BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Industri Perbankan di Indonesia Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1 Undang-Undang No.10 tahun 1998 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan yang dimaksud bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Kegiatan menghimpun dana dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok perbankan, sedangkan kegiatan lainnya berupa pelayanan jasa-jasa hanyalah merupakan pendukung dari dua kegiatan utama tersebut (Kasmir, 2012). Berdasarkan definisi tersebut, Bank memiliki fungsi untuk menjembatani kepentingan pihak yang kelebihan dana (penyimpan dana atau kreditur) dan pihak yang membutuhkan dana (peminjam dana atau debitur), terkait fungsinya ini Bank disebut sebagai lembaga intermediasi atau lembaga perantara. Sebagai lembaga perantara, kelebihan akan dana yang dimilki oleh penyimpan dana baik dana perseorangan, badan usaha, yayasan maupun lembaga pemerintah dalam bentuk giro, tabungan maupun deposito berjangka dapat dihimpun di bank yang kemudian dana tersebut disalurkan kembali kepada pihak- 9 10 pihak yang kekurangan dan membutuhkan dana dalam bentuk pinjaman atau kredit. Fungsi intermediasi dapat berjalan dengan baik apabila kedua belah pihak memiliki kepercayaan kepada bank dan selanjutnya perekonomian secara keseluruhan akan memperoleh manfaat dari keberadaan dari suatu Bank Selain sebagai lembaga intermediasi, bank juga mempunyai jasa-jasa pelengkap lainnya yang mendukung kelancaran kegiatan bank sebagai lembaga intermediasi. Jasa tersebut antara lain memberikan pelayanan dalam lalu lintas sistem pembayaran, dengan adanya bank maka berbagai cara pembayaran yang diperlukan untuk memfasilitasi kegiatan ekonomi masyarakat dapat berjalan dengan lancar baik secara tunai maupun non tunai (cek, giro, transfer, kliring, Automatic Teller Machine/ATM). Banyaknya jenis jasa yang ditawarkan sangat tergantung dari kemampuan masing-masing bank dalam menyediakan suatu jasa perbankan. Kemampuan tersebut dapat dilihat dari segi permodalan, manajemen serta fasilitas sarana dan prasarana yang dimilikinya (Kasmir, 2012). Selain kedua fungsi tersebut bank juga mempunyai fungsi sebagai media dalam mentransmisikan kebijakan moneter yang dilakukan bank sentral. Secara kelembagaan sistem moneter terdiri dari otoritas moneter dan bank atau lembaga lain yang menjalankan fungsi moneter. Bank termasuk dalam sistem moneter karena bank selain menjadi sarana dalam transmisi kebijakan moneter juga dapat menciptakan uang (uang giral maupun uang kuasi) dan hampir seluruh proses perputaran uang dalam perekonomian terjadi melalui perbankan. Disinilah mekanisme transmisi kebijakan moneter dari Bank sentral ke perbankan dan kemudian ke perekonomian terjadi. Kebijakan moneter yang bertujuan untuk 11 menjaga stabilitas harga dan mendorong pertumbuhan ekonomi, antara lain dilakukan dengan cara mengendalikan jumlah uang beredar dan atau tinggi rendahnya suku bunga. Melalui berbagai instrumen kebijakan moneter yang dimiliki, bank sentral dapat mempengaruhi jumlah uang beredar dan atau suku bunga perbankan yang kemudian akan mempengaruhi jumlah kredit perbankan dan pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah investasi dan kegiatan perekonomian secara keseluruhan. Dengan mekanisme transmisi kebijakan moneter seperti tersebut maka keberadaan dan kesehatan bank merupakan prasyarat bagi kebijakan moneter yang efektif. Bank yang sehat adalah bank yang mampu menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Fungsi-fungsi tersebut dapat dijalankan dengan menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai fungsi intermediasi, membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat mendukung efektivitas kebijakan moneter. Selain itu bank juga dituntut untuk memperhatikan kondisi internal banknya sendiri dengan melakukan kontrol di berbagai sisi bank, kegiatan yang dapat dilakukan seperti bank selalu menjaga permodalan yang ada pada perusahaannya sehingga modal yang ada dipastikan cukup untuk kegiatan usahanya, menjaga dan mengelola kualitas asetnya dengan baik, mengoperasikan bank berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajiban setiap saat. Berdasarkan atas definisi di atas, terkait fungsi-fungsi bank dapat dikelompokkan menjadi tiga fungsi antara lain (Latumaerissa, 2014) : 12 a) Agent of trust, yaitu bank sebagai suatu lembaga perantara (intermediasi) yang dipercaya untuk melayani segala kebutuhan keuangan dari dan untuk masyarakat. b) Agent of development, yaitu bank adalah suatu lembaga perantara yang dapat mendorong kemajuan pembangunan melalui fasilitas kredit dan kemudahan-kemudahan pembayaran dan penarikan dalam proses transaksi yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi. c) Agent of Service, yaitu bank selain sebagai lembaga intermediasi yang selalu dilakukan, bank juga turut serta dalam memberikan jasa pelayanan lainnya seperti jasa transfer, jasa penagiham, dan jasa lainnya. 