BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Rokok Rokok

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Rokok
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm
(bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun
tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan
membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya (Wigand, 2006).
Berdasarkan uraian Wigand (2006), Rokok diklasifikasikan menjadi beberapa
jenis. Berdasarkan jenis bahan pembungkus, bahan baku atau isi rokok, proses
pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok. Jenis rokok juga dapat dilihat dari
kadar nikotin dan tar.
a. Rokok berdasarkan bahan pembungkus.
1. Klobot: rokok yang bahan pembungkusnya berupa kulit jagung.
2. Kawung: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren.
3. Sigaret: rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas.
b. Rokok berdasarkan bahan baku atau isi.
1. Rokok putih: rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang
diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
2. Rokok kretek: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan
cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
3. Rokok klembak: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau,
cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan
aroma tertentu.
c. Rokok berdasarkan proses pembuatannya.
1. Sigaret Kretek Tangan : rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling
atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana.
2. Sigaret Kretek Mesin : rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin.
Sigaret Kretek Mesin dapat dikategorikan ke dalam 2 jenis :
5
6
1. Sigaret Kretek Mesin Full Flavor : rokok yang dalam proses pembuatannya
ditambahkan aroma rasa yang khas.
2. Sigaret Kretek Mesin Light Mild : rokok mesin yang menggunakan kada tar
dan nikotin yang rendah. Rokok jenis ini jarang menggunakan aroma yang
khas.
d. Jenis rokok berdasarkan penggunaan filter.
1. Rokok Filter : rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus.
2. Rokok Non Filter : rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus.
e. Jenis rokok berdasarkan komposisinya:
1. Bidis : Tembakau yang digulung dengan daun temburni kering dan diikat
dengan benang. Kadar tar dan karbon monoksida pada jenis rokok ini lebih
tinggi disbanding rokok buatan pabrik. Rokok Bidis banyak ditemukan di Asia
Tenggara dan India.
2. Cigar : Dibuat dari tembakau yang telah fermentasi dengan pengasapan dan
digulung dengan lembaran daun tembakau. Jenis cigar yang terkenal berasal
dari Havana, Kuba.
3. Kretek : Merupakan jenis rokok yang dibuat dari campuran tembakau dengan
cengkeh atau aroma cengkeh. Jenis ini paling berkembang dan banyak di
Indonesia.
4. Tembakau yang langsung dikunyah. Banyak ditemukan di AsiaTenggara dan
India.
5. Shisha atau hubbly bubbly: Jenis tembakau dari buah-buahan atau rasa buahbuahan yang disedot dengan pipa dari tabung. Biasanya digunakan di Afrika
Utara, Timur Tengah, dan beberapa tempat di Asia.
2. Komposisi Kimia Rokok
Menurut Csordas dan Bernhard (2013) serta Seget et al. (2012), satu batang
rokok yang dibakar akan mengeluarkan 4000 bahan kimia dan lebih dari 50 diantaranya
bersifat karsinogenik. Secara umum bahan-bahan ini dapat dibagi menjadi dua golongan
besar yaitu komponen gas (92%) dan komponen padat atau partikel (8%). Asap rokok
yang dihisap atau asap rokok yang dihirup terdiri dari dua komponen. Pertama,
komponen yang segera menguap berbentuk gas. Kedua, komponen yang bersama gas
7
terkondensasi menjadi komponen partikel. Sehingga asap rokok yang dihisap dapat
berupa 85 % gas dan sisanya berupa partikel. Asap yang dihasilkan rokok terdiri dari
asap utama (main stream smoke) dan asap samping (side stream smoke). Asap utama
adalah asap tembakau yang dihisap langsung oleh perokok, sedangkan asap samping
adalah asap tembakau yang disebarkan ke udara bebas, sehingga dapat terhirup oleh
orang lain yang dikenal sebagai perokok pasif.
Komponen gas asap rokok adalah karbon monoksida, amoniak, asam
hidrosianat, nitrogen oksida dan formaldehid. Partikelnya berupa tar, indol, nikotin,
karbarzol dan kresol. Zat-zat ini beracun, mengiritasi dan dapat menimbulkan kanker
(karsinogen). Nikotin paling banyak dijumpai di dalam rokok. Kadar nikotin pada rokok
putih adalah 4-5 mg, sedangkan pada rokok kretek adalah 5 mg. Kandungan kadar
karbon monoksida di dalam rokok kretek lebih rendah daripada di dalam rokok putih.
Kadar tar pada rokok putih adalah 14-15 mg, sedangkan pada rokok kretek adalah 20
mg.
