BAB VIII TIGA BUTIR SIMPULAN Pada bagian penutup, saya sampaikan tiga simpulan terkait kebijakan investasi di Indonesia jika ditinjau dari perspektif demokrasi ekonomi, yaitu: Pertama, UU 25/2007 telah diposisikan sebagai instrumen politik perekonomian yang berisi siasat perekonomian untuk mencapai tujuan bernegara yaitu masyarakat adil dan makmur. Investasi di Indonesia telah diarahkan untuk memperbesar kesempatan mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi Warga Negara, dan investasi juga diarahkan untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil yang ditujukan untuk kemakmuran rakyat banyak. Sebagai instrumen politik perekonomian yang berlandaskan demokrasi ekonomi, kebijakan investasi Indonesia juga dituntut untuk menselaraskan antara tujuan investor dengan haluan pembangunan Indonesia, sehingga investasi di Indonesia dapat memberi kontribusi nyata baik dari sisi ekonomi maupun sosial kemasyarakatan; karena memang investor memiliki tujuan maksimalisasi laba, sementara Indonesia memiliki tujuan untuk mensejahterakan rakyatnya. Maka dua kepentingan yang berbeda ini telah berhasil disatukan melalui suatu instrumen politik perekonomian yang memiliki arah yang jelas yaitu masyarakat adil makmur. 95 Sebagai bagian dari ekonomi dunia, Indonesia harus mampu berinteraksi dengan negara-negara asing, dan dituntut mampu bersaing dalam perhelatan dunia yang semakin mengglobal. Dalam kondisi ini, tidaklah bijak untuk mengisolasi diri dari dunia luar, karena setiap negara itu memiliki hubungan saling membutuhkan. Jalan tengahnya, Indonesia tidak perlu menafikan kelebihan bangsa lain yang memiliki kekuatan modal, namun Indonesia harus tetap memperkuat perekonomian nasional. Dengan demikian, internasionalisasi ini tidaklah menjadi masalah selama Indonesia mampu memanfaatkan globalisasi dan menerapkan investasi untuk kesejahteraan rakyat. Justru internasionalisasi ini dipandang sebagai peluang bagi Indonesia untuk mensejajarkan diri dengan bangsa lain yang terlebih dulu maju, dengan catatan Indonesia tidak meninggalkan identitas dirinya yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Karena nyatanya demokrasi ekonomi tidaklah menuntut Indonesia untuk bersikap anti asing, selama globalisasi dan investasi asing itu bisa diarahkan untuk mewujudkan cita-cita negara dalam pembukaan UUD 1945. Inilah arah yang tercermin dari kebijakan investasi Indonesia yang terdapat dalam UU 25/2007 tentang Penanaman Modal. Kedua, Investasi di Indonesia diharapkan bisa membentuk perekonomian nasional yang kuat antara aktor-aktor pembangunan di sektor modern (investor) dan aktoraktor usaha tradisional (UMKM dan masyarakat). Jika investor memang memiliki kelebihan, maka tidak ada larangan untuk memanfaatkannya, justru bisa menjadi 96 peluang untuk mengatasi kendala Indonesia sebagai negara berkembang, seperti keterbatasan modal, skill, dan teknologi, sehingga bisa keluar dari tahapan negara berkembang menjadi negara maju. Melalui UU 25/2007, kepentingan Indonesia ini kemudian disinergikan dengan kepentingan investor untuk meraih keuntungan. Maka peran terpenting pemerintah adalah bagaimana meregulasi dan memadukan antara keterbukaan ekonomi dengan ketahanan ekonomi yang harus berujung pada kesejahteraan rakyat, bukan penghisapan rakyat. Inilah manuver yang dilakukan Indonesia dalam UU 25/2007, yakni untuk mensinergikan seluruh stakeholders investasi baik asing maupun domestik, yang dapat ditafsirkan sebagai manuver Indonesia di antara ekonomi terbuka dengan ketahanan nasional di bidang ekonomi. Penyatuan kekuatan ekonomi nasional dalam UU 25/2007 diupayakan melalui pelibatan kekuatan ekonomi dalam kegiatan investasi, seperti investor, Badan Usaha Milik Negara, dan swasta nasional. Serta melakukan perlindungan, pengembangan, dan pemberdayaan UMKM, serta kerjasama dan kemitraan. Inilah sinergi stakeholders yang dibangun untuk menyatukan kekuatan ekonomi nasional sebagai ciri demokrasi ekonomi. Maka UU 25/2007 ini juga merupakan kompromi terhadap adanya dualisme kekuatan ekonomi, sehingga Indonesia bisa lebih terbuka terhadap pihak asing yang saling bersinergi dengan aktor domestik untuk diarahkan pada tujuan kesejahteraan bersama. Namun yang terpenting