BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dua parameter penting yang selalu menjadi fokus perhatian dalam kegiatan investasi adalah seberapa besar imbal hasil yang diharapkan (expected return) pada akhir periode yang diinginkan dan seberapa besar risiko keuangan (risk) yang mungkin terjadi pada masa periode tersebut. Risiko disini diartikan sebagai kemungkinan terjadinya perbedaan antara imbal hasil yang diharapkan dengan aktual imbal hasil yang terjadi akibat adanya faktor ketidakpastian. Pada investasi surat berharga (sekuritas), Ross, Westerfield, & Jaffe (2010:347-349) menjelaskan bahwa sumber risiko dapat dikatagorikan menjadi dua tipe yaitu risiko sistemik dan non-sistemik. Risiko sistemik adalah segala risiko yang mempengaruhi sejumlah besar asset yang muncul akibat ketidakpastian kondisi ekonomi secara umum, seperti tingkat GNP, suku bunga, dan tingkat inflasi. Sedangkan yang dimaksud dengan risiko non-sistemik adalah risiko yang secara khusus mempengaruhi aset tunggal atau sekelompok kecil aset akibat kebijakan internal perusahaan. Selanjutnya Ross, Westerfield, & Jaffe (2010:347-349) menjelaskan bahwa risiko non-sistemik dari aset tunggal dapat berkurang dengan menggabungkannya dengan aset tunggal yang lain dalam sebuah portofolio. Dengan kata lain risiko nonsistemik dapat berkurang dengan melakukan diversifikasi, sedangkan risiko sistemik tidak dapat diatasi dengan diversifikasi. Hal yang sama juga dijelaskan 1 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2 oleh McClure (2010) yang menyatakan bahwa risiko non-sistemik dapat dikurangi secara signifikan oleh diversifikasi sekuritas dalam portofolio. Menurut Markowitz (1999), diversifikasi investasi telah mapan dipraktekkan jauh sebelum dia menerbitkan makalahnya “Portfolio Selection” (1952) yang dianggap sebagai pondasi terbentuknya “Teori Portofolio Modern”. Apa yang kurang sebelum tahun 1952 yaitu teori investasi yang memadai untuk menutupi efek dari diversifikasi ketika dihubungkan dengan risiko, perbedaan portofolio yang efisien dan tidak efisien, dan analisis trade-off berkenaan dengan risiko dan imbal hasil pada portofolio secara keseluruhan. Markowitz (1952) memperkenalkan satu set kombinasi mean-varian (MV) yang dikenal dengan istilah “efficient frontier” untuk membedakan antara portofolio yang efisien dan tidak efisien. Means, variance, dan covariance diestimasi dengan menggunkan gabungan analisa statistika dan keputusan analis skuritas. Hasil estimasi ini mengahasilkan satu set kombinasi mean-variance yang efisien untuk dijadikan pilihan bagi investor terhadap risiko dan imbal hasil yang diinginkan. Selanjutnya kerangka (framework) Markowitz (1952) diperbaiki untuk menutupi beberapa kelemahan (termasuk kelemahan tehnis) menjadi Markowitz (1956), ahirnya lebih disempurnakan lagi dan disajikan dalam bentuk yang lebih komprehensif berupa buku “Portfolio Selection: Efficient Diversification” pada tahun 1959 (Markowitz, 1999). Pada perkembangan selanjutnya, sebagian besar teori portofolio modern memperluas penggunaan analisis mean-variance (MV) terhadap imbal hasil asset. Bahkan pada pengenalan standard buku-buku keuangan, sebagian besar http://digilib.mercubuana.ac.id/ 3 menggunakan statistic MV untuk menyimpulkan kinerja aset seperti nilai rata-rata untuk menyimpulkan imbal hasil asset, variance tunggal untuk menyimpulkan risiko, dan covariance untuk menyimpulkan risiko portofolio secara keseluruhan. Pengukuran-pengukuran ini di aplikasikan terhadap deret sebuah fungsi periode dari imbal hasil asset tunggal, yang biasanya berupa sebuah saham atau indeks atau kombinasi sekuritas yang bersesuaian (Dyer, MacKinnon and Elder, 2014). Meskipun kerangka teori Markowitz terdengar sangat menggema, akan tetapi dalam praktek, beberapa perangkap dapat mempersulit untuk mencapai keberhasilan yang diinginkan. Misalnya, Michaud (1989) dalam Menchero, Wang, and Orr (2012) berpendapat bahwa “optimizers” untuk mendapatkan imbal hasil maksimum pada tingkat risiko yang diinginkan pada dasarnya adalah “error maximizers.” Masalah mendasar adalah bahwa optimizers mengolah sampling data seolah-olah jumlahnya sudah tepat, padahal dalam kenyataannya, estimasi hanya dapat diperkirakan dengan error. Oleh karena itu, optimizers cenderung menempatkan estimasi error yang besar pada imbal hasil yang diharapkan, serta sering menyebabkan kinerja out-of-sampel yang tidak sesuai dengan perhitungan (Menchero, Wang, and Orr, 2012). Model portofolio Markowitz memang bisa membantu investor untuk menghitung return yang diharapkan dan risiko portofolio, tetapi model tersebut memerlukan perhitungan dengan menggunakan kovarians yang terlalu kompleks