1 abstrak pengaruh pemilikan manajerial, pemilikan institusional

advertisement
1
ABSTRAK
PENGARUH PEMILIKAN MANAJERIAL, PEMILIKAN
INSTITUSIONAL, DAN KEBIJAKAN HUTANG TERHADAP NILAI
PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG
TERDAFTAR DI BEI
Oleh
Nama
NPM
Telp
Pembimbing 1
Pembimbing 2
:EYES OKTARIANI
: 0641031039
: 085279529895
: Kiagus Andi, S.E., M.Si., Akt
: Retno Yuni Nur S, S.E., M.Sc., Akt
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemilikan manajerial,
pemilikan institusional, dan kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
Penelitian ini difokuskan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia untuk periode 2007-2011 dengan menggunakan metode purposive
judgement sampling sehingga diperoleh 20 perusahaan.metoda yang digunakan
adalah metoda regresi linier berganda.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemilikan institusional dan kebijakan
hutang tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan, hanya variabel pemilikan
manajerial yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Kata kunci: PBV, MOWN, INST, DAR, Perusahaan Manufaktur
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisi sebagai nilai pasar karena nilai
perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum
apabila harga saham perusahaan meningkat (Hasnawati, 2005a dan 2005b) dalam
(Lihan dan Bandi, 2010). Saham merupakan salah satu surat berharga yang
diperdagangkan di bursa efek adalah suatu sertifikat tanda bukti pemilikan atas
perusahaan (Husnan, 1998) dalam (Reza, 2005). Nilai perusahaan menggunakan
tolak ukur nilai pasar suatu saham. Nilai pasar atau sering disebut kurs adalah
harga yang terjadi dari proses tawar menawar di pasar saham (Christiawan dan
Tarigan, 2007). Nilai ini hanya bisa ditentukan jika saham perusahaan dijual di
pasar saham. Semakin tinggi harga saham semakin tinggi pula nilai perusahaan.
Nilai saham yang tinggi menjadi harapan para pemegang saham, sebab dengan
nilai saham yang tinggi menggambarkan keuntungan yang tinggi bagi pemegang
saham. Dalam proses memaksimalkan nilai perusahaan akan muncul konflik
kepentingan antara manajer dan pemegang saham (pemilik perusahaan) yang
sering disebut agency problem.
Pemilikan saham manajemen adalah proporsi saham biasa yang dimiliki oleh
para manajemen (Suranta dan Midiastuty, 2003). Dengan meningkatkan
pemilikan saham oleh manajemen akan mensejajarkan kedudukan manajer
dengan pemegang saham, diharapkan manajer akan bertindak sesuai dengan
kepentingan pemegang saham sehingga manajemen akan termotivasi untuk
3
meningkatkan kinerja dan nantinya dapat meningkatkan nilai perusahaan. Adanya
pemilikan manajemen akan menimbulkan suatu pengawasan terhadap kebijakankebijakan yang akan diambil oleh manajemen perusahaan.
Struktur pemilikan lain yaitu pemilikan institusional. Pemilikan institusional
adalah proporsi pemilikan saham pada akhir tahun yang dimiliki oleh lembaga,
seperti asuransi, bank atau institusi lain (Tarjo, 2008). Pemilikan institusional
memiliki arti penting dalam memonitor manajemen. Adanya pemilikan oleh
institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal.
Semakin tinggi pemilikan institusional maka akan mengurangi perilaku
opportunistis manajer yang dapat mengurangi agency cost yang diharapkan akan
meningkatkan nilai perusahaan (Wahyudi dan Pawestri, 2006).
Keputusan untuk memilih sumber pendanaan merupakan keputusan bidang
keuangan yang penting bagi perusahaan, yang dalam hal ini satu keputusan
keuangan yang diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan lainnya dan
berdampak pada nilai perusahaan (Lihan dan Bandi, 2010). Kebijakan hutang
salah satu sumber pembiayaan eksternal yang digunakan oleh perusahaan untuk
membiayai kebutuhan dananya ( Hermuningsih dan Wardani, 2009)
Dalam penelitian ini juga ditambahkan variabel independen lainya yaitu
pemilikan manajerial dan pemilikan institusional. Pemilikan manajerial dan
pemilikan institusional dalam penelitian ini dijadikan sebagai variabel
independen yang langsung mempengaruhi nilai perusahaan karena konflik
keagenan antara agen dan prinsipal yang terjadi dalam suatu perusahaan dapat
diminimumkan dengan suatu mekanisme yaitu dengan adanya saham oleh
4
manajemen dan institusional yang diharapkan dapat meningkatkan nilai
perusahaan. Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini berjudul
“ Pengaruh Pemilikan Manajerial, Pemilikan Institusional, dan Kebijakan
Hutang terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur di BEI.”
1.2 Permasalahan
1. Apakah pemilikan manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan?
2. Apakah pemilikan institusional berpengaruh terhadap nilai perusahaan?
3. Apakah kebijakan hutang berpengaruh terhadap nilai perusahaan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti secara empiris
terhadap:
1.
Menguji secara empiris pengaruh pemilikan manajerial terhadap nilai
perusahan
2.
Menguji secara empiris pengaruh pemilikan institusional terhadap nilai
perusahaan
3.
