Volume 13, Nomor 1, Hal. 01-08 Januari –Juni 2011 ISSN 0852-8349 GEN ENDOTHELIN 1 PADA PREEKAMSI DAN KEHAMILAN NORMAL (ENDOTHELIN 1 GENE IN PREECLAMPSIA AND NORMAL PREGNANCY) Eva Susanti Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361 Abstract Preeclampsia is a complication in pregnancy is still an issue is important. Many theories try to explain the cause of preeclampsia Beside biochemical and environmental risk factors, the disease is also modified by a genetic predisposition. Genetic background is evidenced by the existence of a family connection with illness, and families who have a background of twins have genetic factors 17-61% cause mortality or morbidity. This study aimed to know the difference ET-1 gene in preeclampsia and normal pregnancy. Cases included in this study: pregnant women who live in the city of Bandung, obtained 20 samples. From the research goal should be obtained ET-1 gene expression in Preeclampsia higher when compared with normal pregnancies. ET-1 gene preeclampsia patients in terms of median 0.95 ng / mL with a range between 0.8 ng / mL to 1.0 ng / mL, while normal pregnancies 0.8 ng / mL with a range of 0.7 ng / mL until with 0.9 ng / mL Due Zmw 2.938 and p value of 0.004 was significant (p <0.05) gene expression of ET-1 was obtained value cut-off point> 0.8 gave a sensitivity of 80% and specificity of 80% with OR (odds ratio) by 16 (95% CI, 1.79 to 143.16), meaning that ET-1 expression> 0.8 have a risk for the occurrence of preeclampsia of 16 times compared with pregnancies that have expression of ET-1 below 0.8 ng / mL. Keywords : preeclampsia ; normal pregnancy and ET-1 PENDAHULUAN Preeklamsi merupakan penyakit yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas dan sampai saat ini belum ada patogenesis yang jelas untuk penyakit ini sehingga preeklamsi sendiri sering disebut orang sebagai the disease of theories. Disamping faktor-faktor resiko biokimia dan lingkungan, penyakit ini juga dimodifikasi oleh suatu predisposisi genetik (Golstein dkk, 2006 dan Mayer B EJ dan Schunkert H, 2007). Latar belakang genetik ini dibuktikan oleh adanya kaitan keluarga dengan penyakit, dan keluarga yang mempunyai latar belakang kembar yang mempunyai faktor genetik ternyata 17 - 61% dari populasi menyebabkan mortalitas atau morbiditas. Peran genetika sangat bervariasi tergantung pada ciri atau penyakit. Sementara dalam beberapa penyakit, seperti di dalam banyak penyakit keturunan atau penyakit warisan, gen adalah faktor penentu awal dari penyakit, di samping beberapa virus atau bakteri yang mengakibatkan infeksi/ peradangan, apakah dampak dari gen ini penting atau tidak penting dalam penyakit, hal itu ditentukan oleh interaksi gen dan faktor lingkungan, atau oleh lingkungan saja. Lebih lanjut, gen defek menyebabkan penyakit itu boleh jadi diperoleh selama hidup dan hadir di dalam beberapa sel, atau mereka boleh jadi diperoleh dari keturunan hadir di dalam semua sel dari tubuh (Norio, 2003). Sebagai tambahan, suatu penyakit dapat muncul karena kelainan kromosomal, sebuah mutasi tunggal di suatu gen, atau beberapa mutasimutasi di dalam banyak gen. Apa pun juga mekanisme yang mendorong ke arah penyakit genetika, itu sudah menerangkan sifat dan biologi dari mana permasalahan itu berasal dan menjadi arti penting yang sangat besar. Karena apabila kita mengerti bagaimana suatu kekacauan genetik yang muncul, tentunya kita 1 Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains. akan dapat menawarkan perkakas untuk konseling