BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia dipandang sebagai peranan yang cukup penting di ranah industri, apa yang dilakukan oleh manajer SDM menggambarkan bagaimana aktifasi pengelolaan SDM di lingkungan perusahaan. a. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Gerry Dessler (2011) manajemen sumber daya manusia adalah proses memperoleh, melatih, menilai, dan memberikan kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan, keamanan dan masalah keadilan. Menurut Ndraha (2012) manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagai perencanaan, pengorganisasian, penggunaan (penggerakan), dan penilaian SDM sedemikian rupa sehingga di satu pihak SDM memberikan kontribusi sebesar-besarnya kepada masyarakat (makro) dan organisasi (mikro), dan di pihak lain SDM merasa diperlukan seadil-adilnya sehingga kualitas hidup dan matinya setinggi-tingginya. 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 10 Menurut Mangkunegara (2013) manajemen sumber daya manusia merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Dari definisi-definisi menurut pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan suatu ilmu yang digunakan untuk mengatur orang atau karyawan sesuai dengan tujuan organisasi. b. Peranan Dan Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Peranan manajemen sumber daya manusia yang dikemukakan oleh Hasibuan (2005) antara lain: 1. Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang efektif sesuai dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan job description, job specification, dan job evaluation. 2. Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan berdasarkan asas the right man in the right job. 3. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi, dan pemberhentian. 4. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa yang akan datang. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 11 5. Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan perusahaan pada khususnya. 6. Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan kebijaksanaan pemberian balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis. 7. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh. 8. Melaksanakan pendidikan, latihan, dan penilaian prestasi karyawan. 9. Mengatur mutasi karyawan baik vertical maupun horizontal. 10. Mengatur pensiun, pemberhentian, dan pesangonnya. Tujuan manajemen sumber daya manusia secara keseluruhan mencakup tujuan yang berorientasi kepada kepentingan sosial, kepentingan organisasi, kepentingan fungsional, dan kepentingan individu. - Tujuan yang berorientasi kepada kepentingan sosial, adalah tujuan yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat dengan tetap menjaga dampak negatif yang seminimum mungkin terhadap organisasi. Untuk memenuhi tujuan ini kegiatan manajemen SDM harus memperhatikan aspek hokum yang berlaku, kebutuhan sosial masyarakat, dan hubungan yang baik dengan serikat buruh. - Tujuan yang berorientasi memenuhi kebutuhan organisasi, adalah tujuan yang diarahkan untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Jadi manajemen SDM sendiri bukan merupakan tujuan akhir, tetapi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 12 hanya merupakan alat untuk membantu tercapainya tujuan organisasi. Untuk memenuhi tujuan itu, kegiatan manajemen SDM harus mencakup perencanaan SDM, memperhatikan kebutuhankebutuhan pelayanan organisasi, penyeleksian SDM, pelatihan dan pengembangan SDM, penilaian dan penempatan SDM, dan kegiatan-kegiatan pengawasan dan pengendalian SDM. - Tujuan yang berorientasi kepada kepentingan fungsional manajemen SDM, adalah tujuan yang diarahkan untuk menjamin fungsi utama SDM dapat berjalan secara efektif dengan menyadari bahwa tingkat pelayanan dan fasilitas yang diberikan kepada bagian SDM adalah sekadar agar ia dapat berfungsi dengan baik, tidak berkelebihan daripada yang semestinya. Fungsi utamanya adalah melakukan kegiatan penilaian, penempatan dan pengendalian SDM organisasi yang bersangkutan. - Tujuan yang berorientasi kepada kepentingan individu, adalah tujuan yang diarahkan untuk membantu karyawan mencapai tujuan pribadinya sesuai dengan sumbangannya terhadap organisasi. Untuk mendukung tujuan itu kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam manajemen SDM mencakup kegiatan pelatihan dan pengembangan, penilaian, penempatan, pengawasan serta pengendalian. http://digilib.mercubuana.ac.id/ kompensasi dan 13 Dalam penyelenggaraan manajemen SDM keseluruhan tujuan tersebut harus dapat dicapai secara terpadu, karena semuanya memang diperlukan dan saling mengisi. 