Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian
2.1.1 Agency Theory
Teori keagenan atau agency theory menurut Jensen dan Meckling (1976)
adalah:
“We define an agency relationship as a contract under which one or more persons
(theprincipal(s)) engage another person (the agent) to perform some service on
their behalf which involves delegating some decision making authority to the
agent.”
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa hubungan keagenan didefinisikan
sebagai suatu kontrak antara satu orang atau lebih (prinsipal) dengan orang lain
(agen) dimana prinsipal memberikan kewenangan untuk melaksanakan kegiatan
perusahaan atas nama prinsipal dan kewenangan pengambilan keputusan kepada
agen.
Dalam penelitiannya, Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan:
“If both parties to the relationship are utility maximizers, there is good
reason to believe that the agent will not always act in the best interests of
the principal.”
Penelitian tersebut menjelaskan bahwa dalam teori keagenan apabila kedua
belah
pihak,
agen
dan
prinsipal,
bertujuan
untuk
memaksimumkan
kepentingannya masing-masing, maka terdapat kemungkinan besar bahwa agen
tidak memaksimumkan kepentingan prinsipal. Menurut Jensen dan Meckling
(1976) agen (manajemen) tidak memaksimumkan kepentingan prinsipal (pemilik)
disebabkan:
“The private corporation of firm is simply one form of legal fiction which
serves as a nexus for contracting relationships among individuals.”
Alasan tersebut menjelaskan bahwa perusahaan hanya merupakan salah satu
bentuk badan yang berfungsi sebagai penghubung suatu hubungan kontrak antara
masing-masing individu. Dalam hal ini, prinsipal dan agen merupakan individuindividu yang berbeda dan memiliki tujuan yang berbeda pula, sehingga akan
menimbulkan ketimpangan kepentingan. Ketimpangan kepentingan antara agen
dan prinsipal inilah yang menyebabkan adanya ketimpangan informasi (asymetric
information).
Asymetric information atau ketimpangan informasi menurut Hendriksen dan
Van Breda (2000:222) adalah situasi ketika tidak semua keadaan diketahui oleh
kedua belah pihak (agen dan prinsipal). Ketimpangan informasi ini menunjukan
adanya perbedaan porsi informasi yang dimiliki agen dan prinsipal berbeda,
dimana manajemen sebagai agen lebih mengetahui kondisi perusahaan secara
keseluruhan sehingga lebih memungkinkan untuk memanipulasi laporan
keuangan agar kinerja manajemen sebagai agen terlihat lebih bagus dan mendapat
insentif atas hasil kinerjanya tersebut. Sedangkan pemilik sebagai prinsipal tidak
mengetahui secara langsung kondisi perusahaan keseluruhan sehingga mereka
cenderung meragukan laporan keuangan yang disajikan oleh pihak manajemen
sebagai agen.
Menurut Jensen dan Meckling (1976) perbedaan (gap) kepentingan antara
agen dan prinsipal bisa dibatasi dengan cara:
“The principal can limit divergences from his interest by establishing
appropriate incentives for the agent and by incurring monitoring costs
designed to limit the aberrant activities of the agent.”
Prinsipal bisa membatasi penyimpangan yang dilakukan oleh agen dengan
cara memberikan insentif yang sesuai dengan kinerjanya sebagai reward supaya
agen bertindak secara maksimal untuk memaksimumkan kepentingan prinsipal.
Prinsipal juga bisa menerapkan monitoring costs untuk membatasi dan
meminimalisir tindakan menyimpang yang dilakukan oleh agen.
Monitoring costs merupakan salah satu dari agency costs yang timbul dari
adanya konsep agency theory. Agency costs adalah biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk mengurangi ketidakpercayaan prinsipal atas kinerja agen. Monitoring costs
adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk membiayai pihak ketiga
yang independen, yaitu auditor independen. Menurut Arens et al (2011:5) auditor
independen adalah auditor yang mengeluarkan laporan mengenai laporan
keuangan perusahaan. Auditor sebagai pihak ketiga merupakan mediator antara
dua kepentingan yang berbeda, bertugas melakukan pemeriksaan dan pengawasan
kepada agen untuk meminimalisir aktivitas yang menyimpang dari pihak agen
melalui laporan keuangan. Auditor harus menilai dan memeriksa apakah laporan
keuangan yang disajikan oleh manajemen sudah sesuai dengan Prinsip Akuntansi
Berlaku Umum atau tidak dan memastikan laporan keuangan terbebas dari salah
saji yang material. Hasil pengawasan yang dilakukan oleh auditor adalah opini
yang disajikan dalam laporan auditor independen. Arens et al (2011:52)
mengatakan bahwa sekalipun tujuan audit bukan untuk mengevaluasi kesehatan
keuangan perusahaan, auditor juga memiliki tanggung jawab untuk mengevaluasi
apakah perusahaan mempunyai kemungkinan untuk tetap bertahan (going
concern).
2.1.2 Auditing
2.1.2.1 Pengertian Auditing
Menurut Arens et al (2011:4) auditing adalah:
“The accumulation and evaluation of evidence about information to
determine and report on the degree of correspondence between the
information and established criteria. Auditing should be done by a
competent, independent person.”
Pengertian tersebut mengartikan bahwa auditing merupakan suatu proses
pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan
melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan.
Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.
Pengertian auditing menurut Agoes (2012:4) adalah:
“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak
yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh
manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti
pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan tersebut.”
Sedangkan Mulyadi (2002:9) mendefinisikan auditing sebagai:
“Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara
objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian
ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara
pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta
penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.”
Berdasarkan pengertian-pengertian auditing tersebut, maka terdapat unsurunsur penting yang terkait dengan istilah auditing, yaitu:
1. Proses sistematis
Auditing merupakan proses sistematis yaitu berupa serangkaian langkah
atau prosedur yang logis yang terstuktur, terorganisir, dan jelas tujuannya bagi
pengambil keputusan.
