9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1.
Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia dipandang sebagai peranan yang
cukup penting di ranah industri, apa yang dilakukan oleh manajer SDM
menggambarkan bagaimana aktifasi pengelolaan SDM di lingkungan
perusahaan.
a.
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Gerry Dessler (2011) manajemen sumber daya
manusia adalah proses memperoleh, melatih, menilai, dan memberikan
kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka,
kesehatan, keamanan dan masalah keadilan.
Menurut Ndraha (2012) manajemen sumber daya manusia
dapat
didefinisikan
sebagai
perencanaan,
pengorganisasian,
penggunaan (penggerakan), dan penilaian SDM sedemikian rupa
sehingga di satu pihak SDM memberikan kontribusi sebesar-besarnya
kepada masyarakat (makro) dan organisasi (mikro), dan di pihak lain
SDM merasa diperlukan seadil-adilnya sehingga kualitas hidup dan
matinya setinggi-tingginya.
9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
Menurut Mangkunegara (2013) manajemen sumber daya
manusia
merupakan
suatu
perencanaan,
pengorganisasian,
pengkoordinasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengadaan,
pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan,
dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Dari definisi-definisi menurut pendapat para ahli di atas, maka
dapat disimpulkan
bahwa
manajemen sumber
daya
manusia
merupakan suatu ilmu yang digunakan untuk mengatur orang atau
karyawan sesuai dengan tujuan organisasi.
b. Peranan Dan Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Peranan manajemen sumber daya manusia yang dikemukakan
oleh Hasibuan (2005) antara lain:
1. Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang
efektif sesuai dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan job
description, job specification, dan job evaluation.
2. Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan
berdasarkan asas the right man in the right job.
3. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi, dan
pemberhentian.
4. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia
pada masa yang akan datang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
5. Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan
perkembangan perusahaan pada khususnya.
6. Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan
kebijaksanaan pemberian balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis.
7. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh.
8. Melaksanakan
pendidikan,
latihan,
dan
penilaian
prestasi
karyawan.
9. Mengatur mutasi karyawan baik vertical maupun horizontal.
10. Mengatur pensiun, pemberhentian, dan pesangonnya.
Tujuan manajemen sumber daya manusia secara keseluruhan
mencakup tujuan yang berorientasi kepada kepentingan sosial,
kepentingan organisasi, kepentingan fungsional, dan kepentingan
individu.
-
Tujuan yang berorientasi kepada kepentingan sosial, adalah tujuan
yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan
masyarakat
dengan
tetap
menjaga
dampak
negatif
yang
seminimum mungkin terhadap organisasi. Untuk memenuhi tujuan
ini kegiatan manajemen SDM harus memperhatikan aspek hokum
yang berlaku, kebutuhan sosial masyarakat, dan hubungan yang
baik dengan serikat buruh.
-
Tujuan yang berorientasi memenuhi kebutuhan organisasi, adalah
tujuan yang diarahkan untuk meningkatkan efektivitas organisasi.
Jadi manajemen SDM sendiri bukan merupakan tujuan akhir, tetapi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
hanya merupakan alat untuk membantu tercapainya tujuan
organisasi. Untuk memenuhi tujuan itu, kegiatan manajemen SDM
harus mencakup perencanaan SDM, memperhatikan kebutuhankebutuhan pelayanan organisasi, penyeleksian SDM, pelatihan dan
pengembangan SDM, penilaian dan penempatan SDM, dan
kegiatan-kegiatan pengawasan dan pengendalian SDM.
-
Tujuan
yang
berorientasi
kepada
kepentingan
fungsional
manajemen SDM, adalah tujuan yang diarahkan untuk menjamin
fungsi utama SDM dapat berjalan secara efektif dengan menyadari
bahwa tingkat pelayanan dan fasilitas yang diberikan kepada
bagian SDM adalah sekadar agar ia dapat berfungsi dengan baik,
tidak berkelebihan daripada yang semestinya. Fungsi utamanya
adalah
melakukan
kegiatan
penilaian,
penempatan
dan
pengendalian SDM organisasi yang bersangkutan.
-
Tujuan yang berorientasi kepada kepentingan individu, adalah
tujuan yang diarahkan untuk membantu karyawan mencapai tujuan
pribadinya sesuai dengan sumbangannya terhadap organisasi.
Untuk mendukung tujuan itu kegiatan-kegiatan yang dilakukan
dalam manajemen SDM mencakup kegiatan pelatihan dan
pengembangan,
penilaian,
penempatan,
pengawasan serta pengendalian.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
kompensasi
dan
13
Dalam penyelenggaraan manajemen SDM keseluruhan tujuan
tersebut harus dapat dicapai secara terpadu, karena semuanya memang
diperlukan dan saling mengisi.