2. Budaya Organisasi Setiap organisasi tentu ingin mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, peranan budaya organisasi di dalamnya sangat penting. Dengan budaya organisasi kitadapat memperbaiki perilaku dan motivasi sumber daya manusia sehingga meningkatkan kinerjanya dan pada gilirannya meningkatkan kinerja organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. a. Pengertian Budaya Organisasi Menurut Darsono dan Siswandoko (2011) budaya organisasi merupakan nilai, moral, kepercayaan, dan aturan-aturan yang telah eksis pada setiap anggota organisasi (atau pada setiap pihak yang berkepentingan terhadap suatu organisasi tertentu) untuk dijadikan dasar berpikir dan berperilaku dalam mencapai sasaran dan tujuan organisasi. Menurut Darmawan (2013) budaya organisasi adalah seperangkat nilai-nilai, keyakinan, dan sikap utama yang diberlakukan di antara anggota organisasi. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 14 Menurut Susanto dalam Uha (2013) budaya organisasi/perusahaan adalah nilai-nilai yang menjadi pegangan sumber daya manusia dalam menjalankan kewajiban dan perilakunya di dalam organisasi. Dari definisi-definisi menurut pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan nilai-nilai yang dianut anggota organisasi dan memengaruhi cara mereka bertindak dan hal ini berpengaruh juga terhadap kinerja. b. Karakteristik Budaya Organisasi Robbins dalam Uha (2013) mengemukakan tujuh karakteristik prima budaya organisasi sebagai berikut: (1) Inovasi dan keberanian mengambil resiko (innovation and risk taking); sejauh mana para karyawan didorong untuk inovasi dan pengambilan resiko. (2) Perhatian terhadap detail (attention to detail); sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan posisi kecermatan, analisis, dan perhatian pada perincian. (3) Berorientasi kepada hasil (outcome orientation); sejauh mana manajemen memfokus pada hasil, bukan pada teknis, dan proses dalam mencapai hasil itu. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 15 (4) Berorientasi kepada manusia (people orientation); sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil pada orangorang dalam organisasi itu. (5) Berorientasi tim (team orientation); sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim bukan individu. (6) Agresif (aggressiveness); sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif, bukannya suatu santai-santai. (7) Stabil (stability); sejauh mana keinginan organisasi menekankan diterapkannya status quo sebagai kontras dari pertumbuhan. c. Proses Terbentuknya Budaya Organisasi Secara teoritis proses terbentuknya budaya organisasi melalui beberapa teori, menurut Schein dalam Uha (2013) antara lain melalui teori sociodynamic, teori kepemimpinan, dan teori pembelajaran. Ketiga teori tersebut dijelaskan sebagai berikut: (1) Teori Sociodynamic. Teori ini mendasarkan pada pengamatan secara detail mengenal kelompok pelatihan, kelompok tetapi dan kelompok kerja yang mempunyai proses interpersonal dan emosional guna membantu menjelaskan apa yang dimaksud dengan share terhadap pandangan yang sama dari suatu masalah dan mengembangkan share tersebut. Setiap individu merasakan bahwa ia termasuk anggota kelompok organisasi menyelesaikan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 16 kembali konflik inti kepentingan kelompok dan kepentingan individu dan menghilangkan identitas personel dengan keinginan secara otonomi atau bebas dari kelompok di mana bias tersisih atau kehilangan sebagai anggota kelompok. (2) Teori Kepemimpinan. Teori ini proses pembentukan budaya organisasi menekankan hubungan pemimpin dengan kelompok anggota organisasi dan pengaruh gaya pemimpin terhadap formasi kelompok anggota organisasi yang relevan dengan menitikberatkan pada proses pembentukan budaya organisasi. Dalam hal ini Schien mengemukakan tugas gaya kepemimpinan dibedakan dengan criteria, yaitu: (a) Tugas kepemimpinan dan kelompok, yang menekankan perbedaan antara fungsi kepemimpinan yang berorientasi pada tugas eksternal dan fungsi yang berorientasi pada kelompok internal. Fungsi kepemimpinan meliputi fungsi dan tugas pemrakarsa, pemberian infomasi, pemberian opini, penyimpulan dan uji concensus, sedangkan fungsi kelompok menyangkut bantuan harmonisasi, standar ujidan