2.2 Kebijakan Perbankan di Indonesia Perkembangan produk dan jasa perbankan yang makin kompleks serta terintegrasinya ekonomi global menuntut Bank Indonesia untuk selalu melaksanakan kebijakan dan regulasi yang tepat dan cepat sesuai dengan perkembangan situasi dan arah perbankan nasional. Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur Bank, Bank Indonesia menetapkan kebijakan-kebijakan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian. Pada dasarnya Kebijakan perbankan bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan masyarakat. Keberadaan dan perkembangan jenis serta jumlah bank 13 di suatu negara akan membentuk sistem perbankan yang unik dalam arti berbeda antara satu negara dengan negara lain. Pengelompokan bank di Indonesia berdasarkan kepemilikan dan ruang lingkup operasinya. Dalam kepemilikannya Bank Umum di Indonesia dibedakan menjadi bank milik pemerintah yang biasa disebut persero, Bank milik pemerintah Daerah, BPD, bank asing, bank campuran, dan bank milik swasta nasional. Sementara itu berdasarkan ruang lingkup operasinya bank umum dibedakan menjadi Bank yang dapat melakukan kegiatan transaksi devisa atau bank devisa dan bank yang tidak dapat melakukan kegiatan transaksi devisa atau bank non devisa. Hingga Desember 2013 tercatat ada 120 bank umum yang terdaftar di Bank Indonesia yang terdiri dari 4 Bank Persero, 36 Bank Umum Swasta Nasional Devisa, 30 Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa, 26 Bank Pembangunan Daerah, 14 Bank Campuran, dan 10 Bank Asing (Statistik Perbankan Indonesia, 2014). BI terus melakukan langkah-langkah pembangunan sistem perbankan Indonesia yang sehat, kuat dan mampu bersaing secara global maka, tahun 2004 Bank Indonesia telah merumuskan cetak biru untuk pembangunan Indonesia ke depan dengan meluncurkan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang dilandasi dengan visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat dan kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Guna mewujudkan visi API dan sasaran yang ditetapkan serta mengacu pada tantangan yang dihadapi perbankan maka program API akan dilaksanakan antara lain melalui penguatan struktur 14 perbankan yang bertujuan memperkuat permodalan bank umum (konvensional dan syariah) dalam rangka meningkatkan kemampuan bank mengelola usaha maupun risiko, mengembangkan teknologi informasi, maupun meningkatkan skala usaha guna mendukung peningkatan kapasitas pertumbuhan kredit perbankan. Implementasi program penguatan permodalan dilaksanakan secara bertahap yang pencapaiannya dapat dilakukan melalui (a) penambahan modal baru baik dari shareholder lama maupun investor baru (b) merger dengan bank atau beberapa bank lain untuk mencapai persyaratan modal minimum baru (c) penerbitan saham baru atau secondary offering di pasar modal (d) penerbitan subordinanted loan. Dalam waktu sepuluh sampai lima belas tahun ke depan program peningkatan permodalan tersebut diharapkan akan mengarah pada terciptanya struktur perbankan yang lebih optimal (Arsitektur Perbankan Indonesia, 2014 / www.ojk.go.id). Secara keseluruhan struktur perbankan Indonesia diharapkan terbentuk sebagaimana gambar 2.1. 15 Permodalan (Rp. Triliun) Bank Internasi onal 50 Bank Nasional 10 Bank dengan fokus: Da erah Kor pora si Ritel Lain nya 0,1 BPR Bank dengan kegiatan usaha terbatas Sumber : Arsitektur Perbankan Indonesia, 2014 (www.ojk.go.id) Gambar 2.1 Struktur Perbankan Indonesia sesuai API Sesuai gambar 2.1 di atas, pada posisi puncak diharapkan 2 sampai 3 bank yang mengarah kepada bank internasional dengan kapasitas dan kemampuan untuk beroperasi di wilayah internasional serta memiliki modal di atas Rp. 50 triliun. Posisi kedua terdapat 3 sampai 5 bank nasional yang memiliki cakupan usaha yang sangat luas dan beroperasi secara nasional serta memiliki modal antara Rp. 10 triliun sampai dengan Rp. 50 triliun. Kemudian pada posisi ketiga, terdapat 30 sampai 50 bank yang kegiatan usahanya terfokus pada segmen usaha tertentu sesuai dengan kapabilitas dan kompetensi masing-masing bank. Bank-bank tersebut memiliki modal antara Rp. 100 miliar sampai dengan 10 triliun. Pada posisi dasar terdapat Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan bank dengan kegiatan 16 usaha terbatas yang memiliki modal di bawah Rp. 100 miliar (Arsitektur Perbankan Indonesia, 2014 / www.ojk.go.id). 2.3 Kinerja Keuangan BPD Kinerja keuangan adalah gambaran setiap hasil ekonomi yang mampu di raih oleh perusahaan perbankan pada periode tertentu melalui aktivitas-aktivitas perusahaan untuk menghasilkan keuntungan secara efisien dan efektif, yang dapat diukur perkembangannya dengan mengadakan analisis terhadap data-data keuangan yang tercermin dalam laporan keuangan. Kinerja (performance) merupakan gambaran prestasi yang dicapai perusahaan dalam kegiatan operasionalnya baik menyangkut aspek keuangan, aspek pemasaran, aspek penghimpunan dana dan penyaluran dana, aspek teknologi, maupun aspek sumber daya manusianya. Kinerja bank secara umum merupakan gambaran prestasi yang dicapai oleh bank dalam operasionalnya. Kinerja keuangan bank merupakan gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu baik mencakup aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dananya. Kinerja menunjukkan sesuatu yang berhubungan dengan kekuatan serta kelemahan suatu perusahaan. Kinerja perusahaan dapat di ukur dengan menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan. Berdasarkan laporan keuangan dapat dihitung sejumlah rasio keuangan. Rasio keuangan merupakan alat ukur yang digunakan dalam perusahaan untuk menganalisis laporan keuangan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau pertimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Dengan menggunakan alat analisa yang berupa rasio keuangan dapat 17 menjelaskan dan memberikan gambaran kepada penganalisa tentang baik dan buruknya keadaan atau posisi keuangan dari suatu periode ke periode berikutnya. Rasio likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas sering digunakan sebagai tolok ukur dalam pengukuran kinerja keuangan bank. Rasio rentabilitas merupakan alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Menurut Kasmir (2012) rentabilitas rasio sering disebut profitabilitas usaha. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Untuk menghitung rasio rentabilitas digunakan beberapa komponen sebagai berikut: 1) Return On Asset (ROA), sebagai rasio penunjang untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam menghasilkan laba. ROA merupakan indicator kemempuan perbankan untuk memperoleh laba atas sejumlah asset yang dimiliki oleh bank. ROA dapat diperoleh dengan cara menghitung rasio antara laba setelah pajak dengan total aktiva (Pandia, 2012). 2) Return On Equity (ROE), sebagai rasio observed untuk mengukur kemampuan modal dalam menghasilkan laba. ROE merupakan indikator kemampuan perbankan dalam mengelola modal yang tersedia untuk mendapatkan laba bersih. ROE dapat diperoleh dengan cara menghitung rasio antara laba setelah pajak dengan total ekuitas (Pandia, 2012). 3) Net Interest Margin (NIM), sebagai rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Semakin besar rasio ini maka meningkatkan pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank 18 sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil (Pandia, 2012). Kinerja Keuangan BPD merupakan gambaran prestasi yang dicapai BPD dalam menciptakan laba melalui aktivitas-aktivitas operasional yang dilakukan baik menyangkut aspek keuangan, aspek pemasaran, aspek penghimpunan dana dan penyaluran dana, aspek teknologi, maupun aspek sumber daya manusianya. Pencapaian tingkat kinerja keuangan BPD ditinjau dari rasio rentabilitasnya sesuai dengan data dan statistik pada Tabel 1.1. Kinerja keuangan BPD dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 sebagian besar mengalami penurunan. Dimana pada tahun 2010, ROA BPD menunjukkan angka sebesar 4,16 persen. Kemudian mengalami penurunan sebanyak 0,86 persen menjadi 3,32 persen pada tahun 2013. Penurunan juga terjadi pada ROE BPD yang menurun dari 31,24 persen pada tahun 2010 menjadi 26,12 persen pada tahun 2013. ROE BPD mengalami penurunan sebanyak 5,12 persen. Senada dengan ROA BPD dan ROE BPD, NIM BPD juga mengalami penurunan dari 10,43 persen pada tahun 2010 menjadi 8,30 persen pada tahun 2013 dengan penurunan yang terjadi sebesar 2,12 persen. 2.4 Faktor Internal Bank Umum Faktor-faktor yang bersumber dari dalam bank yang mempengaruhi manajemen bank antara lain berkaitan dengan pengambilan kebijakan dan strategi operasional bank disebut sebagai faktor internal. Faktor dari dalam tersebut meliputi kegiatan operasional bank (Fadjar, 2013). Di Indonesia aktivitas operasional bank meliputi pertumbuhan aset, pertumbuhan kredit, dan 19 pertumbuhan dana pihak ketiga (Yulianita, 2011). BPD sebagai bagian dari bank umum memiliki faktor internal berupa aktivitas operasional seperti pengelolaan aset dimana pemantauannya dilihat melalui pertumbuhan aset serta menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi yaitu menghimpun dana pihak ketiga berupa Giro, Tabungan dan Deposito dimana pemantauannya di setiap periode dilihat melalui pertumbuhan dana pihak ketiga dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat melalui penyaluran kredit dimana pemantauannya dapat dilihat melalui pertumbuhan penyaluran kredit. 2.4.1 Aset (Aktiva) Investasi pada suatu perusahaan merupakan pengelolaan sumber-sumber dalam jangka panjang untuk menghasilkan laba dimasa yang akan datang. Menurut Martono dan Agus, (2005) investasi merupakan penanaman dana yang dilakukan oleh suatu perusahaan ke dalam suatu asset (aktiva) dengan harapan memperoleh pendapatan dimasa yang akan datang. Aset merupakan aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan. Semakin besar aset diharapkan semakin besar hasil operasi yang dihasilkan oleh perusahaan. Peningkatan aset yang diikuti peningkatan hasil operasi akan semakin menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan. Pertumbuhan aset adalah perubahan (peningkatan atau penurunan) total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Pertumbuhan aktiva dihitung sebagai persentase perubahan total aktiva pada tahun tertentu terhadap tahun sebelumnya (Bhaduri, 2002). Menurut