2.
Budaya Organisasi
Setiap organisasi tentu ingin mencapai tujuan. Untuk mencapai
tujuan tersebut, peranan budaya organisasi di dalamnya sangat penting.
Dengan budaya organisasi kitadapat memperbaiki perilaku dan motivasi
sumber daya manusia sehingga meningkatkan kinerjanya dan pada
gilirannya meningkatkan kinerja organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi.
a.
Pengertian Budaya Organisasi
Menurut Darsono dan Siswandoko (2011) budaya organisasi
merupakan nilai, moral, kepercayaan, dan aturan-aturan yang telah
eksis pada setiap anggota organisasi (atau pada setiap pihak yang
berkepentingan terhadap suatu organisasi tertentu) untuk dijadikan
dasar berpikir dan berperilaku dalam mencapai sasaran dan tujuan
organisasi.
Menurut
Darmawan
(2013)
budaya
organisasi
adalah
seperangkat nilai-nilai, keyakinan, dan sikap utama yang diberlakukan
di antara anggota organisasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
Menurut
Susanto
dalam
Uha
(2013)
budaya
organisasi/perusahaan adalah nilai-nilai yang menjadi pegangan
sumber daya manusia dalam menjalankan kewajiban dan perilakunya
di dalam organisasi.
Dari definisi-definisi menurut pendapat para ahli di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan nilai-nilai
yang dianut anggota organisasi dan memengaruhi cara mereka
bertindak dan hal ini berpengaruh juga terhadap kinerja.
b. Karakteristik Budaya Organisasi
Robbins dalam Uha (2013) mengemukakan tujuh karakteristik
prima budaya organisasi sebagai berikut:
(1) Inovasi dan keberanian mengambil resiko (innovation and risk
taking); sejauh mana para karyawan didorong untuk inovasi dan
pengambilan resiko.
(2) Perhatian terhadap detail (attention to detail); sejauh mana para
karyawan diharapkan memperlihatkan posisi kecermatan, analisis,
dan perhatian pada perincian.
(3) Berorientasi kepada hasil (outcome orientation); sejauh mana
manajemen memfokus pada hasil, bukan pada teknis, dan proses
dalam mencapai hasil itu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
(4) Berorientasi kepada manusia (people orientation); sejauh mana
keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil pada orangorang dalam organisasi itu.
(5) Berorientasi tim (team orientation); sejauh mana kegiatan kerja
diorganisasikan sekitar tim-tim bukan individu.
(6) Agresif (aggressiveness); sejauh mana orang-orang itu agresif dan
kompetitif, bukannya suatu santai-santai.
(7) Stabil (stability); sejauh mana keinginan organisasi menekankan
diterapkannya status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.
c.
Proses Terbentuknya Budaya Organisasi
Secara teoritis proses terbentuknya budaya organisasi melalui
beberapa teori, menurut Schein dalam Uha (2013) antara lain melalui
teori sociodynamic, teori kepemimpinan, dan teori pembelajaran.
Ketiga teori tersebut dijelaskan sebagai berikut:
(1) Teori Sociodynamic. Teori ini mendasarkan pada pengamatan
secara detail mengenal kelompok pelatihan, kelompok tetapi dan
kelompok kerja yang mempunyai proses interpersonal dan
emosional guna membantu menjelaskan apa yang dimaksud
dengan share terhadap pandangan yang sama dari suatu masalah
dan mengembangkan share tersebut. Setiap individu merasakan
bahwa ia termasuk anggota kelompok organisasi menyelesaikan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
kembali konflik inti kepentingan kelompok dan kepentingan
individu dan menghilangkan identitas personel dengan keinginan
secara otonomi atau bebas dari kelompok di mana bias tersisih atau
kehilangan sebagai anggota kelompok.
(2) Teori Kepemimpinan. Teori ini proses pembentukan budaya
organisasi menekankan hubungan pemimpin dengan kelompok
anggota organisasi dan pengaruh gaya pemimpin terhadap formasi
kelompok anggota organisasi yang relevan dengan menitikberatkan
pada proses pembentukan budaya organisasi. Dalam hal ini Schien
mengemukakan tugas gaya kepemimpinan dibedakan dengan
criteria, yaitu:
(a) Tugas kepemimpinan dan kelompok, yang menekankan
perbedaan antara fungsi kepemimpinan yang berorientasi pada
tugas eksternal dan fungsi yang berorientasi pada kelompok
internal. Fungsi kepemimpinan meliputi fungsi dan tugas
pemrakarsa,
pemberian
infomasi,
pemberian
opini,
penyimpulan dan uji concensus, sedangkan fungsi kelompok
menyangkut bantuan harmonisasi, standar ujidan penempatan
dan penjagaan gawang (gate keeping).