penempatan dan penjagaan gawang (gate keeping). (b) Gaya kepimpinan dan kelompok. Dalam kaitan ini bahwa asumsi pimpinan pendiri organisasi merupakan hubungan otoritas yang terbentuk dalam kelompok dan keadaan di mana pemimpin dan anggotanya berinteraksi secara emosional yang http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 menentukan baik stadium evoulusioner kelompok maupun gaya budayanya. Gaya pemimpin terdiri dari gaya paranoid, gaya pendorong, gaya dramatis, gaya depresif, dan gaya schizoid. (3) Teori pembelajaran sosial. Teori ini menyatakan bahwa budaya organisasi diciptakan oleh pemimpin dan salah satu fungsi pemimpin yang sangat menentukan adalah kreasi, manajemen dan jika perlu bisa merusak budaya. Budaya organisasi banyak ditentukan oleh pendiri organisasi, di mana tindakan pendiri organisasi menjadi inti budaya awal organisasi. Proses pembentukan budaya ini bias cepat dan bias berangsur-angsur. d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Budaya Organisasi Robbins dalam Uha (2013) mengemukakan tujuh karakteristik prima budaya organisasi sebagai berikut: (1) Inovasi dan keberanian mengambil resiko (innovation and risk taking); sejauh mana para karyawan didorong untuk inovasi dan pengambilan resiko. (2) Perhatian terhadap detail (attention to detail); sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan posisi kecermatan, analisis, dan perhatian pada perincian. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 (3) Berorientasi kepada hasil (outcome orientation); sejauh mana manajemen memfokus pada hasil, bukan pada teknis, dan proses dalam mencapai hasil itu. (4) Berorientasi kepada manusia (people orientation); sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil pada orangorang dalam organisasi itu. (5) Berorientasi tim (team orientation); sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim bukan individu. (6) Agresif (aggressiveness); sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif, bukannya suatu santai-santai. (7) Stabil (stability); sejauh mana keinginan organisasi menekankan diterapkannya status quo sebagai kontras dari pertumbuhan. e. Indikator Budaya Organisasi Indikator yang digunakan sebagai panduan dalam penelitian ini adalah pendapat Robbins dalam Uha (2013) yang menyatakan tentang tujuh karakteristik prima budaya organisasi, yaitu inovasi dan keberanian mengambil resiko (innovation and risk taking), perhatian terhadap detail (attention to detail), berorientasi kepada hasil (outcome orientation), berorientasi kepada manusia (people orientation), berorientasi tim (team orientation), agresif (aggressiveness), dan stabil (stability). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19 Indikator-indikator di atas adalah refleksi dari ketujuh karakteristik prima budaya organisasi menurut Robbins yang dianggap sangat berhubungan dalam budaya organisasi di PDAM Tirta Benteng Tangerang. 3. Kepuasan Kerja Selama berada di suatu organisasi atau perusahaan pasti ada saja beberapa anggota atau karyawan yang tidak puas atau mengeluh. Keadaan ini tentunya tidak dikehendaki oleh organisasi karena akan berdampak negatif terhadap kinerja organisasi atau perusahaan. Untuk itu, pimpinan perlu mengetahui sebab-sebab terjadinya ketidakpuasan ini dan bagaimana cara mengatasinya. Ketidakpuasan yang disebabkan karena masalah pembayaran atau masalah lingkungan kerja dan sebagainya, akan mengakibatkan karyawan bereaksi dengan berbagai cara, antara lain, bisa dengan menurunkan kinerjanya, mogok, atau menyampaikan keluhannya secara terbuka. Ada juga yang pindah untuk mencari pekerjaan lain yang gajinya lebih tinggi. Ada juga yang protesnya dengan mengeluh terus yang dapat mengakibatkan ia sering ke rumah sakit atau stress, sering absen, dan akhirnya keluar juga. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 20 a. Pengertian Kepuasan Kerja Menurut Robbins dan Judge (2009) kepuasan kerja (job satisfaction) dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Menurut As’ad 1987 dalam Sunyoto (2015) kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan di mana para karyawan memandang pekerjaannya. Menurut Suwatno (2001) kepuasan kerja adalah merupakan suatu kondisi psikologis yang menyenangkan atau perasaan karyawan yang sangat subjektif dan sangat tergantung pada individu yang bersangkutan dan lingkungan kerjanya, dan kepuasan kerja merupakan suatu konsep multificated (banyak dimensi), ia dapat memakai sikap secara menyeluruh atau mengacu pada bagian pekerjaan seseorang. Dari definisi-definisi menurut pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahawa kepuasan kerja merupakan suatu sikap positif yang dialami oleh karyawan terhadap pekerjaaannya. b. Teori-Teori Kepuasan Kerja Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap suatu pekerjaan daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses http://digilib.mercubuana.ac.id/ 21 perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Ada beberapa teori tentang kepuasan kerja yaitu: 1) Two Factor Theory Teori ini menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda yaitu motivators dan hygiene factors. Ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi di sekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja, upah, keamanan, kualitas pengawasan dan hubungan dengan orang lain) dan bukan dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor mencegah reaksi negatif dinamakan sebagai hygiene atau maintainance factors. Sebaliknya kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi dinamakan motivators. 2) Value Theory Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan di mana hasil pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan semakin puas dan sebaliknya. Kunci menuju kepuasan pada teori ini adalah perbedaan antara http://digilib.mercubuana.ac.id/ 22 aspek pekerjaan yang dimiliki dengan yang diinginkan seseorang. Semakin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan orang. Di bawah ini dikemukakan teori-teori tentang kepuasan kerja menurut Mangkunegara (2005), yaitu sebagai berikut: 1) Teori Keseimbangan (Equity Theory) Teori ini dikembangkan oleh Adam, adapun komponen dari teori ini adalah input, outcome, comparison person, dan equity – in – equity. Wexley dan Yuki 1997 dalam Widodo (2015) mengemukakan bahwa “Input is anything of value that an employee perceives that contributes to his job”. Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja. Misalnya, pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi, jumlah jam kerja. “Outcome is anything of value that the employee perceives he obtains from the job”. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan oleh pegawai. Misalnya upah, keuntungan tambahan, status symbol, pengenalan kembali (recognition), kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri. Sedangkan “Comparison person may be someone in the same organization, someonein a different organization, or even the person him selfin a previous job”. Comparison person adalah seorang pegawaidalam organisasi yang sama, seorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 23 Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil perbandingan input – outcome pegawai lain (comparison person). Jadi, jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang (equity), maka pegawai tersebut akan merasa puas. Tetapi, apabila terjadi ketidakseimbangan (inequity) dapat menyebabkan dua kemungkinan, yaitu over compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya) dan sebaliknya under compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain) yang menjadi pembanding atau (comparison person) 2) Teori Perbedaan (Discrepancy Person) Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter , ia berpendapat bahwa mengukur kepuasan kerja dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai. Locke 1969 dalam Widodo (2015) mengemukakan bahwa kepuasan kerja pegawau bergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dan apa yang diharapkan oleh pegawai. Apabila yang didapat pegawai ternyata lebih besar daripada apa yang diharapkan, akan menyebabkan pegawai tidak puas. 3) Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Mulltilment Theory) Menurut teori ini kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa http://digilib.mercubuana.ac.id/ 24 puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya, main besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu akan merasa tidak puas. 4) Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Theory) Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para pegawai dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh pegawai dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, pegawai akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan. 5) Teori Dua Faktor dari Herzberg Teori dua faktor ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg, ia menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Penilaian Herzberg diadakan dengan melakukan wawancara terhadap subyek insinyur, dan akuntan. Masing-masing subyek diminta menceritakan kejadian yang dialami oleh mereka, baik yang menyenangkan atau tidak memberi kepuasan. Kemudian dianalisis dengan analisis isi (content analysis) untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan atau ketidakpuasan. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 25 Dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas menurut Herzberg yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factors) dan faktor pemotivasian (motivation factors). Faktor pemeliharaan disebut pula dissatisfiers, hygiene factors, job context, entrinsic factors yang meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan pengawas, hubungan dengan subordinat, upah, keamanan kerja, kondisi kerja, dan status. Sedangkan faktor pemotivasian disebut pula satisfiers, motivators, job content, intrinsic factor yang meliputi dorongan berprestasi, pengenalan, kemajuan (advancement), work it self, kesempatan berkembang dan tanggung jawab. 6) Teori Pengharapan (Exceptanxy Theory) Teori pengharapan dikembangkan oleh Victor H. Vroom, kemudian teori ini diperluas oleh Potter dan Lawyer. Ketika Davis mengemukakan bahwa “Vroom explains that motivations is a product of how much one wants something and one’s estimate of the probability that a certain will lead to it”. Vroom menjelaskan bahwa motivasi merupakan suatu produk dari bagaimana seseorang meyakinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya. Selanjutnya Keith mengemukakan Davis bahwa dikutip pengharapan Mangkunegara merupakan (2005) kekuatan keyakinan pada suatu perlakuan yang diikuti dengan hasil khusus. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 26 Hal ini menggambarkan bahwa keputusan pegawai yang memungkinkan mencapai suatu hasil lainnya. Pengharapan merupakan suatu aksi yang berhubungan dengan hasil, dari 0 – 1. Jika pegawai merasa tidak mungkin mendapatkan hasil tertentu maka harapannya bernilai 0. Jika aksinya berhubungan dengan hasil tertentu maka harapannya 1. Harapan pegawai secara normal adalah di antara 0 – 1. c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Ada lima faktor yang dapat memengaruhi kepuasan kerja menurut Kreitner dan Kinicki (2001) yaitu sebagai berikut: 1) Pemenuhan Kebutuhan (Need fulfillment) Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya. 2) Perbedaan (Discrepancies) 3) Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan, Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh individu dari pekerjaannya. Bila harapan lebih besar dari apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya individu akan puas bila menerima manfaat di atas harapan. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 27 4) Pencapaian nilai (Value attainment) Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting. 5) Keadilan (Equity) Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja 6) Komponen genetik (Genetic components) Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini menyiratkan perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja di samping karakteristik di lingkungan pekerjaan. Selain penyebab kepuasan kerja, ada juga faktor penentu kepuasan kerja. Di antaranya adalah sebagai berikut: 1) Pekerjaan itu sendiri (work it self) Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan. 2) Hubungan dengan atasa (supervision) Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggang rasa (consideration). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu tenaga kerja untuk http://digilib.mercubuana.ac.id/ 28 memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa, misalnya keduanya mempunyai pandangan hidup yang sama. Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika kedua jenis hubungan adalah postif. Atasan yang memiliki cirri pemimpin yang transformasional, maka tenaga kerja akan meningkat motivasinya dan sekaligus dapat merasa puas dengan pekerjaannya. 3) Teman sekerja (workers) Teman kerja merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan pegawai lainnya, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. 4) Promosi (promotion) Promosi merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selama bekerja. 