Gambar 2.1 Komponen kimia Rokok (Talumewo et al., 2014)
3. Risiko Merokok
Proporsi penduduk yang merokok mulai usia 10 tahun beserta banyaknya
jumlah rokok yang dikonsumsi tiap hari dapat dilihat pada tabel 2.1
8
Tabel 2.1. Proporsi merokok penduduk usia ≥ 10 tahun
Usia
(tahun)
10-14
Proporsi
1,4
Jumlah batang rokok yang
dihisap setiap hari
7,7
15- 19
18,3
9,6
20-24
34
11,5
25-29
34,8
12,2
30-34
38,5
12,9
35-39
37,4
13
40-44
36,4
13
45-49
36,9
13
50-54
36,8
12,8
55-59
35,3
12,4
60-64
32,4
11,7
≥ 65
26,7
10,3
Sumber : Riskesdas (2013)
Telah lama diketahui bahwa kebiasaan merokok sangat merugikan kesehatan.
Merokok diketahui memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap faktor-faktor risiko
berbagai penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian, diantaranya : penyakit paru
obstruktif kronis, kanker, atherosclerosis, dan sebagainya. Tingkat kematian karena
penyakit yang disebabkan oleh asap rokok cukup tinggi. Penyakit jantung mencapai
1,69 juta kematian, penyakit paru obstruktif kronis 0,97 juta kematian, dan kanker
paru-paru mencapai 0,85 juta kematian. Paparan asap rokok juga berpengaruh secara
signifikan terhadap stress oksidatif dan status antioksidan. Perokok cenderung memiliki
tekanan darah sistolik dan diastolik rata-rata lebih tinggi dibanding bukan perokok.
Demikian pula dengan kadar kolesterol, trigliserida, Low Density Lipoprotein (LDL),
dan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) pada perokok lebih tinggi dibanding bukan
perokok. Sedangkan kadar High Density Lipoptotein (HDL) perokok dan aktivitas
antioksidan enzimatis maupun non enzimatis juga lebih rendah (Pasupathi et al., 2009).
Rokok juga diketahui sebagai salah satu faktor risiko periodontitis. Pada pasien
periodontitis perokok terjadi penigkatan peroksidasi lipid dan nitrit oksida yang
signifikan, yang disertai dengan penurunan SOD dan GPx (Dhotre, 2011). Sedangkan
9
Rajalakhsmi (2012) mengemukakan bahwa asap rokok merupakan peyebab utama pada
patogenesis asma.
4. Ketan Hitam
Ketan hitam merupakan salah satu jenis serealia yang telah dikenal secara luas
oleh masyarakat Indonesia. Berbagai produk olahan ketan hitam juga telah lama
digemari, misalnya berupa bubur ketan hitam, tape ketan hitam, serta aneka kue. Beras
ketan hitam telah lama diketahui memiliki aktivitas antioksidan tinggi, yang berasal dari
pigmen antosianin. Penelitian Kamala et al. ( 2010) menunjukkan bahwa secara in vitro,
ekstrak beras ketan hitam selain memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi, juga
memiliki aktivitas antimutagen pada Salmonella typhimurium TA98 dan TA100.
Pati merupakan karbohidrat utama pada ketan. Pati adalah homopolimer
glukosa dengan ikatan α-glikosida. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan
dengan air panas, di mana fraksi terlarut adalah amilosa sedangkan fraksi yang tidak
larut adalah amilopektin. Perbandingan komposisi kedua golongan pati ini sangat
menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau
pera) (Naulifar et al., 2012). Pati ketan didominasi oleh amilopektin, sehingga jika
ditanak sangat lekat.
Warna beras ketan hitam disebabkan oleh sel-sel pada kulit ari yang
mengandung antosianin. Antosianin merupakan pigmen berwarna merah, ungu dan biru
yang biasa terdapat pada tanaman tingkat tinggi (Eskin dalam Tensiska et al., 2007
dalam Naulifar et a.l, 2012).
Perbedaan beras ketan dengan beras biasa yaitu pada ketan butir patinya
berwarna gelap dan lunak, sedangkan beras biasa butir patinya berwarna putih bening
dan lebih keras. Ketan memiliki nilai nutrisi yang lengkap dan tidak kalah dibandingkan
beras, sehingga komoditi pertanian ini memang layak untuk dipromosikan secara
intensif sebagai pangan alternatif untuk mendukung program diversifikasi karbohidrat
(Mambrasar et al., 2010).