(b) Gaya kepimpinan dan kelompok. Dalam kaitan ini bahwa
asumsi pimpinan pendiri organisasi merupakan hubungan
otoritas yang terbentuk dalam kelompok dan keadaan di mana
pemimpin dan anggotanya berinteraksi secara emosional yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
menentukan baik stadium evoulusioner kelompok maupun gaya
budayanya. Gaya pemimpin terdiri dari gaya paranoid, gaya
pendorong, gaya dramatis, gaya depresif, dan gaya schizoid.
(3) Teori pembelajaran sosial. Teori ini menyatakan bahwa budaya
organisasi diciptakan oleh pemimpin dan salah satu fungsi
pemimpin yang sangat menentukan adalah kreasi, manajemen dan
jika perlu bisa merusak budaya. Budaya organisasi banyak
ditentukan oleh pendiri organisasi, di mana tindakan pendiri
organisasi
menjadi
inti
budaya
awal
organisasi.
Proses
pembentukan budaya ini bias cepat dan bias berangsur-angsur.
d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Budaya Organisasi
Robbins dalam Uha (2013) mengemukakan tujuh karakteristik
prima budaya organisasi sebagai berikut:
(1) Inovasi dan keberanian mengambil resiko (innovation and risk
taking); sejauh mana para karyawan didorong untuk inovasi dan
pengambilan resiko.
(2) Perhatian terhadap detail (attention to detail); sejauh mana para
karyawan diharapkan memperlihatkan posisi kecermatan, analisis,
dan perhatian pada perincian.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
(3) Berorientasi kepada hasil (outcome orientation); sejauh mana
manajemen memfokus pada hasil, bukan pada teknis, dan proses
dalam mencapai hasil itu.
(4) Berorientasi kepada manusia (people orientation); sejauh mana
keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil pada orangorang dalam organisasi itu.
(5) Berorientasi tim (team orientation); sejauh mana kegiatan kerja
diorganisasikan sekitar tim-tim bukan individu.
(6) Agresif (aggressiveness); sejauh mana orang-orang itu agresif dan
kompetitif, bukannya suatu santai-santai.
(7) Stabil (stability); sejauh mana keinginan organisasi menekankan
diterapkannya status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.
e.
Indikator Budaya Organisasi
Indikator yang digunakan sebagai panduan dalam penelitian
ini adalah pendapat Robbins dalam Uha (2013) yang menyatakan
tentang tujuh karakteristik prima budaya organisasi, yaitu inovasi dan
keberanian mengambil resiko (innovation and risk taking), perhatian
terhadap detail (attention to detail), berorientasi kepada hasil (outcome
orientation), berorientasi kepada manusia (people orientation),
berorientasi tim (team orientation), agresif (aggressiveness), dan stabil
(stability).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
Indikator-indikator di atas adalah refleksi dari ketujuh
karakteristik prima budaya organisasi menurut Robbins yang dianggap
sangat berhubungan dalam budaya organisasi di PDAM Tirta Benteng
Tangerang.
3.
Kepuasan Kerja
Selama berada di suatu organisasi atau perusahaan pasti ada saja
beberapa anggota atau karyawan yang tidak puas atau mengeluh. Keadaan
ini tentunya tidak dikehendaki oleh organisasi karena akan berdampak
negatif terhadap kinerja organisasi atau perusahaan. Untuk itu, pimpinan
perlu mengetahui sebab-sebab terjadinya ketidakpuasan ini dan bagaimana
cara mengatasinya.
Ketidakpuasan yang disebabkan karena masalah pembayaran atau
masalah lingkungan kerja dan sebagainya, akan mengakibatkan karyawan
bereaksi dengan berbagai cara, antara lain, bisa dengan menurunkan
kinerjanya, mogok, atau menyampaikan keluhannya secara terbuka. Ada
juga yang pindah untuk mencari pekerjaan lain yang gajinya lebih tinggi.
Ada
juga
yang protesnya
dengan mengeluh terus
yang dapat
mengakibatkan ia sering ke rumah sakit atau stress, sering absen, dan
akhirnya keluar juga.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
a. Pengertian Kepuasan Kerja
Menurut Robbins dan Judge (2009) kepuasan kerja (job
satisfaction) dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan positif tentang
pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi
karakteristiknya.
Menurut As’ad 1987 dalam Sunyoto (2015) kepuasan kerja
(job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau
tidak
menyenangkan
di
mana
para
karyawan
memandang
pekerjaannya.
