Performa produksi dan karakteristik organ dalam

advertisement
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam kampung merupakan salah satu unggas yang dikonsumsi manusia
untuk memenuhi kebutuhan proteinnya. Produksi daging ayam memenuhi 62% dari
kebutuhan daging nasional dan sebanyak 16% dari kebutuhan tersebut terpenuhi dari
ayam buras. Populasi ayam buras di Indonesia mencapai 272.251.141 ekor (2007),
243.423.389 ekor (2008) dan 261.420.401 ekor pada tahun 2009 (Direktorat Jenderal
Peternakan, 2010). Konsumsi daging unggas Indonesia pada tahun 2009 hanya
berkisar 6 kg/kapita/tahun
Seiring dengan pertambahan penduduk, maka terjadi peningkatan kebutuhan
ayam kampung tiap tahunnya. Produksi ayam kampung di tingkat peternak banyak
mengalami masalah, salah satunya adalah terdapatnya parasit cacing yang dapat
menurunkan produksi ayam kampung. Masalah ini terjadi karena pemeliharaan
tradisional (ekstensif) yang biasa dilakukan peternak sehingga potensi terserang
parasit cacing sangat besar.
Salah satu parasit yang menyerang bagian saluran pencernaan ayam kampung
adalah cacing Ascaridia galli. Cacing ini menyerang usus halus bagian tengah dan
dapat menyebabkan peradangan di bagian usus. Cacing ini juga dapat menurunkan
performa dan produksi telur ayam kampung karena biasanya menimbulkan
kerusakan yang parah selama bermigrasi pada fase jaringan dari stadium
perkembangan larva. Migrasi terjadi di dalam lapisan mukosa usus dan menyebabkan
pendarahan (enteritis hemoragi). Ayam yang terinfeksi akan mengalami gangguan
proses digesti dan penyerapan nutrien sehingga dapat menghambat pertumbuhan.
Selain penurunan produksi, infeksi cacing ini juga dapat mengakibatkan kelainan
pada organ dalam ayam kampung. Parasit cacing dalam saluran pencernaan ayam
kampung ini dapat ditekan pertumbuhannya dengan penambahan obat anticacing
(anthelmintik).
Anthelmintik yang biasanya digunakan peternak dan dijual di pasaran adalah
anthelmintik sintetis yang harganya relatif lebih mahal misalnya adalah piperazin dan
albendazole. Albendazole merupakan anthelmintik sintetis yang dapat membunuh
lebih banyak cacing daripada piperazin. Selain nematoda, albendazole juga dapat
membunuh jenis cacing cestoda. Dampak negatif dari penggunaan anthelmintik
1
sintetis ini adalah peningkatan populasi cacing yang resisten terhadap anthelmintik
jika penggunaan yang cukup lama dan meninggalkan residu bagi manusia yang
mengkonsumsi. Dengan adanya masalah tersebut mendorong upaya pencarian
anthelmintik herbal yang murah dan mudah dalam mendapatkannya. Salah satu
tanaman yang potensial sebagai anthelmintik herbal adalah daun jarak pagar
(Jathropa curcas Linn). Tanaman herbal ini diharapkan dapat digunakan sebagai
alternatif anticacing sehingga tidak menimbulkan dampak negatif kepada ternak dan
manusia yang mengkonsumsinya.
Jarak pagar (J. curcas L.) sudah lama dikenal masyarakat Indonesia sebagai
tanaman obat dan penghasil minyak. Di daerah pedesaan, getah jarak pagar yang
berwarna jernih kekuningan sering digunakan sebagai obat tradisional untuk obat
tetes pada telapak kaki yang terkena kutu air dan bercak serta dapat digunakan
sebagai obat pembasmi cacing kremi (Astuti, 2010).
Daun jarak yang diekstrak dengan air mengandung senyawa metabolit
sekunder alkaloid, saponin, tanin, fenol, triterpenoid, steroid dan flavanoid. Zat aktif
daun jarak pagar yang diduga memiliki aktifitas anthelmintik adalah tanin, saponin,
flavanoid dan triterpenoid. Mengingat potensi ekstrak daun jarak pagar sebagai
anthelmintik, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh ekstrak
daun jarak pagar untuk mencegah pertumbuhan A. galli, sehingga dapat
meningkatkan produksi dan mengurangi kelainan pada organ dalam ayam kampung.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas ekstrak daun jarak pagar
untuk mencegah pertumbuhan A. galli di dalam usus halus serta pengaruhnya
terhadap performa produksi dan karakteristik organ dalam ayam kampung.
2
Download