BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Industri Perbankan di Indonesia

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Industri Perbankan di Indonesia
Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1 Undang-Undang No.10 tahun
1998 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang
perbankan, yang dimaksud dengan perbankan adalah segala sesuatu yang
menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan yang dimaksud bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Kegiatan menghimpun dana dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok
perbankan, sedangkan kegiatan lainnya berupa pelayanan jasa-jasa hanyalah
merupakan pendukung dari dua kegiatan utama tersebut (Kasmir, 2012).
Berdasarkan definisi tersebut, Bank memiliki fungsi untuk menjembatani
kepentingan pihak yang kelebihan dana (penyimpan dana atau kreditur) dan pihak
yang membutuhkan dana (peminjam dana atau debitur), terkait fungsinya ini Bank
disebut sebagai lembaga intermediasi atau lembaga perantara.
Sebagai lembaga perantara, kelebihan akan dana yang dimilki oleh
penyimpan dana baik dana perseorangan, badan usaha, yayasan maupun lembaga
pemerintah dalam bentuk giro, tabungan maupun deposito berjangka dapat
dihimpun di bank yang kemudian dana tersebut disalurkan kembali kepada pihak-
9
10
pihak yang kekurangan dan membutuhkan dana dalam bentuk pinjaman atau
kredit. Fungsi intermediasi dapat berjalan dengan baik apabila kedua belah pihak
memiliki kepercayaan kepada bank dan selanjutnya perekonomian secara
keseluruhan akan memperoleh manfaat dari keberadaan dari suatu Bank
Selain sebagai lembaga intermediasi, bank juga mempunyai jasa-jasa
pelengkap lainnya yang mendukung kelancaran kegiatan bank sebagai lembaga
intermediasi. Jasa tersebut antara lain memberikan pelayanan dalam lalu lintas
sistem pembayaran, dengan adanya bank maka berbagai cara pembayaran yang
diperlukan untuk memfasilitasi kegiatan ekonomi masyarakat dapat berjalan
dengan lancar baik secara tunai maupun non tunai (cek, giro, transfer, kliring,
Automatic Teller Machine/ATM). Banyaknya jenis jasa yang ditawarkan sangat
tergantung dari kemampuan masing-masing bank dalam menyediakan suatu jasa
perbankan. Kemampuan tersebut dapat dilihat dari segi permodalan, manajemen
serta fasilitas sarana dan prasarana yang dimilikinya (Kasmir, 2012).
Selain kedua fungsi tersebut bank juga mempunyai fungsi sebagai media
dalam mentransmisikan kebijakan moneter yang dilakukan bank sentral. Secara
kelembagaan sistem moneter terdiri dari otoritas moneter dan bank atau lembaga
lain yang menjalankan fungsi moneter. Bank termasuk dalam sistem moneter
karena bank selain menjadi sarana dalam transmisi kebijakan moneter juga dapat
menciptakan uang (uang giral maupun uang kuasi) dan hampir seluruh proses
perputaran uang dalam perekonomian terjadi melalui perbankan. Disinilah
mekanisme transmisi kebijakan moneter dari Bank sentral ke perbankan dan
kemudian ke perekonomian terjadi. Kebijakan moneter yang bertujuan untuk
11
menjaga stabilitas harga dan mendorong pertumbuhan ekonomi, antara lain
dilakukan dengan cara mengendalikan jumlah uang beredar dan atau tinggi
rendahnya suku bunga. Melalui berbagai instrumen kebijakan moneter yang
dimiliki, bank sentral dapat mempengaruhi jumlah uang beredar dan atau suku
bunga perbankan yang kemudian akan mempengaruhi jumlah kredit perbankan
dan pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah investasi dan kegiatan
perekonomian secara keseluruhan.
Dengan mekanisme transmisi kebijakan moneter seperti tersebut maka
keberadaan dan kesehatan bank merupakan prasyarat bagi kebijakan moneter yang
efektif. Bank yang sehat adalah bank yang mampu menjalankan fungsi-fungsinya
dengan baik. Fungsi-fungsi tersebut dapat dijalankan dengan menjaga dan
memelihara kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai fungsi intermediasi,
membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat mendukung efektivitas
kebijakan moneter. Selain itu bank juga dituntut untuk memperhatikan kondisi
internal banknya sendiri dengan melakukan kontrol di berbagai sisi bank, kegiatan
yang dapat dilakukan seperti bank selalu menjaga permodalan yang ada pada
perusahaannya sehingga modal yang ada dipastikan cukup untuk kegiatan
usahanya, menjaga dan mengelola kualitas asetnya dengan baik, mengoperasikan
bank berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup
untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya
sehingga dapat memenuhi kewajiban setiap saat.
Berdasarkan atas definisi di atas, terkait fungsi-fungsi bank dapat
dikelompokkan menjadi tiga fungsi antara lain (Latumaerissa, 2014) :
12
a) Agent of trust, yaitu bank sebagai suatu lembaga perantara
(intermediasi) yang dipercaya untuk melayani segala kebutuhan
keuangan dari dan untuk masyarakat.
b) Agent of development, yaitu bank adalah suatu lembaga perantara yang
dapat mendorong kemajuan pembangunan melalui fasilitas kredit dan
kemudahan-kemudahan pembayaran dan penarikan dalam proses
transaksi yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi.
c) Agent of Service, yaitu bank selain sebagai lembaga intermediasi yang
selalu dilakukan, bank juga turut serta dalam memberikan jasa
pelayanan lainnya seperti jasa transfer, jasa penagiham, dan jasa
lainnya.
