BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Menurut Robbins dan Coutler (2009:22) manajemen merupakan suatu kegiatan yang melibatkan koordinasi dan pengawasan aktivitas kerja yang lain sehingga aktifitas kerja mereka dapat terselesaikan dengan efisien dan efektif. Menurut Hasibuan (2005:1) manajemen adalah ilmu, dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efesien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut Hersey, Blanchard, dan Johnson (2012:7) manajemen sebagai proses bekerja dengan dan melalui individu dan kelompok dan sumber daya lainnya (seperti peralatan, modal, dan teknologi) untuk mencapai tujuan organisasi. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu kegiatan, ilmu, seni dan proses suatu kegiatan yang memanfaatkan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Adapun fungsi manajemen yaitu elemenelemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Snell dan Bohlander (2010:4) manajemen sumber daya manusia merupakan proses pengelolaan bakat atau talenta dari seseorang untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Hasibuan (2005:10) manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Menurut Fathoni (2006) Manajemen sumber daya manusia adalah proses pengendalian berdasarkan fungsi manajemen terhadap daya yang bersumber dari manusia Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah ilmu, seni dan proses untuk mengatur pengelolan bakat untuk membantu terwujudnya tujuan organisasi yang telah di tentukan. Adapun tujuan dari manajemen sumber daya adalah memperbaiki kontribusi produktif orang-orang atau tenaga kerja terhadap organisasi atau perusahaan dengan cara yang bertanggung jawab secara strategis, etis dan sosial. 9 10 2.1.2 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Tujuan dari manajemen sumber daya manusia, menurut Hasibuan, (2005:250) : 1. Untuk menentukan dan kuantitas karyawan yang akan mengisi semua jabatan dalam perusahaan. 2. Untuk menjamin tersedianya tenaga kerja masa kini maupun masa depan, sehingga setiap pekerjaan ada yang mengerjakannya. 3. Untuk menghindari terjadinya mismanajemen dan tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas. 4. Untuk mempermudah koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi (KIS), sehingga produktivitas kerja meningkat. 5. Untuk menghindari kekurangan dan atau kelebihan karyawan. 6. Untuk menjadi pedoman dalam menetapkan program penarikan seleksi, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian karyawan. 7. Menjadi pedoman dalam melaksanakan mutasi (vertical atau horizontal) dan pensiun karyawan. 8. Menjadi dasar dalam melakukan penilaian karyawan. Dilihat dari uraian di atas kami menyimpulkan bahwa tujuan dari manajemen sumber daya adalah memperbaiki kontribusi produktif orang-orang atau tenaga kerja terhadap organisasi atau perusahaan dengan cara yang bertanggung jawab secara strategis, etis dan sosial. Adapun pengertian perilaku pemimpin adalah sikap dan tindakan yang dilakukan oleh seorang pemimpin. Menurut Snell dan Bohlander (2010), secara garis besar adalah Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu, seni dan proses untuk mengatur pengelolan bakat untuk membantu terwujudnya tujuan organisasi yang telah di tentukan. Dari ketiga variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perilaku pemimpin, kompensasi, dan prestasi kerja karyawan termasuk ke dalam bagian manajemen sumber daya manusia (MSDM). 11 2.2 Budaya Organisasi 2.2.1 Definisi Budaya Organisasi Budaya organisasi menurut Robbins & Mary (2009, p62) adalah sistem makna dan keyakinan bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang menentukan, sebagian besar, bagaimana karyawan bersikap.Adapun budaya organisasi menurut Davis (dikutip Sobirin, 2007, p131) adalah keyakinan dan nilai bersama yang memberikan makna bagi anggota sebuah institusi dan menjadikan keyakinan dan nilai tersebut sebagai aturan atau pedoman berperilaku di dalam organisasi. Mathis & Jackson (2008, p76) budaya organisasi adalah pola nilai-nilai dan keyakinan bersama dari tenaga kerja. Nilai-nilai dan keyakinan bersama tersebut membekali anggota organisasi dengan makna dan aturan untuk berperilaku. Serta budaya organisasi menurut Andre (2008, p446) merupakan sebuah sistem organisasi mengenai nilai dan norma bersama oleh karena itu budaya organisasi mendefinisikan hal yang penting di dalam organisasi serta sikap, keyakinan dan perilaku yang sesuai bagi anggota organisasi. Budaya organisasi menurut Robbins (dikutip Wibowo, 2011, p17) adalah sebuah persepsi umum yang dipegang oleh anggota organisasi mengenai