Brimigham dan Erhart (2005), perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi akan bergantung pada dana dari luar perusahaan 20 dikarenakan dana dari dalam perusahaan tidak mencukupi untuk mendukung tingkat pertumbuhan yang tinggi. Dengan demikian perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi akan lebih banyak menggunakan utang sebagai sumber pendanaannya daripada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah. 2.4.2 Kredit Kredit menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Kredit juga diartikan sebagai pemberian fasilitas pinjaman (bukan berdasarkan prinsip syariah) kepada nasabah, baik berupa fasilitas pinjaman Tunai (Cash Loan) maupun pinjaman Non Tunai (Non Cash Loan). Pada umumnya kegiatan suatu bank terkonsentrasi pada bidang perkreditan. Karena kegiatan perkreditan ternyata memberikan sumbangan yang terbesar kepada pendapatan bank melalui apa yang dinamakan dengan interest based-activity, yaitu melalui kegiatan perkreditan maka bank memperoleh keuntungan berupa bunga bank kredit. Keuntungan pokok perbankan adalah dari selisih bunga simpanan dengan bunga bunga kredit. Keuntungan ini dinamakan spread based. Namun, disamping keuntungan dari kegiatan pokok (perkreditan) tersebut pihak perbankan juga menghasilkan pendapatan melalui apa yang dinamakan dengan fee based-activities, yaitu kegiatan yang menghasilkan pendapatan dari transaksi yang diberikannya dalam bentuk jasa bank lainnya. 21 2.4.3 Dana Pihak Ketiga Dana pihak ketiga (simpanan) yang dijelaskan dalam Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998 tentang perbankan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Menurut Kasmir dalam bukunya Manajemen Perbankan (2012), dana pihak ketiga adalah dana yang berasal dari masyarakat luas yang merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasional suatu bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasionalnya dari sumber dana ini. Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasional bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasionalnya dari sumber dana ini. Menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998 sumber dana yang dimaksud adalah sebagai berikut 1) Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. 2) Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. 3) Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. 22 2.5 Faktor Eksternal Bank Umum Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi manajemen bank meliputi faktor di luar kendali bank. Dalam kondisi riil, internal bank dalam menjalankan aktivitas operasionalnya tidak terlepas dari kondisi makroekonomi, kondisi tersebut meliputi inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar. 2.5.1 Inflasi Inflasi merupakan suatu keadaan dimana harga barang mengalami kenaikan secara terus-menerus. Menurut Serfianto (2013) inflasi merupakan kenaikan di tingkat harga umum sehingga dapat menurunkan nilai mata uang suatu negara. Jadi, suatu keadaan mengidentifikasikan terjadinnya inflasi adalah dimana harga barang-barang secara umum (bukan satu atau dua barang saja) yang mengalami kenaikkan harga. Apabila terjadi kenaikkan harga namun hanya pada satu atau beberapa jenis barang saja dan tidak berlangsung secara terus-menerus, maka hal itu tidak dapat di sebut sebagai inflasi. Inflasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : a. Inflasi karena kenaikan permintaan (demand-pull inflation) Inflasi seperti ini terjadi karena adanya kenaikan permintaan untuk beberapa jenis barang. Dalam hal ini, permintaan masyarakat maningkat secara agregat. Peningkatan ini dapat terjadi karena peningkatan belanja pemerintah, peningkatan permintaan barang untuk diekspor, dan peningkatan dari permintaan barang untuk kebutuhan swasta. Kenaikan permintaan masyarakat ini mengakibatkan harga-harga naik karena penawaran tetap. 23 b. Inflasi karena biaya produksi (cost-pull inflation) Inflasi seperti ini terjadi karena adanya kenaikan biaya produksi. Kenaikan biaya produksi terjadi karena kenaikan harga-harga baku, misalnya karena keberhasilan serikat buruhdalam menaikan upah atau karena kenaikan bahan bakar. Kenaikan biaya produksi mengakibatkan harga naik dan terjadi inflasi c. Inflasi karena jumlah uang yang beredar bertambah Teori ini diajukan oleh kaum klasik yang mengatakan bahwa ada hubungan antara jumlah uang yang beredar dan harga-harga. Jika jumlah barang tetap sedangkan uang beredar bertambah maka harga akan naik. Penambahan jumlah uang yang beredar dapat terjadi misalnya karena mencetak uang bataaru yang mengakibatkan harga-harga naik. Berdasarkan tingkat keparahannya, inflasi dapat dikelompokkan ke dalam empat tingkatan. Pertama, inflasi ringan merupakan keadaan inflasi yang masih belum begitu mengganggu keadaan ekonomi. Inflasi ini masih mudah di kendalikan. Harga-harga naik secara umum, tetapi belum menimbulkan krisis di bidang ekonomi. Inflasi ringan berada dibawah 10 persen per tahun. Kedua, inflasi sedang merupakan inflasi level 2 yang belum membahayakan kegiatan ekonomi, tetapi inflasi ini sudah menurunkan