Darlina, dkk ISSN 0216 - 3128 21 EVALUASI EFEKTIVITAS KEMOPROPILAKSIS KLOROKUIN TERHADAP BAHAN VAKSIN MALARIA RADIASI SECARA IN VIVO Darlina1, Citra Ayu Prapmaningtyas2 dan Teja Kisnanto1 1 2 Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi, BATAN Jurusan Farmasi FMIPA ISTN ABSTRAK EVALUASI EFEKTIVITAS KEMOPROPILAKSIS KLOROKUIN TERHADAP BAHAN VAKSIN MALARIA RADIASI SECARA INVIVO. Klorokuin merupakan senyawa yang umum digunakan sebagai kemopropilaksis dalam penelitian malaria. Tujuan penelitian untuk mengetahui efektifitas klorokuin dalam menghambat pertumbuhan parasit malaria pasca radiasi. Efektifitas klorokuin ditunjukan dari kemampuannya untuk menghambat pertumbuhan P.berghei dalam hewan coba. Pada pengujian secara in vivo klorokuin diberikan melalui oral sebanyak 0, 5, 10, dan 15 mg/kg berat badan setiap hari selama 4 hari pada mencit yang telah disuntikan dengan P.berghei yang diradiasi. Pertumbuhan parasit dalam darah diamati setiap 2 hari selama 43 hari. Hasilnya menunjukkan hingga hari ke-20 tidak ditemukan parasit dalam darah mencit yang diimunisasi dan diberi perlakuan Klorokuin. Dosis klorokuin 10 mg/kg lebih efektif dibanding 5 dan 15 mg/kg dilihat dari persentase inhibisi dan daya tahan hidup mencit. Kata Kunci: Kemopropilaksis, klorokuin, Plasmodium, radiasi ABSTRACT EVALUATION ON THE EFFECTIVENESS CHEMOPROPYLAXIS OF CHLOROQUINE TO IRRADIATED PLASMODIUM BERGHEI BY INVIVO. Chloroquine is a compound commonly used as chemoprophylaxis in malaria research. In the malaria vaccine research used chemoprophylaxis that combined with vaccine material was studied to prevent volunteers from malaria. The purpose of the study was to evaluate the efficacy of chloroquine in inhibiting the growth of malaria parasites after radiation. The effectiveness of chloroquine was shown to inhibit the growth P.berghei growth in experimental animals. The study was conducted in vivo with chloroquine administered orally as 0, 5, 10, and 15 mg/kg of body weight daily for 4 days in mice that had been injected with infectsius and radiation P.berghei 175 Gy. Density of parasites in the blood, and percent survival was observed every 2 days for 43 days. The results show until the 20th day is not found parasites in the blood of mice immunized and treated Chloroquine. The chloroquine 10 mg/kg is more effective than 5 and 15 mg/kg as observed in percentage of inhibition and survival of mice. Keywords: chemoprophylaxis, chloroquine, Plasmodium, radiation PENDAHULUAN M alaria merupakan salah satu penyebab utama kematian pada Negara berkembang. Indonesia merupakan daerah endemis malaria. Pengendalian dan pemberantasan penyakit malaria telah dilakukan sejak tahun 1959, namun hingga saat ini angka kesakitan dan kematian masih cukup tinggi [1, 2]. Sampai dengan tahun 2009, sekitar 80% kabupaten/kota merupakan daerah endemis malaria dan sekitar 45% penduduk bertempat tinggal di daerah yang berisiko tertular malaria. Jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2009 sebanyak 1.143.024 orang [3]. Kondisi tersebut diperberat dengan semakin luasnya parasit yang resisten terhadap obat anti malaria yang selama ini digunakan dan nyamuk yang resisten terhadap insektisida. Adanya kemampuan parasit untuk tahan terhadap obat baru dan kemampuan vektor nyamuk untuk tahan terhadap insektisida, sehingga vaksin terhadap malaria sangat dibutuhkan [1-3]. Melemahkan (atenuasi) mikroorganisma patogen merupakan strategi untuk pengembangan vaksin sejak pertama kali vaksin ditemukan oleh Louis Pasteur [4]. Radiasi gamma dapat digunakan untuk menginaktifkan mikroorganisma untuk preparasi vaksin, disamping metode inaktifasi secara pemanasan atau kimia. Pemanfaatan radiasi gamma untuk menghasilkan suatu immunogen yang potensial sudah diteliti di BATAN. Penelitian optimasi dosis baik dengan model hewan coba mencit maupun kultur in vitro telah dilakukan dengan menggunakan satu kali imunisasi dan dua kali imunisasi dan diketahui bahwa 175 Gy merupakan dosis yang optimal [5]. Dalam penelitian vaksin malaria digunakan kemopropilaksis yang dikombinasikan dengan bahan vaksin yang akan diteliti untuk mencegah relawan dari penyakit malaria. Klorokuin (sebagai garam fosfat) berada dalam kelas obat yang disebut antimalaria dan amubasida merupakan antimalaria yang umum digunakan sebagai kemopropilaksis dalam penelitian malaria. Obat antimalaria adalah senyawa yang digunakan untuk pencegahan dan pengobatan malaria yang disebabkan oleh protozoa yaitu Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2016 Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNS Surakarta, 9 Agustus 2016 22 ISSN 0216 - 3128 plasmodium sp yang masuk ke dalam tubuh tuan rumah (host) melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Cara kerja obat klorokuin adalah dengan menghancurkan bentuk eritrosit dari parasit malaria sehingga mencegah penyebaran plasmodia ke nyamuk anopheles. Klorokuin hanya efektif terhadap parasit dalam fase eritrosit, sama sekali tidak efektif terhadap parasit di jaringan [6-9]. Pada pengujian in vivo dilakukan pada model hewan coba dengan plasmodium berghei [9,10] TATA KERJA Bahan uji Chloroquine diphosphate dari Sigma -Aldrich (St Louis, MO, USA). Bahan vaksin Parasit P.berghei diperoleh dari PTKMRBATAN, diperbanyak yang dilakukan dengan cara menginfeksikan ke dalam tubuh mencit strain Swiss di Laboratorium hewan Terpadu BATAN Pasar Jumat. Pemantau pertumbuhan parasit dilakukan dengan membuat apusan tipis darah mencit terinfeksi yang di warnai dengan giemsa. Persentase kepadatan parasit (parasitemia) di ekspresikan sebagai jumlah sel darah merah terinfeksi dalam 100 sel darah merah. Jika parasitemia sudah diatas 20 %, dilakukan pengambilan darah fungsi jantung setelah mencit dianastesi. Darah di tampung dalam tabung mikro kemudian diradiasi pada dosis 175 Gy dengan laju dosis (LD) 380,45 Gy/jam menggunakan sumber Cobalt 60 di fasilitas Iradiator IRPASENA Pusat Aplikasi Teknologi Isotop Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional. Hewan coba Mencit (Mus muculus) Strain Swiss Webster jantan, berumur 8-10 minggu, berat sekitar 30-35 gram diperoleh dari Kementrian Kesehatan Jakarta dan dikarantina terlebih dahulu sekitar 7 hari sebelum digunakan. Mencit dipelihara dalam kandang fiber glass dengan tutup stainless steel serta diberi makanan pelet dan minuman secara ad libitum (secukupnya). All experiments adhered to the Guide for the care and use of laboratory animals 8 ed. Washington (11). Pengujian in vivo Empat puluh ekor mencit dibagi secara random menjadi 8 group, 4 group pertama disuntik dengan P.berghei tidak diradiasi (0 Gy) dan diberi klorokuin 0, 5, 10, 15 mg per kg berat badan, 4 grup berikutnya disuntik dengan P.berghei radiasi 175 Gy dan diberi klorokuin dengan dosis yang sama. Pengamatan pertumbuhan parasit dilakukan setiap hari. Pemberian klorokuin dimulai ketika mencit sudah terinfeksi parasit. Klorokuin dilarutkan dalam larutan aquabides steril. Pemberian klorokuin secara dan diberikan setiap hari selama 4 hari. Pertumbuhan Darlina, dkk