adalah, agar supaya investasi di Indonesia ini dipersiapkan sebagai Skema Pengalihan. Yakni suatu pola yang terencana untuk memanfaatkan investasi asing (selama kita belum mampu mengolah sumber daya ekonomi yang kita miliki), kemudian kita memaksimalkan proses transfer pengetahuan, teknologi dan keahlian melalui mekanisme investasi 97 yang ada, agar kelak mampu mandiri mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil tanpa perlu bergantung pada investasi asing. Inilah jalan tengah untuk mencapai modernisasi dalam demokrasi ekonomi. Ketiga, UU 25/2007 merupakan kebijakan investasi yang dibuat pemerintah untuk mensejahterakan orang banyak, dimana setiap negara memiliki strategi masingmasing untuk mencapai tujuan tersebut, yang di Indonesia pembangunan ekonomi nasional didasarkan pada Demokrasi Ekonomi. Ekonomi Pancasila pun ternyata bukan ide original Indonesia, melainkan banyak dipengaruhi oleh Sosialisme Barat. Maka tidak ada alasan bagi Indonesia untuk tidak mengambil hal-hal baik yang ada di sistem Kapitalisme Barat, karena prinsip demokrasi ekonomi pun tidak menutup kemungkinan untuk mengambil manfaat dari investasi yang bercorak Kapitalisme Barat. Mayoritas investor asing itu berasal dari negara-negara maju yang bercorak Kapitalisme Barat. Maka investasi asing yang bercorak Kapitalisme pun menjadi layak diambil manfaatnya, selama tetap disaring dengan kepribadian bangsa. Maka kebijakan investasi langsung bisa diposisikan sebagai strategi untuk mempercepat pencapaian tujuan demokrasi ekonomi. Beberapa strategi penting investasi yaitu: Strategi investasi pemerintah dalam UU 25/2007 diawali dengan penciptaan iklim investasi yang kondusif, antara lain menjamin kepastian hukum dalam pembangunan berbasis investasi. Adanya kepastian hukum akan menimbulkan kepastian berusaha pada investor karena meminimalkan resiko investasi. 98 Pembangunan ekonomi yang bertujuan mensejahterakan rakyat pun akan sulit tercapai tanpa kepastian hukum, sehingga asas kepastian hukum bersesuaian dengan demokrasi ekonomi yang menghendaki pembangunan perekonomian nasional yang kuat. Asas efisiensi berkeadilan juga menjadi tumpuan dalam strategi investasi dalam UU 25/2007, sekalipun masih bias siapa objek penerimanya. Karena idealnya itu efisiensi harus terjadi di industri nasional yang menguntungkan bangsa sendiri. Pemerintah semestinya bisa melakukan batasan terhadap proporsi investasi agar modal asing tidak sampai telak dominasi, dan memberi peluang investor dalam negeri mencapai efisiensi. Bidang usaha investasi dalam UU 25/2007 juga sudah terbuka dan sangat menarik minat calon investor (investor friendly). Strategi pembukaan bidang usaha terhadap sektor strategis publik sebenarnya sah-sah saja, asalkan harus diawasi pemanfaatannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, dengan catatan jangan sampai ada penguasaan penuh, lalu tidak semua sektor diserahkan ke pihak asing, dan harus dipersiapkan skema pengalihan. Melalui investasi, kehadiran negara maju dibutuhkan Indonesia untuk memulai industri ekstraksi Sumber Daya Alam yang terbilang mahal. Sampai dengan kesiapan untuk mengolahnya, maka bangsa ini harus mempersiapkan skema pengalihan sehingga ketergantungan terhadap asing perlahan bisa dikurangi. Karena jika bisa diawasi dengan baik, investasi asing sebenarnya tidak perlu ditakuti, dan UU 25/2007 menjadi regulasi investasi yang memberi peluang 99 masuknya perusahaan industri ekstaksi, tinggal dalam implementasinya bangsa ini bertugas mempersiapkan skema pengalihan investasi dari kekuatan asing ke kekuatan domestik yang mandiri. Indonesia tidak perlu bersikap terlalu keras terhadap investasi asing, meski ada keharusan untuk mengadopsi ketentuan internasional. Adapun terkait fasilitas investasi yang terdapat dalam UU 25/2007, dalam implementasinya, investor domestik semestinya diprioritaskan mendapat fasilitas fiskal agar mampu bersaing dengan investor asing yang rata-rata sudah memiliki daya saing industri yang relatif kuat. Pemerintah harus berimbang dalam mengalokasikan kebutuhan rakyat atas tanah dan kebutuhan investor atas tanah, agar tidak menimbulkan kerugian pada rakyat Indonesia, namun tetap memberi kepastian berusaha bagi investor. 100