Menguji secara empiris pengaruh kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan
1.3.2 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Manfaat Akademisi
5
Memberikan informasi yang berkaitan dengan pemilikan manajerial,
pemilikan institusional, kebijakan hutang serta nilai perusahaan yang dapat
digunakan untuk penelitian para akademisi dibidang akuntansi di masa yang
akan datang
2. Manfaat Praktisi
Bagi perusahaan manufaktur sebagai masukan dan pertimbangan
untukmengambil keputusan pendanaan perusahaan, menberikan masukan
bagi para investor dalam pembuatan keputusan investasi.
3. Manfaat regulator
Bagi regulator terkait penelitian ini diharapkan membantu untuk
mengembangkan, mengubah, menjelaskan standar yang berlaku guna
mencapai pasar modal yang efisien dan perlunya informasi yang diungkap
dalam laporan tahunan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan dalam konsep nilai intrinsik ini bukan sekedar harga dari
sekumpulan nilai aset, melainkan nilai perusahaan sebagai entitas bisnis yang
memiliki kemampuan menghasilkan keuntungan dikemudian hari. Namun
memperkirakan nilai dari konsep ini sangat sulit, karena untuk menentukannya
dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi variabel-variabel signifikan yang
menentukan keuntungan suatu perusahaan. Variabel itu berbeda dari satu
perusahaan ke perusahaan yang lain. Selain itu, penentuan nilai intrinsik juga
memerlukan kemampuan memprediksi arah kecenderungan yang akan terjadi di
6
kemudian hari. Nilai perusahaan dalam konsep nilai intrinsik mengacu pada
perkiraan nilai riil suatu perusahaan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, banyak konsep yang dapat digunakan sebagai
ukuran nilai perusahaan. Christiawan dan Tarigan (2007) mengemukakan bahwa
konsep yang paling representatif untuk menentukan nilai suatu perusahaan adalah
konsep intrinsik. Weston & Copeland (1992) dalam (Reza, 2005) menyatakan
bahwa ukuran yang paling tepat digunakan dalam mengukur nilai perusahaan
adalah rasio penilaian (valuation). Berdasarkan alasan kemudahan data dan
penilaian yang moderat maka dalam penelitian ini menggunakan konsep nilai
pasar. Nilai pasar ini berupa market value ratio yang menunjukkan hubungan
antara harga pasar saham perusahaan dengan nilai buku perusahaan yaitu price to
book value.
Jadi nilai perusahaan dapat didefinisi dari nilai harga sahamnya, yang berarti
semakin tinggi harga saham, semakin tinggi pula nilai perusahaan. Nilai
perusahaan yang tinggi mengindikasi kemakmuran pemegang saham, yang
berarti tujuan utama perusahaan didirikan yaitu untuk memakmurkan pemilik
(pemegang saham).
2.2 Teori Agensi
Teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul
ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agen) untuk
memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan
keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976). Sedangkan
Hendriksen dan Michael (2000) menyatakan agen menutup kontrak untuk
7
melakukan tugas-tugas tertentu bagi prinsipal dan prinsipal menutup kontrak
untuk memberi imbalan kepada agen. Analoginya seperti antara pemilik
perusahaan dan manajemen perusahaan.
Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengurangi masalah keagenan
(agency conflict) tersebut dikenal sebagai biaya keagenan yang meliputi
pengeluaran monitoring, bonding dan residual loss (Zulhawati, 2004) dalam
(Reza, 2005). Brigham dan Daves dalam Mega (2010) mendefinisi biaya
keagenan sebagai biaya yang ditanggung oleh pemegang saham untuk
mendorong manajer agar memaksimalkan harga saham jangka panjang daripada
bertindak sesuai kepentingan mereka sendiri.
Menurut Atmaja (2002) dalam Mega (2010) terdapat beberapa alternatif yang
dapat digunakan untuk mengurangi biaya keagenan, antara lain:
1. Mensejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang saham dengan
mengikutsertakan manajer untuk memiliki saham perusahaan tersebut (insider
ownership).
2. Meningkatkan dividend payout ratio
3. Meningkatkan pendanaan dari hutang
4. Meningkatkan kepemilikan institusional
2. 3 Pemilikan Manajerial
Jensen dan Meckling (1976) beragumentasi bahwa konflik keagenan terjadi
karena adanya pemisahan pemilikan dan pengelolaan. Dalam penelitian ini yang
menjadi sorotan utama adalah konflik antara pemegang saham dan pihak
manajemen. Konflik yang terjadi antara pemegang saham dan pihak manajemen
8
tersebut diatas tentu akan berbeda jika dalam struktur pemilikan saham terdapat
pemilikan manajerial.
Pemilikan manajerial adalah pemilikan saham perusahaan oleh manajer atau
dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham
(Christiawan dan Tarigan, 2007).
Pemilikan saham manajerial akan membantu penyatuan kepentingan antara
manajer dengan pemegang saham. Pemilikan manajerial akan mensejajarkan
kepentingan manajemen dengan pemegang saham, sehingga manajer ikut
merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula
menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang
salah. Sehingga permasalahan keagenan diasumsikan akan hilang apabila seorang
manajer adalah juga sekaligus sebagai seorang pemilik. Argumen tersebut
mengindikasikan mengenai pentingnya pemilikan manajerial dalam struktur
pemilikan perusahaan.