terutama jika investor dihadapkan pada jumlah sekuritas yang banyak. Sharpe (1963) mengembangkan model portofolio Markowitz menjadi model indeks tunggal. Model ini mengkaitkan perhitungan return setiap aset pada http://digilib.mercubuana.ac.id/ 4 return indeks pasar. Salah satu konsep penting dalam model ini adalah terminologi “beta” yang merupakan ukuran kepekaan return sekuritas terhadap return pasar. Pada model indeks tunggal, risiko disederhanakan ke dalam dua komponen, yaitu risiko pasar dan risiko keunikan perusahaan. Penyederhanaan dalam model indeks tunggal bisa menyederhanakan perhitungan risiko portofolio Markowitz yang sangat kompleks menjadi perhitungan sederhana dengan memasukkan faktor sisa dari investasi asset yang tidak berkorelasi sempurna. Beberapa penelitian yang menggunakan model indeks tunggal sebagai dasar pembentukan portofolio optimal antara lain dilakukan oleh Wardani (2012) yang mengamati 15 saham teraktif di JII pada periode pengamatan Oktober 2008 sampai Maret 2009, menggunakan horison waktu pembentukan portofolio per 3 bulan, menyatakan bahwa tidak ada portofolio optimal yang terbentuk pada periode tersebut. Penelitian yang menggunakan model indeks tunggal juga dilakukan oleh Taufik (2010) yang melakukan periode pengamatan Januari-Desember 2009, dengan horison waktu pembentukan portofolio per 2 bulan, menyatakan bahwa kinerja portofolio optimal berdasarkan model indeks tunggal tumbuh 91% untuk LQ45, 126% untuk JII, dan 110% untuk B27, yang ketiganya lebih tinggi diatas imbal hasil pasar sebesar 78%. Dari kedua penelitian Wardani (2012) dan Taufik (2010) terdapat perbedaan argumentasi tentang portofolio optimal yang terbentuk, dimana keduanya menggunkan horison waktu pembentukkan portofolio optimal yang berbeda. Hal ini mengisyaratkan perlu adanya penelitian lebih lanjut dalam pembentukkan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 5 portofolio optimal dengan menggunakan kombinasi horison waktu secara bersamaan, serta menggunakan periode pengamatan yang lebih panjang. Berdasarkan argumentasi serta saran dari penelitian terdahulu, maka dilakukan penelitian ulang dengan lebih memfokuskan pada perbandingan kinerja portofolio optimal yang terbentuk selama horison waktu pembentukan 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan. Yang dimaksud dengan portofolio optimal disini adalah portofolio saham yang memberikan imbal hasil tertinggi pada tingkat risiko yang dapat diterima berbasis perhitungan mean-variance dengan menggunakan “Model Indeks Tunggal.” Sedangkan objek pengamatan hanya memfokuskan pada sahamsaham emiten yang terdaftar dalam LQ45 Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 5 tahun, yaitu Febuari 2010 - Januari 2015. LQ45 merupakan kelompok saham yang paling liquid dengan jumlah transaksi (kapitalisasi pasar) terbesar di BEI saat ini, sehingga dipilihnya LQ45 sebagai object pengamatan diharapkan dapat memberikan input perubahan harga saham harian yang lebih berfluktuasi dikaitkan dengan faktor risiko (variability). Sedangkan dipilihnya periode pengamatan selama 5 tahun diharapkan dapat mewakili semua kejadian yang berhubungan dengan gejolak pasar (faktor sistemik) akibat kebijakan pemerintah yang berdampak pada ekonomi makro. 1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1.2.1. Identifikasi Masalah Berdasarkan judul dan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka penulis dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut: http://digilib.mercubuana.ac.id/ 6 1) Saham-saham yang tergabung dalam LQ45 adalah kumpulan 45 saham yang mempunyai liquiditas paling tinggi yang di perdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). LQ45 di pantau dan dikaji ulang setiap 6 bulan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan. Beberapa saham emiten pada periode tertentu akan dikeluarkan dari daftar LQ45 dan digantikan dengan saham emiten yang baru. Dari daftar yang dikeluarkan oleh BEI, setiap periode penilaian, rata-rata ada 5 saham emiten perusahaan yang keluar dan masuk dalam daftar LQ45 pada periode Febuari 2010 – Januari 2015. Hal ini menunjukkan adanya fluktuasi kapitalisasi pasar, volume dan frekuensi transaksi pasar, serta asusmsi prospek pertumbuhan perusahaan yang sangat dinamis yang terjadi di BEI. Dengan demikian, dinamika pasar yang tentunya akan mempengaruhi harga dan indeks saham baik secara individu maupun secara gabungan ini, mengharuskan para investor untuk selalu jeli dalam pemilihan saham-saham emiten yang akan dimasukkan ke dalam keranjang portofolionya, agar mendapatkan imbal hasil yang optimal, yang sesuai dengan ekspektasi. 