Pati merupakan karbohidrat utama pada ketan. Pati adalah homopolimer
glukosa dengan ikatan α-glikosida. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan
dengan air panas, dimana fraksi terlarut adalah amilosa sedangkan fraksi yang tidak
larut adalah amilopektin Komposisi pati pada ketan yang hampir semuanya terdiri dari
10
amilopektin menyebabkan ketan mempunyai sifat lengket, tidak mengembang dalam
pemasakan dan tidak banyak menyerap air serta tetap lunak setelah dingin (Winarno,
2004 dalam Mambrasar et al., 2010).
Table 2.2 Komposisi Gizi Beras ketan hitam
NO
Zat Gizi
1
Air
2
Energi
3
Protein
4
Karbohidrat
5
Lemak
6
Serat
7
Abu
8
Kalsium
9
Fosfor
10
Besi
11
Natrium
12
Kalium
13
Tiamin
Sumber : PERSAGI (2008)
Jumlah
(per 100 g BDD)
13,7 g
360 kkal
8,0 g
74,5 g
2,3 g
1,0 g
1,5 g
10 mg
347 mg
6,2 mg
11 mg
288 mg
0,24mg
5. Antosianin
Antosianin merupakan pigmen alami pada tanaman yang memiliki sebaran yang
sangat luas pada tanaman pangan. Antosianin berperan memberikan warna merah, biru,
dan unggu, seperti pada buah anggur merah, cerry, plum, blackberry, ubi ungu, bunga
rosella, beras hitam, beras ketan hitam, buah naga, dan kobis merah ( Bardanier et al.,
2008 dan Nugraheni, 2014). Nama pigmen antosianin berasal dari bahasa Yunani
„anthos’ yang berarti bunga dan „kyanos’ yang berarti biru tua (Nugraheni, 2014).
Pigmen antosianin merupakan kelompok pigmen yang penting selain klorofil.
Pada tanaman tingkat tinggi, antosianin terdapat pada hampir semua bagian tanaman.
Struktur utama pigemn antosianin berupa senyawa glikosida. Bentuk antosianin
terglikosilasi atau aglikon dikenal sebagai senyawa antosianidin ( Bardanier, et al.,
2008). Pigmen antosianin bersifat larut dalam air. Struktur dasar antosianin berupa
garam flavylium dari 2-phenylbenzopyryllum (anthosianidin) ( Nugraheni, 2014).
Molekul antosianin tersusun atas antosianidin dan glukosa. Di alam, terdapat
kurang lebih 10 spesies antosianin yang dibedakan berdasarkan jenis gugus yang terikat
11
pada posisi R1-R7 pada antosianidin. Kadar antosianin dalam buah dan sayuran berada
dalam kisaran antara 0,1-1 % per berat kering bahan.
+
Antosianidin
β-D-glukosa
Antosianin
Gambar 2.2 Antosianin yang tersusun dari antosianidin dan β-D-glukosa
Konsumsi antosianin dalam diet terbukti mampu memberikan efek perlindungan
terhadap penyakit kardiovaskuler, diabetes militus, anti inflammasi, dan antikanker
(Kano et al., 2005; Matsui et al., 2002; Oki et al., 2002; Wang dan Stoner, 2009; Bagehi
et al., 2004 dalam Suhartatik, 2013). Antosianin sebagai antioksidan, mampu berfungsi
dengan baik sebagai penangkap ion Fe dan Cu maupun sebagai senyawa yang mampu
menghambat oksidasi lipoprotein dan penggumpalan platelet (Ghiselli et al., 1998
dalam Suhartatik, 2013). Manfaat yang terakhir inilah yang menjelaskan mengapa
antosianin juga mempunyai kemampuan untuk menghambat terjadinya arteriosklerosis.
Beberapa penelitian menemukan bahwa antosianin sebagai antitumor dan
antikanker terbukti mampu menekan pertumbuhan sel HCT-15 (Kamei et al., 1998) dan
HL-60 (Hou et al., 2003 dan Katsube et al., 2003 dalam Suhartatik, 2013). Antosianidin
dan glikosidanya, khususnya sianidin, delpinidin, dan petunidin, akan menghambat
apoptosis sel kanker dan sel tumor, salah satu metode yang paling efektif untuk
mengurangi jumlah sel.
Ketiga antosianidin tersebut berbeda dengan malvidin,
pelargonidin, dan peonidin dalam jumlah gugus hidroksinya di cincin B serta posisinya
yang orto, akan sangat berperan dalam menginduksi apoptosis sel.