5) Gaji atau upah (pay) Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 29 d. Indikator Kepuasan Kerja Berdasarkan Kreitner & Kinicky (2001), berikut ini adalah indikator-indikator kepuasan kerja yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini: Faktor penentu kepuasan kerja. Di antaranya adalah sebagai berikut: 1) Pekerjaan itu sendiri (work it self) Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa dibutuhkan dalam keahliannya melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan. 2) Hubungan dengan atasan (supervision) Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggang rasa (consideration). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa, misalnya keduanya mempunyai pandangan hidup yang sama. Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika kedua jenis hubungan adalah postif. Atasan yang memiliki cirri pemimpin yang http://digilib.mercubuana.ac.id/ 30 transformasional, maka tenaga kerja akan meningkat motivasinya dan sekaligus dapat merasa puas dengan pekerjaannya. 3) Teman sekerja (workers) Teman kerja merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan pegawai lainnya, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. 4) Promosi (promotion) Promosi merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selama bekerja. 5) Gaji atau upah (pay) Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak. Dari indikator-indikator di atas akan menjadi penilaian mengenai kepuasan kerja yang dirasakan karyawan di bagian produksi PDAM Tirta Benteng. 4. Kinerja Karyawan Kinerja dewasa ini telah menjadi sorotan publik, hal ini karena telah timbulnya iklim demokratisasi dan keterbukaan. Di samping itu, selama pengukuran keberhasilan maupun kegagalan dari suatu organisasi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit dilakukan secara objektif. Kesulitan ini karena belum pernah disusun sistem pengukuran kinerja yang dapat menginformasikan tingkat suatu keberhasilan suatu organisasi. a. Pengertian Kinerja Menurut Suntoro 1999 dalam Uha (2015) bahwa kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hokum dan sesuai dengan moral dan etika. Menurut Mangkunegara dalam Widodo (2015) bahwa istilah kinerja dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan padanya. Menurut Moeheriono (2012) kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran ,tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 Dari definisi-definisi menurut pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi kerja yang merupakan hasil dari implementasi rencana kerja yang dibuat oleh suatu institusi yang dilaksanakan oleh pimpinan dan karyawan (SDM) yang bekerja di institusi itu baik pemerintah maupun perusahaan (bisnis) untuk mencapai tujuan organisasi. b. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Karyawan Menurut Mathis dan Jackson 2002 dalam Widodo (2015) dalam pembahasan mengenai permasalahan kinerja karyawan maka tidak terlepas dari berbagai macam faktor yang menyertai diantaranya: a. Faktor kemampuan (ability) Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill) artinya pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja diharapkan. Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan kahliannya b. Faktor motivasi Motivasi terbentuk sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapai situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 33 yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan kerja. c. Evaluasi Kinerja Evaluasi kinerja (performance appraisal) merupakan sistem formal yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja pegawai secara periodik yang ditentukan oleh organisasi. Dalam rumusan yang lain, evaluasi kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifatsifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Dan dalam rumusan yang lebih singkat, evaluasi kinerja dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap hasil kerja atau prestasi kerja yang diperoleh organisasi, tim dan individu. Menurut Megginson dalam Mangkunegara (2013) mengemukakan bahwa “Performance appraisal is the process an employer uses to determine whether an employee is performing the job as intended”. (Performance appraisal adalah suatu proses yang digunakan majikan untuk menentukan apakah seorang pegawai melakukan pekerjaannya sesuai dengan yang dimaksudkan). Berdasarkan pendapat di atas, penilaian prestasi pegawai adalah suatu proses penilaian prestasi kerja pegawai yang dilakukan pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 34 Pemimpin perusahaan yang menilai prestasi kerja