2.4 Pemilikan Insitusional
Pemilikan institusional adalah pemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh
institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan
pemilikan institusi lain (Tarjo, 2008). Pemilikan institusional memiliki arti
penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya pemilikan oleh
institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal.
Monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang
saham, pengaruh pemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui
investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Tingkat pemilikan
9
institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar
oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku
opportunistis manajer.
Penelitian Smith (1996) dalam (Suranta dan Midiastuty, 2004) menunjukkan
bahwa aktivitas pemonitoran institusi mampu mengubah struktur pengelolaan
perusahaan dan mampu meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Hal ini
didukung oleh Cruthley et al dalam (Suranta dan Midiastuty, 2004) yang
menemukan bahwa monitoring yang dilakukan institusi mampu mensubstutisi
biaya keagenan lain sehingga biaya keagenan menurun dan nilai perusahaan
meningkat.
2.5 Kebijakan Hutang
Kebijakan hutang termasuk kebijakan pendanaan perusahaan yang bersumber
dari eksternal. Penentuan kebijakan hutang ini berkaitan dengan struktur modal
karena hutang merupakan salah satu komposisi dalam struktur modal. Perusahaan
dinilai berisiko apabila memiliki porsi hutang yang besar dalam struktur modal,
namun sebaliknya apabila perusahaan mengunakan hutang yang kecil atau tidak
sama sekali maka perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan tambahan modal
eksternal yang dapat meningkatkan operasional perusahaan (Mamduh, 2004)
dalam (Mega, 2010).
Perusahaan yang semakin banyak menggunakan hutang maka akan meningkatkan
beban bunga dan pokok pinjaman yang harus dibayar. Hal ini memperbesar
kemungkinan perusahaan menghadapi default, yaitu tidak dapat memenuhi
kewajiban pembayaran hutang pada waktunya akibat kewajiban yang semakin
10
besar. Dari sudut pasar pemegang hutang jangka panjang, risiko hutang lebih
kecil dibanding saham biasa atau saham preferen. Meskipun begitu, hutang
dianggap memiliki keunggulan terbatas dipandang dari segi laba, dan dianggap
lemah dipandang dari segi pengendalian.
2.6 Pengembangan Hipotesis dan Tinjauan Penelitian Terdahulu
1. Pemilikan Manajerial terhadap Nilai Perusahaan
Penelitian mengenai hubungan pemilikan manajerial dengan nilai perusahaan
telah banyak dilakukan oleh peneliti. Namun para peneliti menemukan hasil yang
berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Jensen dan Meckling (1976)
menemukan bahwa semakin besar pemilikan saham oleh manajemen maka
kecenderungan manajemen untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya
berkurang, sehingga mengakibatkan kenaikan nilai perusahaan. Berbeda dengan
penelitian Sujoko dan Soebiantoro (2007) yang menemukan bahwa pemilikan
manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Sementara
penelitian Reza (2005) menemukan hubungan yang signifikan dan positif antara
pemilikan manajerial dengan nilai perusahaan. Oleh sebab itu, hipotesis dari
penelitian ini adalah:
H1 : Pemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
2. Pemilikan Institusional terhadap Nilai Perusahaan
Pemilikan institusional umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang memonitor
perusahaan. Semakin besar pemilikan institusional maka semakin efisien
pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan juga dapat bertindak sebagai
11
pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan oleh manajemen (Reza, 2005).
Menurut Xu and Wang, et al. dan Bjuggren, et al. dalam (Tarjo, 2008), bahwa
pemilikan institusional berpengaruh secara positif terhadap nilai perusahaan dan
kinerja perusahaan. Hal ini berarti menunjukkan bahwa pemilikan institusional
menjadi mekanisme yang handal sehingga mampu memotivasi manajer dalam
meningkatkan kinerjanya yang pada akhirnya dapat meningkatkan nilai
perusahaan.
Dengan demikian, hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H2 : Pemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
3
Kebijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan
Penambahan hutang akan meningkatkan tingkat risiko atas arus pendapatan
perusahaan, yang mana pendapatan dipengaruhi faktor eksternal sedangkan
hutang menimbulkan beban tetap tanpa memperdulikan besarnya pendapatan.
Semakin besar hutang, semakin besar pula kemungkinan terjadinya perusahaan
tidak mampu membayar kewajiban tetap berupa bunga dan pokoknya.
Risiko kebangkrutan akan semakin tinggi karena bunga akan meningkat lebih
tinggi daripada penghematan pajak.
Penelitian yang dilakukan oleh Sujoko dan Soebiantoro (2007) memberikan hasil
dimana kebijakan hutang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai
perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut :
H3 : Kebijakan hutang berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan.
12
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data
laporan tahunan perusahaan periode tahun 2007-2011. Data penelitian ini
meliputi data perusahaan manufaktur go publik yang mencakup periode 20072011 yang dipandang cukup mewakili kondisi-kondisi perusahaan di Indonesia.