2.2
Kebijakan Perbankan di Indonesia
Perkembangan produk dan jasa perbankan yang makin kompleks serta
terintegrasinya ekonomi global menuntut Bank Indonesia untuk selalu
melaksanakan kebijakan dan regulasi yang tepat dan cepat sesuai dengan
perkembangan situasi dan arah perbankan nasional. Dalam rangka melaksanakan
tugas mengatur Bank, Bank Indonesia menetapkan kebijakan-kebijakan
perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian. Pada dasarnya Kebijakan
perbankan bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan dalam rangka
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Keberadaan dan perkembangan jenis serta jumlah bank
13
di suatu negara akan membentuk sistem perbankan yang unik dalam arti berbeda
antara satu negara dengan negara lain.
Pengelompokan bank di Indonesia berdasarkan kepemilikan dan ruang
lingkup operasinya. Dalam kepemilikannya Bank Umum di Indonesia dibedakan
menjadi bank milik pemerintah yang biasa disebut persero, Bank milik pemerintah
Daerah, BPD, bank asing, bank campuran, dan bank milik swasta nasional.
Sementara itu berdasarkan ruang lingkup operasinya bank umum dibedakan
menjadi Bank yang dapat melakukan kegiatan transaksi devisa atau bank devisa
dan bank yang tidak dapat melakukan kegiatan transaksi devisa atau bank non
devisa. Hingga Desember 2013 tercatat ada 120 bank umum yang terdaftar di
Bank Indonesia yang terdiri dari 4 Bank Persero, 36 Bank Umum Swasta
Nasional Devisa, 30 Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa, 26 Bank
Pembangunan Daerah, 14 Bank Campuran, dan 10 Bank Asing (Statistik
Perbankan Indonesia, 2014).
BI terus melakukan langkah-langkah pembangunan sistem perbankan
Indonesia yang sehat, kuat dan mampu bersaing secara global maka, tahun 2004
Bank Indonesia telah merumuskan cetak biru untuk pembangunan Indonesia ke
depan dengan meluncurkan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang dilandasi
dengan visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat dan kuat dan efisien
guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Guna mewujudkan visi API dan
sasaran yang ditetapkan serta mengacu pada tantangan yang dihadapi perbankan
maka program API akan dilaksanakan antara lain melalui penguatan struktur
14
perbankan yang bertujuan memperkuat permodalan bank umum (konvensional
dan syariah) dalam rangka meningkatkan kemampuan bank mengelola usaha
maupun risiko, mengembangkan teknologi informasi, maupun meningkatkan
skala usaha guna mendukung peningkatan kapasitas pertumbuhan kredit
perbankan. Implementasi program penguatan permodalan dilaksanakan secara
bertahap yang pencapaiannya dapat dilakukan melalui (a) penambahan modal
baru baik dari shareholder lama maupun investor baru (b) merger dengan bank
atau beberapa bank lain untuk mencapai persyaratan modal minimum baru (c)
penerbitan saham baru atau secondary offering di pasar modal (d) penerbitan
subordinanted loan.
Dalam waktu sepuluh sampai lima belas tahun ke depan program
peningkatan permodalan tersebut diharapkan akan mengarah pada terciptanya
struktur perbankan yang lebih optimal (Arsitektur Perbankan Indonesia, 2014 /
www.ojk.go.id). Secara keseluruhan struktur perbankan Indonesia diharapkan
terbentuk sebagaimana gambar 2.1.
15
Permodalan
(Rp. Triliun)
Bank
Internasi
onal
50
Bank
Nasional
10
Bank dengan fokus:
Da
erah
Kor
pora
si
Ritel
Lain
nya
0,1
BPR
Bank dengan kegiatan
usaha terbatas
Sumber : Arsitektur Perbankan Indonesia, 2014 (www.ojk.go.id)
Gambar 2.1
Struktur Perbankan Indonesia sesuai API
Sesuai gambar 2.1 di atas, pada posisi puncak diharapkan 2 sampai 3
bank yang mengarah kepada bank internasional dengan kapasitas dan kemampuan
untuk beroperasi di wilayah internasional serta memiliki modal di atas Rp. 50
triliun. Posisi kedua terdapat 3 sampai 5 bank nasional yang memiliki cakupan
usaha yang sangat luas dan beroperasi secara nasional serta memiliki modal antara
Rp. 10 triliun sampai dengan Rp. 50 triliun. Kemudian pada posisi ketiga, terdapat
30 sampai 50 bank yang kegiatan usahanya terfokus pada segmen usaha tertentu
sesuai dengan kapabilitas dan kompetensi masing-masing bank. Bank-bank
tersebut memiliki modal antara Rp. 100 miliar sampai dengan 10 triliun. Pada
posisi dasar terdapat Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan bank dengan kegiatan
16
usaha terbatas yang memiliki modal di bawah Rp. 100 miliar (Arsitektur
Perbankan Indonesia, 2014 / www.ojk.go.id).
2.3
Kinerja Keuangan BPD
Kinerja keuangan adalah gambaran setiap hasil ekonomi yang mampu di
raih oleh perusahaan perbankan pada periode tertentu melalui aktivitas-aktivitas
perusahaan untuk menghasilkan keuntungan secara efisien dan efektif, yang dapat
diukur perkembangannya dengan mengadakan analisis terhadap data-data
keuangan yang tercermin dalam laporan keuangan. Kinerja (performance)
merupakan gambaran prestasi yang dicapai perusahaan dalam kegiatan
operasionalnya baik menyangkut aspek keuangan, aspek pemasaran, aspek
penghimpunan dana dan penyaluran dana, aspek teknologi, maupun aspek sumber
daya manusianya. Kinerja bank secara umum merupakan gambaran prestasi yang
dicapai oleh bank dalam operasionalnya. Kinerja keuangan bank merupakan
gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu baik mencakup
aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dananya. Kinerja menunjukkan
sesuatu yang berhubungan dengan kekuatan serta kelemahan suatu perusahaan.