2. Pengumpulan dan pengevaluasian bukti secara objektif
Proses sistematis tersebut bertujuan untuk mengumpulkan bukti-bukti
tentang informasi dalam laporan keuangan yang dibuat oleh badan usaha dan
mengevaluasi bukti-bukti tersebut tanpa memihak dan berprasangka terhadap
bukti-bukti tersebut. Bukti audit dapat diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan keterangan, dan konfirmasi yang akan digunakan sebagai dasar yang
layak untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
3. Tingkat kesesuaian antara pernyatan dan kriteria yang telah ditetapkan
Pengumpulan bukti mengenai pernyataan dan evaluasi terhadap hasil
pengumpulan bukti tersebut dimaksudkan untuk menetapkan tingkat kesesuaian
pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Standar yang dipakai
sebagai dasar untuk menilai pernyataan tersebut adalah:
1. Peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan tertentu
2. Anggaran atau ukuran prestasi pemilik satuan usaha
3. Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
4. Penyampaian hasil kepada pihak yang berkepentingan
Penyampaian hasil audit dapat dilakukan secara tertulis dalam bentuk
laporan audityang merupakan penyampaian hasil-hasil temuan kepada para
pemakai laporan. Laporan audit berisi pendapat auditor mengenai kewajaran
laporan keuangan auditan.
2.1.2.2 Opini Audit
Laporan auditor penting sekali dalam menginformasikan pemakai informasi
mengenai apa yang telah dilakukan auditor dan kesimpulan yang diperolehnya.
Dalam laporan audit, auditor menyatakan pendapat atas kewajaran laporan
keuangan yang diaudit, apakah laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum atau tidak. Arens et al (2011:46) menjelaskan laporan audit
baku terdiri dari tiga bagian paragraf, yaitu paragraf pertama merupakan paragraf
pendahuluan yang menjelaskan pernyataan bahwa kantor akuntan publik
bersangkutan telat melaksanakan audit atas laporan keuangan dan menyatakan
tanggung jawab manajemen dan tanggung jawab auditor. Paragraf kedua adalah
paragraf ruang lingkup yang menyatakan bahwa auditor melaksanakan audit
berdasarkan standar auditing yang berlaku umum dan berdasarkan bukti yang
memadai. Paragraf ketiga merupakan paragraf pendapat dimana auditor
menyatakan kesimpulan dan opini berdasarkan hasil audit.
Ada lima jenis pendapat atau opini audit dalam Standar Profesional Akuntan
Publik No. 29 (IAPI, 2001:508), yaitu:
1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa
laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai
dengan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia. Laporan audit dengan
pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh auditor jika kondisi berikut ini
terpenuhi:
a.
Semua laporan neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas,
dan laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan,
b.
Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi
oleh auditor,
c.
Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah
melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan
untuk melaksanakan tiga standar pekerjaan lapangan,
d.
Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima
umum di Indonesia,
e.
Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambah
paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit.
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan atau
modifikasi kata-kata (unqualified opinion with explanatory paragraph or
modified wording)
Dalam keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan
suatu paragraf penjelas (atau bahasa penjelas yang lain) dalam laporan audit,
meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan
keuangan
keuangan.
Paragraf
penjelas
dicantumkan
setelah
paragraf
pendapat.Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu paragraf
penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit baku adalah:
a.
Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berlaku umum,
b.
Keraguan besar tentang kelangsungan hidup entitas,
c.
Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang
dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan,
d.
Penekanan atas suatu hal,
e.
Laporan audit yang melibatkan auditor lain.
3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee menyajikan
secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang material sesuai dengan
prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang
dikecualikan. Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan:
a.
Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan
terhadap lingkup audit,
b.
Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari
prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, yang berdampak
material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak
wajar.
4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion)
Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan secara
keseluruhan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum. Auditor menyatakan pendapat ini jika dia yakin bahwa laporan
keuangan secara keseluruhan dapat menyesatkan.
5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion)
Pernyataan tidak memberikan pendapat diberikan apabila auditor tidak
yakin bahwa laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor tidak memberikan
pendapat apabila terdapat pembatasan ruang lingkup audit atau auditor dalam
kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
2.1.3 Laporan Keuangan
2.1.3.1 Pengertian Laporan Keuangan
Berdasarkan PSAK No. 1 (IAI, 2009:5 Paragraf 07), laporan keuangan
merupakan suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan
suatu entitas.
Sedangkan definisi laporan keuangan menurut Kieso et al (2011:5) adalah sebagai
berikut:
“Financial statements are the principal means through which a company
communicates its financial information to those outside it. These statements
provide a company’s history quantified in money terms. The financial
statements most frequently provided are (1) the statement of financial
position, (2) the income statement or statement of comprehensive income,
(3) the statement of cash flows, and (4) the statement of changes in equity.
Note disclosures are an integral part of each financial statement.”
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan bagi
prinsipal (pemilik) merupakan alat komunikasi dengan pihak luar yang
menginformasikan kondisi keuangan perusahaan. Laporan keuangan ini terdiri
dari laporan posisi keuangan atau neraca, laporan laba rugi atau laporan laba rugi
komprehensif, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas dan catatan atas
laporan keuangan.
2.1.3.2 Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan laporan keuangan menurut Kieso et al (2011:7) adalah:
“The objective of general-purpose financial reporting is to provide financial
information about the reporting entity that is useful to present and potential
equity investors, lenders, and other creditors in making decisions in their
capacity as capital providers.”
Definisi tersebut sama dengan tujuan laporan keuangan berdasarkan PSAK
No. 1 (IAI, 2009:5 Paragraf 07) tentang penyajian laporan keuangan, yaitu:
“Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi
keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi
sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan
ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukan hasil pertanggung jawaban
manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada
mereka.”
2.1.3.3 Komponen Laporan Keuangan
Dalam PSAK No. 1 (2009:6 Paragraf 08), laporan keuangan yang lengkap
terdiri dari komponen berikut ini:
a.
Laporan posisi keuangan pada akhir periode;
Laporan
posisi
keuangan
atau
biasa
disebut
neraca
ini
menggambarkan posisi keuangan suatu perusahaan pada saat tertentu,
biasanya pada akhir periode. Laporan posisi keuangan menyajikan informasi
mengenai nilai dan jenis investasi perusahaan, kewajiban perusahaan kepada
kreditur dan ekuitas pemilik. Laporan ini dapat digunakan untuk mengukur
tingkat hasil pengembalian, mengevaluasi struktur modal perusahaan dan
memperhitungkan likuiditas dan fleksibilitas keuangan perusahaan.
b.
Laporan laba rugi komprehensif selama periode;
Laporan laba rugi berfungsi untuk mengukur kinerja keuangan
perusahaan. Laporan ini mencerminkan aktivitas operasi perusahaan yang
menyediakan rincian pendapatan, beban, untung atau rugi perusahaan untuk
suatu periode waktu. Laporan laba rugi dapat digunakan untuk mengetahui
indikasi profitabilitas perusahaan.
c.