genetik, terapi gen, farmakogenomik, dan pengobatan, serta usaha untuk mencegah dan penatalaksanaan penyakit ini. Endothelin-1 (ET-1) adalah sebuah vasoactive peptida yang mengandung 21 asam amino dengan dua intramolekul ikatan disulfida dan pada awalnya diidentifikasi dan dimurnikan dari sel endotel aorta babi. Peptida ini diproduksi oleh endotel dan sel epitel, makrofag, fibroblas, dan banyak jenis sel lainnya, termasuk myocytes jantung, dan tidak hanya merupakan vasokonstriktor kuat, tetapi juga faktor pertumbuhan yang potensial untuk berbagai sel, termasuk myocytes jantung. Telah dilaporkan bahwa ET-1 meningkatkan sintesis protein dan luas permukaan cardiomyocytes tanpa proliferasi sel. Seperti banyak peptida vasoaktif lain, ET1 meningkat omset phosphoinositide dan meningkatkan tingkat diasilgliserol cardiomyocytes tikus. Dua yang berbeda dari ET-1 reseptor subtipe (ET dan ET), yang membentang tujuh transmembran-daerah dan termasuk dalam superfamili G proteincoupled reseptor, telah ter-kloning dari cDNA berbagai jenis sel, dan kedua reseptor subtipe telah terbukti dinyatakan dalam hati. Hasil penelitian menguraikan bahwa ET-1 menginduksi aktivasi sinyal hipertrofi seperti Raf-1 dan MAP kinase melalui reseptor ET, diikuti oleh peningkatan sintesis protein pada bayi baru lahir tikus cardiomyocytes. Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya ATII, tetapi juga ET-1 berperan penting dalam stres mekanis hipertrofi jantung (Tsutomo, dkk., 1996). Endothelin adalah peptida vasoaktif ampuh yang diproduksi oleh sel endotel yang memiliki kedua properti vasokonstriktor dan vasodilator. Tingkat endothelin sirkulasi meningkat pada beberapa pasien hipertensi, terutama Afrika Amerika dan orang dengan transplantasi hipertensi, tumor endotel, dan vaskulitis. Endothelin disekresi dalam direksi abluminal oleh sel endotel dan bertindak dalam sebuah paracine fashion didasari sel otot halus yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah tanpa perlu mencapai tingkat peningkatan dalam sirkulasi 2 sistemik. Antagonis reseptor Endothelin menurunkan tekanan darah dan resistensi pembuluh darah perifer pada pasien normotensi dan pasien hipertensi esensial ringan hingga sedang. Mendukung penafsiran bahwa endothelin memainkan peran dalam patogensis hipertensi (Suzanne Oparil AZ dan David A. Calhoun, 2003). Produksi ET-1 juga ditandai oleh peningkatan Ca2 intraseluler, ET-1 adalah peptida yang penting karena kemampuannya untuk memulai vasokonstriksi pada pembuluh darah (Karah Salaets JS dkk, 2006). Konsentrasi sirkulasi endothelin, yang merupakan vasokonstriktor kuat dan mitogen, yang mengangkat dan mengdensitaskan endothelin converting enzyme yang tinggi. Sedangkan prostasiklin dan NO, adalah vasodilators dengan properti antiproliferative dan antimigratory yang rendah (Haworth SG, 2002). Endothelin-1 (ET-1) diyakini memainkan peran penting dalam patogensis hipertrofi jantung, hipertensi, dan aterosis. Penargetan gen dari ET-1 dan reseptor endothelin -A (ETA) menghasilkan kraniofasial tak terduga dan kelainan kardiovaskular (Masaki Ieda KF, dkk., 2004). Endothelin-1 (ET-1) adalah 21 asam amino kompleks yang dilepaskan dari sel endotel vaskular, sel otot polos dalam pembuluh darah, dan makrofag. ET-1 biasanya tidak aktif, tetapi dapat menjadi aktif jika dirangsang oleh angiotensin II (Ang II), trombin, dan mengubah faktor pertumbuhan beta. Melalui tinjauan literatur diketahui bahwa ET-1 memainkan peran penting dalam memberikan kontribusi bagi patogensis dari plak