Kinerja perusahaan dapat di ukur dengan menganalisa dan mengevaluasi
laporan keuangan. Berdasarkan laporan keuangan dapat dihitung sejumlah rasio
keuangan. Rasio keuangan merupakan alat ukur yang digunakan dalam
perusahaan untuk menganalisis laporan keuangan. Rasio menggambarkan suatu
hubungan atau pertimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang
lain. Dengan menggunakan alat analisa yang berupa rasio keuangan dapat
17
menjelaskan dan memberikan gambaran kepada penganalisa tentang baik dan
buruknya keadaan atau posisi keuangan dari suatu periode ke periode berikutnya.
Rasio likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas sering digunakan sebagai tolok ukur
dalam pengukuran kinerja keuangan bank. Rasio rentabilitas merupakan alat
untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan kemampuan bank
dalam menghasilkan laba. Menurut Kasmir (2012) rentabilitas rasio sering disebut
profitabilitas usaha. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi usaha
dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Untuk menghitung
rasio rentabilitas digunakan beberapa komponen sebagai berikut:
1)
Return On Asset (ROA), sebagai rasio penunjang untuk mengukur
keberhasilan manajemen dalam menghasilkan laba. ROA merupakan
indicator kemempuan perbankan untuk memperoleh laba atas sejumlah asset
yang dimiliki oleh bank. ROA dapat diperoleh dengan cara menghitung
rasio antara laba setelah pajak dengan total aktiva (Pandia, 2012).
2)
Return On Equity (ROE), sebagai rasio observed untuk mengukur
kemampuan modal dalam menghasilkan laba. ROE merupakan indikator
kemampuan perbankan dalam mengelola modal yang tersedia untuk
mendapatkan laba bersih. ROE dapat diperoleh dengan cara menghitung
rasio antara laba setelah pajak dengan total ekuitas (Pandia, 2012).
3)
Net Interest Margin (NIM), sebagai rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk
menghasilkan pendapatan bunga bersih. Semakin besar rasio ini maka
meningkatkan pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank
18
sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil
(Pandia, 2012).
Kinerja Keuangan BPD merupakan gambaran prestasi yang dicapai BPD
dalam menciptakan laba melalui aktivitas-aktivitas operasional yang dilakukan
baik menyangkut aspek keuangan, aspek pemasaran, aspek penghimpunan dana
dan penyaluran dana, aspek teknologi, maupun aspek sumber daya manusianya.
Pencapaian tingkat kinerja keuangan BPD ditinjau dari rasio rentabilitasnya sesuai
dengan data dan statistik pada Tabel 1.1. Kinerja keuangan BPD dari tahun 2010
sampai dengan tahun 2013 sebagian besar mengalami penurunan. Dimana pada
tahun 2010, ROA BPD menunjukkan angka sebesar 4,16 persen. Kemudian
mengalami penurunan sebanyak 0,86 persen menjadi 3,32 persen pada tahun
2013. Penurunan juga terjadi pada ROE BPD yang menurun dari 31,24 persen
pada tahun 2010 menjadi 26,12 persen pada tahun 2013. ROE BPD mengalami
penurunan sebanyak 5,12 persen. Senada dengan ROA BPD dan ROE BPD, NIM
BPD juga mengalami penurunan dari 10,43 persen pada tahun 2010 menjadi 8,30
persen pada tahun 2013 dengan penurunan yang terjadi sebesar 2,12 persen.
2.4
Faktor Internal Bank Umum
Faktor-faktor yang bersumber dari dalam bank yang mempengaruhi
manajemen bank antara lain berkaitan dengan pengambilan kebijakan dan strategi
operasional bank disebut sebagai faktor internal. Faktor dari dalam tersebut
meliputi kegiatan operasional bank (Fadjar, 2013). Di Indonesia aktivitas
operasional bank meliputi pertumbuhan aset, pertumbuhan kredit, dan
19
pertumbuhan dana pihak ketiga (Yulianita, 2011). BPD sebagai bagian dari bank
umum memiliki faktor internal berupa aktivitas operasional seperti pengelolaan
aset dimana pemantauannya dilihat melalui pertumbuhan aset serta menjalankan
fungsinya sebagai lembaga intermediasi yaitu menghimpun dana pihak ketiga
berupa Giro, Tabungan dan Deposito dimana pemantauannya di setiap periode
dilihat melalui pertumbuhan dana pihak ketiga dan menyalurkannya kembali
kepada masyarakat melalui penyaluran kredit dimana pemantauannya dapat
dilihat melalui pertumbuhan penyaluran kredit.
2.4.1
Aset (Aktiva)
Investasi pada suatu perusahaan merupakan pengelolaan sumber-sumber
dalam jangka panjang untuk menghasilkan laba dimasa yang akan datang.
Menurut Martono dan Agus, (2005) investasi merupakan penanaman dana yang
dilakukan oleh suatu perusahaan ke dalam suatu asset (aktiva) dengan harapan
memperoleh pendapatan dimasa yang akan datang. Aset merupakan aktiva yang
digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan. Semakin besar aset
diharapkan semakin besar hasil operasi yang dihasilkan oleh perusahaan.
Peningkatan aset yang diikuti peningkatan hasil operasi akan semakin
menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan.