Hasil kajian pustaka Williamson (2012) menyebutkan bahwa kelompok pigmen
antosianin diabsorbsi oleh tubuh dengan jumlah yang sangat sedikit daripada jenis
flavonoid yang lain. Absorpsi antosianin oleh tubuh sangat rendah (Cmax = 0,02 µM,
dimana Cmax adalah konsentrasi maksimal setelah mengkonsumsi 50 mg dosis) bila
dibandingkan dengan asam galat yang mempunyai nilai Cmax = 4 μM dan 2 μM untuk
12
isoflavon. Asam galat merupakan salah satu metabolit yang dihasilkan pada degradasi
antosianin oleh mikrobiota kolon babi. Antosianin secara alami berada dalam bentuk
glikosida (terikat dengan molekul gula). Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa
konsumsi antosianin akan dikeluarkan melalui urin dalam bentuk masih terikat dengan
gula. Ini membuktikan bahwa absorbsinya di dalam tubuh rendah. Absorbsi antosianin
dapat melalui beberapa cara, di antaranya diabsorb langsung dalam sel epitel mukosal
dalam bentuk glikosida atau melalui proses hidrolisis untuk memecah molekul gula
menjadi bentuk aglikonnya. Untuk antosianin yang tidak terserap di dalam tubuh, akan
dibawa langsung ke kolon dan akan difermentasi oleh mikrobiota di dalam kolon.
Flavonoid dapat diserap oleh tubuh dalam bentuk glikosida melalui transporter
gula dalam sel epitel atau melalui hidrolisis oleh enzim mukosal intestin dan diabsorsi
secara pasif. Flavonoid yang terserap kemudian akan mengalami konjugasi dalam sel
epitel ileal atau di liver. Metabolit fenol yang terdapat di liver selanjutnya akan
dikembalikan ke kolon melalui empedu, bersama dengan flavonoid lain yang masih
terikat di dalam bahan makanan dan yang tidak terserap oleh tubuh. Bakteri yang ada di
dalam kolon akan mendegradasi komponen ini dan merubah komponen fenol menjadi
metabolitnya.
Antosianin dan prosianidin, yang berikatan dengan gula, tidak dapat dihidrolisis
oleh enzim-enszim pada mamalia, dan tidak terserap di dalam usus halus. Tapi melalui
usus halus dan masuk ke dalam kolon, dan terabsorbdi dalam bentuk molekul dengan
BM yang lebih rendah sebagai hasil metabolisme mikrobia (Williamson & Clifford,
2010). Antosianin sangat sedikit yang terabsorbsi dalam bentuk utuh dan berada dalam
plasma dalam bentuk terglikosilasi dalam kadar yang sangat rendah, juga dalam bentuk
glukoronat. Prosianidin
merupakan bentuk satu-satunya yang terdeteksi di dalam
plasma setelah mengkonsumsi komponen tersebut dalam jumlah besar (Felgines et a.l,
2007, Holt et al., 2002, Mullen et al., 2008 dalam Williamson, 2012).
Penyerapan Flavonoid melalui Ileostomy Model memperlihatkan bahwa jumlah
Procyanidin yang terserap hanya 10% dan Antosianin 15 %. Antosianin, seperti
sianindin -3-O-gukosida juga bersifat tidak stabil pada pH fisologis (Kahle et al., 2009
dalam Williamson, 2012). Metabolisme mikrobia berperan menentukan pengaruh
biologis flavonoid pada makanan ( Williamson & Clifford, 2010). Antosianin sangat
sedikit yang terabsorbsi dalam bentuk utuh dan berada dalam plasma dalam bentuk
13
terglikosilasi dalam kadar yang sangat rendah, juga dalam bentuk glukoronat.
Prosianidin merupakan bentuk satu-satunya yang terdeteksi di dalam plasma setelah
mengkonsumsi komponen tersebut dalam jumlah besar (Williamson, 2012).
Meskipun mekanisme antosianin sebagai antioksidan belum diketahui secara
pasti, namun banyak hasil penelitian yang menyebutkan pengaruh antosianin yang
signifikan terhadap beberapa parameter antioksidan. Hasil penelitian Cassidy et al.
(2012) menyatakan bahwa konsumsi bahan makanan tinggi antosianin, dapat
menurunkan risiko Myocardial Infarction pada wanita usia 25- 40 tahun. Antosianin
telah diketahui berperan terhadap kesehatan jantung, yaitu dapat menghambat thrombin
receptor activating peptide (TRAP) sehingga mencegah terjadinya agregasi platelet,
juga memperlihatkan efek protektif terhadap TNF-α yang menginduksi sekresi MCP1pada sel endothelial manusia. Antosianin, khususnya delpinidin dan sianidin mampu
mencegah ekspresi vascular endhotelial growth factor (VEGF) (Pascual-Teresa, 2010).