aterosklerotik yang bertindak sebagai faktor pertumbuhan. Lebih khusus, penelitian menunjukkan bahwa ET-1 berperan sebagai faktor pertumbuhan melalui pengaturan makrofag, fibroblas, dan sel otot polos (Karah Salaets JS, dkk., 2006). Endothelins, sekelompok polipeptida, membantu dalam aktivitas vasomotor, termasuk vasokonstriksi, proliferasi sel otot polos, dan produksi hormon. Ada tiga macam endothelins yaitu: endothelin-1 (ET1), endothelin-2 (ET-2), dan endothelin-3 (ET-3). Masing-masing mengikat dengan tiga Eva Susanti : Gen Endothelin 1 pada preeklamsi dan kehamilan normal jenis reseptor endothelin yakni: endothelin A (ETA), endothelin B (ETB), dan endothelin C (ETC). ETA receptors ditemukan dalam jaringan otot polos pembuluh darah dan menyebabkan vasokonstriksi. ETB terletak di lapisan dinding pembuluh darah dan yang terkait dengan merilis vasodilators nitrat oksida dan prostasiklin. Sedangkan peran ETC masih sedang diteliti. Meskipun endothelins memiliki efek vasodilatory, namun efek yang paling menonjol dari ET-1 adalah vasokonstriksi pembuluh darah jangka panjang. Kemampuan ET-1 lainnya termasuk peningkatan densitas molekul adhesi endotel, bertindak sebagai agen untuk chemotactic monosit, dan merangsang migrasi dan proliferasi sel otot polos vaskular. Peranan ET-1 dalam aterosis khususnya penyakit arteri koroner sudah banyak diteliti. Namun pada preeklamsi masih sedikit yang ditemukan, sementara pada preeklamsi di mana disfungsi endotel mendahului perkembangan secara klinis dari preeklamsi dan didapatkan terjadinya aterosis pada endotel pasien preeklamsi. Aterosis dimulai dengan akumulasi makrofag dan lipid pada permukaan endotel dinding arteri. Lapisan lemak ini sering berkembang tanpa gejala atau peringatan yang nyata. Setelah fase asimtomatik panjang ini, yang menumpuk berkembang menjadi plak fibrolipid dewasa (Karah Salaets JS dkk, 2006). (perancu) usia ibu hamil, usia kehamilan, Paritas, Indeks massa tubuh Diagnosis preeklampsia dibuat berdasarkan : tekanan darah 140/90 mmHg pada kehamilan >20 minggu disertai dengan proteinuria 300 mg/24 jam atau dengan carik celup 1+ pada urin sewaktu tanpa ada gejala infeksi traktus urinarius. Tekanan darah dianggap normal jika sistolik antara 100 – 120 mmHg dan tekanan diastolik antara 60 -80 mmHg. Densitas gen USF-1 diperiksa dengan metode PCR dari DNA yang sudah di isolasi dari darah, dengan menggunakan metoda kit isolasi DNA dari Pharmacia. Untuk melihat apakah terdapat perbedaan gen ET-1 pada preeklamsi dan kehamilan normal digunakan uji U (Mann-Whitney Test). Untuk menganalisis hubungan gen ET-1 pada Preeklamsi dan kehamilan normal di gunakan model analisis korelasi pearson. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil PCR yang didapatkan untuk gen ET1 Preeklamsi dan kehamilan normal terlihat pada gambar 3 dan 4 dibawah ini: Et- 1 non Preeklamsi #1 #2 #3 #4 #5 #7 #6 #8 #9 # 10 βeta Actin MATERI DAN METODE Kasus yang termasuk dalam penelitian ini : ibu hamil yang berdomisili di kota Bandung, dari hasil penghitungan didapatkan 20 sampel. Penarikan sampel dilakukan dengan didasarkan atas masuk rumah sakit secara berurut (consecutie admisions to the hospital). Bahan untuk pemeriksaan kontrol didapatkan dari subjek yang memenuhi kriteria untuk kontrol yang datang ke klinik atau laboratorium untuk pemeriksaan rutin. penelitian ini termasuk case control study. dengan variabel dependen ( tergantung) adalah Preeklamsi dan kehamilan normal sedangkan variabel independen (bebas) gen ET-1, yang menjadi variabel