Pertumbuhan aset adalah perubahan (peningkatan atau penurunan) total
aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Pertumbuhan aktiva dihitung sebagai
persentase perubahan total aktiva pada tahun tertentu terhadap tahun sebelumnya
(Bhaduri, 2002). Menurut Brimigham dan Erhart (2005), perusahaan dengan
tingkat pertumbuhan yang tinggi akan bergantung pada dana dari luar perusahaan
20
dikarenakan dana dari dalam perusahaan tidak mencukupi untuk mendukung
tingkat pertumbuhan yang tinggi. Dengan demikian perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan yang tinggi akan lebih banyak menggunakan utang sebagai sumber
pendanaannya daripada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah.
2.4.2
Kredit
Kredit menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Kredit juga diartikan
sebagai pemberian fasilitas pinjaman (bukan berdasarkan prinsip syariah) kepada
nasabah, baik berupa fasilitas pinjaman Tunai (Cash Loan) maupun pinjaman Non
Tunai (Non Cash Loan).
Pada umumnya kegiatan suatu bank terkonsentrasi pada bidang
perkreditan. Karena kegiatan perkreditan ternyata memberikan sumbangan yang
terbesar kepada pendapatan bank melalui apa yang dinamakan dengan interest
based-activity, yaitu melalui kegiatan perkreditan maka bank memperoleh
keuntungan berupa bunga bank kredit. Keuntungan pokok perbankan adalah dari
selisih bunga simpanan dengan bunga bunga kredit. Keuntungan ini dinamakan
spread based. Namun, disamping keuntungan dari kegiatan pokok (perkreditan)
tersebut pihak perbankan juga menghasilkan pendapatan melalui apa yang
dinamakan dengan fee based-activities, yaitu kegiatan yang menghasilkan
pendapatan dari transaksi yang diberikannya dalam bentuk jasa bank lainnya.
21
2.4.3
Dana Pihak Ketiga
Dana pihak ketiga (simpanan) yang dijelaskan dalam Undang-Undang
Perbankan No. 10 tahun 1998 tentang perbankan adalah dana yang dipercayakan
oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam
bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu. Menurut Kasmir dalam bukunya Manajemen Perbankan
(2012), dana pihak ketiga adalah dana yang berasal dari masyarakat luas yang
merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasional suatu bank dan
merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasionalnya dari
sumber dana ini. Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi
kegiatan operasional bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu
membiayai operasionalnya dari sumber dana ini. Menurut Undang-Undang
Perbankan No. 10 tahun 1998 sumber dana yang dimaksud adalah sebagai berikut
1) Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat
dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya
atau dengan cara pemindahbukuan.
2) Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dilakukan pada waktu
tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.
3) Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan
itu.
22
2.5
Faktor Eksternal Bank Umum
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi manajemen bank meliputi
faktor di luar kendali bank. Dalam kondisi riil, internal bank dalam menjalankan
aktivitas operasionalnya tidak terlepas dari kondisi makroekonomi, kondisi
tersebut meliputi inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar.
2.5.1
Inflasi
Inflasi merupakan suatu keadaan dimana harga barang mengalami
kenaikan secara terus-menerus. Menurut Serfianto (2013) inflasi merupakan
kenaikan di tingkat harga umum sehingga dapat menurunkan nilai mata uang
suatu negara. Jadi, suatu keadaan mengidentifikasikan terjadinnya inflasi adalah
dimana harga barang-barang secara umum (bukan satu atau dua barang saja) yang
mengalami kenaikkan harga. Apabila terjadi kenaikkan harga namun hanya pada
satu atau beberapa jenis barang saja dan tidak berlangsung secara terus-menerus,
maka hal itu tidak dapat di sebut sebagai inflasi. Inflasi dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain :
a.
Inflasi karena kenaikan permintaan (demand-pull inflation)
Inflasi seperti ini terjadi karena adanya kenaikan permintaan untuk beberapa
jenis barang. Dalam hal ini, permintaan masyarakat maningkat secara agregat.
Peningkatan ini dapat terjadi karena peningkatan belanja pemerintah,
peningkatan permintaan barang untuk diekspor, dan peningkatan dari
permintaan barang untuk kebutuhan swasta. Kenaikan permintaan masyarakat
ini mengakibatkan harga-harga naik karena penawaran tetap.
23
b.
Inflasi karena biaya produksi (cost-pull inflation)
Inflasi seperti ini terjadi karena adanya kenaikan biaya produksi. Kenaikan
biaya produksi terjadi karena kenaikan harga-harga baku, misalnya karena
keberhasilan serikat buruhdalam menaikan upah atau karena kenaikan bahan
bakar. Kenaikan biaya produksi mengakibatkan harga naik dan terjadi inflasi
c.
Inflasi karena jumlah uang yang beredar bertambah
Teori ini diajukan oleh kaum klasik yang mengatakan bahwa ada hubungan
antara jumlah uang yang beredar dan harga-harga. Jika jumlah barang tetap
sedangkan uang beredar bertambah maka harga akan naik. Penambahan
jumlah uang yang beredar dapat terjadi misalnya karena mencetak uang
bataaru yang mengakibatkan harga-harga naik.
Berdasarkan tingkat keparahannya, inflasi dapat dikelompokkan ke dalam
empat tingkatan. Pertama, inflasi ringan merupakan keadaan inflasi yang masih
belum begitu mengganggu keadaan ekonomi. Inflasi ini masih mudah di
kendalikan. Harga-harga naik secara umum, tetapi belum menimbulkan krisis di
bidang ekonomi. Inflasi ringan berada dibawah 10 persen per tahun. Kedua,
inflasi sedang merupakan inflasi level 2 yang belum membahayakan kegiatan
ekonomi, tetapi inflasi ini sudah menurunkan kesejahteraan orang-orang yang
berpenghasilan tetap. Inflasi sedang berkisar antara 10 persen – 30 persen per
tahun. Ketiga, inflasi berat dimana pada inflasi level ini sudah akan mengacaukan
kondisi perekonomian. Pada inflasi berat ini, masyarakat cenderung menyimpan
barang dan enggan untuk menabung, hal ini dikarenakan bunga tabungan lebih
rendah dari laju inflasi. Inflasi berat berkisar antara 30 persen – 100 persen per
24
tahun. Keempat, Inflasi sangat berat (hyperinflasi), inflasi jenis ini sudah
mengacaukan kondisi perekonomian dan susah dikendalikan walaupun dengan
kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Inflasi sangat berat berada diatas 100%
per tahun.