Pramayanti (2011) mengemukakan bahwa pemberian sirup ubi jalar ungu yang kaya
antosianin dapat menurunkan kadar malondyaldehid (MDA) dan meningkatkan kada
NOx plasma pada peroko sedang di Denpasar. Sedangkan penelitian Jawi, et al. (2011)
ekstrak ubi jalar ungu yang kaya antosianin dapat menghambat kenaikan MDA pada
tikus yang diberikan beban aktivitas fisik maksimal.
6. Malondyaldehid (MDA)
Malondyaldehid (MDA) merupakan hasil peroksidasi lemak yang berupa
senyawa aldehid yang bersifat toksik. Senyawa aldehid ini akan menyerang golongan
tiol dan asam amino, sehingga akan menyebabkan kerusakan sel (Icanervilia, 2012).
Winarsi (2007) menjelaskan bahwa malondyaldehid yang merupakan senyawa
aldehid produk akhir peroksidasi lemak dalam tubuh, memiliki tiga rantai karbon
dengan rumus molekul C3H4O2. Di samping itu, MDA juga merupakan produk
dekomposisi asam amino, karbohidrat kompleks, pentose, dan heksosa. MDA juga
dapat dihasilkan oleh radikal bebas melalui reaksi ionisasi dalam tubuh dan merupakan
produk samping biosintesis prostaglandin. MDA juga merupakan produk oksidasi asam
lemak tidak jenuh oleh radikal bebas. MDA juga dapat dihasilkan dari hasil metabolit
komponen sel oleh radikal bebas. Sehingga konsentrasi MDA yang tinggi menunjukkan
adanya proses oksidasi pada membrane sel. Status antioksidan yang tinggi, biasanya
14
diikuti oleh penurunan kadar MDA. Di dalam tubuh, MDA dapat bereaksi dengan
komponen nukleofilik dan elektroilik. MDA juga dapat berikatan dengan berbagai
molekul biologis seperti protein, asam nukleat, dan aminofosfolipid melalui ikatan
kovalen. Dengan demikian MDA dapat menghasilkan polimer dalam berbagai berat
molekul dan polaritas. Efek negative senyawa radikal dan metabolit elektrolit ini dapat
diredam oleh antioksidan. Tinggi rendahnya kadar MDA sangat tergantung pada astatus
antioksidan seseorang.
7. Antioksidan
Senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donors) yang
mampu menangkal atau meredam dampak negative oksidan dalam tubuh. Antioksidan
bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat
oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat (Winarsi, 2007).
Keseimbangan oksidan dan anti oksidan sangat penting karena berkaitan dengan
berfungsinya sistem imunitas tubuh. Komponen penyusun utama membrane sel adalah
asam lemak tak jenuh yang sangat sensitive terhadap perubahan oksidan-antioksidan.
Sehingga antioksidan sangat diperlukan tubuh untuk menjaga integritas dan
berfungsinya membrane lipid, protein sel, dan asam nukleat, serta mengontrol tranduksi
signal dan ekspresi gen dalam sel imun (Winarsi, 2007).
Secara umum antioksidan dikelompokkan menjadi 2 yaitu antioksidan
enzimatis, misalnya enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation
peroksidase,
dan antioksidan non-enzimatis, misalnya tokoferol, karotenoid, asam
askorbat. Antioksidan Non-enzimatis dikelompokkan menjadi dua,yaitu antioksidan
larut emak dan larut air.
Sedangkan berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi
3 kelompok yaitu antioksidan primer, sekunder dan tersier.
1) Antioksidan Primer (Antioksidan Endogenus)
Antioksidan primer meliputi enzim superoksidase dismutase (SOD), katalase, dan
glutation peroksidase (GSH-Px). Antioksidan primer disebut juga antioksidan
enzimatis. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer apabila dapat
memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal, kemudian radikal
antioksidan yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang lebih stabil.
15
Enzim-enzim tersebut berperan sebagai antioksidan dengan kemampuannya
menghambat radikal bebas melalui pemutusan reaksi berantai, kemudian mengubah
menjadi produk yang lebih stabil. Sehingga antioksidan dalam kelompok ini juga
disebut sebagai chain-breaking-antioxidant.