Menurut Suwatno (2001) kepuasan kerja adalah merupakan
suatu kondisi psikologis yang menyenangkan atau perasaan karyawan
yang sangat subjektif dan sangat tergantung pada individu yang
bersangkutan dan lingkungan kerjanya, dan kepuasan kerja merupakan
suatu konsep multificated (banyak dimensi), ia dapat memakai sikap
secara menyeluruh atau mengacu pada bagian pekerjaan seseorang.
Dari definisi-definisi menurut pendapat para ahli di atas, maka
dapat disimpulkan bahawa kepuasan kerja merupakan suatu sikap
positif yang dialami oleh karyawan terhadap pekerjaaannya.
b. Teori-Teori Kepuasan Kerja
Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang
membuat sebagian orang lebih puas terhadap suatu pekerjaan daripada
beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Ada beberapa teori tentang
kepuasan kerja yaitu:
1) Two Factor Theory
Teori ini menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan
merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda yaitu
motivators dan hygiene factors. Ketidakpuasan dihubungkan
dengan kondisi di sekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja, upah,
keamanan, kualitas pengawasan dan hubungan dengan orang lain)
dan bukan dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor mencegah
reaksi negatif dinamakan sebagai hygiene atau
maintainance
factors.
Sebaliknya kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan
pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya seperti sifat
pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan
kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena
faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi
dinamakan motivators.
2) Value Theory
Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan di mana
hasil pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin
banyak orang menerima hasil, akan semakin puas dan sebaliknya.
Kunci menuju kepuasan pada teori ini adalah perbedaan antara
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
aspek pekerjaan yang dimiliki dengan yang diinginkan seseorang.
Semakin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan orang.
Di bawah ini dikemukakan teori-teori tentang kepuasan kerja
menurut Mangkunegara (2005), yaitu sebagai berikut:
1) Teori Keseimbangan (Equity Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Adam, adapun komponen dari teori
ini adalah input, outcome, comparison person, dan equity – in –
equity.
Wexley
dan
Yuki
1997
dalam
Widodo
(2015)
mengemukakan bahwa “Input is anything of value that an
employee perceives that contributes to his job”. Input adalah semua
nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan
kerja. Misalnya, pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan
pribadi, jumlah jam kerja.
“Outcome is anything of value that the employee perceives he
obtains from the job”. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh
dan dirasakan oleh pegawai. Misalnya upah, keuntungan tambahan,
status symbol, pengenalan kembali (recognition), kesempatan
untuk
berprestasi
atau
mengekspresikan
diri.
Sedangkan
“Comparison person may be someone in the same organization,
someonein a different organization, or even the person him selfin a
previous job”. Comparison person adalah seorang pegawaidalam
organisasi yang sama, seorang pegawai dalam organisasi yang
berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya pegawai merupakan
hasil perbandingan input – outcome pegawai lain (comparison
person). Jadi, jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang
(equity), maka pegawai tersebut akan merasa puas. Tetapi, apabila
terjadi ketidakseimbangan (inequity) dapat menyebabkan dua
kemungkinan,
yaitu
over
compensation
inequity
(ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya) dan sebaliknya
under
compensation
inequity
(ketidakseimbangan
yang
menguntungkan pegawai lain) yang menjadi pembanding atau
(comparison person)
2) Teori Perbedaan (Discrepancy Person)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter , ia berpendapat
bahwa mengukur kepuasan kerja dapat dilakukan dengan cara
menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan
yang dirasakan pegawai. Locke 1969 dalam Widodo (2015)
mengemukakan bahwa kepuasan kerja pegawau bergantung pada
perbedaan antara apa yang didapat dan apa yang diharapkan oleh
pegawai. Apabila yang didapat pegawai ternyata lebih besar
daripada apa yang diharapkan, akan menyebabkan pegawai tidak
puas.
3) Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Mulltilment Theory)
Menurut teori ini kepuasan kerja pegawai bergantung pada
terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya, main besar
kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut.
Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi,
pegawai itu akan merasa tidak puas.
4) Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung
pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada
pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para pegawai
dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh
pegawai dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya maupun
lingkungannya. Jadi, pegawai akan merasa puas apabila hasil
kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh
kelompok acuan.
5) Teori Dua Faktor dari Herzberg
Teori dua faktor ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg, ia
menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya.