Kebijakan ekonomi suatu negara biasanya akan berusaha agar inflasi tetap
berada pada taraf inflasi ringan. Inflasi seperti ini akan mengurangi pandapatan
rill pekerja-pekerja berpenghasilan tetap, tetapi kemorosotan tersebar tidaklah
terlalu besar. Inflasi seperti ini juga menimbulkan efek yang baik dalam
perekonomian. Keuntungan perusahaan meningkat (akibat harga yang meningkat
tetapi tidak diikuti oleh kenaikan gaji) dan ini akan meningkatkan lebih banyak
investasi. Lanjutan dari perkembangan ini adalah kesempatan kerja dan
pendapatan meningkat dan mendorong pada pertumbuhan ekonomi.
Inflasi yang serius, yaitu inflasi yang kelajuannya sudah tidak dapat
dikendalikan. Tingkat inflasi yang terlalu tinggi dapat membahayan perekonomian
suatu negara. Hal ini akan mengurangi gairah perusahaan untuk melakukan
investasi yang produktif dan dapat menimbulkan kemerosotan nilai mata uang dan
defisit dalam neraca pembayaran. Berbagai masalah ini akan memperlambat
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pengangguran. Peningkatan inflasi ini
juga akan mempengaruhi kondisi perbankan, dimana perbankan sebagai lembaga
intermediasi sebagai penyimpan dan penyalur dana akan semakin ditinggalkan
oleh masyarakat. Hal ini berakibat pada peningkatan akan jumlah uang beredar.
Pada saat terjadi inflasi, Bank Indonesia akan menarik uang yang beredar,
sebaliknya jika terjadi kelesuan usaha, akan dilakukan penyaluran dana usaha
25
untuk menunjang kegiatan usaha masyarakat. Untuk menghadapi inflasi,
perbankan nasional akan berusaha mengimbangi dengan meminta tingkat bunga
yang lebih tinggi.
2.5.2
Suku Bunga (BI Rate)
Tingkat suku bunga adalah tingkat suku bunga yang berlaku dalam suatu
Negara yang berfluktuasi dari tingkat yang satu ketingkat yang lainnya. Semenjak
bulan September 2005 Bank Indonesia menggunakan BI rate sebagai acuan suku
bunga yang berlaku di Indonesia. BI rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank
Indonesia setiap rapat Dewan Gubernur dan diimplementasikan pada operasi
moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan ekuiditas di pasar
uang. Suku bunga menjadi lebih penting bagi Indonesia sejak dilepaskannya
sistem nilai tukar mengambang terkendali dan diganti dengan sistem nilai tukar
mengambang bebas. Gormaen (2005) menyatakan bahwa suku bunga adalah
harga uang yang dibayarkan peminjam diberbagai keadaan. Menurut Suhandi
dalam Situmeang (2006) suku bunga adalah biaya yang harus di bayar oleh
peminjam yang diterima dan merupakn imbalan bagi pemberi pinjaman dan
investasinnya. Menurut Puspopranoto (2004) tingkat bunga adalah biaya
peminjam atau harta yang dibayar untuk meminjam sejumlah dana.
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa suku bunga adalah biaya
yang harus dibayarkan peminjam dan imbalan yang diterima pemberi pinjaman.
Suku bunga di Indonesia bedakan menjadi 2 (dua). Pertama, suku bunga nominal
adalah tingkat bunga yang dapat diamati di pasar. Kedua, suku bunga riil adalah
26
konsep yang mengukur tingkat bunga yang sesungguhnya setelah suku bunga
nominal dikurangi dengan laju inflasi yang di harapkan.
Adapu Fungsi dan peran suku bunga adalah Suku bunga akan
mempengaruh investasi surat berharga luar negeri sehingga akan mempengaruhi
permintaan dan penawaran mata uang asing investor yang bertransaksi secara
global akan mencari negara denagn tingkat suku bunga yang menguntungkan. Jika
tingkat suku bunga domestic (Indonesia) naik dan tingkat suku bunga luar negeri
relatif tidak berubah investor Indonesia akan mengurangi permintaan terhadap US
Dollar suku bunga di Indonesia menawarkan pengembalian yang menarik dan
investor asing akan menawarkan US dollar untuk ditukarkan dengan mata uang
domestic. Penjelasan ini menggambarkan bahwa kenaikan suku bunga akan
mendorong penguatan nilai tukar mata uang suatu negara.
Menurut Puspopranoto (2004) tingkat bunga mempunyai beberapa fungsi
dan peran penting dalam perekonomian, yaitu:
a. Membantu menggalinyatabungan berjalan kearah investasi guna mendukung
pertumbuhan perekonomian.
b. Mendistribusikan jumlah kredit yang tersedia, pada umumnya memberikan
dana kredit kepada proyek investasi yang menjanjikan hasil tertinggi.
c. Menyeimbangkan jumlah uang beredar dengan permintaan akan uang di suatu
Negara.
d. Merupakan alat
penting menyangkut
kebijakan pemerintah melalui
pengaruhnya terhadap jumlah tabungan dan investasi.