2) Antioksidan Sekunder (Antioksidan Eksogenus)
Antioksidan Sekunder (Antioksidan Eksogenus) atau disebut juga antioksidan nonenzimatis. Antioksidan dalam kelompok ini juga disebut pertahanan preventif.
Antioksidan dalam kelompok ini mampu menghambat pembentukan senyawa
oksigen reaktif dengan cara pengkelatan metal atau dirusak pembentukannya.
Antioksidan non-enzimatis banyak ditemukan pada sayuran dan buah-buahan.
Antioksidan sekunder meliputi vitamin E,vitamin C, -karoten, flavonoid, isoflavon,
flavon, antosianin, katekin, dan isokatekin. Senyawa antioksidan non-enzimatis
bekerja dengan cara menangkap radikal bebas (free radical scavenger), kemudian
mencegah reaktivitas amplifikasinya.
3) Antioksidan Tersier
Antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair dan metionin sulfoksida
reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak
akibat reaktivitas radikal bebas.
Radikal bebas menyebabkan kerusakan oksidatif dalam tubuh sehingga dapat
menjadi penyebab berbagai penyakit degenerative. Meskipun tubuh memiliki
mekanisme untuk menetralkan kerusakan karena radikal bebas oleh jaringan antioksidan
(antioxidant network), namun reaksi oksidasi di dalam sel yang kira-kira terjadi 10.000
kali dalam waktu 24 jam merupakan ancaman yang tidak dapat diabaikan. Stres
oksidatif hanya dapat dikendalikan oleh asupan antioksidan dari makanan, yang
selanjutnya akan memacu kerja antioksidan dalam tubuh (Winarsi, 2007).
8. Status Antioksidan Total
Status antioksidan total seringkali juga disebut sebagai Kapasitas Total
Antioksidan, yaitu kapasitas keseluruhan antioksidan yang terdapat pada sampel
biologis yang terdiri dari berbagai komponen antioksidan (Miller et. al., 1993 dalam
Kusano & Ferrari, 2008). Metode pengukuran yang dikembangkan oleh Miller et. al.
(1993) ini menggunakan metode spektrofotometri dan saat ini telah banyak digunakan
16
untuk menganalisis kapasitas total antioksidan pada serum, bahan makanan, dan
jaringan biologis.
Tubuh memiliki mekanisme untuk menetralkan kerusakan yang disebabkan
radikal bebas. Mekanisme tersebut diperankan oleh antioxidant network, yaitu jaringan
kerja berbagai senyawa antioksidan yang saling menopang. Antioksidan dari makanan
dapat memacu kerja antioksidan tubuh sehingga dapat mengendalikan stress oksidatif
(Winarsi, 2007).
Selanjutnya Winarsi (2007) juga menjelaskan bahwas status antioksidan dalam
tubuh dapat diamati melalui berbagai parameter, misalnya aktivitas enzim superoksida
dismutase (SOD), glutation peroksdase (GPx), kadar MDA, vitamin C, vitamin E,
vitamin A plasma, dan sebagainya. Namun antioksidan seluler tidak dapat bekerja
secara individual tanpa dukungan asupan antioksidan sekunderdari bahan pangan.
Semakin tinggi antioksidan eksogenus, semakin tinggi pula status antioksidan
endogenus.
17
7. Penelitian Yang Relevan
Tabel 2.3 Penelitian yang relevan
No
1
Judul
Metode
Icanervilia, et al., 2012
- Manusia
Variabel
Independen
Variabel
Dependen
Perokok
- Kadar
MDA
plasma
darah
- Case
Control
Study
The Relationship Between
Vitamin A and Ferritin
Towards Malondialdehyde
Level Among Javanese
Male Smokers
- Kadar
vitamin
A
plasma
- Sampel
Darah
- Kelompok
kasus : 30
orang lakilaki perokok
- Kadar
ferritin
plasma
- Kelompok
Kontrol : 30
laki-laki
bukan
perokok
Hasil
- Kadar
vitamin A,
Ferritin,
dan MDA
darah
perokok
dan bukan
perokok
tidak
berbeda
signifikan
- Terdapat
hubungan
positif yang
bermakna
antara
kadar
ferrritin
dan kadar
MDA
- Tidak ada
hubungan
bermakna
antara
kadar
vitamin A
dan kadar
malondyald
ehide
2
Sangkitikomol, et al, 2010.