kesejahteraan orang-orang yang berpenghasilan tetap. Inflasi sedang berkisar antara 10 persen – 30 persen per tahun. Ketiga, inflasi berat dimana pada inflasi level ini sudah akan mengacaukan kondisi perekonomian. Pada inflasi berat ini, masyarakat cenderung menyimpan barang dan enggan untuk menabung, hal ini dikarenakan bunga tabungan lebih rendah dari laju inflasi. Inflasi berat berkisar antara 30 persen – 100 persen per 24 tahun. Keempat, Inflasi sangat berat (hyperinflasi), inflasi jenis ini sudah mengacaukan kondisi perekonomian dan susah dikendalikan walaupun dengan kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Inflasi sangat berat berada diatas 100% per tahun. Kebijakan ekonomi suatu negara biasanya akan berusaha agar inflasi tetap berada pada taraf inflasi ringan. Inflasi seperti ini akan mengurangi pandapatan rill pekerja-pekerja berpenghasilan tetap, tetapi kemorosotan tersebar tidaklah terlalu besar. Inflasi seperti ini juga menimbulkan efek yang baik dalam perekonomian. Keuntungan perusahaan meningkat (akibat harga yang meningkat tetapi tidak diikuti oleh kenaikan gaji) dan ini akan meningkatkan lebih banyak investasi. Lanjutan dari perkembangan ini adalah kesempatan kerja dan pendapatan meningkat dan mendorong pada pertumbuhan ekonomi. Inflasi yang serius, yaitu inflasi yang kelajuannya sudah tidak dapat dikendalikan. Tingkat inflasi yang terlalu tinggi dapat membahayan perekonomian suatu negara. Hal ini akan mengurangi gairah perusahaan untuk melakukan investasi yang produktif dan dapat menimbulkan kemerosotan nilai mata uang dan defisit dalam neraca pembayaran. Berbagai masalah ini akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pengangguran. Peningkatan inflasi ini juga akan mempengaruhi kondisi perbankan, dimana perbankan sebagai lembaga intermediasi sebagai penyimpan dan penyalur dana akan semakin ditinggalkan oleh masyarakat. Hal ini berakibat pada peningkatan akan jumlah uang beredar. Pada saat terjadi inflasi, Bank Indonesia akan menarik uang yang beredar, sebaliknya jika terjadi kelesuan usaha, akan dilakukan penyaluran dana usaha 25 untuk menunjang kegiatan usaha masyarakat. Untuk menghadapi inflasi, perbankan nasional akan berusaha mengimbangi dengan meminta tingkat bunga yang lebih tinggi. 2.5.2 Suku Bunga (BI Rate) Tingkat suku bunga adalah tingkat suku bunga yang berlaku dalam suatu Negara yang berfluktuasi dari tingkat yang satu ketingkat yang lainnya. Semenjak bulan September 2005 Bank Indonesia menggunakan BI rate sebagai acuan suku bunga yang berlaku di Indonesia. BI rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap rapat Dewan Gubernur dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan ekuiditas di pasar uang. Suku bunga menjadi lebih penting bagi Indonesia sejak dilepaskannya sistem nilai tukar mengambang terkendali dan diganti dengan sistem nilai tukar mengambang bebas. Gormaen (2005) menyatakan bahwa suku bunga adalah harga uang yang dibayarkan peminjam diberbagai keadaan. Menurut Suhandi dalam Situmeang (2006) suku bunga adalah biaya yang harus di bayar oleh peminjam yang diterima dan merupakn imbalan bagi pemberi pinjaman dan investasinnya. Menurut Puspopranoto (2004) tingkat bunga adalah biaya peminjam atau harta yang dibayar untuk meminjam sejumlah dana. Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa suku bunga adalah biaya yang harus dibayarkan peminjam dan imbalan yang diterima pemberi pinjaman. Suku bunga di Indonesia bedakan menjadi 2 (dua). Pertama, suku bunga nominal adalah tingkat bunga yang dapat diamati di pasar. Kedua, suku bunga riil adalah 26 konsep yang mengukur tingkat bunga yang sesungguhnya setelah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi yang di harapkan. Adapu Fungsi dan peran suku bunga adalah Suku bunga akan mempengaruh investasi surat berharga luar negeri sehingga akan mempengaruhi permintaan dan penawaran mata uang asing investor yang bertransaksi secara global akan mencari negara denagn tingkat suku bunga yang menguntungkan. Jika tingkat suku bunga domestic (Indonesia) naik dan tingkat suku bunga luar negeri relatif tidak berubah investor Indonesia akan mengurangi permintaan terhadap US Dollar suku bunga di Indonesia menawarkan pengembalian yang menarik dan investor asing akan menawarkan US dollar untuk ditukarkan dengan mata uang domestic. Penjelasan ini menggambarkan bahwa kenaikan suku bunga akan mendorong penguatan nilai tukar mata uang suatu negara. Menurut Puspopranoto (2004) tingkat bunga mempunyai beberapa fungsi dan peran penting dalam perekonomian, yaitu: a. Membantu menggalinyatabungan berjalan kearah investasi guna mendukung pertumbuhan perekonomian. b. Mendistribusikan jumlah kredit yang tersedia, pada umumnya memberikan dana kredit kepada proyek investasi yang menjanjikan hasil tertinggi. c. Menyeimbangkan jumlah uang beredar dengan permintaan akan uang di suatu Negara. d. Merupakan alat penting menyangkut kebijakan pemerintah melalui pengaruhnya terhadap jumlah tabungan dan investasi. 