Penilaian Herzberg diadakan dengan melakukan wawancara
terhadap subyek insinyur, dan akuntan. Masing-masing subyek
diminta menceritakan kejadian yang dialami oleh mereka, baik
yang menyenangkan atau tidak memberi kepuasan. Kemudian
dianalisis dengan analisis isi (content analysis) untuk menentukan
faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan atau ketidakpuasan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
Dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau
tidak
puas
menurut
Herzberg
yaitu
faktor
pemeliharaan
(maintenance factors) dan faktor pemotivasian (motivation
factors). Faktor pemeliharaan disebut pula dissatisfiers, hygiene
factors, job context, entrinsic factors yang meliputi administrasi
dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan
pengawas, hubungan dengan subordinat, upah, keamanan kerja,
kondisi kerja, dan status. Sedangkan faktor pemotivasian disebut
pula satisfiers, motivators, job content, intrinsic factor yang
meliputi
dorongan
berprestasi,
pengenalan,
kemajuan
(advancement), work it self, kesempatan berkembang dan tanggung
jawab.
6) Teori Pengharapan (Exceptanxy Theory)
Teori pengharapan dikembangkan oleh Victor H. Vroom,
kemudian teori ini diperluas oleh Potter dan Lawyer. Ketika Davis
mengemukakan bahwa “Vroom explains that motivations is a
product of how much one wants something and one’s estimate of
the probability that a certain will lead to it”. Vroom menjelaskan
bahwa motivasi merupakan suatu produk dari bagaimana seseorang
meyakinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya.
Selanjutnya
Keith
mengemukakan
Davis
bahwa
dikutip
pengharapan
Mangkunegara
merupakan
(2005)
kekuatan
keyakinan pada suatu perlakuan yang diikuti dengan hasil khusus.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
Hal ini menggambarkan bahwa
keputusan pegawai
yang
memungkinkan mencapai suatu hasil lainnya. Pengharapan
merupakan suatu aksi yang berhubungan dengan hasil, dari 0 – 1.
Jika pegawai merasa tidak mungkin mendapatkan hasil tertentu
maka harapannya bernilai 0. Jika aksinya berhubungan dengan
hasil tertentu maka harapannya 1. Harapan pegawai secara normal
adalah di antara 0 – 1.
c.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Ada lima faktor yang dapat memengaruhi kepuasan kerja
menurut Kreitner dan Kinicki (2001) yaitu sebagai berikut:
1) Pemenuhan Kebutuhan (Need fulfillment)
Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan
memberikan
kesempatan
pada
individu
untuk
memenuhi
kebutuhannya.
2) Perbedaan (Discrepancies)
3) Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan,
Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang
diharapkan dan apa yang diperoleh individu dari pekerjaannya.
Bila harapan lebih besar dari apa yang diterima, orang akan tidak
puas. Sebaliknya individu akan puas bila menerima manfaat di atas
harapan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
4) Pencapaian nilai (Value attainment)
Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan
pemenuhan nilai kerja individual yang penting.
5) Keadilan (Equity)
Kepuasan
merupakan
fungsi
dari
seberapa
adil
individu
diperlakukan di tempat kerja
6) Komponen genetik (Genetic components)
Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik.
Hal ini menyiratkan perbedaan sifat individu mempunyai arti
penting untuk menjelaskan kepuasan kerja di samping karakteristik
di lingkungan pekerjaan.
Selain penyebab kepuasan kerja, ada juga faktor penentu
kepuasan kerja. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1) Pekerjaan itu sendiri (work it self)
Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai
dengan bidangnya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan
serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam
melakukan
pekerjaan
tersebut,
akan
meningkatkan
atau
mengurangi kepuasan.
2) Hubungan dengan atasa (supervision)
Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja
adalah tenggang rasa (consideration). Hubungan fungsional
mencerminkan sejauh mana atasan membantu tenaga kerja untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja.
Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi
yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa,
misalnya keduanya mempunyai pandangan hidup yang sama.
Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah
jika kedua jenis hubungan adalah postif. Atasan yang memiliki
cirri pemimpin yang transformasional, maka tenaga kerja akan
meningkat motivasinya dan sekaligus dapat merasa puas dengan
pekerjaannya.
3) Teman sekerja (workers)
Teman kerja merupakan faktor yang berhubungan dengan
hubungan antara pegawai dengan atasannya dan pegawai lainnya,
baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya.
4) Promosi (promotion)
Promosi merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya
kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selama bekerja.
5) Gaji atau upah (pay)
Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang
dianggap layak atau tidak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
d. Indikator Kepuasan Kerja
Berdasarkan Kreitner & Kinicky (2001), berikut ini adalah
indikator-indikator kepuasan kerja yang dijadikan sebagai acuan
dalam penelitian ini:
Faktor penentu kepuasan kerja. Di antaranya adalah sebagai
berikut:
1) Pekerjaan itu sendiri (work it self)
Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu
sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar tidaknya suatu
pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa
dibutuhkan
dalam
keahliannya
melakukan pekerjaan tersebut,
akan
meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
2) Hubungan dengan atasan (supervision)
Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan
kerja
adalah tenggang rasa
(consideration).