pegawai, yaitu atasan pegawai langsung, dan atasan tak langsung. Di samping itu pula, kepala bagian personalia berhak pula memberikan penilaian prestasi terhadap semua pegawainya sesuai dengan data yang ada di bagian personalia. d. Tujuan Evaluasi Kinerja Menurut Sedarmayanti 2007 dalam Widodo (2015), tujuan dari penilaian kerja adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui keterampilan dan kemampuan pegawai 2. Sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian khususnya penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja. 3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan pegawai seoptimal mungkin, sehingga dapat diarahkan jenjang/rencana kariernya, kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan. 4. Mendorong terciptanya hubungan timbale balik yang sehat antara atasan dan bawahan. 5. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang kepegawaian khususnya kinerja pegawai dalam bekerja. 6. Secara pribadi, pegawai mengetahui kekuatan dan kelemahannya sehingga dapat memacu perkembangannya. Bagi atasan yang menilai akan lebih memperhatikan dan mengenal bawahan dan pegawainya, sehingga dapat lebih memotivasi pegawai. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 35 7. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan pengembangan di bidang kepegawaian. e. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penilaian Kinerja Menurut Mangkunegara dalam Darmawan (2013), penilaian kinerja meliputi : 1. Kualitas kerja: Ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan. 2. Kuantitas kerja: output, perlu diperhatikan juga bukan hanya output tetapi juga seberapa cepat dapat menyelesaikan kerja extra. 3. Kehandalan: mengikuti instruksi, inisiatif, hati-hati, kerajinan. 4. Sikap: sikap terhadap organisasi karyawan lain dan pekerjaan serta kerja sama. f. Dimensi dan Indikator Kinerja Karyawan Berdasarkan Mangkunegara dalam Darmawan (2013), berikut ini adalah indikator-indikator kinerja karyawan yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini: 1. Kualitas kerja: Ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan. 2. Kuantitas kerja: output, perlu diperhatikan juga bukan hanya output tetapi juga seberapa cepat dapat menyelesaikan kerja extra. 3. Kehandalan: mengikuti instruksi, inisiatif, hati-hati, kerajinan. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 36 4. Sikap: sikap terhadap organisasi karyawan lain dan pekerjaan serta kerja sama. Dari keempat dimensi tersebut maka dapat ditentukan indikator-indikator kinerja karyawan sebagai berikut: Tabel 2.1 Dimensi dan Indikator Kinerja Karyawan Dimensi 1. Kualitas Kerja Indikator a. b. c. d. a. b. Ketepatan Ketelitian Keterampilan Kebersihan 2. Kuantitas Kerja Output Seberapa cepat dapat menyelesaikan kerja extra 3. Kehandalan a. Mengikuti instruksi b. Inisiatif c. Hati-hati d. Kerajinan 4. Sikap a. Sikap terhadap karyawan b. Kerja sama Sumber: Mangkunegara dalam Darmawan (2013) B. Penelitian Terdahulu Penelitian yang relevan adalah penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan oleh pendahulu dan menjadi acuan atau perbandingan dengan hasil yang sudah di dapat dan skripsi yang sedang di lakukan oleh penulis, berikut adalah penulis yang telah melakukan riset dengan judul yang serupa: http://digilib.mercubuana.ac.id/ 37 Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian Variabel Penelitian - Budaya Organisasi - Kepuasan Kerja - Kinerja Karyawan Metode Analisis Menggunakan metode kualitatif dan metode kuantitatif dengan SPSS versi 20.0. - Motivasi - Budaya Organisasi - Kepuasan Kerja - Kinerja Karyawan Teknik analisis yang digunakan adalah structural equation modeling dengan program AMOS. No Judul 1 Analisis pengaruh budaya organisasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan bagian marketing Bank Panin Pekanbaru Dani Rizki Pratama, Samsir, Dewita Suryati Ningsih (2014) 2 Pengaruh Motivasi, Budaya Organisasi, dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Nyonya Meneer Semarang Dwi Agung Nugroho Arianto (2008) 3 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Politeknik Negeri Padang Fisla Wirda, - Budaya Tuti Azra Organisasi (2007) - Kinerja Karyawan 4 Pengaruh Kepuasan Kerja Lukman Hakim (2012) - Kepuasan Kerja - Kinerja http://digilib.mercubuana.ac.id/ Teknik analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan metode analisis verifikatif Teknik analisis yang digunakan Hasil