suatu sistem yang dianut bersama.Budaya organisasi bertujuan agar karyawan merasakan karakteristik dari budaya organisasi itu sendiri.Budaya organisasi menurut Wirawan (2007, p86) adalah norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, dan sebagainya. Isi budaya organisasi yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani para konsumen, dan mencapai tujuan organisasi. Dari pandangan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi pada dasarnya akan mewakili norma-norma perilaku yang diikuti oleh para anggota organisasi, termasuk mereka yang berada dalam hirarki organisasi. Budaya organisasi merupakan landasan setiap anggota dalam sikap dan perilaku di setiap aktivitas perusahaan yang menjadikan perekat hubungan diantara anggota perusahaan. 12 2.2.1.1 Dimensi-Dimensi Budaya Organisasi Menurut Wibowo (2011, p34), budaya organisasi dalam suatu organisasi yang satu dapat berbeda dengan yang ada dalam organisasi yang lain, namun budaya organisasi menunjukkan ciri-ciri, sifat, karakteristik tertentu yang menunjukkan kesamaannya.Terminologi yang dipergunakan para ahli untuk menunjukkan karakteristik budaya organisasi sangat bervariasi.Hal tersebut menunjukkan beragamnya ciri, sifat dan elemen yang terdapat dalam budaya organisasi. Robbins (dalam Wibowo 2011, p37) mengemukakan adanya tujuh karakteristik budaya organisasi, yaitu: 1. Inovasi dan keberanian mengambil risiko Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko. 2. Perhatian pada hal-hal rinci Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan ketepatan, analisis, dan perhatian pada hal-hal detail. 3. Orientasi pada hasil Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil atau manfaat daripada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut. 4. Orientasi pada orang Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut terhadap orang yang ada di dalam organisasi. 5. Orientasi pada tim Sejauh mana aktivitas kerja di organisir berdasarkan tim daripada individual. 6. Agresivitas Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai. 7. Stabilitas Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo sebagai lawan dari perkembangan. 2.2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Budaya Organisasi Budaya organisasi terus berkembang seiring berjalannya waktu. Menurut Chatman & Cha (dikutip Ng’ang’a & Nyongesa, 2012) ada beberapa faktor yang berperan penting dalam mempengaruhi perkembangan sebuah budaya organisasi, diantaranya yaitu: 13 1. Sejarah Alasan dan cara bagaimana organisasi ini awalnya terbentuk. Usia, filosofi dan nilai-nilai dari pemilik dan manajer senior akan mempengaruhi budaya yang terbentuk. 2. Teknologi dan fungsi utama Sifat bisnis organisasi dan fungsi utamanya memiliki pengaruh penting pada budaya. Ini termasuk jangkauan dan kualitas produk dan layanan yang diberikan, pentingnya reputasi dan jenis pelanggan. Fungsi utama dari lembaga akan menentukan sifat dari proses teknologi dan metode kerja, yang pada gilirannya juga mempengaruhi struktur dan budaya. 3. Strategi Organisasi harus memberikan perhatian pada tujuan di semua bidang utama operasinya. Kombinasi tujuan dan strategi yang dihasilkan akan mempengaruhi budaya atau mungkin kombinasi tujuan dan strategi yang dihasilkan itu sendiri dipengaruhi oleh budaya. 4. Ukuran organisasi Organisasi yang besar biasanya memiliki struktur dan budaya organisasi yang lebih formal.Meningkatnya ukuran sebuah organisai biasanya berdampak pada pemisahan departemen. Peningkatan ataupun penurunan ukuran dan tingkat pertumbuhan akan mempengaruhi jumlah anggota (karyawan) dalam sebuah organisasi, sehingga perubahan tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi struktur dan budaya organisasi. 5. Lokasi Lokasi geografis dan karakteristik fisik dapat memiliki pengaruh besar pada budaya. Misalnya apakah perusahaan terletak di pedesaan yang tenang atau pusat kota yang sibuk sehingga dapat mempengaruhi jenis pelanggan dan karyawan yang dipekerjakan. Lokasi juga dapat mempengaruhi sifat layanan (program) yang ditawarkan oleh suatu perusahaan. 6. Manajemen dan kepemimpinan Eksekutif puncak dapat memiliki pengaruh yang besar terhadap sifat budaya perusahaan.Akan tetapi, semua anggota staf membantu dalam membentuk budaya dominan yang ada disebuah organisasi. 14 Budaya juga ditentukan oleh sifat staf yang dipekerjakan dan sejauh mana mereka menerima filosofi manajemen dan kebijakan yang diterapkan. 7. Lingkungan Agar menjadi efektif, sebuah organisasi harus responsif terhadap pengaruh lingkungan eksternal. 