counfounding #1 #2 #3 #4 #5 #7 #6 #8 #9 # 10 Gambar 1. Hasil PCR Gen Endotelin 1 dan βetaactin pada kehamilan normal ET-1 Preeclamsia #a #b #c #d #e #f #g #h #g #h #i #j βeta Actin #a #b #c #d #e #f #i #j Gambar 4. Hasil PCR Gen Endotelin 1 dan βetaactin pada Preeklamsi 3 Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains. Hasil Densitometri ET- 1 pasien preeklamsi rata-rata 0,93 sedangkan rata-rata kehamilan normal 0,8 dengan Standar deviasi Preeklamsi 0,082327 sedangkan standar Deviasi kehamilan normal 0,066667 dan pValuenya 0,001 (Signifikan). Uji Beda (Mann-Whitney) Endothelin-1 Pasien Preeklamsi dan kehamilan Normal Uji beda ini dimaksudkan untuk melihat apakah Endothelin-1 pada Preeklamsi berbeda nyata atau tidak dengan Endothelin-1 pada Kehamilan normal. Hasil perhitungan uji beda Densitas Gen Endothelin-1 Preeklamsi dan Kehamilan normal diperlihatkan pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Perbandingan Densitas gen ET-1 pada Preeklamsi dan Kehamilan normal Variabel 3. ET1(ng/µL) : X (SD) Median Rentang Kehamilan Preeklamsi (n=10) 0,933 (0,82) 0,95 0,8-1,0 Kehamilan normal (n=10) Uji t /ZMW 2,938 bermakna dengan kehamilan normal, perlu dilakukan pengujian selanjutnya guna melihat hubungan densitas gen ET-1 tersebut dengan kejadian preeklamsi berdasarkan nilai cut off, dengan menggunakan uji Eksak fisher sebagaimana terdapat pada Tabel 2. Penentuan cut off poinnya berdasarkan kurva Receiver Operating Characteristic (ROC) yaitu menggambarkan hubungan antara 1spesifisitas (sebagai sumbu X) dan sensitivitas (sebagai sumbu Y). Hasilnya menunjukkan bahwa untuk densitas gen ET1 > 0,8 (ng/µL) mempunyai risiko terjadinya preeklamsi sebesar 16 kali bila dibandingkan dengan subjek yang memiliki densitas gen ET-1 ≤ 0,8 (ng/µL). Pembahasan Pada Pemeriksaan kedua kelompok Nilai (preeklamsi dan kehamilan normal) baik dari p aspek umur ibu, usia kehamilan, paritas dan tidak ditemukan perbedaan yang bermakna, sehingga hasil pemeriksaan selanjutnya layak di perbandingkan. Usia ibu merupakan salah satu faktor risiko preeklamsi. Risiko preeklamsi tinggi pada ibu berusia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun. Usia kehamilan memiliki pengaruh pada Preeklamsi. Preeklamsi muncul pada trimester ketiga yaitu ketika usia kehamilan menginjak 28 minggu, sebenarnya gangguan preeklamsi terjadi sejak awal kehamilan yaitu pada saat plasentasi. Usia kehamilan tidak bertindak sebagai faktor risiko terjadinya preeklamsi, tetapi mempengaruhi tingkat keparahan preeklamsi, semakin tinggi usia kehamilan maka risiko untuk berkembang menjadi preeklamsi juga semakin tinggi. Indeks massa tubuh yang tinggi merupakan salah satu faktor risiko hipertensi yang juga berpengaruh pada preeklamsi, peningkatan IMT pada ibu akan <0,00 IMT 0,80 (0,066) 0,8 0,7-0,9 Keterangan: * = bermakna (p≤0,05), ** = sangat bermakna (p≤0,01); ZM-W = uji Mann-Whitney. Berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana terlihat pada Tabel 1 di atas diperoleh nilai sebesar nilai p<0,004, maka dapat dismpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan Densitas gen Endothelin-1 pasien preeklamsi dengan Pasien dengan kehamilan normal pada alpha 0,05 hingga 0,005. Berdasarkan Tabel 1, dimana hasil pemeriksaan densitas Gen ET-1 pada preeklamsi memiliki perbedaan yang Tabel 2. Hubungan antara gen ET-1 (berdasarkan nilai cut off) dengan kejadian Preeklamsi Kehamilan Variabel Nilai p*) OR (95% CI) Preeklamsi Kehamilan (n=10) normal (n=10) ET1 (ng/µL): > 0,8 8 (80%) 2 (20 %) <0,012 16 (1,79-143,16) 2 (20%) 8 (80%) ≤ 0,8 Keterangan : *) berdasarkan uji Eksak Fisher 4 Eva Susanti : Gen Endothelin 1 pada preeklamsi dan kehamilan normal menambah risiko terjadinya preeklamsi, hasil penelitian menyebutkan bahwa tingginya IMT berkorelasi dengan hiperlipidemia atau tingginya kadar trigliserida dan VLDLserum pada wanita hamil. Hiperlipidemia pada ibu hamil merupakan salah satu pencetus meningkatnya stres oksidatif yang menyebabkan terjadinya disfungsi endotel serta perubahan biosintesis tromboksan dan prostasiklin yang akhirnya menyebabkan preeklamsi, namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan Hubel tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam IMT kelompok preeklamsi dan Kehamilan normal. Faktor risiko preeklamsi lainnya adalah paritas, berdasarkan penelitian frekuensi preeklamsi lebih tinggi terjadi pada primigravida dari pada multigravida. Pada beberapa tahun terakhir ini diketahui bahwa Preeklamsi memiliki kaitan dengan faktor genetik atau memiliki komponen familier dan banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui gen yang terkait preeklamsi terutama mengenai mutasi dan polimorfisme yang terjadi pada gen-gen terkait patogenesis preeklamsi, penelitian mengenai suseptibilitas suatu gen adalah salah satu strategi untuk mengungkapkan mekanisme patogenetik. Hasil PCR yang didapatkan untuk gen endothelin preeklamsi densitas bandnya terlihat lebih tebal dan terang dibandingkan dengan kehamilan normal, kemudian dilakukan penghitungan secara semi kuantitatif yaitu secara densitometri dan ternyata hasilnya juga signifikan. Hasil Densitometri ET- 1 pasien preeklamsi ratarata 0,93 sedangkan rata-rata kehamilan normal 0,8 dengan Standar Deviasi Preeklamsi 0,082 sedangkan Standar Deviasi kehamilan normal 0,066 dan pValuenya 0,001 (Signifikan). Hasil perhitungan uji beda Densitas Gen Endothelin-1 pada pasien preeklamsi dan kehamilan normal diperlihatkan pada Tabel 4.8. Untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan gen ET-1 pasien preeklamsi dan kehamilan normal digunakan uji MannWhitney kemudian didapatkan hasil Zmw 2,938 dan nilai p 0,004 yang bermakna (p< 0,05) dan analisis selanjutnya dengan menentukan cut-off point densitas gen ET-1 diperoleh nilai cut-off point > 0,8 memberikan sensitivitas 80 persen dan spesifisitas 80 persen dengan nilai OR (Odds rasio) sebesar 16 (95% CI; 1,79-143,16) artinya densitas ET-1 > 0,8 mempunyai risiko untuk terjadinya preeklamsi 16 kali dibandingkan dengan kehamilan yang mempunyai densitas ET-1 di bawah 0,8 ng/µL maka tolak Ho, artinya, ada perbedaan yang signifikan Endothelin-1 pasien yang preeklamsi dengan pasien dengan kehamilan normal. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa pada pasien preeklamsi terjadi peningkatan gen endotelin- 1 dibandingkan dengan kehamilan normal, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut karena disfungsi sel endotel sistemik adalah peristiwa kunci dari beragam manifestasi klinis preeklamsi (Walaupun peran sentral plasenta di patogenesisnya preeklamsi diperdebatkan). Memang, peningkatan permeabilitas pembuluh darah ibu dan vasokonstriksi yang meningkat merupakan hal utama yang mendasari patofisiologi peristiwa di klinis preeklamsi, proteinuria, dan edema interstisial adalah manifestasi dari berkurang penghalang fungsi endotel yang terjadi dalam sirkulasi ibu selama preeklamsi. Namun, tidak jelas hubungan antara penyebab primer di plasenta dan sekunder sistemik penyakit preeklamsi, sehingga ini