parasit diamati setiap 2 hari selama 45 hari dengan membuat apusan tipis darah perifer ekor [12, 13]. ANALISA DATA. Parasitemia dan uji Inhibisi: Sebanyak 6 µL darah dibuat apusan tipis pada gelas preparat kemudian difiksasi dengan metanol dan diwarnai dengan larutan Giemsa 10% selama 30 menit setelah itu dicuci pada air mengalir. Pemeriksaan dan penghitungan sel dilakukan di bawah mikroskop pembesaran 100. Parasitemia menunjukkan kepadatan sel darah terinfeksi parasit dalam ± 1000 sel darah merah atau 10 lapang pandang dengan rumus, kemudian dihitung persen parasitemia dan persen penghambatan dengan cara perhitungan sebagai berikut (10,13): % parasitemi a Jumlah sel darah merah yang terinfeksi parasit 100% Jumlah total sel darah merah % penghambat an Parasitema kontrol - Parasitema perlakuan 100% Parasitema kontrol Kurva survival Kurva survival digunakan untuk mempelajari kemungkinan kematian pada perlakuan dan kontrol tikus. Analisis survival dilakukan menurut metode Kaplan-Meier [14, 23], yang menentukan kemungkinan bertahan hidup jika setidaknya satu "kematian" dicatat. Kurva survival dibuat menggunakan program excel [14, 15]. Uji statistik Data dianalisis menggunakan uji T-test: TwoSample Assuming Unequal Variances digunakan sebagai komparasi antar dua sampel bebas (independent), bertujuan untuk mengetahui apakah dua kelompok sampel berbeda dalam variabel tertentu. HASIL DAN PEMBAHASAN Efektivitas kemopropilaksis klorokuin di evaluasi secara in vivo menggunakan hewan model mencit yang diinfeksi dengan P.berghei strain ANKA. Setelah 2 hari diinfeksi, klorokuin dengan konsentrasi 5 mg, 10 mg, and 15 mg per kg berat badan diberikan secara setiap hari selama 4 hari. Pertumbuhan parasit dipantau setiap 2 hari selama 43 hari. P. berghei ANKA merupakan strain yang resisten klorokuin biasa digunakan untuk penelitian malaria serebral. Satu hari setelah inokulasi, mencit kontrol (0 Gy) tanpa perlakuan klorokuin menunjukkan positif parasitemia. Gambar 1 menunjukkan persentase parasitemia di masingmasing kelompok mencit terinfeksi tanpa perlakuan maupun dengan perlakuan klorokuin. Apusan darah pada kelompok mencit 0 Gy dengan perlakuan Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2016 Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNS Surakarta, 9 Agustus 2016 Darlina, dkk ISSN 0216 - 3128 klorokuin menunjukan adanya parasit pada kisaran 48 dan 96 jam setelah pemberian klorokuin pertama. Berdasarkan analisa statistik ANOVA pada kurva parasitemia menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kontrol terhadap semua perlakuan klorokuin konsentrasi 5, 10, 15 mg masing masing pada p = 0,0003, 0,0002, dan 0,0003. Gambar 1. Persentase parasitemia setelah infeksi dengan P.berghei 0 Gy dengan pengobatan klorokuin. Gambar 2 menunjukkan persentase parasitemia mencit terinfeksi sebagai fungsi kurva waktu pada setiap kelompok perlakuan mencit yang divaksinasi dengan P.berghei diradiasi 175 Gy. Pada mencit yang divaksinasi tanpa perlakuan klorokuin menunjukkan positif parasitemia setelah hari kedelapan dan terus meningkat hingga 33% pada hari 33 dan kemudian menurun menjadi 17,4% pada hari 43. Sedangkan apusan darah mencit dalam setiap kelompok diperlakukan klorokuin masih negatif parasitemia sampai 20 hari setelah pemberian klorokuin pertama. Parasitemia pada kelompok mencit yang diobati dengan penambahan klorokuin relatif rendah, puncak 13,75% parasitemia diamati pada hari 39 (Gambar 2). Gambar 2. Persentase tikus parasitemia setelah infeksi dengan