PREVALENSI TUBERCULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT KATOLIK BUDI RAHAYU BLITAR Oleh Roihatul Muti’ah,S.F. Akademi Analis Kesehatan Malang ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya prevalensi penyakit Tuberculosis di RS Katolik Budi Rahayu, Blitar tahun 2010 – 2014. Metode Penelitian observasional Cross Sectional. Data yang dipakai adalah data sekunder berupa catatan medik sejak tahun 2010 hingga 2014 yang didapat melalui pengamatan observasi dengan melihat dan mencatat data pemeriksaan pasien menggunakan pendekatan BTA pada RS.Katolik Budi Rahayu, Blitar. Didapatkan 251 subyek sejak tahun 2010 hingga 2014. Data dianalisis secara univariat dengan % (persentase) menghitung rata – rata dan proporsi dan ditampilkan dalam bentuk table dan grafik. Hasil Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan prosentase pemeriksaan pasien TB Paru BTA positif pada tahun 2010 sebesar 21 %, kemudian pada tahun 2011 masih 21 %, meningkat 9 % pada tahun 2012 menjadi 30 %, kemudian meningkat kembali 17 % menjadi 47 % pada tahun 2013 dan terus meningkat kembali 1 % pada tahun 2014 menjadi 48 %. Dengan demikian maka terdapat prevalensi TB paru BTA positif dari tahun ke tahun terutama dimulai pada tahun 2010 hingga 2014 berawal dari 21 % menjadi 48 %. Simpulan Terdapat prevalensi Tuberculosis paru pada tahun 2010 sebesar 21 %, tahun 2011 sebesar 21 %, tahun 2012 sebesar 30 %, tahun 2013 sebesar 47 % dan tahun 2014 sebesar 48 %. Kata kunci : Prevalensi, Tuberculosis, Bakteri Tahan Asam. PENDAHULUAN Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri berbentuk batang yaitu Mycobacterium tuberculosis. Biasanya yang paling umum terinfeksi adalah paru-paru tetapi dapat mengenai organ tubuh lainnya. Penyakit ini dapat menular dari orang ke orang melalui droplet dari orang yang terinfeksi Tuberculosis paru. Sumber penularan kuman ini adalah pasienTuberculosis Bakteri Tahan Asam positif.Tuberculosis Paru merupakan penyakit menular yang mengancam kesehatan masyarakat di seluruh dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang.Tuberculosis Paru merupakan penyebab kematian nomor tiga terbesar setelah penyakit Kardiovaskular(Pertiwi, 2012). Indonesia merupakan Negara dengan pasien TB terbanyak ke – 5 di dunia setelah India, Cina, Afika Selatan dan Nigeria (WHO 2009). Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan, setiap tahun ada 429.730 kasus baru dan kematian 429.730 kasus baru dan kematian 62.246 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 102 per 100.000 penduduk. Penanggulangan Tuberkulosis (TB) mengalami banyak kemajuan, bahkan kini, hampir mendekati target Millenium Development Goals (MDGs). Target MDGs pada tahun 2015 adalah 222 per 100.000 penduduk untuk rasio penderita Tuberculosis. 35 Indonesia pada tahun 2008 telahmencapai prevalensi Tuberculosis253 per 100.000 penduduk. Angka kematian Tuberculosispada tahun 2008 juga menurun tajam menjadi 38 per 100.000 penduduk dibandingkan tahun 1990 sebesar 92 per 100.000 penduduk. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, kini penanggulangan Tuberculosisdi Indonesia menjadi lebih baik (Pertiwi, 2012) MDR-Tuberculosismerupakan permasalahan utama di dunia. Banyak faktor yang memberikan kontribusi terhadap resistensi obat pada negara berkembang termasuk ketidaktahuan penderita tentang penyakitnya, kepatuhan penderita buruk, pemberian monoterapi atau regimen obat yang tidak efektif, dosis tidak adekuat, instruksi yang buruk, keteraturan berobat yang rendah, motivasi penderita kurang, suplai obat yang tidak teratur, bioavailibity yang buruk dan kualitas obat memberikan kontribusi terjadinya resistensi obat sekunder (Masniari dkk, 2007). Faktor risiko lain untuk terjadinya Multi Drugs Resistensi–Tuberculosisadalah infeksi