3.2 Metoda Pengumpulan Data
Metoda pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan
melakukan studi dokumentasi yang dilakukan dengan mengumpulkan data
sekunder dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan website
www.idx.co.id
3.3 Populasi dan Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI (Bursa Efek Indonesia) untuk tahun 2007-2011. Sedangkan pemilihan
sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan
tujuan mendapatkan sampel yang representative sesuai dengan kriteria yang
ditentukan.
Adapun kriteria sampel yang akan digunakan adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar berturut-turut dan aktif diperdagangkan
di BEI selama perioda 2007-2011.
13
2. Menerbitkan laporan tahunan lengkap terkait dengan variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian yaitu yang memiliki pemilikan manajerial dan
pemilikan institusional secara berturut-turut selama tahun 2007-2011.
Berdasarkan kriteria sampel, maka jumlah sampel pada penelitian ini dapat
dilihat pada table dibawah ini:
Tabel 3.3 Sampel Penelitian
Kriteria
Jumlah sampel
Jumlah populasi
101
Perusahaan manufaktur yang tidak
60
terdaftar berturut-turut dan tidak aktif
diperdagangkan di BEI selama perioda
2007-2011.
Menerbitkan laporan tahunan tidak
21
lengkap secara berturut-turut selama
tahun 2007-2011.
Jumlah Sampel
20
Berdasarkan kriteria sampel, maka dalam penelitian ini sampel yang memenuhi
syarat adalah sebanyak 20 perusahaan dengan perioda dari tahun 2007 sampai
dengan tahun 2011
3.4 Model Penelitian
Pemilikan manajerial
(X1)
C.
H1
Nilai Perusahaan
(Y)
14
D.
H2
Pemilkan Institusional
(X2)
E.
H3
Kebijakan Hutang
(X3)
Gambar 1. Model Penelitian
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.5.1 Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan. Nilai perusahaan
adalah nilai suatu perusahaan yang dilihat dari harga sahamnya (Lihan dan Bandi,
2010). Nilai perusahaan diproksikan dengan Price to Book Value (PBV). Husnan
(1994) dan Sudarma (2003) menjabarkan rumus untuk menghitung PBV sebagai
berikut:
PBV = Harga pasar saham perusahaan
Nilai buku perusahaan
3.5.2 Variabel Independen
Variabel independen tersebut adalah: `
1. Pemilikan Manajerial
Pemilikan manajerial adalah pemilikan saham perusahaan oleh manajer atau
dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham
(Christiawan dan Tarigan, 2007). Pemilikan manajerial yang diberi simbol
MOWN dapat dihitung dengan menggunakan rumus: (Daljono, 2000)
MOWN = Jumlah pemilikan saham manajerial X 100
Jumlah saham yang beredar
2. Pemilikan Institusional
15
Pemilikan institusional adalah saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau
lembaga seperti perusahaan asuransi, dana pensiun, atau perusahaan lain (Tarjo,
2008). Pemilikan institusional diukur sesuai persentase pemilikan saham oleh
institutsi perusahaan (Tendi Haruman, 2008). Pemilikan manajerial yang diberi
simbol INST dihitung dengan menggunakan rumus : (Jensen dan Meeckling,
1978 dalam Daljono, 2000)
INST = Jumlah pemilikan saham institusional X 100
Jumlah Saham yang beredar
2. Kebijakan Hutang
Variabel kebijakan hutang yang salah satunya diproksi dengan membagi total
hutang dengan total aktiva yang menunjukkan seberapa besar aktiva yang
dibiayai dengan hutang perusahaan (Reza, 2005). Leverage ratio (debt to total
asset/ DTA) dapat dirumuskan seperti di bawah ini:
DAR= Total Hutang
Total Aset
Sumber : (Bhaduri, Saumitra, 2002) / ICMD (2007 dan 2008)
3.6 Metoda Analisis Data
3.6.1
Uji Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan profil data sampel yang
meliputi antara lain rata-rata (mean), median, maksimum, minimum, dan deviasi
standar. Data yang diteliti dikelompokkan menjadi empat yaitu Pemilikan
Manajemen, Pemilikan Institusional, kebijakan hutang, dan Nilai Perusahaan.
16
3.6.2 Pengujian Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Pengujian normalitas dalam penelitian ini dengan menggunakan:
1. Analisis Statistik Non Parametrik 1- Sampel Kolmogorov-Smirnov (K-S)
Dalam uji statistik Non Parametrik 1- Sampel Kolmogorov-Smirnov variabelvariabel yang mempunyai asymp. Sig (2-tailed) di bawah tingkat signifikan
sebesar 0,05 maka diartikan bahwa variabel-variabel tersebut memiliki distribusi
tidak normal dan sebaliknya (Ghozali, 2009).
2. Analisis grafik histogram
Dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi
dengan distribusi yang mendekati distribusi normal.
2. Uji Multikolonieritas
Uji multikolinieritas digunakan bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antara variabel-variabel independen. Model regresi
yang baik tentu sebaiknya tidak terjadi korelasi diantara variabel-variabel ini
tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel bebas yang dinilai korelasi
antara sesama variabel bebas sama dengan nol. Uji multikolinieritas dilakukan
untuk melihat adanya keterkaitan antar variabel independen. Ada atau tidaknya
kolinieritas dalam penelitian ini akan dilihat dari Variance Inflation Factor
Multikolinieritas (VIF). Batas nilai VIF yang diperkenankan adalah maksimum
10 dan minimum 0 (Ghozali, 2009).