Laporan perubahan ekuitas selama periode;
Laporan perubahan ekuitas menyajikan perubahan-perubahan pada
pos-pos ekuitas. Laporan ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi alasan
perubahan klaim pemegang ekuitas atau aktivitas perusahaan.
d.
Laporan arus kas selama periode;
Laporan ini menyajikan dan melaporkan arus kas masuk dan keluar
dalam akrivitas operasi, investasi dan pendanaan perusahaan secara terpisah
dalam suat periode tertentu. Informasi arus kas berguna untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas dan
memungkinkan
pengguna
laporan
keuangan
untuk
menilai
dan
membandingkan nilai sekarang dari arus kas masa depan dari berbagai
entitas.
e.
Catatan atas laporan keuangan;
Catatan atas laporan keuangan berisi informasi tambahan atas apa
yang disajikan dalam laporan posisi keuangan, laporan pendapatan
komprehensif, laporan laa\ba rugi terpisah (jika disajikan), laporan
perubahan ekuitas dan laporan arus kas. Catatan atas laporan keuangan ini
memberikan penjelasan atau rincian dari pos-pos yang disajikan dalam
laporan keuangan dan informasi mengenai pos-pos yang tidak memenuhi
kriteria pengakuan dalam laporan keuangan.
f. Laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif
Laporan posisi keuangan pada awal periode ini disajikan ketika
entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau
membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas
mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.
2.1.3.4 Analisis Laporan Keuangan
Subramanyam dan Wild (2010:3) mendefinisikan analisis laporan keuangan
sebagai berikut:
“Analisis laporan keuangan (financial statement analysis) adalah aplikasi
dari alat dan teknik analitis untuk laporan keuangan bertujuan umum dan
data-data yang berkaitan untuk menghasilkan estimasi dan kesimpulan yang
bermanfaat dalam analisis bisnis. Analisis laporan keuangan mengurangi
ketergantungan pada firasat, tebakan, dan intuisi dalam pengambilan
keputusan, serta mengurangi ketidakpastian analisis bisnis.”
Bagi investor beserta pihak lainnya yang berkeinginan untuk mengetahui
kondisi keuangan suatu perusahaan, maka perlu melakukan analisis laporan
keuangan secara sistematis dan terukur. Dengan tujuan agar hasil yang diperoleh
dapat dijadikan pendukung dalam proses pengambilan keputusan, terutama
dukungan dalam keputusan jangka panjang. Penafsiran keputusan jangka panjang
di sini dilihat dari sisi perspektif investor.
Keputusan investor ini atas dasar keinginan mendapatkan keuntungan dari
perusahaan yang bernilai profitable, sehingga diperlukan langkah analisis laporan
keuangan yang sistematis dan komprehensif. Langkah-langkah analisis menurut
Lyn M. Fraser dan Aileen Ormiston dalam Fahmi (2011:12), yaitu:
1. Tentukan tujuan analisis.
2. Pelajari tentang di mana perusahaan bergerak dan hubungan iklim
industri dengan proyeksi perkembangan ekonomi.
3. Kembangkanlah pengetahuan mengenai perusahaan dan kualitas
manajemen.
4. Evaluasi laporan keuangan.
5. Ikhtisarkan temuan-temuan atas dasar suatu analisis dan ambil
kesimpulan berkenaan dengan sasaran yang ditetapkan.
2.1.4 Kondisi Keuangan Perusahaan
Kondisi
keuangan
perusahaan
adalah
keadaan
atas
keuangan
perusahaanselama periode waktu tertentu. Kondisi keuangan perusahaan
menggambarkan tingkat kesehatan perusahaan sesungguhnya (Ramadhany, 2004).
Media yang dapat dipakai untuk meneliti kondisi kesehatan perusahaan adalah
laporan keuangan. Mutchler (1985) mengungkapkan beberapakarakteristik dari
suatu perusahaan yang mengalami kondisi keuangan yang sulit,antara lain
perusahan memiliki modal total negatif, arus kas negatif, pendapatan operasi
negatif, modal kerja negatif, kerugian pada tahun berjalan, dan defisit saldo laba
tahun berjalan.
Auditor perlu untuk mewaspadai gejala kesulitan keuangan dan meragukan
kelangsungan
hidup
(going
concern)
perusahaan.
Kesangsian
terhadap
kelangsungan hidup perusahaan merupakan indikasi terjadinya kebangkrutan.
Altman dan McGough (1974) dalam Fanny dan Saputra (2005) menemukan
bahwa tingkat prediksi kebangkrutan dengan menggunakan suatu model prediksi
mencapai tingkat keakuratan 82% dan menyarankan penggunaan model prediksi
kebangkrutan sebagai alat bantu auditor untuk memutuskan kemampuan
perusahaan mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Analisis kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh peringatan awal
kebangkrutan. Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut, semakin baik
bagi pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan. Pihak kreditur dan
juga pihak pemegang saham bisa melakukan persiapan-persiapan untuk mengatasi
berbagai kemungkinan yang buruk. Tanda-tanda kebangkrutan tersebut dalam hal
ini dilihat dengan menggunakan data-data akuntansi (Kurniati, 2012).
Altman mengembangkan model untuk menganalisis suatu perusahaan
dikelompokkan bangkrut dan tidak bangkrut dengan menggunakan 22 rasio
keuangan yang diklasifikasikan ke dalam lima kategori yaitu likuiditas,
profitabilitas, leverage, rasio uji pasar dan aktivitas. Model tersebut ternyata tidak
mampu diadopsi untuk perusahaan yang tidak go publicdan tidak dapat digunakan
untuk perusahaan selain manufaktur, sehingga pada tahun 1993 Altman merevisi
modelnya. Altman tetap mempergunakan lima kategori dengan mengganti rasio
uji pasar dengan rasio nilai buku saham preferen dan biasa terhadap total hutang
(Fanny dan Saputra, 2005). Perusahaan yang bangkrut umumnya akan mengalami
kesulitan (financial distress) sebelum kebangkrutan terjadi.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih model Altman yang pertama. Model
Altman adalah sebagai berikut:
Z’ = 1,2Z1 + 1,4Z2 + 3,3Z3 + 0,6Z4 + 0,999Z5
Z1 = working capital/total asset
Z2 = retained earnings/total asset
Z3 = earnings before interest and taxes/total asset
Z4 = market capitalization/book value of debt
Z5 = sales/total asset
Definisi dari kelima rasio yang dikembangkan Altman tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Rasio Z1 = modal kerja terhadap total aset digunakan untuk likuiditas
aktiva perusahaan relatif terhadap total kapitalisasinya. Aktiva likuid
bersih atau modal kerja didefinisikan sebagai aktiva lancar dikurangi total
kewajiban lancar.
b. Rasio Z2 = laba ditahan terhadap total aset digunakan untuk mengukur
profitabilitas
kumulatif.