HIV, sosial ekonomi, jenis kelamin, kelompok umur, merokok, konsumsi alkohol, diabetes, pasien Tuberculosisparu dari daerah lain (pasien rujukan), dosis obat yang tidak tepat sebelumya dan pengobatan terdahulu dengan suntikan dan fluoroquinolon (Balaji et al., 2010). Sumber lain menyebutkan bahwa faktor risiko MDR-Tuberculosis adalah jenis kelamin perempuan, usia muda, sering bepergian, lingkungan rumah yang kotor, konsumsi alkohol dan merokok serta kapasitas paru-paru (Caminero, 2010; Firdiana, 2008). Pada tahun 2009, prevalensi HIV pada kelompok TB di Indonesia sekitar 2,8%. Kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR) diantara kasus TB baru sebesar 2 %, sementara MDR diantara kasus pengobatan ulang sebesar 20% (WHO 2009).Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu, Blitar adalah sebuah Rumah Sakit Katolik ygn memiliki motto “Berpihak pada kehidupan” dengan visi terwujudnya kasih Allah yang menyelamatkan. Melalui pelayanan kesehatan yang paripurna. Dan misi memberikan pelayanan kesehatan paripurna secara professional, utuh dan bermutu dengan hati tulus dan penuh kasih serta meningkatkan kwalitas hidup danprofesionalisme sumber daya manusia. (Anonim,2012).Laboratorium RSK Budi Rahayu menyelenggarakan pelayanan laboratorium medis secara professional dan bermutu, sesuai dengan kebutuhan pasien. Pelayanan Laboratorium RSK Budi Rahayu sudah tertata dengan baik, ada system organisasi yang jelas, tata kerja dan tenaga kerja yang sesuai dengan standar. Rumah Sakit ini menjadi sebuah Rumah Sakit yang melayani kebutuhan Masyarakat kota Blitar secara umum mulai dari kalangan ekonomi menengah kebawah dan menengah keatas (Anonim, 2012). Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Prevalensi Tuberculosis di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Tahun 2010 s/d 2014. LANDASAN TEORI Tinjauan tentang Mycobacterium tuberculosis 1. Taksonomi Mycobacterium tuberculosis Kingdom : Plant Phylum : Scizophyta Klas : Scizomycetes Ordo : Actinomycetales Family : Mycobacteriaceae Genus : Mycobacterium Spesies : Mycobacterium tuberculosis 36 2. Morfologi a. Bentuk Kuman Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau agakbengkok, berukuran panjang 5 μ dan lebar 3 μ. Dengan pewarnaanZiehl-Neelsen akan tampak berwarna merah dengan latar belakangbiru, seperti berikut : Gambar 1.Pengecatan Mycobacterium tuberculosis, dengan metode Ziehl Neelsen perbesaran objektif 100X (Sumber : https://aroemnaroeni.wordpress.com/2010/07/17/tbc-tuberculosis) b. Penanaman/kultur Kuman ini tumbuh lambat, koloni tampak kurang dari 2 minggubahkan kadangkadang setelah 6-8 minggu. Suhu optimum 37˚C, tidaktumbuh pada suhu 25˚C atau lebih dari 40˚C. Media padat yang biasadipergunakan adalah Lowenstein-jensen (Depkes, 2008). c. Sifat dan Daya tahan Mycobacterium tuberculosis dapat mati jika terkena cahaya mataharilangsung selama 2 jam. Karena kuman ini tidak tahan terhadap sinarultra violet. Mycobacterium tuberculosis mudah menular, mempunyai lapisan dinding lipid yang tahan terhadap asam dan asam mycolat yang mengikat warna carbol fuchsin saat pewarnaan Ziehl Neelsen. Oleh karena itu, disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA) daya tahan tinggi dan mampu bertahan hidup beberapa jam ditempatgelap dan lembab. Oleh karena itu dalam jaringan tubuh, kuman inidapat dormant (tidur), tertidur lama selama beberapa tahun. Basil yangada dalam percikan dahak dapat bertahan hidup 8-10 hari(Depkes, 2008). Tuberculosis Paru Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular langsung yangbiasanya menyerang paru-paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,bakteri ini berbentuk batang, tidak membentuk spora dan termasuk bakteriaerob. Pada pewarnaan Ziehl Neelsen maka warna tersebut tidak dapatdihilangkan dengan asam, karena Mycobacterium tuberculosis mempunyailapisan dinding lipid yang tahan terhadap asam dan asam mycolat yang mengikat warna carbol Fuchsin saat pewarnaan Ziehl NeelsenKuman ini hidup di daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi, sehingga tempat utamanya adalah paru- paru (Suroso, 2010). Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asampada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis.Sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosiscepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempatyang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman dapat dormant (tertidursampai beberapa tahun). TB timbul berdasarkan kemampuannya untukmemperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit (Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Indonesia, 2005). 37 1. Cara Penularan Penyakit Mycobacterium tuberculosis merupakan penyakit menular, artinya orang yang tinggal serumah dengan penderita atau kontak erat dengan penderita mempunyai risiko tinggi untuk tertular. Karena penularannya melalui droplet yaitu melalui percikan ludah, bersin dan batuk terutama penderitaTuberculosis paru yang BTA positif. Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif pada waktu batuk ataubersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikandahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhukamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebutterhirup kedalam saluran pernafasan. Jadi penularan TB tidak terjadi melaluiperlengkapan makan, baju, dan perlengkapan tidur.Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kumanTB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui system peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsungke bagian-bagian tubuh lainnya (Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Indonesia, 2005). Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggiderajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bilahasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebutdianggap tidak menular.Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalamudara dan lamanya menghirup udara tersebut.Secara klinis, TB dapat terjadi melalui infeksi primer dan paska primer. (Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Indonesia, 2005) Infeksiprimer terjadi saat seseorang terkena kuman TB untuk pertama kalinya. Setelahterjadi infeksi melalui saluran pernafasan, di dalam alveoli (gelembung paru)terjadi peradangan. Hal ini disebabkan oleh kuman TB yang berkembang biakdengan cara pembelahan diri di paru. Waktu terjadinya infeksi hinggapembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu. Tuberkulosis paruadalah tuberkulosis yang menyerang jaringan parenchyma paru, tidak termasuk pleura selaput paru. (Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Indonesia, 2005). 2. Bakteri Tahan Asam Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru dibagi dalam : 1) Tuberculosis paru BTA positif Sekurang kurangnya dua dari tiga specimen dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu hasilnya positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran Tuberculosis aktif (Direktorat Bina kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Indonesia, 2005). 2) Tuberkulosis Paru BTA Negatif Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgendada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.TB Paru BTA Negatif Rontgen Positif dibagi berdasarkan tingkat keparahanpenyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran fotorontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnyaproses "far advanced" atau millier), dan/atau keadaan umum penderita buruk (Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Indonesia, 2005). 