Antioxidant Effects of
Anthocyanins-Rich Extract
From Black Sticky Rice on
Human Erythrocytes and
Mononuclear Leukocytes
- Eksperimen
in
vitro
models
- Sampel
darah
manusia
-
Penentuan
dosis
optimum
ekstrak beras
merah, beras
hitam, dan
beras ketan
hitam
sebagai
Ekstrak
antosianin
beras ketan
hitam
(Anthocyani
ns
Rich
Extract
–
ARE)
Efek
antioksidan
pada
eritrosit dan
mononuclea
r leukocytes
Dosis
optimum ARE
untuk
menghambat
hemolisis
yang
diinduksi2,2‟Azobis
hydrochloride
adalag
600
mg/L
Dosis
2001000mg/L
ARE
dapat
menghambat
pembentukan
18
hidrogenperok
sida
antioksidan
Dosis
≥ 800 mg/L
dapat
menginduksi
sitotoksisitas
dan
genotoksisitas
3
Bloomer, R.J., 2007.
Decreased
Blood
Antioxidant Capacity and
Increased
Lipid
Peroxidation in Young
Cigarette
Smokers
Compared to Nonsmokers :
Impact of Dietary Intake.
- 15
orang
perokok dan
13
orang
bukan
perokok
berusia
24±4 tahun
Asupan
makanan
perokok dan
bukan
perokok
berusia
muda
- Kapasita
s
antioksi
dan
darah
- Peroksid
asi lipid
- Dietary
Record
selama
tujuh hari
meliputi
total energy,
asupan
makro dan
mikro
nutrient
Rajalakshmi & Sudha,
2012.
Reduced Plasma
Antioxidant Levels in
Smoking Asthmatics.
International Research
Journal of Pharmacy, 3 (1).
- 80 subyek
terdiri dari
20
orang
perokok
dengan
penyakit
asma,
20
orang bukan
perokok
dengan
penyakit
asma,
- Control : 20
orang
perokok
tanpa asma ,
dan
20
orang bukan
perokok
- MDA plasma
lebih tinggi
pada perokok
- Glutathione
dan TEAC
lebih rendah
pada perokok
- Asupan
makanan
antara
perokok dan
bukan
perokok
tidak berbeda
nyata
- Kapasitas
antioksidan
plasma
darah
(ARC,
TEAC,MD
A, oxLDL)
4
- Kapasitas
antioksidan
pada perokok
lebih rendah
Perokok
dengan
penyakit
asma
- Level
antioksi
dan
:
TBARS,
GSH,
- Perilaku
merokok
menyebabka
n stress
oksidatif
yang
berkaitan
dengan
penyakit
asma
- TBARS pada
perokok
dengan asma
lebih tinggi
dibandingkan
control
- GSH pada
kontrol
bukan
19
perokok
lebih tinggi
dari pada
penderita
asma
perokok
maupun
bukan
perokok
tanpa asma
Sampe
l darah untuk
pemeriksaan
level
antioksidan
plasma
- Asap rokok
merupakan
penyebab
stress
oksidatif
yang menjadi
factor
penyebab
primer pada
patogenensis
asma
5
Pramayanti, 2011.
Pemberian Sirop Ubi Jalar
Ungu (Ipomea batatas)
dapat Menurunkan Kadar
Malondyaldehid
Serta
Meningkatkan Kadar NOx
Plasma pada Perokok
Sedang di Denpasar
- Pre test-Post
test Control
Group
- Subjek 22
perokok
sedang
Sirup Ubi
Jalar Ungu
- Kadar
MDA
plasma
- Kadar
NOx
plasma
- Dibagi
menjadi 3
kelompok :
klp control,
perlakuan
sirup 15 ml,
perlakuan
sirup30 ml
http://www.pps.unud.ac.i
d/thesis/detail-229pemberian-siropubijalar-ungu-ipomoeabatatas-dapatmenurunkan-kadarmalondyaldehid-serta- Perlakuan
meningkatkan-kadarselama 14 hari
nox-plasma-padaperokok-sedang-didenpasar.html.
6
Onyesom, et al., 2012.
Serum Total Antioxidant
Capacity of Some Nigerian
Cigarette Smokers
Journal of Pharmaceutical
and Biomedical Science
Vol. 18(14). ISSN No2230-7885.
- Subjek 20
orang perokok
dan 20 orang
bukan
perokok,
sehat berusia
19-45 tahun,
mengkonsums
i rokok 1-4
batang per
hari, telah
menajdi
perokok 1-3
- Kapasita
s Total
Antioksi
dan
Serum
Darah
- Terjadi
penurunan
kada MDA
yang
signifikan
- Tidak
memperlihat
kan
peningkatan
NOx yang
bermakna
- Kapasitas
Total
antioksidan
serum darah
perokok
lebih rendah
daripada
bukan
perokok,
baik pada
laki-laki
maupun
20
tahun
perempuan
- Tiap
kelompok
subjek terdiri
dari 15 lakilaki dan 5
perempuan
- Pengujian
Kapsitas Total
Antioksidan
Serum Darah
7
Kahnamoei, et al.,
2014.