Pada
beberapa
tingkat,
rasio
ini
juga
mencerminkan umur perusahaan, karena semakin muda perusahaan,
semakin sedikit waktu yang dimilikinya untuk membangun laba kumulatif.
c. Rasio Z3 = pendapatan sebelum pajak dan bunga terhadap total aset
digunakan untuk mengukur produktivitas yang sebenarnya dari aktiva
perusahaan. Rasio ini juga dapat digunakan untuk mengukur kemampuan
laba, yaitu tingkat pengembalian dari aktiva yang dihitung dengan
membagi laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) tahunan perusahaan
dengan total aktiva pada neraca akhir tahun.
d. Rasio Z4= nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku dari utang digunakan
untuk mengukur seberapa banyak aktiva perusahaan dapat turun nilainya
sebelum jumlah utang lebih besar daripada aktivitasnya dan perusahaan
menjadi pailit. Nilai pasar ekuitas adalah jumlah saham perusahaan
dikalikan dengan harga pasa per lembar sahamnya.
e. Rasio Z5 = penjualan terhadap total harta digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan.
Z-score adalah hasil dari perhitungan kelima rasio yang diambil dari laporan
keuangan yang kemudian dikalikan dengan koefisien dari model Altman.
Berikutini adalah kriteria titik cut-off model z-score (Darsono dan Ashari, 2005):
a. Tidak bangkrut/sehat jika Z lebih dari (>) 2,99
b. Rawan bangkrut (grey area) jika Z antara 1,81-2,99
c. Potensial bangkrut jika Z kurang dari (<) 1,81
Rasio-rasio ini digunakan khusus untuk perusahaan manufaktur yang go
public. Perubahan rasio terjadi pada rasio market capitalization to book value of
debt atau nilai pasar sekuritas dibagi dengan nilai buku utang menjadi book value
of equity to book value of liability atau nilai buku modal dibagi dengan nilai buku
utang yang digunakan untuk perusahaan manufaktur yang tidak go public, karena
perusahaan jenis ini tidak memiliki nilai pasar untuk ekuitasnya.
2.1.5 Opini Audit Tahun Sebelumnya
Opini audit tahun sebelumnya adalah opini audit yang diterima auditee pada tahun
sebelumnya atau 1 tahun sebelum tahun penelitian. Opini audit tahun sebelumnya
ini dikelompokkan menjadi 2 yaitu auditee dengan opini audit going
concern/going concern audit opinion (GCAO) dan tanpa opini going concern/non
going concern audit opinion (NGCAO).
Opini audit going concern/going concern audit opinion (GCAO) adalah opini
audit dengan modifikasi atau paragraf penjelasan tambahan dalam laporan
auditornya yang menyatakan bahwa terdapat kesangsian perusahaan mengalami
kesulitan dalam kondisi keuangan.
2.1.6 Pertumbuhan Perusahaan
Pertumbuhan perusahaan dapat menjadi suatu indikasi bagi auditor dalam
pemberian opini audit going concern.Pertumbuhan tersebut dapat dinyatakan
melalui rasio pertumbuhan penjualan. Penjualan merupakan kegiatan operasi
utama perusahaan. Pertumbuhan penjualan yang di atas rata-rata bagi perusahaan
pada umumnya didasarkan pada pertumbuhan yang cepat yang diharapkan dari
industri dimana perusahaan itu beroperasi.
Penjualan yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan memberi peluang
auditee untuk memperoleh peningkatan laba. Dan laba yang tinggi pada umumnya
menandakan arus kas yang tinggi.Rumus dari rasio pertumbuhan penjualan yang
digunakan untuk mengukur kemampuan auditee dalam pertumbuhan tingkat
penjualan adalah sebagai berikut:
2.1.7 Kualitas Audit
Kualitas audit diartikan sebagai gabungan probabilitas seorang auditor
untuk dapat menemukan dan melaporkan penyelewengan yang terjadi dalam
sistem akuntansi klien (Deangelo,1981 dalam Januarti, 2007). Seorang auditor
dituntut untuk menghasilkan kualitas yang baik, karena laporan auditor begitu
penting
bagi
pengguna
laporan
keuangan
dalam
mengambil
berbagai
keputusan.Kualitas audit yang tinggi dapat meningkatkan kredibilitas laporan
keuangan dan sangat bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan.
Klien biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari Kantor
Akuntan Publik (KAP) besar dan yang memiliki afiliasi dengan KAP
internasionallah yang memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor tersebut
memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan,
pengakuan internasional, serta adanya peer review (Fanny danSaputra, 2005).
Auditor skala besar dapat menyediakan kualitas audit yang lebih baik
dibandingauditor skala kecil (Setyarno dkk, 2006), karena Auditor skala besar
memiliki
insentif
yang
lebih
untuk
menghindari
kritikan
kerusakan
reputasidibandingkan pada auditor skala kecil (Kurniati, 2012).Auditor skala
besar juga lebih cenderung untukmengungkapkan masalah-masalah yang
adakarena mereka lebih siap menghadapi risiko peradilan(De Angelo 1981 dalam
Setyarno dkk, 2006).
Penelitian yang menguji pengaruh kualitas audit terhadap keputusan going
concern dilakukan antara lain oleh Fanny dan Saputra (2005), Ramadhany (2004),
Setyarno dkk (2007) dengan menggunakan big five firms dan non-big five firms
sebagai proksi kualitas audit. Tetapi penelitian ini menggunakan The big four dan
non big four karena KAP Arthur Anderson telah collapse pada tahun 2002.