3. Uji Autokorelasi
17
Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah model regresi linear ada korelasi
antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan pengganggu
pada peroida t-1 (sebelumnya) (Ghozali, 2009). Jika terjadi korelasi, maka
dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang
berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul
karena residual tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Uji
autokorelasi dapat dilakukan dengan cara uji Durbin-Watson (DW test).
4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lainnya. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap
maka disebut homokedastisitas sedangkan jika berbeda disebut dengan
heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau
tidak terjadi heterokedastisitas. Kebanyakan data cross section mengandung
situasi heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili
berbagai ukuran (Ghozali, 2009). Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas yaitu Melihat grafik plot antara variabel terikat dengan
residualnya. Dasar analisinya adalah:
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik yang ada membentuk pola tertentu yang
teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan
telah terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
18
3.7 Uji Hipotesis
3.7.1 Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh antar
variabel independen terhadap variabel dependen. Pengujian
statistik yang dilakukan adalah:
1. Uji Statistik F (uji kelayakan model)
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi Nilai Perusahaan. Pengujian hipotesis ini dilakukan pada tingkat
keyakinan 95% dan tingkat kesalahan analisis 5%.
2.
Uji t
Uji t digunakan untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh variable independen
terhadap variabel dependen secara parsial. Pengambilan keputusan dilakukan
berdasarkan perbandingan nilai t hitung masing-masing koefisien t regresi dengan
t tabel sesuai dengan tingkat signifikansi yang digunakan. Jika t hitung koefisien
regresi lebih kecil dari t tabel, maka variabel independen secara individu tersebut
tidak berpengaruh terhadap variabel dependen, artinya hipotesis ditolak.
Sebaliknya jika t hitung lebih besar dari t tabel, maka variabel independen secara
individu berpengaruh terhadap variabel dependen, artinya hipotesis diterima.
BAB IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Deskripsi Objek Penelitian
19
Penelitian ini menggunakan data sekunder. Populasi dalam penelitian ini adalah
perusahaan manufaktur yang terdaftar dan aktif diperdagangkan di Bursa Efek
Indonesia (BEI) perioda 2007-2011. Perusahaan tersebut juga menerbitkan
laporan keuangan tahunan (annual report). Kriteria secara khusus adalah
memiliki data mengenai pemilikan manajerial, dan pemilikan institusional.
Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling, diperoleh sampel
sebanyak 20 perusahaan.
4.2 Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
4.2.1 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan informasi
mengenai variabel-variabel penelitian seperti pemilikan manajerial, pemilikan
institusional, kebijakan hutang, dan nilai perusahaan. Statistik deskriptif untuk
variabel-variabel penelitian tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
MOWN
100
.01
.97
.3482
.29929
INST
100
70.05
88.87
78.1277
5.56160
DAR
100
.04
1.97
.7712
.64515
PBV
100
.25
11.41
1.5087
1.27773
Valid N (listwise)
100
Sumber: Lampiran
Tabel diatas menggambarkan deskripsi variabel-variabel secara statistik dalam
penelitian ini. Minimum adalah nilai terkecil dari suatu rangkaian pengamatan,
maksimum adalah nilai terbesar dari suatu rangkaian pengamatan, mean (ratarata) adalah hasil penjumlahan nilai seluruh data dibagi dengan banyaknya data,
sementara deviasi standar adalah akar dari jumlah kuadrat dari selisih nilai data
20
dengan rata-rata dibagi dengan banyaknya data. Tabel 4.2 menunjukkan
deskriptif variabel penelitian dengan jumlah data setiap variabel yang valid
sebanyak 100 adalah sebagai berikut:
a.
Berdasarkan data yang diperoleh, nilai perusahaan yang diteliti memiliki
rata-rata 1,5087, yang menunjukan bahwa setiap satu nilai buku perusahaan di
hargai oleh pasar sebesar 1,5087. Nilai perusahaan berada pada angka satu
menunjukan bahwa rata-rata perusahaan manufaktur memiliki nilai perusahaan
yang tinggi selama perioda penelitian. Perusahaan manufaktur dengan nilai
minimum terjadi pada PT Kabelindo Murni, Tbk pada tahun 2009 yaitu sebesar
0,25. Hal ini menunjukan nilai perusahaan PT Kabelindo Murni, Tbk merupakan
yang paling rendah selama perioda penelitian. Sedangkan nilai maksimum
dicapai oleh PT Metrodata Electronics pada tahun 2011 yaitu sebesar 11,41. Hal
ini menunjukan bahwa nilai perusahaan tersebut adalah paling tinggi
dibandingkan dengan perusahaan yang lain. Dengan deviasi standar sebesar
1,27773 artinya selama perioda penelitian ukuran penyebaran dari nilai
perusahaan sebesar 1,27773.
b.