Hubungan
fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu
tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang
penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan
pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar
dan nilai-nilai yang serupa, misalnya keduanya mempunyai
pandangan hidup yang sama. Tingkat kepuasan kerja yang
paling besar dengan atasan adalah jika kedua jenis hubungan
adalah postif. Atasan yang memiliki cirri pemimpin yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
transformasional,
maka
tenaga
kerja
akan
meningkat
motivasinya dan sekaligus dapat merasa puas dengan
pekerjaannya.
3) Teman sekerja (workers)
Teman kerja merupakan faktor yang berhubungan dengan
hubungan antara pegawai dengan atasannya dan pegawai
lainnya, baik yang sama maupun yang berbeda jenis
pekerjaannya.
4) Promosi (promotion)
Promosi merupakan faktor yang berhubungan dengan ada
tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier
selama bekerja.
5) Gaji atau upah (pay)
Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang
dianggap layak atau tidak.
Dari indikator-indikator di atas akan menjadi penilaian
mengenai kepuasan kerja yang dirasakan karyawan di bagian
produksi PDAM Tirta Benteng.
4.
Kinerja Karyawan
Kinerja dewasa ini telah menjadi sorotan publik, hal ini karena
telah timbulnya iklim demokratisasi dan keterbukaan. Di samping itu,
selama pengukuran keberhasilan maupun kegagalan dari suatu organisasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit dilakukan secara
objektif. Kesulitan ini karena belum pernah disusun sistem pengukuran
kinerja yang dapat menginformasikan tingkat suatu keberhasilan suatu
organisasi.
a.
Pengertian Kinerja
Menurut Suntoro 1999 dalam Uha (2015) bahwa kinerja
(performance) adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau
kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan
organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hokum dan
sesuai dengan moral dan etika.
Menurut Mangkunegara dalam Widodo (2015) bahwa istilah
kinerja dari kata job performance atau actual performance (prestasi
kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang) yaitu
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan padanya.
Menurut Moeheriono (2012) kinerja atau performance
merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran ,tujuan,
visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan
strategis suatu organisasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
Dari definisi-definisi menurut pendapat para ahli di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi kerja yang merupakan
hasil dari implementasi rencana kerja yang dibuat oleh suatu institusi
yang dilaksanakan oleh pimpinan dan karyawan (SDM) yang bekerja
di institusi itu baik pemerintah maupun perusahaan (bisnis) untuk
mencapai tujuan organisasi.
b. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Karyawan
Menurut Mathis dan Jackson 2002 dalam Widodo (2015)
dalam pembahasan mengenai permasalahan kinerja karyawan maka
tidak terlepas dari berbagai macam faktor yang menyertai diantaranya:
a. Faktor kemampuan (ability)
Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan
skill) artinya pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (110-120)
dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil
dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah
mencapai kinerja diharapkan. Oleh karena itu pegawai perlu
ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan kahliannya
b. Faktor motivasi
Motivasi terbentuk sikap (attitude) seorang pegawai dalam
menghadapai situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai
tujuan kerja.
c. Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja (performance appraisal) merupakan sistem
formal yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja pegawai secara
periodik yang ditentukan oleh organisasi. Dalam rumusan yang lain,
evaluasi kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur
yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifatsifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk
tingkat ketidakhadiran. Dan dalam rumusan yang lebih singkat,
evaluasi kinerja dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap hasil
kerja atau prestasi kerja yang diperoleh organisasi, tim dan individu.
Menurut
Megginson
dalam
Mangkunegara
(2013)
mengemukakan bahwa “Performance appraisal is the process an
employer uses to determine whether an employee is performing the job
as intended”. (Performance appraisal adalah suatu proses yang
digunakan majikan untuk menentukan apakah seorang pegawai
melakukan pekerjaannya sesuai dengan yang dimaksudkan).
Berdasarkan pendapat di atas, penilaian prestasi pegawai
adalah suatu proses penilaian prestasi kerja pegawai yang dilakukan
pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang
ditugaskan kepadanya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
Pemimpin perusahaan yang menilai prestasi kerja pegawai,
yaitu atasan pegawai langsung, dan atasan tak langsung. Di samping
itu pula, kepala bagian personalia berhak pula memberikan penilaian
prestasi terhadap semua pegawainya sesuai dengan data yang ada di
bagian personalia.
d. Tujuan Evaluasi Kinerja
Menurut Sedarmayanti 2007 dalam Widodo (2015), tujuan
dari penilaian kerja adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui keterampilan dan kemampuan pegawai
2. Sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian khususnya
penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.
3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan pegawai
seoptimal mungkin, sehingga dapat diarahkan jenjang/rencana
kariernya, kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan.