Tabel 2.1
KAP The Big Four dan Afiliasinya di Indonesia
Ukuran
Perusahaan
Menurut
Pendapatan
Kantor A.S
1
Deloitte &
Touche
2
Ersnt & Young
3
PricewaterhousC
oopers
4
KPMG
Kantor
Indonesia
Osman,
Ramli,
Satrio dan
Rekan
Purwanto,
Sarwoko &
Sanjaya
Haryanto
Sahari dan
Rekan
Sidharta,
Sidharta dan
Wijaya
Partne
r
Profesi
onal
Caba
ng
A.S
Persentase total
pendapatan dari
akuntansi dan
auditing/pajak/konsul
tasi manajemen dan
lainnya
Empat Besar
7.814,0
2.560
23.841
103
44/22/34
Pendapa
tan
Bersih
(dalam $
juta)
6.330,6
2.130
15.900
97
72/27/01
6.167,0
2.019
20.059
91
63/26/11
4.715,0
1.607
13.184
93
77/23/00
Sumber:Tampubolon (2011)
2.1.8 Going Concern
2.1.8.1 Pengertian Going Concern
Going Concern adalah kelangsungan hidup usaha. Tearney et al
(2004:132) mendefinisikan going concern sebagai berikut:
“The going-concern postulate simply states that unless there is evidence to
the contrary, it is assumed that the firm will continue indefinitely. As a
result, under ordinary circumstances, reporting liquidation values for assets
and equities is in violation of the postulate.”
Pernyataan tersebut menyatakan bahwa kecuali ada bukti sebaliknya,
diasumsikan bahwa perusahaan akan berlanjut tanpa henti. Akibatnya, dalam
keadaan biasa, melaporkan nilai likuidasi untuk aset dan ekuitas merupakan
pelanggaran terhadap dalilgoing concern.
Pengertian going concern menurut Paton dan Littleton (1992:9):
“The assumption that the business entity has continuity of life may be
largely one of convenience, since no one can confidently predict the course
of events. Yet some degree of continuity is the typical experience even in the
midst of insolvency, liquidation, and dissolution. Business in general does
not consist of an array of sporadic, short-term ventures and its
accomplishments are not normally subject to the test of complete
liquidation. Liquidation is not the normal expectation; continuity is.”
Pengertian
diatas
mengasumsikan
bahwa
entitas
bisnis
memiliki
kelangsungan hidup yang kemungkinan besar salah satu waktu yang terbaik,
karena tidak ada yang yakin dapat memprediksi jalannya peristiwa. Namun
beberapa tingkat kontinuitas adalah kebangkrutan, likuidasi, dan pembubaran.
Bisnis pada umumnya tidak terdiri dari susunan sporadis, usaha jangka pendek
dan prestasi biasanya tidak tunduk pada tes likuidasi lengkap. Likuidasi bukanlah
harapan normal, harpan normal adalah kontinuitas.
Adapun konsep going concern atau kontinuitas usaha menurut Suwardjono
(2009:101) adalah:
“Konsep ini menyatakan bahwa bila pada saat pelaporan tidak ada tandatanda yang kuat bahwa perusahaan akan dibubarkan atau dilkuidasi maka
perusahaan dianggap akan berlangsung terus. Alasannya adalah bahwa
likuidasi bukan harapan umum dalam mendirikan usaha.”
Menurut Hendriksen dan Van Breda (2000:155) kelangsungan hidup usaha
adalah suatu asumsi bahwa kebanyakan unit ekonomi diorganisasikan untuk
beroperasi sepanjang suatu periode waktu yang tidak terbatas. Laporan audit
dengan modifikasi mengenai going concern merupakan suatu indikasi bahwa
dalam
penilaian
auditor
terdapat
risiko
usaha
auditee
tidak
dapat
bertahan.Setyarno dkk. (2006) menjelaskan bahwa auditor melibatkan beberapa
tahap analisis dalam memberikan opini audit going concern, diantaranya adalah
mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang mempengaruhi
perusahaan, kemampuan membayar hutang, dan kebutuhan likuiditas di masa
yang akan datang.
2.1.8.2 Opini Audit Going Concern
Arens et al (2011:52) menyatakan bahwa sekalipun tujuan audit bukan
untuk mengevaluasi kesehatan keuangan perusahaan, namun auditor memiliki
tanggungjawab untuk mengevaluasi apakah perusahaan mempunyai kemungkinan
untuk tetap bertahan. Pernyataan ini sesuai dengan PSA No. 30 (IAPI,
2011:341.2), yaitu:
“Auditor bertanggungjawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian
besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelngsungan
hidupnya dalam periode waktu pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak
tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit (selanjutnya periode tersebut
akan disebut dengan jangka wakt pantas). Evaluasi auditor berdasarkan atas
pengetahuan tentang kondisi dan peristiwa yang ada pada atau yang telah
terjadi sebelum pekerjaan lapangan selesai. Informasi tentang kondisi dan
peristiwa diperoleh auditor dari penerapan prosedur audit yang
direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan audit yang
bersangkutan dengan asersi manajemen yang terkandung dalam laporan
keuangan yang sedang diaudit.”
Opini audit going concern merupakan opini yang tidak mudah diterbitkan
oleh auditor, karena banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Mutchler (1985)
menyatakan bahwa terdapat beberapa kriteria bagi perusahaan yang akan
menerima opini audit going concern, antara lain perusahaan-perusahaan yang
memiliki masalah dengan pendapatan, reorganisasi, ketidakmampuan dalam
membayar bunga, menerima opini going concern tahun sebelumnya, sedang
dalam proses likuidasi, memiliki pendapatan bersih yang negatif, arus kas negatif,
modal kerja negatif, mengalami kerugian selama 2 hingga 3 tahun berturit-turut
dan jumlah laba ditahan yang negatif.
Menurut Arens et al (2011:52) faktor-faktor yang dapat menimbulkan
ketidakpastian mengenai kemampuan perusahaan untuk terus bertahan adalah
sebagai berikut:
1. Significant recurring operating losses or working capital deficiencies
2. Inability of the company to pay its obligations as they come due
3. Loss of major customers, the occurrence of uninsured catastrophes such
as an earthquake or flood, or unusual labor difficulties.
4. Legal proceedings, legislation, or similar matters that have occurred that
might jeopardize the entity’s ability to operate
Cara auditor mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, menurut
PSA No. 30 (IAPI, 2011:341.3) adalah sebagai berikut:
a. Auditor mempertimbangkan apakah hasil prosedur yang dilaksanakan
dalam perencanaan, pengumpulan bukti audit untuk berbagai tujuan
audit, dan penyelesaian auditnya, dapat mengidentifikasi keadaan atau
peristiwa yang secara keseluruhan, menunjukkan adanya kesangsian
besar terhadap kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas.
Mungkin diperlukan untuk memperoleh informasi tambahan mengenai
kondisi dan peristiwa beserta bukti-bukti yang mendukung informasi
yang mengurangi kesangsian auditor.
b. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian besar mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
dalam jangka waktu pantas, ia harus:
i. Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan
untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut, dan
ii. Menentukan apakah kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat
secara efektif dilaksanakan.
c. Setelah auditor mengevaluasi rencana manajemen, ia mengambil
kesimpulan apakah ia masih memiliki kesangsian besar mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
dalam jangka waktu pantas.