27
Bagi perbankan utamanya bank umum, jika suku bunga pasar uang
meningkat maka tingkat pendapatan nasional menjadi tinggi. Dengan tingginya
suku bunga, masyarakat akan mengalirkan dananya ke bank, namun disisi lain
aktivitas untuk menyalurkan dana perbankan dalam bentuk kredit menjadi
terhalang karena suku bunga pinjaman yang biasanya jauh lebih tinggi dari suku
bunga simpanan, akibatnya investor sulit melakukan kegiatan ekspansi untuk
usahanya.
2.5.3
Nilai Tukar (Kurs)
Menurut Musdholifah & Tony (2007), nilai tukar atau kurs adalah
perbandingan antara harga mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain.
Misal kurs rupiah terhadap dollar Amerika menunjukkan berapa rupiah yang
diperlukan untuk ditukarkan dengan satu dollar Amerika. Kurs (exchange rate)
adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, yaitu merupakan
perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut (Triyono, 2008).
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan nilai tukar rupiah
adalah suatu perbandingan antara nilai mata uang suatu negara dengan negara
lain. Nilai tukar lazim juga disebut kurs valuta asing dimana dalam berbagai
transaksi atau pun jual beli valuta asing, dikenal ada 3 (tiga) jenis yaitu,
a. Kurs Jual adalah kurs yang dikeluarkan oleh bursa valuta asing untuk menjual
satu unit mata uang asing tertentu.
b. Kurs Beli adalah kurs yang dikeluarkan oleh bursa valuta asing untuk membeli
satu unit mata uang asing tertentu.
28
c. Kurs Tengah adalah rata-rata dari kurs jual dan kurs beli. Kegunaan kurs
tengah adalah untuk menganalisis naik turunnya harga valuta asing di bursa,
seperti memperjelas apresiasi dan depresiasi valuta asing tertentu.
Heru (2008) menyatakan bahwa nilai tukar mencerminkan keseimbangan
permintaan dan penawaran terhadap mata uang dalam negeri maupun mata uang
asing. Merosotnya nilai tukar rupiah merefleksikan menurunnya permintaan
masyarakat terhadap mata uang rupiah karena menurunnya peran perekonomian
nasional atau karena meningkatnya permintaan mata uang asing sebagai alat
pembayaran internasional. Semakin menguat kurs rupiah sampai batas tertentu
berarti menggambarkan kinerja di pasar uang semakin menunjukkan perbaikan.
Sebagai dampak meningkatnya laju inflasi maka nilai tukar domestik semakin
melemah terhadap mata uang asing. Hal ini mengakibatkan menurunnya kinerja
suatu perusahaan dan investasi di pasar modal menjadi berkurang. Heru (2008)
menyatakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing pun mempunyai
pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal. Dengan menurunnya nilai
tukar rupiah terhadap mata uang asing akan mengakibatkan meningkatnya biaya
impor bahan-bahan baku yang akan digunakan untuk produksi dan juga
meningkatkan suku bunga. Walaupun menurunnya nilai tukar juga dapat
mendorong perusahaan untuk melakukan ekspor.
Menurut Sartono (2003) system nilai tujar di Indonesia terdapat 4 (empat)
macam antara lain,
a. Sistem nilai tukar tetap, adalah sistem dimana nilai mata uang suatu negara
ditentukan tetap terhadap mata uang negara lain. Sistem ini memaksa
29
pemerintah untuk selalu menyesuaikan nilai tukarnyajika tidak lagi sesuai
dengan nilai yang telah ditetapkan dengan cara mendevaluasikan mata
uangnya.
b. Sistem nilai tukar mengambang terkendali, dalam sistem ini bank sentral
menentukan bahwa mata uangnya boleh bergerak dalam rentan tertentu yang
telah di tetapkan. Jika mata uang bergerak melebihi batas atas dan batas bawah,
maka bank sentral akan melakukan intervensi dengan membeli atau menjual
US dollar. Selain intervensi secara langsung dilakukan pemerintah juga
menggunakan instrument lain seperti suku bunga.
c. Sistem nilai tukar bebas mengambang, dalam sistem ini pemerintah tidak lagi
berkewajiban untuk melakukan intervensi terhadap pergerakkan nilai tukar.
Mata uangnya dibiarkan melakukan penyesuaian melalui mekanisme pasar.
Selain itu sistem ini dapat menghemat cadangan devisa negara.
Nilai tukar terkait dengan mata uang Negara lain dari suatu perekonomian.
Rasio pertukaran (harga) yang menggambarkan berapa banyak suatu mata uang
harus dipertukarkan untuk memperoleh satu unit mata uang lain disebut dengan
nilai tukar (exchange rate). Menguatnya nilai tukar karena mekanisme pasar
disebut apresiasi sedangkan melemahnya nilai tukar mata uang karena kekuatan
pasar disebut depresiasi. Nilai tukar akan memberikan resiko kepada bank
terutama yang melakukan transaksi yang terkait dengan mata uang asing baik sisi
aktiva maupun dari sisi pasiva. Ketidakstabilan nilai tukar akan menyebabkan
bank mengalami kesulitan dalam mengelola aktiva dan kewajiban yang
dimilikinya dalam mempertahankan keuntungan sesuai target.
30
2.6
Faktor Risiko Bank Umum
Risiko merupakan penyimpangan hasil yang diperoleh dari rencana hasil
yang diharapkan. Risiko terjadi karena keadaan waktu yang akan datang penuh
ketidakpastian. Bank-bank telah mengambil berbagai risiko dan mengevaluasi
setiap hari sebagai bagian dari proses bisnis inti. Menurut Brigham & Houston
(2004) bahwa risiko dibedakan menjadi risiko bisnis (business risk) dan risiko
keuangan (financial risk). Risiko bisnis menggambarkan tingkat risiko dari aktiva
tetap jika tidak menggunakan hutang, sedangkan risiko keuangan menyangkut
risiko tambahan bagi pemegang saham biasa akibat penambahan hutang.