27 Bagi perbankan utamanya bank umum, jika suku bunga pasar uang meningkat maka tingkat pendapatan nasional menjadi tinggi. Dengan tingginya suku bunga, masyarakat akan mengalirkan dananya ke bank, namun disisi lain aktivitas untuk menyalurkan dana perbankan dalam bentuk kredit menjadi terhalang karena suku bunga pinjaman yang biasanya jauh lebih tinggi dari suku bunga simpanan, akibatnya investor sulit melakukan kegiatan ekspansi untuk usahanya. 2.5.3 Nilai Tukar (Kurs) Menurut Musdholifah & Tony (2007), nilai tukar atau kurs adalah perbandingan antara harga mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Misal kurs rupiah terhadap dollar Amerika menunjukkan berapa rupiah yang diperlukan untuk ditukarkan dengan satu dollar Amerika. Kurs (exchange rate) adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, yaitu merupakan perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut (Triyono, 2008). Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan nilai tukar rupiah adalah suatu perbandingan antara nilai mata uang suatu negara dengan negara lain. Nilai tukar lazim juga disebut kurs valuta asing dimana dalam berbagai transaksi atau pun jual beli valuta asing, dikenal ada 3 (tiga) jenis yaitu, a. Kurs Jual adalah kurs yang dikeluarkan oleh bursa valuta asing untuk menjual satu unit mata uang asing tertentu. b. Kurs Beli adalah kurs yang dikeluarkan oleh bursa valuta asing untuk membeli satu unit mata uang asing tertentu. 28 c. Kurs Tengah adalah rata-rata dari kurs jual dan kurs beli. Kegunaan kurs tengah adalah untuk menganalisis naik turunnya harga valuta asing di bursa, seperti memperjelas apresiasi dan depresiasi valuta asing tertentu. Heru (2008) menyatakan bahwa nilai tukar mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawaran terhadap mata uang dalam negeri maupun mata uang asing. Merosotnya nilai tukar rupiah merefleksikan menurunnya permintaan masyarakat terhadap mata uang rupiah karena menurunnya peran perekonomian nasional atau karena meningkatnya permintaan mata uang asing sebagai alat pembayaran internasional. Semakin menguat kurs rupiah sampai batas tertentu berarti menggambarkan kinerja di pasar uang semakin menunjukkan perbaikan. Sebagai dampak meningkatnya laju inflasi maka nilai tukar domestik semakin melemah terhadap mata uang asing. Hal ini mengakibatkan menurunnya kinerja suatu perusahaan dan investasi di pasar modal menjadi berkurang. Heru (2008) menyatakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing pun mempunyai pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal. Dengan menurunnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing akan mengakibatkan meningkatnya biaya impor bahan-bahan baku yang akan digunakan untuk produksi dan juga meningkatkan suku bunga. Walaupun menurunnya nilai tukar juga dapat mendorong perusahaan untuk melakukan ekspor. Menurut Sartono (2003) system nilai tujar di Indonesia terdapat 4 (empat) macam antara lain, a. Sistem nilai tukar tetap, adalah sistem dimana nilai mata uang suatu negara ditentukan tetap terhadap mata uang negara lain. Sistem ini memaksa 29 pemerintah untuk selalu menyesuaikan nilai tukarnyajika tidak lagi sesuai dengan nilai yang telah ditetapkan dengan cara mendevaluasikan mata uangnya. b. Sistem nilai tukar mengambang terkendali, dalam sistem ini bank sentral menentukan bahwa mata uangnya boleh bergerak dalam rentan tertentu yang telah di tetapkan. Jika mata uang bergerak melebihi batas atas dan batas bawah, maka bank sentral akan melakukan intervensi dengan membeli atau menjual US dollar. Selain intervensi secara langsung dilakukan pemerintah juga menggunakan instrument lain seperti suku bunga. c. Sistem nilai tukar bebas mengambang, dalam sistem ini pemerintah tidak lagi berkewajiban untuk melakukan intervensi terhadap pergerakkan nilai tukar. Mata uangnya dibiarkan melakukan penyesuaian melalui mekanisme pasar. Selain itu sistem ini dapat menghemat cadangan devisa negara. Nilai tukar terkait dengan mata uang Negara lain dari suatu perekonomian. Rasio pertukaran (harga) yang menggambarkan berapa banyak suatu mata uang harus dipertukarkan untuk memperoleh satu unit mata uang lain disebut dengan nilai tukar (exchange rate). Menguatnya nilai tukar karena mekanisme pasar disebut apresiasi sedangkan melemahnya nilai tukar mata uang karena kekuatan pasar disebut depresiasi. Nilai tukar akan memberikan resiko kepada bank terutama yang melakukan transaksi yang terkait dengan mata uang asing baik sisi aktiva maupun dari sisi pasiva. Ketidakstabilan nilai tukar akan menyebabkan bank mengalami kesulitan dalam mengelola aktiva dan kewajiban yang dimilikinya dalam mempertahankan keuntungan sesuai target. 