Dalam PSA No. 30 (IAPI, 2011:341.6) pertimbangan auditor yang
berhubungan dengan rencana manajemen dapat meliputi:
a. Rencana untuk menjual aset
b. Rencana penarikan utang atau restrukturisasi utang
c. Rencana untuk mengurangi atau menunda pengeluaran
d. Rencana untuk menaikkan modal pemilik
Dalam mengevaluasi rencana manajemen, auditor harus mengidentifikasi
unsur-unsur yang signifikan untuk mengatasi dampak negatif kondisi atau
peristiwa dan harus merencanakan dan melaksanakan prosedur audit untuk
memperoleh bukti audit tentang hal tersebut.
Meskipun auditor bertanggungjawab untuk mengevaluasi apakah terdapat
kesangsian
besar
terhadap
kemampuan
entitas
dalam
mempertahankan
kelangsungan hidupnya, auditor tidak bertanggungjawab untuk memprediksi
kondisi atau peristiwa yang akan datang. Oleh karena itu, apabila dalam laporan
auditor, auditor tidak mencantumkan mengenai kesangsian besar, tidak
seharusnya dipandang sebagai jaminan mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya (PSA No. 30) (IAPI, 2011:341.4).
Dalam lampiran PSA No. 30 disajikan panduan untuk mempertimbangkan
pernyataan pendapat atau pernyatan tidak memberikan pendapat dalam hal auditor
menghadapi masalah kesangsian atas kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya.
Gambar 2.1
Pedoman Pernyataan Pendapat Going Concern
Apakah ada kondisi
dan/atau peristiwa yang
berdampak terhadap
kelangsungan hidup
entitas?
Tidak
SA Seksi 508
[PSA No. 29]
Ya
Apakah auditor sangsi
atas kelangsungan
hidup entitas?
Ya
Apakah ada
rencana
manajemen?
Ya
Tidak
Apakah rencana
manajemen dapat
dilaksanakan?
Ya
Tidak
Tidak
memberika
n pendapat
Tidak
Tidak
memberikan
pendapat
Apakah cukup
pengungkapan?
Tidak
Ya
Pendapat Wajar
Tanpa
Pengecualian
Pendapat Wajar Tanpa
Pengeculian dengan Paragraf
Penjelasan Berkaitan dengan
Kelangsungan Hidup Entitas
atas Penekanan atas Suatu Hal
(Emphasis of a Master)
Pendapat Wajar
dengan
Pengecualian atau
Pendapat Tidak
Wajar
2.1.9 Pengaruh Kondisi Keuangan Perusahaan terhadap Opini Audit Going
Concern
Penelitian mengenai kondisi keuangan perusahaan diawali dari analisis rasio
keuangan, karena laporan keuangan berisi informasi penting mengenai kondisi
dan prospek perusahaan di masa yang akan datang (Fanny dan Saputra, 2005).
Kondisi keuangan diukur dengan Z Score. Analisis diskriminan Z Score berguna
untuk memprediksi kebangkrutan dan sebagai ukuran dari keseluruhan kinerja
keuangan perusahaan.
Santosa dan Wedari (2007) menyatakan bahwa semakin kondisi perusahaan
terganggu atau memburuk maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan
menerima opini audit going concern. Sebaliknya pada perusahaan yang tidak
pernah mengalami kesulitan keuangan auditor tidak pernah mengeluarkan opini
audit going concern. Hal ini konsisten dengan bukti empiris yang menyatakan
bahwa semakin kondisi keuangan perusahaan terganggu atau memburuk, maka
akan semakin besar probabilitas perusahaan menerima opini going concern
(Ramadhany, 2004, Setyarno dkk, 2006). Dan sebaliknya pada perusahaan yang
memiliki kondisi keuangan yang sehat, maka probabilitas untuk menerima opini
audit going concern akan semakin kecil.
2.1.10 Pengaruh Opini Audit Tahun Sebelumnya Terhadap Opini Audit
Going Concern
Opini audit tahun lalu yang diasumsikan telah dilakukan dengan proses
yang baik dan benar, dapat dijadikan acuan untuk pemberian opini tahun
selanjutnya. Januarti (2007) menyatakan bahwa auditee yang menerima opini
audit going concern pada tahun sebelumnya akan dianggap memiliki masalah
kelangsungan hidupnya, sehingga semakin besar kemungkinan bagi auditor untuk
mengeluarkan opini audit going concern. Mutchler (1984) dalam Setyarno dkk.
(2006) melakukan wawancara dengan praktisi auditor yang menyatakan bahwa
perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya
lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan.
Mutchler (1985) melakukan wawancara dengan praktisi auditor yang
menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit going concern pada
tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun
berjalan. Mutchler (1985) menguji pengaruh ketersediaan informasi publik
terhadap prediksi opini audit going concern, yaitu tipe opini audit yang telah
diterima perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa model discriminant analysis
yang memasukkan tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi
keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9 persen dibanding model yang lain.
Dia juga mengatakan bahwa opini audit going concern pada tahun sebelumnya
berpengaruh positif terhadap penerimaan opini going concern.
2.1.11 Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Opini Audit Going
Concern
Perusahaan yang mempunyai pertumbuhan penjualan yang baik diharapkan
akan dapat meningkatkan laba dan dapat mempertahankan kelangsungan hidup
perusahaan. Pertumbuhan penjualan yang meningkat akan memberikan peluang
yang kecil untuk auditor memberikan opini going concern.
Setyarno dkk. (2006) menyatakan semakin tinggi rasio pertumbuhan
penjualan, maka akan semakin kecil kemungkinan auditor memberikan opini audit
going concern. Sementara perusahaan dengan rasio pertumbuhan penjualan
negatif berpotensi besar mengalami penurunan laba sehingga apabila manajemen
tidak segera mengambil tindakan perbaikan, perusahaan dimungkinkan tidak akan
dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Dalam hasil penelitiannya, Petronela (2004) menemukan bahwa negative
growth mengindikasikan kecenderungan yang lebih besar ke arah kebangkrutan.
Maka akan lebih cenderung menerima opini audit going concern karena
kebangkrutan merupakan salah satu dasar bagi auditor dalam memberikan opini.