4. Mendorong terciptanya hubungan timbale balik yang sehat antara
atasan dan bawahan.
5. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang
kepegawaian khususnya kinerja pegawai dalam bekerja.
6. Secara pribadi, pegawai mengetahui kekuatan dan kelemahannya
sehingga dapat memacu perkembangannya. Bagi atasan yang
menilai akan lebih memperhatikan dan mengenal bawahan dan
pegawainya, sehingga dapat lebih memotivasi pegawai.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
7. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi
penelitian dan pengembangan di bidang kepegawaian.
e. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penilaian Kinerja
Menurut Mangkunegara dalam Darmawan (2013), penilaian
kinerja meliputi :
1. Kualitas kerja: Ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan.
2. Kuantitas kerja: output, perlu diperhatikan juga bukan hanya output
tetapi juga seberapa cepat dapat menyelesaikan kerja extra.
3. Kehandalan: mengikuti instruksi, inisiatif, hati-hati, kerajinan.
4. Sikap: sikap terhadap organisasi karyawan lain dan pekerjaan serta
kerja sama.
f. Dimensi dan Indikator Kinerja Karyawan
Berdasarkan Mangkunegara dalam Darmawan (2013), berikut ini
adalah indikator-indikator kinerja karyawan yang dijadikan sebagai
acuan dalam penelitian ini:
1. Kualitas kerja: Ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan.
2. Kuantitas kerja: output, perlu diperhatikan juga bukan hanya output
tetapi juga seberapa cepat dapat menyelesaikan kerja extra.
3. Kehandalan: mengikuti instruksi, inisiatif, hati-hati, kerajinan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
4. Sikap: sikap terhadap organisasi karyawan lain dan pekerjaan serta
kerja sama.
Dari keempat dimensi tersebut maka dapat ditentukan
indikator-indikator kinerja karyawan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Dimensi dan Indikator Kinerja Karyawan
Dimensi
1. Kualitas Kerja
Indikator
a.
b.
c.
d.
a.
b.
Ketepatan
Ketelitian
Keterampilan
Kebersihan
2. Kuantitas Kerja
Output
Seberapa cepat dapat
menyelesaikan kerja extra
3. Kehandalan
a. Mengikuti instruksi
b. Inisiatif
c. Hati-hati
d. Kerajinan
4. Sikap
a. Sikap terhadap karyawan
b. Kerja sama
Sumber: Mangkunegara dalam Darmawan (2013)
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang relevan adalah penelitian yang sebelumnya pernah
dilakukan oleh pendahulu dan menjadi acuan atau perbandingan dengan hasil
yang sudah di dapat dan skripsi yang sedang di lakukan oleh penulis, berikut
adalah penulis yang telah melakukan riset dengan judul yang serupa:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian
Variabel
Penelitian
- Budaya
Organisasi
- Kepuasan
Kerja
- Kinerja
Karyawan
Metode
Analisis
Menggunakan
metode
kualitatif dan
metode
kuantitatif
dengan SPSS
versi 20.0.
- Motivasi
- Budaya
Organisasi
- Kepuasan
Kerja
- Kinerja
Karyawan
Teknik
analisis yang
digunakan
adalah
structural
equation
modeling
dengan
program
AMOS.
No
Judul
1
Analisis
pengaruh
budaya
organisasi dan
kepuasan kerja
terhadap
kinerja
karyawan
bagian
marketing
Bank Panin
Pekanbaru
Dani Rizki
Pratama,
Samsir,
Dewita
Suryati
Ningsih
(2014)
2
Pengaruh
Motivasi,
Budaya
Organisasi, dan
Kepuasan
Kerja
Terhadap
Kinerja
Karyawan PT.
Nyonya
Meneer
Semarang
Dwi Agung
Nugroho
Arianto
(2008)
3
Pengaruh
Budaya
Organisasi
Terhadap
Kinerja
Karyawan
Politeknik
Negeri Padang
Fisla Wirda, - Budaya
Tuti Azra
Organisasi
(2007)
- Kinerja
Karyawan
4
Pengaruh
Kepuasan
Kerja
Lukman
Hakim
(2012)
- Kepuasan
Kerja
- Kinerja
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Teknik
analisis yang
digunakan
adalah metode
analisis
deskriptif dan
metode
analisis
verifikatif
Teknik
analisis yang
digunakan
Hasil
Penelitian
Variabel
Budaya
organisasi
dan
kepuasan
kerja secara
simultan
dan parsial
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
kinerja
karyawan
Variabel
Motivasi,
Budaya
organisasi
dan
kepuasan
kerja secara
simultan
dan parsial
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
kinerja
karyawan
Variabel
budaya
organisasi
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
kinerja
karyawan
Variabel
kepuasan
kerja
38
5
Terhadap
Kinerja
Karyawan PT.