Managerial Ownership (MOWN) merupakan pemilikan saham oleh
manajemen. Berdasarkan data yang diperoleh nilai minimum adalah sebesar 0.01
pada PT Astra Internasional Tbk dan PT Tiga Raksa Satria pada tahun 2007
sampai 2011. Hal ini menunjukan tingkat pemilikan manajerial terendah pada PT
Astra Internasional Tbk dan PT Tiga Raksa Satria. Sedangkan nilai maksimun
terjadi pada tahun 2011 pada PT Tira Austenite dengan nilai 0.97. Hal ini
menunjukan tingkat pemilikan manajerial tertinggi pada PT Tira Austenite Tbk.
Nilai rata-rata adalah 0,3482. nilai rata-rata pemilikan manajerial menunjukan
21
besarnya % saham yang dimiliki oleh para manajer perusahaan, nilai rata-rata
tersebut menunjukan jumlah pemilikan saham oleh manajer perusahaan
manufaktur rendah selama perioda penelitian. Nilai deviasi standar sebesar
0,29929 artinya ukuran penyebaran dari variabel pemilikan manajerial sebesar
0,29929 .
c.
Instititusional Ownership (INST) merupakan persentase pemilikan saham
oleh institusi. Berdasarkan data yang diperoleh nilai minimum sebesar 70.05 pada
tahun 2010 terjadi pada perusahaan PT Indofood Sukses Makmur. Hal ini
menunjukan tingkat pemilikan intitusional terendah pada PT Indofood Sukses
Makmur. Sedangkan nilai maksimum terjadi pada tahun 2009 pada perusahaan
PT Tiga Raksa Satria Tbk dengan nilai 88.87. Hal ini menunjukan tingkat
pemilikan institusional tertinggi pada PT Tiga Raksa Satria. Rata-rata untuk
INST adalah 78.1277 yang menunjukan jumlah pemilikan saham oleh
institusional perusahaan manufaktur tinggi selama perioda penelitian. Sedangkan
deviasi standar sebesar 5.56160 artinya selama perioda penelitian ukuran
penyebaran dari pemilikan institusional sebesar 5.56160.
d.
Berdasarkan data yang diperoleh, debt to Asset Ratio (DAR) memiliki
nilai minimum sebesar 0,04 pada tahun 2007 pada perusahaan PT Akr Corpindo
Tbk. Hal ini menunjukan perusahaan tersebut menggunakan rasio hutang
terendah atau mengoptimalkan dana internal perusahaan. Sedangkan nilai
maksimum sebesar 1.97 pada PT Astra Internasional pada tahun 2011. Hal ini
menunjukan bahwa perusahaan tersebut menggunakan tingkat hutang paling
tinggi selama perioda penelitian. Nilai rata-rata DAR sebesar 0,7712 yang
22
menunjukan bahwa perusahaan lebih banyak memilih membiayai perusahaan
dengan dana internal. Sedangkan deviasi standar sebesar 0,64515 menunjukan
bahwa selama perioda penelitian ukuran penyebaran kebijakan hutang sebesar
0,64515.
4.3 Uji Asumsi Klasik
4.3.1 Uji Normalitas
Dari hasil pengujian normalitas dengan menggunakan statistik non parametrik
kolmogorov-smirnov (K-S), maka dapat dilihat bahwa tingkat signifikansi lebih
dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai residual berdistribusi normal.
Dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut :
a. jika Asymp Sig. > 0.05 maka data berdistribusi normal
b. jika Asymp Sig. < 0.05 maka data berdistribusi tidak normal
selain itu juga dapat terlihat dari grafik normal plot yang menggambarkan bahwa
nilai residual atau error term terdistribusi secara normal. Dimana dapat terlihat
bahwa grafik tersebut plot menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal. Sebaliknya jika plot residual menyebar jauh dan tidak mengikuti
arah garis diagonal maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
4.3.2 Uji Multikolinieritas
Berikut disajikan hasil uji multikolinieritas:
Tabel 3. Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel Independen
MOWN
Tolerance
.935
VIF
1.069
kesimpulan
Tidak Ada Multikolinieritas
23
INST
.977
1.024
Tidak Ada Multikolinieritas
DAR
.957
1.045
Tidak Ada Multikolinieritas
Sumber : Lampiran
Hasil uji multikolonieritas pada tabel 4.3.2 menunjukkan bahwa tidak ada
satupun variabel bebas yang memiliki nilai tolerance dibawah 0,10 dan nilai
Variance Inflation Factor (VIF) di atas 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak
terjadi multikolonieritas antar variabel bebas dalam model regresi.
4.3.3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah model regresi linear ada
korelasi antara variabel pengganggu pada periode tertentu dengan variabel
pengganggu periode sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada
problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual
tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya.
Tabel 4. Hasil Uji Autokorelasi
Nilai d
0<d<1.61
1.61<d<1.73
2.39<d<4
2.39<d<2.27
1.73<d<2.27
Sumber : Lampiran
Keterangan
Ada Autokorelasi
Tidak Meyakinkan
Tidak Ada Autokorelasi
Ada Autokorelasi
Tanpa Kesimpulan
Dari hasil pengujian autokorelasi diatas, dengan jumlah variabel independen = 3
dan N = 100, maka batas dL = 1.61 dan dU = 1.73 sehingga dapat dinyatakan hasil
uji autokorelasi dengan nilai durbin-watson sebesar 1.91 dimana nilai d > 1.73
24
dan < 2.27 sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak terdapat
autokorelasi.