The Effects of
Cigarette Smoking On
Plasma MDA And
TAC In University
Students. Ndian
Subjek terdiri
dari 15 orang
mahasiswa
perokok dan 15
orang
bukan
perokok
- Kadar
MDA
Plasma
- Kapasita
s Total
Antioksi
dan
plasma
Journal of
Fundamental and
Applied Life Sciences,
ISSN: 2231-6345,
Vol. 4(3) JulySeptember, hlm 329333.
8
Wikana, J. 2011.
Pemberian Kompleks
Buah
Berry
Menurunkan
Stres
Oksidatif
Dan
Meningkatkan
Pertahanan Oksidatif
Pada Perokok Aktif.
Penelitian
eksperimental
Pre-test
posttest
control
group design
Subjek
24
perokok aktif
berusia 30-60
tahun
Tesis.
Intervensi
http://www.pps.unud.a selama 28 hari
c.id/thesis/detail-1383pemberian-kompleksbuahberrymenurunkanstres-oksidatifdanmeningkatkan-
Kompleks
buah berry
(phytoberrie
s)
Free
Oxygen
Radicals
Testing
(FORT)
Free
Oxygen
Radicals
Defence
(FORD).
Tidak
ada perbedaan
yang
signifikan
kadar MDA
maupun
Kapasitas total
antioksidan
plasma antara
mahasiswa
perokok dan
bukan
perokok
Penurunan
nilai FORT
secara
bermakna
Peningkatan
nilai FORD
secara
bermakna
Kompleks
buah berry
(PhytoBerries)
dapat
menurunkan
stres
oksidatif
21
perokok
aktif sebesar
12,71% dan
meningkatka
n
pertahanan
oksidatif
perokok
aktif sebesar
23,82%.
pertahananoksidatifpadaperokok-aktif.html.
Accessed 22 Juni
2015.
9
Mahmood,
2007.
et
al., Subjek
terdiri
dari 20 orang
bukan perokok
dan 20 orang
perokok aktif
The Total Antioxidant
Status in Cigarette
Smoking Individuals. Usia subjek 19The Medical Journal 45 tahun
of Basrah University,
Vol.25 No. 1. p. 4650.
10
Muliartha,
2009.
et
al., True
Pemberian Kombinasi
Vitamin C dan E
Peroral Memperbaiki
Kerusakan
Hepar
Akibat Paparan Rokok
Kretek Sub Kronik.
Jurnal
Kedokteran
Brawijaya,
Vol.
XXIV, No.1, 23-27.
experimental
post test only
control group
design
Tikus Wistar
umur 2-3
bulan dengan
berat badan
150-200
gram)
Sampel 4 ekor
tikus untuk
tiap kelompok
Pemaparan
sub kronik
asap rokok
1 batang per
hari selama 10
minggu.
Vitamin C
dan E yang
diberikan
adalah
vitamin
murni
(proanalisa
) berbentuk
pulvis
Individual
Total
Antioxida
nt Status
TAS
perokok
berbeda
signifikan
dibanding
bukan
perokok
Jumlah sel
hepar
yang
mengalami
kerusakan
(nekrosis)
dengan
kategori
perubahan
ukuran,
bentuk dan
warna.
Pemberian
kombinasi
vitamin C
dan vitamin
E
memberikan
efek yang
lebih baik
dalam
mengurangi
jumlah sel
hepar yang
mengalami
kerusakan
daripada
pemberian
secara
terpisah.
Dosis
kombinasi
yang paling
efektif adalah
vitamin C
0,2mg/g
BBdan
vitamin E
0,04 IU/g BB.
22
B. Kerangka Berfikir
Ketan Hitam
Asap Rokok
Antioksidan Non
Enzimatis :
Carotenoid
FlavonoisAntosianin
Vitamin C
Status Antioksidan
Total
(SAT)
Stress Oksidatif
Peroksidasi Lipid
Antioksidan
Enzimatis:
SOD
GPx
Catalase
Peningkatan
Kadar MDA
Gambar 2.3 Kerangka Berfikir Penelitian
C. Hipotesis
“Pemberian ketan hitam memperbaiki status antioksidan dengan menurunkan
kadar MDA dan meningkatkan status antioksidan total pada mahasiswa perokok”
Download