P.berghei 175 Gy dengan pengobatan klorokuin Berdasarkan analisa statistik ANOVA pada kurva parasitemia menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kontrol terhadap semua perlakuan klorokuin konsentrasi 5, 10, 15 mg masing masing 23 pada p = 0,00007, 0,00005, dan 0,002. Pemberian klorokuin dapat menekan pertumbuhan parasit baik pada kelompok tikus 0 Gy dan 175 Gy. Pada kelompok mencit 175 Gy yang diberikan klorokuin kepadatan parasitnya menurun hingga 70%. Dilakukan evaluasi penghambatan pertumbuhan parasit dan daya tahan hidup (survival) untuk mengetahui dosis efektif dari klorokuin. Persentase penghambatan parasitemia dari masing-masing kelompok yang diperoleh dari data persentase pertumbuhan parasit pada mencit diberikan pengobatan klorokuin dibandingkan dengan kelompok kontrol (Tabel 1). Data pada Tabel 1 diketahui bahwa dosis 10 mg / kg memiliki penghambatan serta persentase bertahan hidup tertinggi. Ada perbedaan yang signifikan antara daya hambat parasit pada kelompok kontrol mencit 0 dan 175 Gy tanpa perlakuan klorokuin terhadap kelompok mencit dengan perlakuan klorokuin (p => 0,01). Tabel 1. Efektivitas klorokuin terhadap infeksi P. berghei pada mencit. Percobaan Dosis klorokuin (mg/kg) 0 Gy Tanpa klorokuin 5 mg 10 mg 15 mg 175 Gy Tanpa klorokuin 5 mg 10 mg 15 mg Daya hambat parasit (%) 0 48,16 2,46 64,63 5,45 53,29 2,52 0 Survival (%) 0 ± 33 ± 67 ± 33 66 ± 1,18 73,45 ± 0,3 58,7 ± 0,66 33 33 67 33 Penentuan dosis yang efektif dalam menghambat parasit berhubungan dengan penurunan parasitemia, dan kelangsungan hidup yang dimonitor setiap hari dari hari pertama sampai hari ke 43 (Tabel 1). Mencit yang masih hidup pada kelompok mencit yang diinfeksi dengan P.berghei dilemahkan dengan dosis 175 Gy sekitar 33% dengan parasitemia 17 %. Parasitemia terendah terjadi pada kelompok mencit dengan perlakuan klorokuin 10 mg/kg BB baik pada mencit yang diinfeksi dengan P.berghei infeksius maupun yang diradiasi. Mencit yang diberi klorokuin dengan dosis 10 mg/kg BB mempunyai daya hambat terhadap parasit paling tinggi dan sekitar 67 % mencit yang masih hidup hingga hari ke-43. Mencit dengan perlakuan vaksinasi 175 Gy dengan pemberian klorokuin 10 mg/kg BB parasitemianya paling rendah sekitar 5% dan mencit yang bertahan hidup sekitar 67 % . Dengan demikian perlakuan kombinasi vaksinasi dengan pemberian klorokuin 10 mg/kg memberikan hasil yang terbaik. Tetapi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2016 Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNS Surakarta, 9 Agustus 2016 24 ISSN 0216 - 3128 terhadap aspek imun dan uji tantang untuk mengetahui kemampuan melawan parasit infeksius. Ada beberapa teori tentang mekanisme tindakan antimalaria CQ, antara lain adalah CQ mengganggu proses detoksifikasi parasit malaria dalam vakuola pencernaan. Selama tahap eritrosit, parasit malaria memanfaatkan hemoglobin tuan rumah untuk pertumbuhan mereka dan melepaskan heme ke vakuola pencernaan, karena heme adalah racun bagi parasit. Untuk bertahan hidup, parasit malaria mengkonversi heme menjadi kristal polimer beracun yang disebut hemozoin. Proses ini diblokir oleh CQ ketika terakumulasi dalam vakuola pencernaan, sehingga terjadi akumulasi metabolit beracun sehingga mengakibatkan kerusakan atau kematian parasit [16]. Mekanisme tindakan antimalaria CQ dibutikan pada beberapa penelitian sebagai berikut. Penelitian J-H Ch'ng dan kawan kawan yang mempelajari alur konsentrasi CQ yang diberikan secara oral pada 2 kelompok mencit yang masing-masing diinfeksi