Penelitian Variabel Budaya organisasi dan kepuasan kerja secara simultan dan parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Variabel Motivasi, Budaya organisasi dan kepuasan kerja secara simultan dan parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Variabel budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Variabel kepuasan kerja 38 5 Terhadap Kinerja Karyawan PT. Jaya Gas Indonesia Jakarta Pengaruh Budaya Organisasi dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung Karyawan Kisro Eddy Iwan Zulfikar (2010) - Budaya Organisasi - Motivasi Kerja - Kinerja Karyawan adalah simple correlation analysis dan analisis regresi linear sederhana. Teknik Analisis yang digunakan untuk Perhitungan Koefisien Determinasi menggunaka paket program Statistical Product and Service Solution (SPSS) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Variabel budaya organisasi dan motivasi kerja secara simultan dan parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan C. Rerangka Pemikiran 1. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan Menurut laporan dari hasil penelitian Kotler dan Heskett dalam Budi (2005) diungkapkan bahwa; Lebih 200 perusahaan di AS menunjukkan bahwa budaya perusahaan memiliki kekuatan dan dapat meningkatkan kinerja organisasi. Studi tersebut menyimpulkan paling sedikit ada empat peran penting budaya perusahaan, yaitu; 1) Memiliki dampak yang signifikan terhadap kinerja ekonomi perusahaan, 2) Dapat menjadi faktor yang lebih penting dalam menentukan sukses gagalnya perusahaan pada dekade berikutnya, http://digilib.mercubuana.ac.id/ 39 3) Mendorong peningkatan kinerja ekonomi dalam jangka panjang, dapat berkembang secara mudah jika dalam perusahaan penuh dengan orangorang yang cerdas, dan 4) Budaya perusahaan dapat dibentuk untuk peningkatan kinerja karyawan. Dengan demikian pembentukan budaya organisasi (perusahaan) yang ampuh, adaptif dan transformatif merupakan suatu lankah manajemen yang stategik dan taktis untuk membangun organisasi secara berkelanjutan. Budaya perusahaan yang demikian memungkinkan individuindividu atau kelompok SDM dan organisasi belajar untuk saling berintekrasi. Individu atau mkelompok SDM belajar untuk meningkatkan kompetensinya (pengetahuan, keahlian, keterampilan dan kemauan) dan memahami filosofi, visi, tujuan, strategi dan budaya organisasi. 2. Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan Peranan kepuasan kerja yang dimiliki oleh setiap pegawai dapat menentukan tingkatan kinerja yang mempengaruhi penyelenggaraan suatu pelayanan, kebijakan dan kegiatan administrasi yang efektif, efisiensi dan optimal dalam organisasi Gibson (dalam Wibowo, 2013) secara jelas mengatakan bahwa kepuasan kerja menyebabkan peningkatan kerja sehingga pekerja yang puas akan lebih produktif. Handoko (2001) mengatakan bahwa “para pekerja yang mendapatkan kepuasan kerja yang baik akan melaksanakan pekerjaan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 40 dengan lebih baik”. Kepuasan kerja akan tampak dalam sikap positif pekerja terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. 3. Rerangka Pemikiran Berdasarkan pada kajian teori dan hasil riset terdahulu, maka peneliti dapat menguraikan kerangka pemikiran secara logis, mengalir dari masalah penelitian, teori yang dipakai dan hubungan antara variabel yang merupakan cerminan fakta/fenomena yang diteliti, secara sistematis digambarkan seperti pada gambar di bawah ini: Budaya Organisasi H2 Kinerja Karyawan H3 Kepuasan Kerja H1 Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran D. Hipotesis Menurut Sugiyono (2014) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Sedangkan menurut Sanusi (2011) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 41 hipotesis merupakan hasil pemikiran rasional yang dilandasi oleh teori, dalil, hukum, dan sebagainya yang sudah ada sebelumnya. Sesuai dengan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: H1 : Diduga terdapat pengaruh positif dan signifikan budaya organisasi dan kepuasan kerja secara simultan terhadap kinerja karyawan pada PDAM Tirta Benteng Kota Tangerang. H2 : Diduga terdapat pengaruh positif dan signifikan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan pada PDAM Tirta Benteng Kota Tangerang. H3 : Diduga terdapat pengaruh positif dan signifikan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada PDAM Tirta Benteng Kota Tangerang. http://digilib.mercubuana.ac.id/