2.1.12 Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Opini Audit Going Concern
Kualitas audit ini diproksikan dengan auditor yang telah memiliki reputasi
yang besar, yaitu Kantor Akuntan PublikThe Big Four.Mutchler et al. (1997)
dalam Setyarno (2006) menemukan bukti univariat bahwa auditor big 6 lebih
cenderung menerbitkan opini audit going concern pada perusahaan yang
mengalami financial distress dibandingkan auditor non-big 6. Auditor skala besar
dapat menyediakan kualitas audit yang lebih baik dibanding auditor skala kecil,
termasuk dalam mengungkapkan masalah going concern. Semakin besar skala
auditor, akan semakin semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan
opini audit going concern.Teori reputasi memprediksikan adanya hubungan yang
positif antara ukuran KAP dengan kualitas audit (Lennox 2000 dalam Tamba
2009).
2.1.13 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Untuk melengkapi penelitian ini, penulis mengambil beberapa rujukan dari
penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik yang diangkat penulis,
diantaranya tergambar dalam tabel 2.2 sebagai berikut:
Tabel 2.2
Tinjauan Penelitian Terdahulu
No
1
2
Nama
Peneliti
Margareta
Fanny dan
Sylvia
Saputra
(2005)
Eko Budi
Setyarno,
Indira
Januarti
Judul
Variabel
Hasil Penelitian
Opini Audit
Going Concern:
Kajian
Berdasarkan
Model Prediksi
Kebangkrutan,
Pertumbuhan
Perusahaan, Dan
Reputasi Kantor
Akuntan Publik
(Studi Pada
Emiten Bursa
Efek Jakarta)
Pengaruh Kualitas
Audit, Kondisi
Keuangan
Perusahaan, Opini
Independen:
Model Prediksi
Kebangkrutan (X1),
Pertumbuhan
Perusahaan (X2), dan
Reputasi KAP (X3).
Dependen:
Opini Audit Going
Concern (Y1)
Pengujian multivariate
memberi hasil bahwa model
prediksi oleh Altman
merupakan model prediksi
terbaik di antara ke-2 (kedua)
model prediksi lainnya.
Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa
pemberian opini audit going
concern tidak dipengaruhi
oleh pertumbuhan perusahaan
auditan dan reputasi KAP
yang mengeluarkannya
Kondisi keuangan perusahaan
dan opini audit tahun
sebelumnya berpengaruh
signifikan terhadap
Independen:
Pengaruh Kualitas
Audit (X1), Kondisi
Keuangan
dan Faisal
(2006)
Audit Tahun
Sebelumnya,
Pertumbuhan
Perusahaan
Terhadap Opini
Audit Going
Concern
3
Arga Fajar
Santosa dan
Linda
Kusumaning
Wedari
(2007)
Analisis Faktorfaktor yang
Mempengaruhi
Kecenderungan
Penerimaan Opini
Audit Going
Concern
4
Indira
Januarti
(2009)
Analisis Pengaruh
Faktor
Perusahaan,
Kualitas Auditor,
Kepemilikan
Perusahaan
Terhadap
Penerimaan Opini
Audit Going
Concern
(Perusahaan
Manufaktur Yang
Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia)
5
Junaidi dan
Jogiyanto
Hartomo
(2010)
Faktor Non
Keuangan Pada
Opini Going
Concern
6
Wiwik
Kurniati
(2012)
Prediksi
Kebangkrutan,
Pertumbuhan dan
Reputasi KAP
Terhadap Opini
Audit Going
Perusahaan (X2),
Opini Audit Tahun
Sebelumnya (X3),
Pertumbuhan
Perusahaan (X4)
Dependen: Opini
Audit Going Concern
(Y1)
Independen:
Kualitas Audit (X1),
Kondisi Keuangan
Perusahaan (X2),
Opini Audit Tahun
Sebelumnya (X3),
Pertumbuhan
Perusahaan (X4),
Ukuran Perusahaan
(X5)
Dependen:
Penerimaan Opini
Audit Going Concern
(Y1)
Independen:
Kondisi keuangan
(X1), debt default
(X2), ukuran
perusahaan (X3),
opini audit tahun
sebelumnya (X4),
audit lag (X5),
auditor client tenure
(X6), kualitas audit
(X7), opinion
shopping (X8),
kepemilikan
manjerial dan
institusional (X9)
Depnden:
Penerimaan opini
audit going concern
Independen:
Tenure (X1), reputasi
auditor (X2),
disclosure (X3),
ukuran perusahaan
(X4)
Dependen:
Opini audit going
concern
Independen:
Prediksi
Kebangkrutan (X1),
Pertumbuhan
Perusahaan (X2),
Reputasi KAP (X3)
penerimaan opini audit going
concern.
Kualitas audit dan
pertumbuhan perusahaan
tidak menunjukkan pengaruh
yang signifikan terhadap
penerimaan opini audit going
concern.
Kondisi keuangan dan ukuran
perusahaan berpengaruh
negatif terhadap
kecenderungan penerimaan
opini audit.
Opini audit tahun sebelumnya
berpengaruh positif terhadap
kecenderungan penerimaan
opini audit.
Kualitas audit dan
pertumbuhan perusahaan
tidak berpengaruh terhadap
kecenderungan penerimaan
opini audit going-concern.
Variabel debt default, ln sales
(size), lamanya perikatan
(audit client tenure), opini
tahun sebelumnya dan
kualitas auditor berpengaruh
terhadap pemberian opini
audit going concern.
Audit lag, opinion
shopping, kepemilikan
manajerial dan kepemilikan
institusional tidak
berpengaruh terhadap
pemberian opini audit going
concern.
3 variabel non keuangan yang
diuji adalah signifikan
(tenure, reputation, dan
disclosure) dan 1 variabel non
keuangan tidak signifikan
(size)
Prediksi kebangkrutan yang
diproksikan dengan Altman
Z-Score berpengaruh
signifikan terhadap
penerimaan opini audit going
concern.
Concern
Dependen: Opini
audit going concern
(Y1)
Opini Audit
Going Concern:
Analisis
Berdasarkan
Faktor Keuangan
dan Non
Keuangan
Independen:
Faktor Keuangan:
Kesulitan Keuangan
Auditee (X1)
Faktor NonKeuangan: Debt
Default (X2), Opini
Audit Tahun
Sebelumnya (X3),
Reputasi Auditor
(X4), Auditor Client
Tenure (X5)
Dependen: Opini
Going Concern (Y1
7
Alfaizatul
Ulya (2012)
2.2
Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan Perusahaan
yang diproksikan dengan
pertumbuhan penjualan dan
Reputasi KAP tidak
berpengaruh signifikan
terhadap penerimaan opini
audit going concern.