38 3.Permasalah dan Pencegahan Masalah lingkungan yang terkait seperti masalah kesehatan yang berhubungandengan perumahan, kepadatan anggota keluarga, kepadatan penduduk,konsentrasi kuman, ketersediaan cahaya matahari, dll. Sedangkan masalahperilaku sehat antara lain akibat dari meludah sembarangan, batuksembarangan, kedekatan anggota keluarga, gizi yang kurang atau tidakseimbang, dll. Untuk sarana pelayanan kesehatan, antara lain menyangkutketersediaan obat, penyuluhan tentang penyakit dan mutu pelayanan kesehatan.Masalah lain yang muncul dalam pengobatan TB adalah adalah adanyaresistensi dari kuman yang disebabkan oleh obat (multidrug resistent organism).(Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Indonesia, 2005) Kuman yang resisten terhadap banyak obat tersebut semakin meningkat. DiAmerika tahun 1997 resistensi terhadap INH mencapai 7,8 % dan resistenterhadap INH dan Rifampisin 1,4 %. Secara umum angka ini di Amerika padamedian 9,9 % kuman dari penderita yang menerima obat anti TB. Kejadianresistensi ini sudah banyak ditemukan di negara pecahan Uni soviet, beberapanegara Asia, Republik Dominika, dan Argentina.(Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Indonesia, 2005) Adanya ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementarakeberadaan sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seorang terjangkit kuman Tuberculosis paru ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes, 2008). 4. Pengobatan Tuberculosis Obat Tuberkulosis harus diminum oleh penderita secara rutin selama enam bulan berturut-turut tanpa henti. Kedisiplinan pasien dalam menjalankan pengobatan juga perlu diawasi oleh anggota keluarga terdekat yang tinggal serumah, yang setiap saat dapat mengingatkan penderita untuk minum obat. Apabila pengobatan terputus tidak sampai enam bulan, penderita sewaktu-waktu akan kambuh kembali penyakitnya dan kuman tuberkulosis menjadi resisten sehingga membutuhkan biaya besar untuk pengobatannya (Faustini, 2006). Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahapan, yaitu tahap awal (intensif), dan tahap lanjutan. Pada tahap awal atau intensif pasien mendapat obat setiap hari, bila pengobatan tahap intesif tersebut diberikan secara tepat, maka pasien Tuberculosis yang menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien BTA positif akan menjadi BTA negatif (konversi) dalam waktu 2 bulan. Sedangkan pada tahap lanjutan pasien mendapat obat yang lebih sedikit. Pada tahap lanjutan berguna untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Depkes RI, 2008). 5. Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada dengan kondisi pada waktu tertentu dan penyebutnya adalah populasi total (Dorland, 2002). Menurut pendapat lain prevalensi adalah bagian dari studi epidemiologi yang membawa pengertian jumlah orang dalam populasi yang mengalami penyakit, gangguan 39 atau kondisi tertentu pada suatu tempo waktu dihubungkan dengan besar populasi dari mana kasus itu berasal. Prevalensi sepadan dengan insidensi dan tanpa insidensi penyakit maka tidak akan ada prevalensi penyakit. Insidensi merupakan jumlah kasus baru suatu penyakit yang muncul dalam satu periode waktu dibandingkan dengan unit populasi tertentu dalam periode tertentu. Insidensi memberitahukan tentang kejadian kasus baru. Prevalensi memberitahukan tentang derajat penyakit yang berlangsung dalam populasi pada satu titik waktu (Timmereck, 2001). Dalam hal ini prevalensi setara dengan insidensi dikalikan dengan rata-rata durasi kasus (Lilienfeld dan Lilienfeld, 2001 dalam Timmereck, 2001). Hasil survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara Regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu: 1). Wilayah Sumatra angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk; 2). Wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk; 3). Wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk. Khusus untuk provinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per 100.000 penduduk. Mengacu pada hasil survey prevalensi tahun 2004, Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi. Faktor-faktor tersebut adalah: a) Kasus baru yang dijumpai pada populasi sehingga angka insidensi meningkat. b) Durasi penyakit. c) Intervensi dan perlakuan yang mempunyai efek pada prevalensi. d) Jumlah populasi yang sehat 6.Hipotesis Terdapat prevalensi penyakit Tuberculosis di RS Katolik Budi Rahayu Blitar Tahun 2010-2014 METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan Cross Sectional yaitu suatu jenis penelitian dimana pengukuran variable – variabelnya dilakukan hanya satu kali pada satu waktu. Hal ini tidak berarti bahwa semua subyek diamati pada waktu yang sama. Populasi dan Sampel pasien Tuberculosis di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu, Blitar Tahun 2010 – 2014. Lokasi Penelitian :Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu, Jln. Jenderal A. Yani No. 18, Blitar. Waktu Penelitian : Bulan Juni 2015. Variabel penelitian terdiri dari Variabel Bebas adalah Prevalensi dan Variabel Terikat adalah Tuberculosis. Pengumpulan data diperoleh dari data sekunder berupa catatan medik sejak tahun 2010 hingga 2014 yang didapat melalui pengamatan observasi dengan melihat dan mencatat data pemeriksaan pasien menggunakan pendekatan BTA pada Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu, Blitar. Analisa data dianalisis secara univariat dengan % (persentase) menghitung rata – rata dan proporsi dan ditampilkan dalam bentuk table dan grafik. Rumus : ∑ Semua Sampel BTA (+) X 100% ∑ Seluruh Sampel BTA (+/-) 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Prosentase penderita Tuberculosis Paru BTA positif dari tahun 2010 hingga 2014 disajikan dalam bentuk tabel1 Data prevalensi pasien Tuberculosis paru BTA positif tahun 2010 -2014 dan diagram 2 Prosentase prevalensi Tubercuculosis paru BTA positif tahun 2010 - 2014di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu, Blitar. NO Tabel 1 . Data Prevalensi pasien Tuberculosis 2010 -2014 di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu – Blitar JUMLAH PASIEN TAHUN PROSENTASE BTA (+) BTA (-) TOTAL 1 2010 11 42 53 21% 2 2011 14 53 67 21% 3 2012 18 42 60 30% 4 2013 20 22 42 47% 5 2014 26 28 54 48% 60% PROSENTASE 50% 40% 30% Prosentase 20% 10% 0% 2010 2011 2012 2013 2014 TAHUN Gambar 1 . Prosentase Prevalensi Tuberculosis 2010 -2014 Di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu – Blitar. Dari hasil penelitian didapatkan prosentase pemeriksaan pasien Tuberculosis Paru BTA positif pada tahun 2010 sebesar 21 %,kemudian pada tahun 2011 masih 21 %, meningkat 9 % pada tahun 2012 menjadi 30 %, kemudian meningkat kembali 17 % menjadi 47 % pada tahun 2013 dan terus meningkat kembali 1 % pada tahun 2014 menjadi 48 %. Dari penelitian diatas diketahui bahwa terdapat prevalensi Tuberculosis paru BTA positif dari tahun ke tahun terutama dimulai pada tahun 2010 hingga 2014 berawal dari 21 % menjadi 48 %. Peningkatan ditemukannya pasien Tuberculosis paru BTA positif kemungkinan disebabkan karena ada upaya dari pihak Dinkes kota Blitar dan juga Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu untuk melakukan penyadaran kepada masyrakat kota Blitar pada khususnya melalui berbagai program penyuluhan tentang penyakit Tuberculosis dan upaya penanggulangan serta pencegahan – pencegahannya. Sementara itu data yang diperoleh dari “World Health Statistics 2013” mengenai Prevalensi TB pada negara ASEAN. Tiga negara ASEAN yang memiliki angka prevalensi (jumlah kasus tuberkulosis pada suatu titik waktu tertentu) tertinggi per 41 100.000 penduduk, yaitu Kamboja dengan 817 per 