Menurut Pandia (2012) manajemen risiko adalah suatu metode logis dan
sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi,
serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap
aktivitas atau proses. Manajemen Risiko dalam operasional bank meliputi
identifikasi risiko, pengukuran dan penilaian, dan tujuannya adalah untuk
meminimalkan efek negatif risiko terhadap hasil keuangan dan modal bank. Bank
wajib membentuk unit organisasi khusus untuk tujuan manajemen risiko. Risiko
bank yang terbesar dalam operasinya adalah resiko pasar, resiko kredit, resiko
likuiditas, resiko eksposur, resiko investasi, resiko operasional, resiko hukum,
resiko strategis. Oleh karena itu, seluruh aktivitas bank mulai dari penyerapan
dana hingga penyaluran dana dalam bentuk kredit sangat rentan terhadap risiko.
Semakin besar keuntungan yang diharapkan dari suatu usaha, semakin besar risiko
yang akan dihadapi (Pandia, 2012). Peristiwa yang mempengaruhi satu area resiko
dapat memiliki konsekuensi untuk berbagai kategori resiko lainnya.
31
1)
Risiko Kredit
Risiko Kredit (Credit Risk) adalah risiko yang timbul sebagai akibat
kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya, dalam mengantisipasi
resiko kredit bank harus memperhatikan tipe-tipe kreditnya, diversivikasi
dalam wilayah geografis dan jenis-jenis industri yang di biayainya,
kebijakan agunan dan lain sebagainya. dan yang paling penting adalah
aturan atau standar dalam pengendalian kredit.
2)
Risiko Likuiditas
Risiko Likuiditas (Liquidity Risk) adalah risiko yang di sebabkan karena
bank tidak mampu memenuhi kewajiban liquiditasnya (kewajiban yang
telah jatuh tempo), dalam hal ini bank tidak dapat memanfaatkan
keuntungannya dengan maksimal karena adanya desakan kebutuhan
liquiditas,untuk itu bank harus lebih bijak dalam menetukan jumlah
liquiditasnya dalam artian harus balance atau seimbang, terlalu banyak
liquiditas di khawatirkan nantinya akan mengorbankan tingkat keuntungan
dari bank, kalau terlalu sedikit akan berpotensi untuk meminjam dana
dengan harga yang tidak dapat di ketahui sebelumnya, yang dapat berakibat
menigkatnya biaya dan akhirnya menurunkan profitabilitas.
3)
Risiko Operasional
Risiko Operasional (Operational Risk) adalah risiko yang antara lain di
sebabkan oleh ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal,
kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya kegagalan problem
eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Menurut Latumaerissa
32
(2014), risiko operasi adalah risiko yang dihadapi oleh bank berkaitan
dengan masalah penghimpunan dan penggunaan dana, seperti perubahan
dalam komposisi biaya operasional dan lain sebagainya.
4)
Risiko Modal
Risiko Modal (Capital Risk) adalah capital risk yaitu risiko yang muncul
akibat penurunan kualitas aset, karena adanya kredit macet, yang memaksa
bank untuk menerbitkan saham baru dan penambahan setoran modal oleh
pemilik, atau mencari
investor baru untuk memperbaiki
kondisi
permodalannya sehingga sesuai dengan ketentuan permodalan.
2.7
Keaslian Penelitian
Penelitian-penelitan yang berkaitan mengenai pengaruh faktor internal dan
eksternal bank terhadap kinerja keuangan bank khusunya pada BPD di Indonesia,
antara lain:
Hasil penelitian dari Spong et al (1996) yang berjudul What Makes A Bank
Efficient? A Look At Financial Characteristics and Bank Management and
Ownership Structure, menunjukkan bahwa variabel internal keuangan perbankan
akan sangat berpengaruh terhadap tingkat efisiensi operasional. Hasil penelitian
tersebut didukung oleh Yuliani (2007), dimana dalam penelitiannya menunjukkan
bahwa dana pihak ketiga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
keuangan bank (ROA). Hasil penelitian ini sesuai dengan konsep dan logika
kegiatan operasi bank, dimana semakin banyak dana pihak ketiga yang dapat
33
dihimpun dari masyarakat, maka semakin besar peluang untuk mendapatkan
return dari penggunaan dana tersebut.
Penelitian Supriyanti (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Pengaruh Tingkat Inflasi dan Suku Bunga BI Terhadap Kinerja Keuangan PT.
Bank Mandiri Tbk. Berdasarkan Rasio Keuangan didapati bahwa Tingkat Inflasi
berpengaruh secara signifikan terhadap ROE, dan Tingkat Suku Bunga BI
berpengaruh signifikan terhadap terhadap ROA. Sehingga setiap variabel
independent (Inflasi dan Suku Bunga) , mampu memberikan pengaruhnya untuk
menjelaskan variabel dependent (ROA, ROE, NIM) dengan baik.
Hasil penelitian dari Resende dan Perevalov (2010) yang berjudul The
Macroeconomic Implications of Changes in Bank Capital and Liquidity
Requirements in Canada: Insights from BoCGEMFin, menunjukkan bahwa dalam
jangka panjang bank loans, lending spreads, investment, dan output berdampak
sedang dan moderate, akan tetapi dalam jangka pendek mereka mempunyai
pengaruh yang kuat.