Jaya Gas
Indonesia
Jakarta
Pengaruh
Budaya
Organisasi dan
Motivasi Kerja
Terhadap
Kinerja
Karyawan
Pada Dinas
Perhubungan
Kota Bandar
Lampung
Karyawan
Kisro Eddy
Iwan
Zulfikar
(2010)
- Budaya
Organisasi
- Motivasi
Kerja
- Kinerja
Karyawan
adalah simple
correlation
analysis dan
analisis
regresi linear
sederhana.
Teknik
Analisis yang
digunakan
untuk
Perhitungan
Koefisien
Determinasi
menggunaka
paket program
Statistical
Product and
Service
Solution
(SPSS)
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
kinerja
karyawan
Variabel
budaya
organisasi
dan motivasi
kerja secara
simultan dan
parsial
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
kinerja
karyawan
C. Rerangka Pemikiran
1. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan
Menurut laporan dari hasil penelitian Kotler dan Heskett dalam
Budi (2005) diungkapkan bahwa; Lebih 200 perusahaan di AS
menunjukkan bahwa budaya perusahaan memiliki kekuatan dan dapat
meningkatkan kinerja organisasi. Studi tersebut menyimpulkan paling
sedikit ada empat peran penting budaya perusahaan, yaitu;
1) Memiliki dampak yang signifikan terhadap kinerja ekonomi
perusahaan,
2) Dapat menjadi faktor yang lebih penting dalam menentukan sukses
gagalnya perusahaan pada dekade berikutnya,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
3) Mendorong peningkatan kinerja ekonomi dalam jangka panjang, dapat
berkembang secara mudah jika dalam perusahaan penuh dengan
orangorang yang cerdas, dan
4) Budaya perusahaan dapat dibentuk untuk peningkatan kinerja
karyawan.
Dengan demikian pembentukan budaya
organisasi
(perusahaan) yang ampuh, adaptif dan transformatif merupakan suatu
lankah manajemen yang stategik dan taktis untuk membangun
organisasi secara berkelanjutan.
Budaya perusahaan yang demikian memungkinkan individuindividu atau kelompok SDM dan organisasi belajar untuk saling
berintekrasi. Individu atau mkelompok SDM belajar untuk meningkatkan
kompetensinya (pengetahuan, keahlian, keterampilan dan kemauan) dan
memahami filosofi, visi, tujuan, strategi dan budaya organisasi.
2. Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Peranan kepuasan kerja yang dimiliki oleh setiap pegawai dapat
menentukan tingkatan kinerja yang mempengaruhi penyelenggaraan suatu
pelayanan, kebijakan dan kegiatan administrasi yang efektif, efisiensi dan
optimal dalam organisasi Gibson (dalam Wibowo, 2013) secara jelas
mengatakan bahwa kepuasan kerja menyebabkan peningkatan kerja
sehingga pekerja yang puas akan lebih produktif.
Handoko
(2001)
mengatakan
bahwa
“para
pekerja
yang
mendapatkan kepuasan kerja yang baik akan melaksanakan pekerjaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
dengan lebih baik”. Kepuasan kerja akan tampak dalam sikap positif
pekerja terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan
kerjanya.
3. Rerangka Pemikiran
Berdasarkan pada kajian teori dan hasil riset terdahulu, maka
peneliti dapat menguraikan kerangka pemikiran secara logis, mengalir dari
masalah penelitian, teori yang dipakai dan hubungan antara variabel yang
merupakan cerminan fakta/fenomena yang diteliti, secara sistematis
digambarkan seperti pada gambar di bawah ini:
Budaya Organisasi
H2
Kinerja Karyawan
H3
Kepuasan Kerja
H1
Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran
D. Hipotesis
Menurut Sugiyono (2014) hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Sedangkan menurut Sanusi (2011)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
hipotesis merupakan hasil pemikiran rasional yang dilandasi oleh teori, dalil,
hukum, dan sebagainya yang sudah ada sebelumnya.
Sesuai dengan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut:
H1 : Diduga terdapat pengaruh positif dan signifikan budaya organisasi dan
kepuasan kerja secara simultan terhadap kinerja karyawan pada PDAM Tirta
Benteng Kota Tangerang.
H2 : Diduga terdapat pengaruh positif dan signifikan budaya organisasi terhadap
kinerja karyawan pada PDAM Tirta Benteng Kota Tangerang.
H3 : Diduga terdapat pengaruh positif dan signifikan kepuasan kerja terhadap
kinerja karyawan pada PDAM Tirta Benteng Kota Tangerang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download