4.3.4 Uji Heterokedastisitas
Dalam penelitian ini ada tidaknya gejala heterokedastisitas dideteksi dengan
metode Scatter Plot. Metode ini mendeteksi jika terdapat pola tertentu seperti
titik-titik membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar
kemudian menyempit) maka disinyalir ada gejala heterokedastisitas. Sebaliknya
jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik tersebut menyebar maka tidak terjadi
heterokedastisitas.
Dari grafik scatterplot (dapat dilihat pada lampiran) terlihat titik-titik menyebar
secara acak serta tersebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y. Maka
dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi.
4.4 Pengujian Hipotesis
4.4.1
Uji F (Uji kelayakan model)
uji F (F-test) atau uji kelayakan model dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh
variabel independen (MOWN, INST, DAR) terhadap variabel dependen (PBV),
yang ditunjukan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 5. Hasil uji statistik F
ANOVAb
Model
1
Sum of Squares
Regression
df
Mean Square
5.811
3
1.937
Residual
44.932
96
.468
Total
50.743
99
F
Sig.
4.139
.008a
25
ANOVAb
Model
1
Sum of Squares
Regression
df
Mean Square
5.811
3
1.937
Residual
44.932
96
.468
Total
50.743
99
F
Sig.
.008a
4.139
a. Predictors: (Constant), DAR_, ISNT_, MOWN_
b. Dependent Variable: PBV_
Sumber: Lampiran
Dari uji ANOVA atau F-test didapat nilai F hitung sebesar 4.139 dengan
probabilitas 0.008 karena probabilitas lebih kecil dari 0.05 maka model regresi
dapat digunakan untuk memprediksi Nilai Perusahaan atau bisa dikatakan bahwa
model dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai alat estimasi Nilai
Perusahaan
4.4.2 Uji t
Dengan dasar keputusan sebagai berikut :
a. Jika (p-value) > 0.05 maka Ha ditolak.
b. jika (p-value) < 0.05 maka Ha diterima.
Tabel 10 Hasil Uji t
Coefficientsa
Standardized
Model
Unstandardized Coefficients
Coefficients
t
Sig.
26
B
1
Std. Error
(Constant)
-3.753
4.261
MOWN_
-.164
.053
ISNT_
.849
DAR_
.114
Beta
-.881
.381
-.309
-3.111
.002
.981
.084
.866
.389
.072
.155
1.583
.117
a. Dependent Variable: PBV_
Sumber : Lampiran
Dari tabel hasil uji t diatas diambil kesimpulan terhadap variabel independen
sebagai berikut :
H1 : Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Pengujian terhadap hipotesis ini menunjukkan bahwa nilai regresi (B) adalah
-0.164, artinya setiap peningkatan kepemilikan manajerial sebesar 1% maka akan
menyebabkan penurunan nilai perusahaan sebesar 0.164. kolom Sig.
(Significance) sebesar 0.002 menunjukkan bahwa (p-value) lebih kecil dari 0.05
maka H1 diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial
berpengaruh terhadap nilai perusahaan.Konsisten dengan teori yang dikemukakan
oleh Friend dan Hasbrouck (1988) ; Friend dan Lang (1988) : dan Masdupi
(2005) menghipotesakan bahwa Insiders dalam perusahaan mempunyai
kepentingan yang lebih besar dalam menjaga kelangsungan hidup perusahaan
karena resiko hutang non diversifiable manajemen leih besar dari investor public.
Dengan kata lain jika perusahaan tidak bisa melunasi hutang maka akan
mengancam likuiditas dan posisi manajemen. Insiders yang kepemilikannya lebih
besar dalam perusahaan akan memiliki keinginan lebih besar dalam
meminimalkan resiko struktur modal, dengan begitu investor akan lebih percaya
terhadap kinerja manajemen dan hal itu dibuktikan dengan pengaruhnya terhadap
nilai perusahaan.
27
Dengan demikian hasil tersebut sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Wahyudi dan Pawestri (2006), serta Rachmawati dan
Triatmoko (2007).
H2 : Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Pengujian pada hipotesis ini menunjukkan nilai regresi (B) adalah sebesar 0.849,
yang berarti setiap peningkatan kepemilikan institusional 1% maka akan
menyebabkan kenaikan pada nilai perusahaan sebesar 0.849. kolom Sig.
(Significance) sebesar 0.389 menunjukkan (p-value) lebih besar dari 0.05 maka
H2 ditolak. Lalu dapat disimpulkan bahwa secara statistik kepemilikan
institusional tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal tersebut
dikarenakan naik turunnya harga saham perusahaan yang merupakan cerminan
dari nilai perusahaan salah satunya dapat dikarenakan kebijakan perusahaan yang
ditentukan oleh pihak manajemen. Investor institusional hanya berfungsi sebagai
pihak yang mengawasi manajemen dan tidak ikut serta dalam penentuan
kebijakan perusahaan. Teori keagenan mengemukakan jika antara pihak principal
(pemilik) dan agent (manajer) memiliki kepentingan yang berbeda muncul
konflik yang dinamakan masalah keagenan (agency problem). Fama dan Jensen
(1983) menyatakan bahwa agency problems disebabkan oleh adanya sistem
pengambilan keputusan yang terpisah antara manajemen dan pihak pengawas.
