BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang memiliki remaja yang kuat serta memiliki kecerdasan spiritual,intelektual serta emosional yang kuat menjadikan bangsa tersebut kelak akan kuat pula.perkembangan dunia yang kian menglobal,menjadikan perubahan-perubahan besar terhadap perilaku remaja,namun perubahan tersebut lebih cenderung mengarah pada kegiatan negative di banding positifnya. Masalah remaja yang timbul biasanya berkaitan dengan masalah seksualitas. Menjalani kehidupan remaja yang jauh dari dari perilaku sex bebas, pernikahan dini dan ketergantungan pada obat-obatan terlarang serta menjauhkan diri dari bahaya AIDS tentulah membutuhkan perhatian kita semua. Remaja tidak bias berjalan sendirian tanpa pendampingan orang tua,masyarakat lingkungan serta negaranya.Menyadari ini BKKBN (Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional) sebagai wakil pemerintah yang bertanggung jawab menjalankan program PKBR (Penyiapan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja) suatu program yang memfasilitasi remaja agar belajar memahami dan berakhlak untuk mencapai ketahanan remaja sebagai dasar mewujudkan Generasi Berencana (Wirdhana Indra, 2013) Berdasarkan penelitian Bappenas (2008) menemukan bahwa 34,5% dari 2.049.000 perkawinan yang ada adalah tergolong perkawinan anak. Hal serupa juga ditunjukkan oleh Riset Kesehatan Dasar (2010) yang menemukan bahwa 1 Universitas Sumatera Utara 2 pernikahan usia 15-19 tahuan sebesar 4,8%. Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan oleh Plan Indonesia (2011) tentang pernikahandini dan KDRT di 8 Kabupaten di Indonesia (Indramayu, Grobogan, Rembang, Tabanan, Dompu, Timor Tengah, Sikka dan Lembata) menemukan bahwa 33,5% anak usia 13-18 tahun pernah menikah, dan rata-rata mereka menikah pada usia 16 tahun. Serta 44% anak perempuan yang menikah dini dan mengalami KDRT dengan frekuensi tinggi, dan sisanya 56% dengan frekuensi lemah. Menurut survey yang dilakukan Yayasan Kesehatan Perempuan tahun 2010 menemukan sebanyak 1.446 kasus aborsi di Kota Medan dan delapan kota besar lainnya, yaitu Batam, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Mataram dan Manado. Lebih kurang secara nasional ditemukan 2,5 juta pertahun. Persentase pada tahun 2010, usia melakukan aborsi yakni usia 30 tahun sebesar 58%, 20-30 tahun sebesar 39% dan usia dibawah 20 tahun sebesar 3%. Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI 2012) menunjukkan jumlah remaja di Indonesia mencapai 30 % dari jumlah penduduk sekitar 1,2 juta jiwa. Kondisi remaja di Indonesia saat ini dapat digambarkan bahwa banyak yang menikah di usia remaja, seks pranikah dan kehamilan tidak dinginkan, aborsi 2,4 juta: 700-800 ribu adalah remaja, 17.000/tahun, 1417/bulan, 47/hari perempuan meninggal karena komplikasi kehamilan dan persalinan,HIV/AIDS: 1283 kasus, diperkirakan 52.000 terinfeksi penyakit. (diakses pada tanggal 18 Agustus2014 jam 16:30). Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional Tahun 2008 menunjukkan bahwa jumlah pengguna NAPZA sampai dengan tahun 2008 adalah Universitas Sumatera Utara 3 115.404. Dimana 51.986 dari total pengguna adalah mereka yang berusia remaja (usia 16 – 24 tahun). Mereka yang pelajar sekolah berjumlah 5.484 dan mahasiswa berjumlah 4.055. dan Departemen Kesehatan RI tahun 2010 menyebutkan dari 15.210 penderita HIV/AIDS 54 % adalah remaja. Berdasarkan dari hasil survei KOMNAS anak bekerjasama dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di 12 provinsi pada tahun 2010 terungkap sebanyak 93,7 % anak SMP dan SMU yang di survei mengaku pernah melakukan ciuman, petting, dan oral seks. Sebanyak 62,7 % anak SMP yang diteliti mengaku sudah tidak perawan, 21,2 % remaja SMA yang disurvei mengaku pernah melakukan aborsi dan 97 % pelajar SMP dan SMA yang di survei mengaku suka menonton film porno (Desyolmita dan Firman, 2013). Kemenkes RI tahun 2011 jumlah kasus AIDS periode Januari – September sebesar 1805 kasus sedangkan jumlah kumulatif kasus AIDS sampai dengan juni 2011 sebesar 26.483 kasus. Dari jumlah kasus tersebut, 45,9% diantaranya adalah kelompok usia 20 – 29 tahun. Hasil SDKI tahun 2007 menunjukkan bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja relatif masih rendah. Remaja yang tidak tahu tentang perubahan fisiknya sebanyak 13,3%. Hampir separuh (47,9%) remaja perempuan tidak mengetahui kapan seorang perempuan memiliki hari atau masa suburnya. Sebaliknya, dari survey yang sama, pengetahuan dari responden laki-laki mengetahui masa subur perempuan lebih tinggi (32,3%) disbanding dengan responden remaja perempuan (29%). Mengenai pengetahuan remaja laki-laki tentang mimpi basah lebuh tinggi (24,4%) disbanding dengan remaja perempuan Universitas Sumatera Utara 4 (16,8%). Sedangkan pengetahuan remaja laki-laki tentang menstruasi lebih rendah (33,7%) dibandingkan dengan remaja perempuan (76,2%). Pengetahuan remaja tentang cara paling penting untuk menghindari infeksi HIV terbatas, hanya 14% remaja perempuan dan 95% remaja laki-laki menyebutkan pantang berhubungan seks, 18% remaja perempuan dan 25% remaja laki-laki menyebutkan menggunakan kondom serta 11% remaja perempuan dan 8% remaja laki-laki menyebutkan membatasi jumlah pasangan (jangan berganti-ganti pasangan seksual) sebagai cara menghindari HIV dan AIDS (SKRRI,2007). Menurut SDKI tahun 2007, median usia kawin pertama perempuan adalah 19,8 tahun. Hasil penelitian puslitbang kependudukan BKKBN tahun 2011 menemukan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi median usia kawin pertama perempuan diantaranya yaitu faktor sosial, ekonomi, budaya dan tempat tinggal (desa/kota). Diantara beberapa faktor tersebut ternyata faktor ekonomi yang paling dominan terhadap median usia kawin pertama perempuan. Hal ini dilatarbelakangi alasan kemiskinan karena tidak mampu membiayai sekolah anaknya sehingga orang tua ingin anaknya segera menikah, ingin lepas tanggung jawab dan orang tua berharap setelah anaknya menikah akan mendapat bantuan ekonomi (BKKBN, 2011). Meningkatnya perilaku seksual yang menyimpang juga meningkatkan permasalahan seksual salah satunya adalah kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) yang akan berdampak pada kasus aborsi dan kematian ibu dan janin. WHO memperkirakan resiko kematian akibat kehamilan dua kali lebih tinggi pada remaja usia 15-18 tahun dibandingkan dengan wanita usia 20-24 tahun. Di Universitas Sumatera Utara 5 samping itu kehamilan pada usia remaja juga mengakibatkan kemacetan persalinan karena ketidak seimbangan antara besar bayi dengan luas panggul. Akibat lainnya adalah penyakit menular seksual (PMS) yang terjadi di sunia setiap tahunnya terus meningkat sedang di Indonesia berdasarkan data Departemen Kesehatan hingga September 2008, dari 15.210 penderita AIDS atau orang yang hidup dengan HIV/AIDS di Indonesia, 54 persen diantaranya adalah remaja (Yuhdillah, 2008). Ada beberapa faktor yang mendorong anak remaja melakukan hubungan seks diluar nikah. Fakto-faktor tersebut diantaranya pengaruh liberalisme atau pergaulan hidup bebas, faktor lingkungan dan keluarga yang mendukung kearah perilaku tersebut serta pengaruh perkembangan media massa. Arus informasi melalui media massa baik berupa majala, surat kabar, tabloid maupun media elektronik seperti radio, televisi, dan komputer, mempercepat terjadinya perubahan. Meskipun arus informasi ini menunjang berbagai sektor pembangunan, namun arus informasi ini juga melemahkan sistem sosial ekonomi yang menunjang masyarakat Indonesia. Remaja merupakan salah satu kelompok penduduk yang mudah terpengaruh oleh arus informasi baik yang megatif maupun yang positif. Perbaikan status wanita, yang terjadi lebih cepat sebagai akibat dari transisi gemografi dan program keluarga berencana telah mengakibatkan meningkatnya umur kawin pertama dan bertambah besarnya proporsi remaja yang belum kawin. Hal ini adalah akibat dari makin banyaknya remaja baik laki-laki maupun perempuan yang meneruskan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi dan makin banyaknya remaja yang berpartisipasi dalam pasar kerja. Panjangnya waktu Universitas Sumatera Utara 6 dalam status lajang maupun kesempatan mempunyai penghasilan mempengaruhi remaja untuk berperilaku berisiko anatara lain menjalin hubungan seksual pranikah, minuman keras, narkoba yang dapat mengakibatkan kehamilan tidak diinginkan dan juga resiko reproduksi lainnya yang tertular infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS (BKKBN, 2008). Pendidikan seks salah satu upaya untuk menyelamatkan generasi bangsa. Pendidikan seks dapat dipandang sebagai suatu jalan yang dapat memberikan pemahaman kepada