2) Dari beberapa penelitian sebelumnya, diketahaui bahwa lamanya horison waktu yang digunakan untuk pembentukan portofolio optimal yang berbeda akan menghasilkan kesimpulan portofolio optimal yang berbeda. Sebagai contoh Wardani (2012) yang mengamati 15 saham teraktif di JII pada periode pengamatan Oktober 2008 sampai Maret 2009, menggunakan horison waktu pembentukan portofolio per 3 bulan, menyatakan bahwa tidak ada portofolio optimal yang terbentuk pada periode tersebut. Sementara Taufik (2010) yang melakukan periode pengamatan Januari-Desember 2009, dengan horison http://digilib.mercubuana.ac.id/ 7 waktu pembentukan portofolio per 2 bulan, menyatakan bahwa ada pertumbuhan portofolio optimal sebesar 126% pada perusahan yang tergabung dalam JII. Padahal kedua penelitian ini menggunakan dasar pembentukan portofolio optimal yang sama yaitu model indeks tunggal, serta terdapat irisan periode pengamatan yang sama yaitu Januari-Maret 2009. 3) Jumlah sampling historis data periodic return yang dijadikan masukkan dalam perhitungan statistika mean-variance (MV) akan mempengaruhi keakuratan estimasi volatilitas (Dyer, MacKinnon and Elder, 2014). Dengan demikian pemilihan metode pengolahan dan perhitungan historis data imbal hasil (data harian, data mingguan, atau data bulanan) untuk mendapatkan expected return dan estimasi risk harus disesuaikan dengan lamanya horison waktu pembentukan portofolio optimal pada periode pengamatan tersebut. 1.2.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya yang dikaitkan dengan pembentukan portofolio optimal pada saham emiten LQ45 untuk periode Febuari 2010 sampai Januari 2015, maka yang menjadi kajian dan pengamatan dalam penelitian ini adalah : 1) Saham-saham emiten LQ45 yang manakah yang memiliki frekuensi relatif lebih tinggi yang dapat membentuk portofolio optimal untuk horison waktu pembentukan 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan? 2) Apakah ada perbedaan kinerja yang signifikan antara portofolio optimal pada horison waktu investasi 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan? http://digilib.mercubuana.ac.id/ 8 1.2.3. Batasan Masalah Untuk menghindari bias permasalahan, pada peneltian ini menggunakan batasan masalah sebagai berikut: 1) Pengamatan dan pengambilan sampel hanya dilakukan pada saham-saham emiten yang masuk dalam daftar LQ45 Bursa Efek Indonesia pada periode Februari 2010 – Januari 2015 (5 tahun), tanpa memandang kontinuitas saham tersebut dalam daftar LQ45 pada periode pengamatan. 2) Pembentukan portofolio optimal yang digunakan dalam penelitian ini berbasis perhitungan mean-variance dengan menggunkan “Model Indeks Tunggal” yang dikembangkan oleh Sharpe (1963). 3) Kinerja portofolio akan diukur dengan menggunakan Indeks Sharpe dan Indeks Treynor. 4) Horison waktu yang dipakai dalam pembentukan dan pengamatan kinerja portofolio otimum yaitu 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan. 5) Data historis imbal hasil yang dijadikan masukkan dalam perhitungan estimasi expeted return dan risk adalah data historis imbal hasil harian. 1.4. Maksud dan Tujuan Penelitian Peneletian ini dimaksudkan untuk melakukan pengamatan terhadap kinerja portofolio dari hasil pembentukan komposisi portofolio optimal, yaitu portofolio saham yang memberikan imbal hasil tertinggi pada tingkat risiko yang dapat diterima pada saham-saham emiten yang terdaftar dalam LQ45 Bursa Efek Indonesia selama periode Febuari 2010 - Januari 2015. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 9 Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1) Mengetahui saham-saham emiten LQ45 yang manakah yang memiliki frekuensi relatif lebih tinggi yang dapat membentuk portofolio optimal untuk horison waktu pembentukan 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan. 2) Mengetahui apakah ada perbedaan kinerja yang signifikan antara portofolio optimal pada horison waktu investasi 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan. 1.4. Manfaat dan Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para investor yang akan melakukan investasi berupa saham di pasar modal, serta bermanfaat bagi dunia akademis untuk dijadikan sebagai referensi. Diharapkan penelitian ini juga dapat berguna untuk : 1) Memberikan masukkan pada investor yang ingin melakukan investasi pada saham, sehingga para investor dapat melakukan pemilihan saham emiten yang tepat pada pasar modal, yang dapat menghasilkan imbal hasil yang optimal sesuai dengan risiko yang dapat diterima oleh investor. 2) Memberikan sumbangan referensi bagi peneliti selanjutnya untuk kasus yang berkaitan dengan pembentukan portofolio optimal, khususnya menggunakan mean-variance data historis imbal hasil sebagai basis. http://digilib.mercubuana.ac.id/ yang