Penelitian Jensen dan Meckling (1976)), menunjukkan bahwa pemisahan
kepemilikan dan pengelolaan perusahaan membawa kepada kondisi dimana
manajer akan menghambur-hamburkan kekayaan pemilik perusahaan. Pemisahan
fungsi antara pemilik dan manajemen ini memiliki dampak negatif yang lain
28
yaitu keleluasaan manajemen perusahaan untuk mengoptimalkan laba, hal ini
akan mengarah pada proses mengutamakan kepentingan manajemen sendiri
dengan biaya yang harus ditanggung oleh pemilik perusahaan. Tapi dengan
adanya pengawasan yang ketat oleh pihak pemilik maka maka akan mengurangi
resiko yang mungkin terjadi. Dan secara statistik hal ini tidak mempengaruhi
nilai perusahaan dipasar bursa. Hasil ini menguatkan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Wahyudi dan Pawestri (2006).
H3 : Kebijakan Hutang berpengaruh terhadap nilai perusahaan
Pengujian terhadap hipotesis ini menunjukkan nilai koefisien regresi (B) adalah
0.114 hal ini menggambarkan setiap peningkatan hutang sebesar 1% maka akan
menyebabkan peningkatan nilai perusahaan sebesar 0.114. kolom Sig.
(Significance) sebesar 0.117 menunjukkan bahwa (p-value) lebih besar dari 0.05,
maka H3 ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa kebijakan hutang tidak memiliki
pengaruh terhadap nilai perusahaan. Dalam pecking order theory dinyatakan
bahwa sumber pendanaan adalah dari laba ditahan, utang, dan yang terakhir
adalah dengan menerbitkan ekuitas baru. Hutang dapat digunakan untuk kegiatan
kerja operasional perusahaan yang akan memberikan efek positif pada
perusahaan peningkatan laba, peningkatan reputasi perusahaan, dan hal tersebut
dapat memberikan efek yang baik terhadap harga saham, yang seharusnya dapat
meningkatkan nilai perusahaan. Namun ada banyak juga perusahaan yang
bangkrut karena terlalu banyak hutang dan terlilit bunga. Pendanaan dengan
menggunakan hutang yang terlalu tinggi akan meningkatkan resiko keuangan
perusahaan yang pada akhirnya akan menjerumuskan perusahaan masuk kedalam
29
krisis (financial distress). Mungkin hal ini juga dapat mempengaruhi keputusan
investasi oleh para investor sehingga tidak mempengaruhi nilai perusahaan
dipasar bursa. Hasil ini berbeda dengan peneltian sebelumnya yang dilakukan
oleh Sujoko dan Ugy Soebiantoro (2005), Wahyudi dan Pawestri (2006), serta
Rahmawati Triatmoko (2007) yang menyatakan bahwa kebijakan
hutang/pendanaan berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Simpulan yang dapat peneliti peroleh sebagai berikut.
1. Berdasarkan hasil perhitungan statistik dengan uji f menunjukan bahwa
pemilikan manajeril, pemilikan institusional, dan kebijakan hutang
berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
2. Berdasarkan hasil perhitungan statistik dengan uji t menunjukan bahwa
variabel pemilikan manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hasil
pengujian menunjukan nilai sebesar -0,164 yang berarti setiap kenaikan
pemilikan manajerial sebesar 1% maka akan menyebabkan penurunan nilai
perusahaan sebesar 0,164.
3. Berdasarkan hasil perhitungan statistik dengan uji t menunjukan bahwa
variabel pemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Hasil pengujian menunjukan nilai sebesar 0,849 yang berarti setiap kenaikan
30
pemilikan institusional sebesar 1% maka akan menyebabkan kenaikan nilai
perusahaan sebesar 0,849.
4. Berdasarkan hasil perhitungan statistik dengan uji t menunjukan bahwa
kebijakan hutang tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hasil
pengujian menunjukan nilai sebesar 0,114 yang berarti setiap peningkatan
hutang sebesar 1% maka akan menyebabkan peningkatan nilai perusahaan
sebesar 0,114.
5.2 Keterbatasan penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yang mempengaruhi hasil penelitian
diantaranya sebagai berikut:
1. Sampel terbatas pada perusahaan manufaktur, sehingga penelitian ini berbeda
hasilnya dengan jenis perusahaan pada sektor lain.
2. Keputusan keuangan yang digunakan pada penelitian ini hanya menggunakan
kebijakan hutang.
3. Variabel indepeden yang digunakan pada penelitian ini relatif sedikit,
sedangkan variabel yang terkait dengan nilai perusahaan relatif banyak, sehingga
kemungkinan akan didapat kesimpulan yang berbeda.
5.3 Saran
Bagi akademisi selanjutnya diharapkan dapat memperpanjang periode
pengamatan penelitian dan menambah jumlah sampel yang akan diuji.
Bagi praktisi harus lebih memperhatikan dan meningkatkan besarnya pemilikan
saham oleh manajerial agar manajer merasa memiliki perusahaan untuk
meningkatkan nilai perusahaan
3. Manajemen perusahaan harus lebih mempertimbangkan bagaimana besarnya
hutang untuk membiayai perusahaan.
Download