Debt default dan opini audit
tahun sebelumnya
berpengaruh positif terhadap
kemungkinan penerimaan
opini audit going concern.
Kesulitan keuangan, reputasi
auditor dan auditor client
tenure tidak berpengaruh
terhadap penerimaan opini
audit going concern
Jansen dan Meckling (1976) dalam Januarti (2007) menggambarkan adanya
hubungan kontrak antara agen (manajemen) dan principial (pemilik). Agen diberi
wewenang oleh pemilik untuk mengelola perusahaan dan pemilik meminta
laporan pertanggungjawaban dari manajemen atas pengelolaan yang dilakukan
pada perusahaannya (Ulya, 2012).
Manajemen sebagai agen akan berusaha untuk membuat laporan yang
menunjukan hasil kinerja yang baik, sementara pemilik menginginkan laporan
yang mencerminkan hasil sesungguhnya. Sehingga terjadilah gap. Selain itu,
masalah lainnya adalah agen diberi wewenang oleh pemilik untuk melakukan
operasional perusahaan, sehingga agen akan lebih banyak mempunyai informasi
dibandingkan pemilik. Ketimpanganinformasi ini disebut asymetric information.
Untuk itu, agar kinerja pihak manajemen baik, pemilik akan memberikan insentif
pada manajemen apabila hasil kerja manajemen sesuai dengan keinginan pemilik.
Baik manajemen maupun pemilik diasumsikan sebagai orang ekonomi
rasional dan semata-mata termotivasi untuk kepentingan pribadi (Ulya, 2012). Hal
tersebut dapat memicu terjadinya konflik keagenan. Untuk itu dibutuhkan pihak
ketiga yang independen sebagai mediator. Auditor adalah pihak yang dianggap
mampu menjembatani kepentingan pihak agen (manajemen) dengan principal
(pemilik) dalam penilaian laporan yang dibuat oleh pihak manajemen.Tugas dari
auditor adalah memberikan jasa untuk menilai laporan keuangan yang dibuat oleh
agen mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Hasil dari jasa tersebut
adalah opini audit.
Menurut Setyarno dkk (2006) going concern adalah kelangsungan hidup
suatu entitas. Dengan adanya going concern maka suatu entitas dianggap akan
mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang, tidak akan
dilikuidasi dalam jangka waktu pendek. Laporan audit dengan modifikasi
mengenai going concern merupakan suatu indikasi bahwa dalam penilaian auditor
terdapat risiko auditee tidak dapat bertahan dalam bisnis. Dari sudut pandang
auditor, keputusan tersebut melibatkan beberapa tahap analisis. Auditor harus
mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang mempengaruhi
perusahaan, kemampuan membayar hutang, dan kebutuhan likuiditas di masa
yang akan datang.
Opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk
memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Terkait dengan pentingnya opini audit yang dikeluarkan oleh auditor, maka
auditor harus bertanggung jawab untuk mengeluarkan opini audit going concern
yang konsisten dengan kondisi yang sebenarnya. Ada beberapa faktor yang dapat
dikaji sebagai faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going
concern, diantaranya yaitu kondisi keuangan perusahaan, opini audit tahun
sebelumnya, dan pertumbuhan perusahaam.
Kondisi
keuangan
perusahaan
menggambarkan
tingkat
kesehatan
perusahaan sesungguhnya. (Ramadhany, 2004). Dalam penelitian ini Setyarno
dkk. (2006) menggunakan empat model prediksi kebangkrutan untuk mengukur
kondisi keuangan perusahaan yaitu The Zmijewski Model, The Altman Model,
Revised Altman Model dan Springate Model.
Dalam menerbitkan opini audit going concern tahun berjalan, auditor akan
mempertimbangkan opini opini audit going concern yang telah diterima auditee
pada tahun sebelumnya jika kondisi keuangan auditee tidak menunjukkan tanda–
tanda perbaikan atau tidak adanya rencana manajemen yang dapat direalisasikan
untuk memperbaiki kondisi perusahaan.
Penjualan yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan memberi peluang
auditee untuk memperoleh peningkatan laba. Dan laba yang tinggi pada umumnya
menandakan arus kas yang tinggi. Semakin tinggi rasio pertumbuhan penjualan
auditee, akan semakin kecil kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit
going concern.Suatu perusahaan dengan rasio pertumbuhan penjualan yang positif
memberikan indikasi bahwa perusahaan lebih mampu untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan kemungkinan perusahaan terhadap kebangkrutan
adalah kecil. Oleh karena itu, semakin tinggi rasio pertumbuhan penjualan
perusahaan, maka akan semakin kecil kemungkinan auditor untuk menerbitkan
opini audit going concern.
Klien biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari Kantor
Akuntan Publik (KAP) besar dan yang memiliki afiliasi dengan KAP
internasionallah yang memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor tersebut
memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan,
pengakuan internasional, serta adanya peer review (Craswel et al dalam Fanny &
Saputra 2005).
Gambar 2.2
Bagan Kerangka Pemikiran
Agency Theory
Prinsipal
Agen
Gap
Asymetric
Information
Agency Cost
Monitoring Cost
Auditor
Analisis
Laporan
Keuangan
Informasi Keuangan
Kondisi
Keuangan
Informasi Non-Keuangan
Pertumbuhan
Perusahaan
Opini Audit Tahun
Sebelumnya
Opini Audit
Going Concern
Kualitas
Audit
Gambar 2.3
Model Penelitian
2.3
Kondisi Keuangan
Perusahaan
H1
Opini Audit Tahun
Sebelumnya
H2
Pertumbuhan
Perusahaan
H3
Kualitas Audit
H4
Opini Audit
Going Concern
Hipotesis Penelitian
Sekaran mendefinisikan hipotesis sebagai hubungan yang diperkirkan secara
logis antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan
yang dapat diuji. Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran yang telah
dikemukakan sebelumnya, hipotesis yang terdapat dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
H1 = Kondisi Keuangan Perusahaan dengan menggunakan Altman Z-Score Model
berpengaruh negatif terhadap kemungkinan penerimaan Opini Audit Going
Concern
H2 = Opini Audit Tahun Sebelumnya berpengaruh positif terhadap kemungkinan
penerimaan Opini Audit Going Concern
H3 = Pertumbuhan Perusahaan berpengaruh negatif terhadap kemungkinan
penerimaan Opini Audit Going Concern
H4 = Kualitas Audit berpengaruh positif terhadap kemungkinan penerimaan Opini
Audit Going Concern
Download