masih diperdebatkan. Namun demikian, telah banyak laporan yang mengusulkan bahwa sirkulasi uteroplasenter cukup menyebabkan hipoksia plasenta, stres oksidatif, dan akibatnya pelepasan faktor plasenta yang mengganggu endotel normal penghalang fungsi dan menyebabkan peningkatan permeabilitas endotel. Stres oksidatif telah terlibat dalam patofisiologi preeklamsi karena akan merusak endotelium vaskular ibu,dan ada bukti tak terbantahkan bahwa peran normal lapisan sel ini terancam di preeklamsi. Memang, radikal bebas yang dirilis dari buruk diperfusi unit fetoplacental memulai peroksidasi lipid dengan menyerang asam lemak tak jenuh ganda pada membran sel dan mengkonversi mereka untuk peroksida lipid (LPOs) dan berbagai sekunder metabolit. Peroksidasi membran yang tidak terkontrol 5 Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains. mengubah fluiditas dan permeabilitas, oleh karena itu, LPOs dan metabolit sekunder mereka, seperti malondialdehid (MDA, sebuah indikator yang baik dari kekuatan oksidan yang terbentuk di dasar situs), kemudian diangkut melalui sirkulasi oleh lipoprotein, menyebabkan kerusakan pada jaringan jauh. Lipid peroksidasi yang seimbang dalam semua sel dan jaringan oleh beragam mekanisme antioksidan. Di antaranya, glutathione (GSH) dan asam askorbat (AA) adalah zat penting yang termasuk dengan sistem yang terlibat dalam melindungi terhadap senyawa oksigen reaktif dan radikal bebas, yang dianggap sebagai indikatorcator kekuatan antioksidan. Setelah paparan oksidan, GSH bentuk glutathione disulfida (GSSG), sehingga mengubah redoks yang status sistem GSH, dan perubahan dalam pengurangan teroksidasi rasio tiol antioksidan (GSH untuk GSSG) mencerminkan oksidatif kondisi stres. Preeklamsi juga terkait dengan peningkatan endotelin-1 (ET-1) tingkat plasma, suatu peptida vasokonstriktor endogen kuat yang berpartisipasi dalam regulasi tonus pembuluh darah preeklamsi. Memang, jangka panjang (4 jam) sistemik infus ET-1 dalam meningkatkan tekanan arteri domba hamil, mengurangi aliran uteroplasenter darah, dan menghasilkan hemokonsentrasi dan proteinuria, yang semuanya adalah fitur khas preeklamsi. ET-1 diketahui diproduksi oleh sel endotel, serta mRNA telah juga ditemukan di plasenta manusia. Densitas mRNA ET-1 trophoblas lebih tinggi di preeklamsi dari pada subyek kontrol, menunjukkan bahwa peningkatan produksi ET-1 dari jaringan plasenta di preeklamsi mungkin menjelaskan ditinggikan tingkat yang ditemukan di preeklamsi. Endothelin-1 (ET-1) mengandung 21 asam amino dan dilepaskan dari sel-sel endotel vaskular, sel-sel otot polos dalam pembuluh darah, dan makrofag. Dalam kondisi normal, ET-1 tidak diaktifkan. Namun, Hiperkolesterolemia dengan disfungsi endotel, dan ketidakseimbangan antara vasodilators dan vasoconstrictors, dapat juga memengaruhi ET-1, meningkatkan adhesi platelet dan 6 monosit, serta migrasi dan pembentukan selsel otot polos vaskular. Kolesterol LDL teroksidasi sekarang menambah perkembangan ini dengan mengurangi vasoconstrictors dan dengan meningkatkan produksi preproendothelin-1 mRNA. Hal ini meningkatkan transkripsi memicu pelepasan ET-1 dari sel endotel. ET-1 yang sekarang dapat mengakibatkan migrasi monosit ke daerah melalui khemotaksis, dan gerakan proliferasi sel. Kedua karakteristik ET-1 ini dapat memajukan lesi, yang kemudian menarik makrofag. Makrofag ini kemudian mengambil lipid dan mengubah mereka ke dalam sel-sel busa yang membentuk garis lemak. Sel busa menjadi sumber ET-1. Siklus ini menyebabkan lesi memburuk, menyebabkan aterosis. Telah ditemukan bahwa ET-1, yang memiliki sifat mitogenik, merangsang proliferasi fibroblast dengan bantuan oksigen reaktif intraselular spesies dan diaktifkan oleh mitogen-protein kinase.