100.000 penduduk, Laos dengan 540 per 100.000 penduduk dan Myanmar dengan 506 per 100.000.Singapura merupakan negara dengan prevalensi Tuberculosis terendah yaitu sebesar 46 per 100.000 penduduk. Sedangkan Indonesia berada di posisi keenam untuk prevalensi Tuberkulosis dengan 281 per 100.000 penduduk. Di antara 10 negara di ASEAN angka kematian akibat Tuberkulosis di Indonesia merupakan peringkat kelima (27 per 100.000 penduduk) sejalan dengan prevalensi tuberculosis (Kemenkes, 2012). Prosentase ditemukannya peningkatan kasus Tuberculosis paru BTA positif di Indonesia dari Tahun 2010 hingga 2014 yaitu pada tahun 2010 sebesar 73%, tahun 2011 meningkat 2% menjadi 75%, tahun 2012 meningkat kembali 5 % menjadi 80, terus meningkat pada tahun 2013 sebesar 5 % yaitu85% ,dan pada tahun 2014 terjadi pengkatan 5 % menjadi 90% (Strategi Nasional Pemerintah 2010 – 2014). Di tingkat nasional, Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu penyumbang jumlah penemuan penderita TB Paru terbanyak kedua di bawah Provinsi Jawa Barat. Angka penemuan kasus baru BTA Positif (Case Detection Rate) merupakan proporsi penemuan kasus TB BTA Positif dibanding dengan perkiraan kasus dalam persen. Pada tahun 2012, angka CDR sebesar 63.03% dengan jumlah kasus baru (positif dan negatif) sebanyak 41.472 penderita dan BTA Positif baru sebanyak 25.618 kasus. Kondisi tersebut masih jauh dari target CDR yang ditetapkan yaitu 70%. Jumlah kasus Tuberculosis tertinggi yang dilaporkan terdapat pada provinsi dengan jumlah penduduk tertinggi yaitu diseluruh Pulau Jawa dengan proporsi temuan kasus tertinggi pada jenis kelamin laki-laki sebesar 59,4%. Sedangkan bila dirinci lebih lanjut penyakit ini lebih banyak ditemukan pada kelompok usia produktif umur 25-34 tahun yaitu sebesar 21,72% diikuti kelompok umur 35-44 tahun sebesar 19,38% dan pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 19,26%. Beruntung kasus baru untuk BTA+ (mengidap TB), kelompok umur 0-14 tahun merupakan proporsi yang paling rendah. Hal ini membuat kita bertanya-tanya mengapa cenderung lebih banyak ditemukan Tuberculosispada kelompok usia produktif. Logikanya usia kelompok ini adalah kelompok yang seharusnya lebih mudah memahami mengenai bahaya, gejala dan pencegahanTuberculosis.(Profil Kesehatan Indonesia 2012, dalam Kemenkes RI). Selain itu problem TB di Jawa Timur bertambah dengan ditemukan kasusTB yang kebal Obat anti TB (Multiple Drug Resistant TB atau MDR TB).Pada tahun 2010 ada 55 pasien TB MDR yang diobati di 2 RS rujukan TBMDR, yaitu di RSU dr. Soetomo dan RSU dr. Saiful Anwar Malang.Diperkirakan setiap tahun ada 169 kasus TB MDR baru di Jawa Timur. Penyakit menular Tuberculosis (TB) masih berpotensi besar mewabah di Kota Blitar, utamanya daerah dengan kondisi lingkungan kumuh. Karena itu masyarakat harus bisa menjaga kondisi lingkungan sehat agar terhindar dari penularan penyakit mematikan itu. Didik Djoko Waskito, SKM, Kasi P2PL Dinas Kesehatan Kota Blitar mengatakan, penyakit TB muncul oleh bakteri yang ditularkan dari penderita TB melalui udara. Oleh karena itu kekebalan tubuh atau sistem imun manusia dan kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap penularan TB. Untuk itulah pihaknya menghimbau agar masyarakat yang memiliki gejala klinis TB seperti batuk-batuk yang berlangsung selama 2 minggu berturut-turut tidak kunjung sembuh, diminta segera memeriksakan diri ke puskesmas (Dinshub, Komunikasi dan Informatika Daerah Kota Blitar, 2014). Sementara itu, sesuai data dari 3 UPTD Puskesmas Kota Blitar tercatat penyebaran kasus TBC jumlahnya merata. Dimana jumlah terbesar penularan penyakit TB di Kota Blitar didapati pada akhir tahun 2012 lalu, yang mencapai 184 orang. Angka ini terus bertambah, karena diperkirakan masih ada penderita penyakit ini yang