semua pihak tentang pentingnya kesehatan khususnya kesehatan reproduksi bagi generasi penerus sehingga dapat mengenal dan mengetahui tentang berbagai perubahan yang terjadi pada dirinya. Dengan adanya pemahaman ini remaja diharapkan tidak terjerumus dalam hal-hal yang tidak diinginkan (Gordon dan Crown,2008) Melihat kondisi remaja saat ini merupakan tanggung jawab bersama baik orang tua (keluarga), sekolah bahkan lingkungan masyarakat sangat diperlukan untuk bekerja sama demi menciptakan remaja yang sehat dan cerdas, karena remaja yang sehat merupakan aset negara yang sangat berharga bagi setiap bangsa untuk kelangsungan pembangunan dimasa mendatang, oleh karena itu diperlukan pelayanan kesehatan yang dimulai dari preventif yaitu dengan pembekalan kesehatan khususnya tentang kesehatan reproduksi (Depkes RI, 2009). Permasalahan remaja yang berkaitan dengan perilaku seksual terutama kesehatan reproduksi berasal dari kurangnya informasi, pemahaman dan kesadaran untuk mencapai keadaan sehat secara reproduksi.Orang tua yang diharapkan remaja dapat dijadikan tempat bertanya atau dapat memberikan Universitas Sumatera Utara 7 penjelasan tentang masalah kesehatan reproduksi, ternyata tidak banyak berperan karena masalah tersebut masih dianggap tabu untuk dibicarakan dengan anak remajanya. Guru yang juga diharapkan oleh orang tua dan remaja dapat memberikan penjelasan yang lebih lengkap kepada siswanya tentang kesehatan reproduksi, ternyata masih menghadapi banyak kendala dari dalam dirinya, seperti: tabu, merasa tidakpantas, tidak tahu cara menyampaikannya, tidak ada waktu, dan lain sebagainya. Oleh karena hal tersebut maka peneliti ingin mengamati apa atau bagaimana tanggapan atau pandangan seorang guru terhadap perilaku seksual remaja tersebut. Melihat fenomena seks pranikah di SMA Negeri 1 Kotanopan sendiri hal tersebut perrnah terjadi, terbukti dengan adanya kejadian siswa yang hamil di luar nikah. Secara umum seks pra nikah di SMA Negeri 1 Kotanopan tidak sering terjadi. Namun apabila fenomena di atas berlangsung terus tanpa terkendali, maka akan membawa dampak sosial dan psikologis yang luas. Dari hasil survei awal yang dilakukan pada tanggal 11-12 Januari 2016 di sekolah SMA Negeri 1 Kotanopan mengenai kenakalan remaja yang mengarah pada tindakan asusila.informasi yang diperoleh di sekolah SMA Negeri 1 Kotanopan oleh peneliti dari guru BP selaku guru yang menaungi peermasalahan siswa/I mereka menyatakan bahwa terdapat kasus mengenai tindakan asusila. Berdasarkan fenomena kenakalan remaja yang terjadi di kota besar dan di SMA Negeri 1 Kotanopan pada saat ini berkaitan dengan dunia pendidikan, maka peneliti ingin menggali pandangan guru dalam menjawab fennomena ini. Selain orang tua, sekolah adalah salah satu sumber informasi bagi remaja mengenai seks. Universitas Sumatera Utara 8 Maka seorang gurulah yang menjadi panutan bagi remaja. Jadi, Bagaimana hari ini seorang guru memandang bagaimana perilaku seksual remaja sebagai acuan bagi remaja yang seyogyanya ditanamkan sejak dini. Penelitian akan dilakukan di SMA Negeri 1 Kotanopan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan dari kondisi di masyarakat tersebut yakni di Kotanopan Kabupaten mandailing Natal yang telah dipaparkan sebelumnya di latar belakang dan mengingat pentingnya pendidikan dalam pembentukan pribadi dan pusat informasi bagi remaja, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana pengetahuan dan sikap guru sebagai orang yang dekat dengan remaja. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui pengetahuan dan sikap guru terhadap perilaku seksual remaja di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal tahun 2016. 1.3.2 Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui gambaran pengetahuanguru terhadap perilaku seksual remaja di SMA Negeri 1 Kotanopan 2. Untuk mengetahui gambaran sikap guru terhadap perilaku seksual remaja di SMA Negeri 1 Kotanopan Universitas Sumatera Utara 9 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi sekolah SMA Negeri 1 Kotanopan untuk lebih memahami perilaku seksual remaja 2. Dijadikannya sebagai bahan referensi oleh Dinas Pendidikan untuk membuat kurikulum yang menjelaskan tentang perilaku seksual remaja 3. Sebagai bahan referensi bagi Mahasiswa FKM USU untuk penelitian selanjutnya. Universitas Sumatera Utara