(11) ET-1 juga menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos dan berbagai protein sepanjang pembuluh darah. Ini menyebabkan membangun plak yang dapat menyebabkan aterosis. ET-1 ETA merangsang reseptor pada pembuluh darah sel-sel otot halus, menyebabkan vasokonstriksi. Hal ini menyebabkan otot polos untuk berkontraksi, konstriksi pembuluh darah. Hal ini terlihat bahwa ET-1 memiliki sifat mitogenik dan bertindak sebagai faktor pertumbuhan. Seperti disebutkan di atas, LDL dapat menempel pada permukaan lapisan endotel, dan lapisan endotel meningkatkan permeabilitas untuk lipoprotein. LDL migrasi terjadi di daerah yang lebih dalam pembuluh darah, sampai lipoprotein datang ke dalam kontak dengan lapisan otot polos pembuluh darah. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diungkapkan sebelumnya didapatkan hasil Zmw 2,938 dan nilai p 0,004 yang bermakna (p< 0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaaan Eva Susanti : Gen Endothelin 1 pada preeklamsi dan kehamilan normal yang signifikan densitas gen Endothelin-1 pasien preeklamsi dengan Pasien dan kehamilan normal. Pada pasien preeklamsi terjadi peningkatan gen endotelin- 1 dibandingkan dengan kehamilan normal. ET-1 > 0,8 mempunyai risiko untuk terjadinya preeklamsi 16 kali dibandingkan dengan kehamilan yang mempunyai densitas gen ET1 di bawah 0,8 ng/µL. Oleh karenanya pada pasien Preeklamsi yang mempunyai densitas gen ET-1 > 0,8 ng/µL hendaknya lebih berhati-hati terhadap kemungkinan terjadinya penyakit kardivaskuler dikemudian hari dengan melakukan pemeriksaan rutin. DAFTAR PUSTAKA Golstein L B AR, dkk, 2006. Primary Prevention of Ischemic stroke: a guideline from the American heart Association/ American Stroke Association stroke council: cosponsored by the Atherosclerotic peripheral vascular Disease Interdisciplinary working Group : cardiovascular Nursing Council; Clinical Cardiology Council; Nutrition, Physical Activity, and metabolism council; and the Quality of Care and outcames Research interdisciplinary working Group: the American Academy of Neurology affirms the value of this guideline. Stroke, Edisi 37 Volume 6, pp 15831633. Haworth SG, 2002. Pulmonary Hypertension in the Young Heart Journal. Edisi 88, pp 658–664. Karah Salaets JS dkk, 2006. Role of Endothelin-1 in Atherosclerosis Georgetown Journal of Health Sciences, Volume 3, pp 1- 9. Masaki Ieda KF dkk, 2004. Endothelin-1 regulates cardiac sympathetic innervation in the rodent heart by controlling nerve growth factor expression. J Clin Investigation. Edisi 113 Volume 6 pp 876–884. Mayer B EJ and Schunkert H, 2007. Genetics and heritability of coronary artery disease and myocardial infarction. Clin Res Cardiol. Edisi 96 Volume 1 pp 1-7. Norio R, 2003. The finnish Disease Heritage III: the individual desease. Hum Genet. Edisi 112 Volume 5-6 pp 470526. Suzanne Oparil AZ and David A. Calhoun, 2003. Pathogenesis of Hypertension. Ann Intern Med. Volume 139 pp 761776. Tsutomu Yamazaki IK dkk, 1996. Endothelin1 Is Involved in Mechanical Stressinduced Cardiomyocyte Hypertrophy The American Society for Biochemistry and Molecular Biology. Edisi 271 Volume 6 pp 3221-3228. Van Wijk MJ dkk, 2000. Vascular Fuction in Preeclampsia. J Cardiovasc Res. Volume 47 pp 38-48 7 Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains. 8