani akan antusias mendengarkan materi penyuluhan serta dapat berkomunikasi langsung dengan penyuluh pada waktu-waktu tertentu. Biasanya waktu yang paling tepat adalah sore hari dimana petani tidak sedang bekerja di sawah atau kebunnya. Ketepatan waktu dalam menyampaikan pesan harus benar-benar diperhatikan. Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur ketepatan penggunaan media adalah jumlah media komunikasi yang digunakan, kesesuaian media komunikasi dengan situasi dan 45 kondisi setempat, keterdedahan petani terhadap media komunikasi yang digunakan PPL. Tujuan penggunaan media komunikasi adalah sebagai alat bantu untuk menggugah petani agar memberikan perhatian sehingga dapat mengerti dan melaksanakan atau menerapkan apa yang disampaikan. Penggunaan media dapat lebih mempermudah dan memperjelas petani untuk mengerti materi yang disampaikan. Frekuensi kunjungan menggunakan indikator jumlah kunjungan penyuluh ke kelompok tani dalam satu bulan. 46