dengan P.berghei dan P.yoleii. Pada mencit yang terinfeksi tersebut diberi terapi klorokuin dosis 10 mg/kg selama 3 jam paska pemberian, tingkat klorokuin dalam darah tetap di sekitar 5 mM. Nilai ini lima kali lipat lebih tinggi dari nilai konsentrasi klorokuin pada mencit yang tidak terinfeksi dengan perlakuan klorokuin yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa sejumlah besar CQ terdeteksi mungkin berasal dari dalam eritrosit yang terinfeksi parasit [12, 1719]. Tingkat CQ dalam darah, dalam model malaria rodensia, dapat terpengaruh oleh perbedaan hematokrit dan parasitemia, yang keduanya dapat bervariasi secara signifikan tergantung pada spesies parasit. Pada penelitian mekanisme antimalaria Klorokuin pada manusian menunjukkan bahwa konsentrasi CQ dalam darah 5 hingga 10 kali lipat lebih tinggi daripada di serum, [18] dan studi lain menunjukkan bahwa konsentrasi CQ darah mencit yang diinfeksi P. chabaudi dengan infeksi berat bisa 4-5 kali lipat lebih tinggi daripada mencit dengan infeksi ringan [19]. Meskipun telah terjadi peningkatan resistensi parasit terhadap klorokuin di beberapa bagian dunia [6, 16], obat ini tetap menjadi salah satu yang paling umum untuk pengobatan malaria [14,15]. Dalam penelitian kami, 67% mencit yang divaksinasi maupun tidak, yang diberikan klorokuin dosis 10 mg/kg berat badan sepenuhnya pulih dan sisanya meninggal karena meningkatnya parasitemia. Dalam penelitian lain, meskipun resistensi relatif p. Berghei terhadap klorokuin diamati tapi tidak ada efek samping ditemukan di antara sampel dan tidak ada efek samping dari obat pada testis tikus yang diamati. Kesimpulannya, meskipun terjadi peningkatan resistensi parasit terhadap chloroquine [20] penelitian ini menunjukkan bahwa p. Berghei cukup toleran terhadap klorokuin. Darlina, dkk KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian klorokuin dapat menghambat pertumbuhan parasit baik yang diradiasi maupun infeksius. Terjadi perbedaan bermakna antara perlakuan klorokuin dengan kontrol baik pada mencit yang diinfeksi dengan P.berghei infeksius (0 Gy) maupun yang dilemahkan (175 Gy). Dosis klorokuin 10 mg/kg BB merupakan dosis yang paling efektif diantara kedua perlakuan. Mencit dengan perlakuan infeksi dengan P.berghei diradiasi 175 Gy dengan pengobatan klorokuin dosis 10 mg/kg BB memberikan hasil parasitemia terendah, daya hambat dan daya tahan hidup yang tinggi. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. http://www.who.int/malaria/world_malaria_rep ort_2011, diakses tanggal 8 May 2014. Zein, Penanganan Terkini Malaria Falciparum, Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Medan, FK USU, p1, 2005. DEPKES RI., Pertemuan Koordinasi Tingkat SR Dan SSR Kegiatan Intensifikasi Pengendalian Malaria GF ATM Malaria Round 8 Wilayah Kalimantan Dan Sulawesi. Dirjen P2PL Depkes RI, 2010. Stern A.M., And Howard Markel, The History Of Vaccines And Immunization: Familiar Patterns, New Challenges, Health Affairs, 24, no.3, 611-621, 2005. Darlina, Teja K, Ahmad Fauzan, Respon hematopoitik mencit yang diinfeksi dengan P.berghei stadium eritrositik iradiasi gamma, Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Vol13, No.2, Agustus 2012. Awab, G.R., Pukrittayakamee, S., Imwong, M., Dondorp, A.M., Woodrow, C.J., Lee, S.J., Day, N.P., Singhasivanon, P., White, N.J. & Kaker, F. Dihydroartemisinin-piperaquine versus chloroquine to treat vivax malaria in Afghanistan: an open randomized, noninferiority, trial. Malar. J., 9, 105, 2010. Amet, S., Zimner-Rapuch, S., Launay-Vacher, V., Janus, N. & Deray, G. Malaria prophylaxis in patients with renal impairment: a review. Drug Saf., 36, 83-91, 2013. Langhorne J, Buffet P, Galinski M, Good M, Harty J, Leroy D, et al. The relevance of nonhuman rimate and rodent malaria models for humans. Malar J. 1;10:23, 201. Ljungstrom I., H. Perlaman, M. Schilchtherle, A. Shere & M. Wahlgreen, Methods In Malaria Research, MR4/ATCC, Manassas Virginia, 2012. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2016 Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNS Surakarta, 9 Agustus 2016 Darlina, dkk ISSN 0216 - 3128 10. Guide for the care and use of laboratory animals 8 ed. Washington DC: The National Academies Press; 2011. 11. Moore Br, Page-Sharp M, Stoney Jr, Ilett Kf, Jago Jd, Kt. Batty. Pharmacokinetics, pharmacodynamics, and allometric scaling of chloroquine in a murine malaria model. Antimicrob Agents Chemother; 55: 3899–3907, 2011. 12. Ursing J, Kofoed Pe, Rodrigues A, Blessborn D, Thoft-Nielsen R, Bjorkman A et al. Similar efficacy and tolerability of double-dose chloroquine and artemether-lumefantrine for treatment of Plasmodium falciparum infection in Guinea-Bissau: a randomized trial. J Infect Dis 203: 109–116, 2011. 13. Thome, R., Lopes, S.C., Costa, F.T. & Verinaud, L.,Chloroquine:modes of action of an undervalued drug. Immunol.Lett., 153, 50-57, 2013. 14. Bakshi Rp, Nenortas E, Tripathi Ak, Sullivan Dj, Shapiro Ta. Model system to define pharmacokinetic requirements for antimalarial drug efficacy. Sci Transl Med, 5: 135, 2013. 15. J-H Ch’ng*,1,2, Y-Q Lee1,3,10, SY Gun4,10, W-N Chia4,10, Z-W Chang4,10, L-K Wong5, KT Batty6,7, B Russell1, F Nosten8,9,L Renia4 and KS-W Ta, Validation of a chloroquineinduced cell death mechanism for clinical use against malaria, Cell Death and Disease, 5;1305, 2014. 16. Ch’ng Jh, Liew K, Goh As, Sidhartha E, Tan Ks. Drug-induced permeabilization of parasite’s digestive vacuole is a key trigger of programmed cell death in Plasmodium falciparum. Cell Death Dis; 2: 216, 2011 17. K Sunita, M Rajyalakshmi , K Kalyan Kumar , M Sowjanya , Pvv Satish & D Madhu Prasad, Human malaria in C57BL/6J mice: An in vivo 25 model for chemotherapy studies, Indian Journal of Experimental Biology , Vol. 52, . 67-72, 2014. 18. Promise Madu Emeka, Lorina Ineta BadgerEmeka, Chiamaka Maryann Eneh, Tahir Mahmood Khan, Dietary supplementation of chloroquine with nigella sativa seed and oil extracts in the treatment of malaria induced in mice with plasmodium berghei, Pharmacognosy magazine,: 10 : 38, 357-362, : 2014. 19. Xiaosong Qin,1,2 Guang Chen,3 Yonghui Feng,4 Xiaotong Zhu,1 Yunting Du,1,Wei Pang,1 Zanmei Qi1 And Yaming Cao1, Early Treatment with Chloroquine Inhibits the Immune Response against Plasmodium yoelii Infection in Mice, Tohoku J. Exp. Med., , 234, 272-278, 2014. 20. Esmail Abolghasemi, Seyed Hassan MoosaKazemi,, Maryam Davoudi, Ahmad Reisi, And Mohammad Taghi Satvat, Comparative study of chloroquine and quinine on malaria rodents and their effects on the mouse testis, Asian Pac J Trop Biomed., 2;4, 311–314, 2012. TANYA JAWAB Rasi Prasetio Mana yang lebih diutamakan sebagai parameter efektivitas: daya hambat atau survival? Darlina Untuk pengujian efektivitas, parameter daya hambat dan survival di lihat. Sehingga untuk dosis klorokuin 10 mg di katakan dosis efektif karena mempunyai daya hambat dan survival yang tinggi. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2016 Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNS Surakarta, 9 Agustus 2016