belum terdeteksi di wilayah Kota Blitar. Bahkan tidak jarang Dinkes mendapati penderita yang 42 sudah positif HIV menderita penyakit penyerta TBC yang semakin melemahkan daya tahan tubuhnya(Dinshub, Komunikasi dan Informatika Daerah Kota Blitar, 2014). Sesuai data dari Dinas Kesehatan Daerah Kota Blitar, tercatat pada tahun 2013 lalu, angka TB mencapai 89 penemuan kasus baru. Dimana proses pengobatannya dilakukan hingga tahun ini. Sementara itu angka penderita TB diprediksi bisa terus bertambah, karena diperkirakan masih ada penderita penyakit TB yang belum terdeteksi di wilayah Kota Blitar2014(Dinshub, Komunikasi dan Informatika Daerah Kota Blitar, 2014). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari penelitian diatas diketahui bahwa terdapat prevalensi Tuberculosis paru dari tahun ke tahun terutama dimulai pada tahun 2010 hingga 2014 berawal dari 21 % menjadi 48 %. Peningkatan ditemukannya pasien Tuberculosis paru BTA positif kemungkinan disebabkan karena ada upaya dari pihak Dinkes kota Blitar dan juga Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu untuk melakukan penyadaran kepada masyrakat kota Blitar pada khususnya melalui berbagai program penyuluhan tentang penyakit Tuberculosis dan upaya penanggulangan serta pencegahan – pencegahannya. Saran Perlu adanya tindak lanjut untuk dilakukan pendataan dan pencatatan secara lengkap tiap tahunnya sehingga dapat digunakan untuk mengetahui kepastian peningkatan atau penurunan jumlah pasien Tuberculosis paru BTA positif. DAFTAR PUSTAKA Pertiwi,R.N,M.Arie Wuryanto dan Dwi Sutiningsih,2012, Hubungan antara Karakteristik Individu, Praktek Hygiene dan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Tuberculosis di Kecamatan Semarang Utara dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol.1 No.2. : 435-445. Aditama W,Zulfikar dan Baning R, 2013, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberculosis Paru di Kabupaten dalamJurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol 7 No.6 : 243 -250. Anonim, 2012, Profil Rumah Sakit Katolik, Budi Rahayu Blitar,http://www.budirahayu.com diakses 01 Februari 2012. Depkes RI 2008 Jurnal Kesehatan Masyarakat 7 (1) (2011) 83 – 90. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2005 Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberculosis. KemenkesRI Jakarta 2009, Profil Kesehatan Indonesia 2010. Kemenkes RI Jakarta 2010, Strategi Pengendalian Tuberculosis, 2011. Kemenkes RI Jakarta 2011, Strategi Pengendalian Tuberculosis, 2012. Kemenkes RI Jakarta 2012, Strategi Pengendalian Tuberculosis, 2013. Kemenkes RI Jakarta 2013, Strategi Pengendalian Tuberculosis, 2014. Kemenkes RI 2011, Strategi Nasional Pengendalian TB Di Indonesia 2010 – 2014. Dinkes Jawa Timur 2011, Profil Kesehatan Jawa Timur 2012. Dishub Komunikasi dan Informatika, Dinkes Himbau Masyarakat Waspadai wabah penyakit TBC http://www.blitarkota.go.id,diakses 3 juni 2014. 43 Caminero, J.A. 2010. Multidrug-resistant Tuberculosis: Epidemiology, Risk Factors, and Case Finding. The International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, 14(4) 382–390. Firdiana P, Widya H.C. 2008. Hubungan antara Luas Ventilasi dan Pencahayaan Rumah dengan Terjadinya Tuberculosis Paru Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu. Kecamatan Tembalang Semarang Tahun 2007. Jurnak Kemas, 3(2):89-101. Faustini, A., et.al. 2006. Risk Factors For Multidrug Resistant Tuberculosis in Europe: A Systematic Review. Thorax an International Journal Of Respiratory Medicine,(61) 158-16. Balaji, V., Daley P., Azad, A.A., Sudarsanam, T., Michael, J., Sarojini, Sahni, Diana, R., George, C.P., Abraham, I., Thomas, K., Ganesh, A., John K R., & Mathai D. 2010. Risk Factors for MDR and XDR-TB in a Tertiary Referral Hospital in India. PLoS ONE,5(3). 44