30 2.6 Faktor Risiko Bank Umum Risiko merupakan penyimpangan hasil yang diperoleh dari rencana hasil yang diharapkan. Risiko terjadi karena keadaan waktu yang akan datang penuh ketidakpastian. Bank-bank telah mengambil berbagai risiko dan mengevaluasi setiap hari sebagai bagian dari proses bisnis inti. Menurut Brigham & Houston (2004) bahwa risiko dibedakan menjadi risiko bisnis (business risk) dan risiko keuangan (financial risk). Risiko bisnis menggambarkan tingkat risiko dari aktiva tetap jika tidak menggunakan hutang, sedangkan risiko keuangan menyangkut risiko tambahan bagi pemegang saham biasa akibat penambahan hutang. Menurut Pandia (2012) manajemen risiko adalah suatu metode logis dan sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi, serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktivitas atau proses. Manajemen Risiko dalam operasional bank meliputi identifikasi risiko, pengukuran dan penilaian, dan tujuannya adalah untuk meminimalkan efek negatif risiko terhadap hasil keuangan dan modal bank. Bank wajib membentuk unit organisasi khusus untuk tujuan manajemen risiko. Risiko bank yang terbesar dalam operasinya adalah resiko pasar, resiko kredit, resiko likuiditas, resiko eksposur, resiko investasi, resiko operasional, resiko hukum, resiko strategis. Oleh karena itu, seluruh aktivitas bank mulai dari penyerapan dana hingga penyaluran dana dalam bentuk kredit sangat rentan terhadap risiko. Semakin besar keuntungan yang diharapkan dari suatu usaha, semakin besar risiko yang akan dihadapi (Pandia, 2012). Peristiwa yang mempengaruhi satu area resiko dapat memiliki konsekuensi untuk berbagai kategori resiko lainnya. 31 1) Risiko Kredit Risiko Kredit (Credit Risk) adalah risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya, dalam mengantisipasi resiko kredit bank harus memperhatikan tipe-tipe kreditnya, diversivikasi dalam wilayah geografis dan jenis-jenis industri yang di biayainya, kebijakan agunan dan lain sebagainya. dan yang paling penting adalah aturan atau standar dalam pengendalian kredit. 2) Risiko Likuiditas Risiko Likuiditas (Liquidity Risk) adalah risiko yang di sebabkan karena bank tidak mampu memenuhi kewajiban liquiditasnya (kewajiban yang telah jatuh tempo), dalam hal ini bank tidak dapat memanfaatkan keuntungannya dengan maksimal karena adanya desakan kebutuhan liquiditas,untuk itu bank harus lebih bijak dalam menetukan jumlah liquiditasnya dalam artian harus balance atau seimbang, terlalu banyak liquiditas di khawatirkan nantinya akan mengorbankan tingkat keuntungan dari bank, kalau terlalu sedikit akan berpotensi untuk meminjam dana dengan harga yang tidak dapat di ketahui sebelumnya, yang dapat berakibat menigkatnya biaya dan akhirnya menurunkan profitabilitas. 3) Risiko Operasional Risiko Operasional (Operational Risk) adalah risiko yang antara lain di sebabkan oleh ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya kegagalan problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Menurut Latumaerissa 32 (2014), risiko operasi adalah risiko yang dihadapi oleh bank berkaitan dengan masalah penghimpunan dan penggunaan dana, seperti perubahan dalam komposisi biaya operasional dan lain sebagainya. 4) Risiko Modal Risiko Modal (Capital Risk) adalah capital risk yaitu risiko yang muncul akibat penurunan kualitas aset, karena adanya kredit macet, yang memaksa bank untuk menerbitkan saham baru dan penambahan setoran modal oleh pemilik, atau mencari investor baru untuk memperbaiki kondisi permodalannya sehingga sesuai dengan ketentuan permodalan. 2.7 Keaslian Penelitian Penelitian-penelitan yang berkaitan mengenai pengaruh faktor internal dan eksternal bank terhadap kinerja keuangan bank khusunya pada BPD di Indonesia, antara lain: Hasil penelitian dari Spong et al (1996) yang berjudul What Makes A Bank Efficient? A Look At Financial Characteristics and Bank Management and Ownership Structure, menunjukkan bahwa variabel internal keuangan perbankan akan sangat berpengaruh terhadap tingkat efisiensi operasional. Hasil penelitian tersebut didukung oleh Yuliani (2007), dimana dalam penelitiannya menunjukkan bahwa dana pihak ketiga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan bank (ROA). Hasil penelitian ini sesuai dengan konsep dan logika kegiatan operasi bank, dimana semakin banyak dana pihak ketiga yang dapat 33 dihimpun dari masyarakat, maka semakin besar peluang untuk mendapatkan return dari penggunaan dana tersebut. Penelitian Supriyanti (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi dan Suku Bunga BI Terhadap Kinerja Keuangan PT. Bank Mandiri Tbk. Berdasarkan Rasio Keuangan didapati bahwa Tingkat Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap ROE, dan Tingkat Suku Bunga BI berpengaruh signifikan terhadap terhadap ROA. Sehingga setiap variabel independent (Inflasi dan Suku Bunga) , mampu memberikan pengaruhnya untuk menjelaskan variabel dependent (ROA, ROE, NIM) dengan baik. Hasil penelitian dari Resende dan Perevalov (2010) yang berjudul The Macroeconomic Implications of Changes in Bank Capital and Liquidity Requirements in Canada: Insights from BoCGEMFin, menunjukkan bahwa dalam jangka panjang bank loans, lending spreads, investment, dan output berdampak sedang dan moderate, akan tetapi dalam jangka pendek mereka mempunyai pengaruh yang kuat. Sudiyatno (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Peran Kinerja Perusahaan dalam menentukan pengaruh faktor fundamental makroekonomi, risiko sistematis dan kebijakan perusahaan terhadap nilai perusahaan, menyatakan bahwa faktor eksternal berupa tingkat bunga berpengaruh positif langsung terhadap risiko. Risiko berperan sebagai variabel intervening dari tingkat bunga dalam mempengaruhi kinerja perusahaan. Temuan ini didukung oleh Khusna (2009) yang menyatakan bahwa suku bunga SBI, Nilai Kurs dan Inflasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap risiko perusahaan. 