Sudiyatno (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Peran Kinerja Perusahaan
dalam menentukan pengaruh faktor fundamental makroekonomi, risiko sistematis
dan kebijakan perusahaan terhadap nilai perusahaan, menyatakan bahwa faktor
eksternal berupa tingkat bunga berpengaruh positif langsung terhadap risiko. Risiko
berperan sebagai variabel intervening dari tingkat bunga dalam mempengaruhi kinerja
perusahaan. Temuan ini didukung oleh Khusna (2009) yang menyatakan bahwa suku
bunga SBI, Nilai Kurs dan Inflasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap risiko
perusahaan.
34
Dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Perbandingan Faktor
Determinan Pertumbuhan Aset, Kredit (Pembiayaan), dan Dana Pihak Ketiga
Bank Umum Periode Penelitian Tahun 2004-2008, Yulianita (2011) menyatakan
determinan pertumbuhan aset ditentukan oleh variabel bank specific, meliputi
total aset periode sebelumnya, pertumbuhan aset periode sebelumnya, size.
Determinan pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh total kredit periode sebelumnya,
pertumbuhan kredit periode sebelumnya, expenses dan profitabilitas. Sedangkan
pertumbuhan dana pihak ketiga dipengaruhi oleh total dana pihak ketiga periode
sebelumnya, pertumbuhan kredit perode sebelumnya, liquidity risk dan size.
Dietrich dan Wanzenried (2011) dalam penelitiannya yang berjudul
Determinants of Bank Profitability Before and During the Crisis: Evidence from
Switzerland menemukan bahwa industry specific dan karakteristik makroekonomi
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas. Profitabilitas di
Negara Swiss terutama dijelaskan oleh efisiensi operasional, pertumbuhan kredit,
biaya pendanaan dan model bisnis. Bank yang efisien lebih menguntungkan
dibandingkan dengan bank-bank yang kurang efisien.
Menurut Poetry dan Sanrego (2011) dalam penelitiannya yang berjudul
“Pengaruh Variabel Makro dan Mikro Terhadap NPL Perbankan Konvensional
dan NPF Perbankan Syariah” menyatakan bahwa variabel yang signifikan dalam
jangka panjang mempengaruhi NPL adalah nilai tukar, IPI, inflasi, SBI, LDR, dan
CAR. Hal ini di dukung oleh Sri Mey Yanti (2012) yang mengungkapkan bahwa
variabel makroekonomi yang diwakilkan dengan inflasi menunjukkan hubungan
yang searah dengan hipotesa dan berpengaruh signifikan terhadap NPL.
35
Harmono (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor Fundamental
Makro dan Skim Bunga Kredit sebagai Variabel Intervening Pengaruhnya
Terhadap Kinerja Bank, mengungkapkan bahwa faktor fundamental makro yang
terdiri dari tingkat inflasi, BI Rate, dan nilai kurs berpengaruh signifikan terhadap
kinerja bank. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian dari Raphael (2013) yang
berjudul Bank-specific, industry-specific and Macroeconomic Determinants of
Bank Efficiency in Tanzania: A Two Stage Analysis, menunjukkan bahwa tingkat
efisiensi bank sangat dipengaruhi oleh bank specific, Industry specific, and
macroeconomic factors.
Sudiyatno (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Risiko
Kredit dan Efisiensi Operasional Terhadap Kinerja Bank menyatakan bahwa
risiko kredit tidak berpengaruh terhadap kinerja bank, dimana CAR dan LDR
berpengaruh positif namun tidak signifikan. Sedangkan BOPO berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap profitabilitas bank (ROA). Hasil penelitian
tersebut sesuai dengan hasil yang diperoleh Anisa (2011) dalam penelitiannya
yang berjudul Analisis Pengaruh Efisiensi Operasi, Risiko Kredit, Risiko Pasar,
dan Modal terhadap Kinerja Keuangan Perbankan yang menyatakan bahwa
efisiensi operasi (BOPO) dan risiko kredit (NPL) berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap kinerja keuangan (ROA) bank domestik dan bank asing.
Yuliani (2013), dalam penelitiannya yang berjudul Aktivitas Operasional
Bank dan Implikasinya terhadap Kinerja Keuangan dengan Faktor Risiko Sebagai
Pemediasi (Studi Pada Sektor Perbankan Go Public di Bursa Efek Indonesia,
menyatakan bahwa aktivitas operasional bank dapat meningkatkan kinerja
36
keuangan, aktivitas operasional bank berpengaruh signifikan dan negatif terhadap
faktor risiko, faktor risiko yang rendah dapat meningkatkan kinerja keuangan dan
faktor risiko menjadi partial mediation dalam memengaruhi aktivitas operasional
bank terhadap kinerja keuangan bank. Serta faktor risiko berperan sebagai
variabel intervening dari tingkat bunga dalam mempengaruhi kinerja perusahaan
(Sudiyatno, 2010).
Octaviyanty (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor
Internal dan Eksternal Yang Mempengaruhi Kinerja Bank Umum Di Indonesia
Periode 2008 - 2011 menunjukkan bahwa faktor internal dan faktor eksternal
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja Bank Umum di Indonesia
periode 2008 - 2011. Hal ini senada dengan temuan dari Fadjar (2013) yang
menemukan bahwa secara bersama-sama faktor internal bank dan faktor eksternal
bank mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas bank.
Dari beberapa penelitian sebelumnya yang membedakan dari penelitian ini
adalah peneliti menggunakan variabel-variabel dan lokasi penelitian yang berbeda
dalam menentukan Kinerja Keuangan Bank yaitu Faktor Internal (Aktivitas
Operasional Bank), Faktor Eksternal (Kondisi Makroekonomi), dan Faktor Risiko
dengan mengambil BPD di Indonesia sebagai obyek penelitian.
.
Download