34 Dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Perbandingan Faktor Determinan Pertumbuhan Aset, Kredit (Pembiayaan), dan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Periode Penelitian Tahun 2004-2008, Yulianita (2011) menyatakan determinan pertumbuhan aset ditentukan oleh variabel bank specific, meliputi total aset periode sebelumnya, pertumbuhan aset periode sebelumnya, size. Determinan pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh total kredit periode sebelumnya, pertumbuhan kredit periode sebelumnya, expenses dan profitabilitas. Sedangkan pertumbuhan dana pihak ketiga dipengaruhi oleh total dana pihak ketiga periode sebelumnya, pertumbuhan kredit perode sebelumnya, liquidity risk dan size. Dietrich dan Wanzenried (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Determinants of Bank Profitability Before and During the Crisis: Evidence from Switzerland menemukan bahwa industry specific dan karakteristik makroekonomi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas. Profitabilitas di Negara Swiss terutama dijelaskan oleh efisiensi operasional, pertumbuhan kredit, biaya pendanaan dan model bisnis. Bank yang efisien lebih menguntungkan dibandingkan dengan bank-bank yang kurang efisien. Menurut Poetry dan Sanrego (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Variabel Makro dan Mikro Terhadap NPL Perbankan Konvensional dan NPF Perbankan Syariah” menyatakan bahwa variabel yang signifikan dalam jangka panjang mempengaruhi NPL adalah nilai tukar, IPI, inflasi, SBI, LDR, dan CAR. Hal ini di dukung oleh Sri Mey Yanti (2012) yang mengungkapkan bahwa variabel makroekonomi yang diwakilkan dengan inflasi menunjukkan hubungan yang searah dengan hipotesa dan berpengaruh signifikan terhadap NPL. 35 Harmono (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor Fundamental Makro dan Skim Bunga Kredit sebagai Variabel Intervening Pengaruhnya Terhadap Kinerja Bank, mengungkapkan bahwa faktor fundamental makro yang terdiri dari tingkat inflasi, BI Rate, dan nilai kurs berpengaruh signifikan terhadap kinerja bank. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian dari Raphael (2013) yang berjudul Bank-specific, industry-specific and Macroeconomic Determinants of Bank Efficiency in Tanzania: A Two Stage Analysis, menunjukkan bahwa tingkat efisiensi bank sangat dipengaruhi oleh bank specific, Industry specific, and macroeconomic factors. Sudiyatno (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Risiko Kredit dan Efisiensi Operasional Terhadap Kinerja Bank menyatakan bahwa risiko kredit tidak berpengaruh terhadap kinerja bank, dimana CAR dan LDR berpengaruh positif namun tidak signifikan. Sedangkan BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas bank (ROA). Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil yang diperoleh Anisa (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh Efisiensi Operasi, Risiko Kredit, Risiko Pasar, dan Modal terhadap Kinerja Keuangan Perbankan yang menyatakan bahwa efisiensi operasi (BOPO) dan risiko kredit (NPL) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja keuangan (ROA) bank domestik dan bank asing. Yuliani (2013), dalam penelitiannya yang berjudul Aktivitas Operasional Bank dan Implikasinya terhadap Kinerja Keuangan dengan Faktor Risiko Sebagai Pemediasi (Studi Pada Sektor Perbankan Go Public di Bursa Efek Indonesia, menyatakan bahwa aktivitas operasional bank dapat meningkatkan kinerja 36 keuangan, aktivitas operasional bank berpengaruh signifikan dan negatif terhadap faktor risiko, faktor risiko yang rendah dapat meningkatkan kinerja keuangan dan faktor risiko menjadi partial mediation dalam memengaruhi aktivitas operasional bank terhadap kinerja keuangan bank. Serta faktor risiko berperan sebagai variabel intervening dari tingkat bunga dalam mempengaruhi kinerja perusahaan (Sudiyatno, 2010). Octaviyanty (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor Internal dan Eksternal Yang Mempengaruhi Kinerja Bank Umum Di Indonesia Periode 2008 - 2011 menunjukkan bahwa faktor internal dan faktor eksternal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja Bank Umum di Indonesia periode 2008 - 2011. Hal ini senada dengan temuan dari Fadjar (2013) yang menemukan bahwa secara bersama-sama faktor internal bank dan faktor eksternal bank mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas bank. Dari beberapa penelitian sebelumnya yang membedakan dari penelitian ini adalah peneliti menggunakan variabel-variabel dan lokasi penelitian yang berbeda dalam menentukan Kinerja Keuangan Bank yaitu Faktor Internal (Aktivitas Operasional Bank), Faktor Eksternal (Kondisi Makroekonomi), dan Faktor Risiko dengan mengambil BPD di Indonesia sebagai obyek penelitian. .