2.2.1.3Tipe-Tipe Budaya Organisasi Menurut Robbins (dikutip Wibowo, 2011, p27) budaya dapat dikelompokkan berdasarkan hubungan antara tingkat sosiabilitas dan solidaritas.Dimensi sosiabilitas dapat ditandai dengan tingkat persahabatan yang ditemukan antara anggota organisasi. Dimensi solidaritas dapat ditandai dengan tingkat di mana orang di dalam organisasi berbagi pengertian bersama tentang tugas dan tujuan untuk apa mereka bekerja. Tipe-tipe budaya organisasinya yaitu: 1. Networked culture Organisasi memandang anggota sebagai suatu keluarga dan teman. Budaya ini ditandai dengan tingkat sosiabilitas atau kesenangan bergaul tinggi dan tingkat solidaritas atau kesetiakawanan rendah. Karakteristik dari budaya ini adalah para anggota saling mengenal satu sama lain dengan cepat dan merasa bahwa mereka adalah bagian dari kelompok. Selain itu, para anggota cenderung melakukan kebiasaan informal serta menggunakan banyak waktu untuk bersosialisasi. 2. Mercenary culture Organisasi berfokus pada tujuan. Budaya organisasi ini ditandai dengan tingkat sosiabilitas yang rendah dan tingkat solidaritas yang tinggi. Karateristik dari budaya ini adalah komunikasi cenderung cepat, langsung dan dikendalikan dengan cara yang tidak ada yang tidak mungkin. Kemenangan adalah segalanya dan orang didorong melakukan suatu hal tanpa memperdulikan berapa lama waktu yang diperlukan untuk membuatnya terwujud. 3. Fragmented culture Organisasi yang dibuat dari para individualis. Budaya organisasi ini ditandai dengan solidaritas dan sosiabilitas yang rendah. Karakteristik dari budaya ini adalah antar anggota sedikit melakukan kontak dalam banyak hal, bahkan bisa tidak saling mengenal. Anggota tidak menunjukkan identifikasi dengan organisasi di mana mereka bekerja, melainkan menunjukkan identifikasi dengan profesi di mana mereka menjadi bagian di dalamnya. 15 4. Communal culture Organisasi menilai baik persahabatan dan kinerja.Budaya ini ditandai dengan sosiabilitas dan solidaritas yang tinggi. Karakteristik budaya ini adalah antar anggota sangat bersahabat satu sama lain dan bergaul dengan baik secara pribadi dan profesional. Setiap anggota sangat bersahabat sehingga perbedaan antara pekerjaan dan bukan pekerjaan dalam praktik menjadi kabur.Komunikasi dalam semua bentuk mengalir dengan sangat mudah di antara orang pada semua tingkatan organisasi. Para anggota sangat kuat dalam menunjukkan identifikasi terhadap organisasi. 2.2.1.4 Elemen Dasar Budaya Organisasi Budaya organisasi yang dibentuk dari faktor-faktor yang terkandung di dalam perusahaan sangat dipengaruhi oleh beberapa elemen kunci yang cukup dominan. Adapun elemen-elemen dari budaya perusahaan menurut Deal dan Kennedy yang dikutip oleh Pabundu (2006 : 16) adalah: 1. Lingkungan Usaha Kelangsungan hidup organisasi di tentukan oleh kemampuan perusahaan memberi tanggapan yang tepat terhadap peluang dan tantangan lingkungan. Lingkungan usaha merupakan unsur yang menentukan terhadap apa yang harus dilakukan perusahaan agar bisa berhasil. Lingkungan usaha yang berpengaruh antara lain meliputi produk yang dihasilkan, pesaing, pelanggan, teknologi, pemasok, kebijakan pemerintah, dan lain-lain. Sehubungan dengan itu, perusahaan harus melakukan tindakan-tindakan untuk mengatasi lingkungan tersebut antara lain seperti kebijakan penjualan, penemuan baru, atau pengelolaan biaya dalam mengahadapi realitas pasar yang berbeda dengan lingkungan usahanya. 2. Nilai-nilai Elemen nilai merupakan konsep dasar dan kepercayaan dari suatu organisasi. Nilai-nilai tersebut menitik beratkan kepada suatu keyakinan untuk mencapai kesuksesan. Nilai-nilai atau keyakinan agar dapat mendorong karyawan untuk mencapai kinerja yang baik, hendaknya harus disampaikan secara terbuka oleh para manajer kepada seluruh lapisan sumber daya manusia (SDM) yang ada, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. 16 3. Pahlawan Pahlawan adalah tokoh yang dipandang berhasil mewujudkan nilai-nilai budaya dalam kehidupan nyata.Pahlawan bisa berasal dari pendiri perusahaan, para manajer, kelompok organisasi atau perorangan yang berhasil menciptakan nilainilai organisasi, mereka bisa menumbuhkan idealisme, semangat dan tempat mencari petunjuk bila terjadi kesulitan atau masalah dalam organisasi. 4. Ritual Kegiatan upacara di suatu perusahaan pada umumnya bentuk penghargaan terhadap kinerja sumber daya manusianya atau dapat berupa laporan aktivitasaktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dalam kurun waktu tertentu.Dengan seringnya frekuensi kegiatan tersebut di perusahaan diharapkan akan menciptakan budaya secara tidak sadar. 5. Jaringan Budaya Elemen ini secara informal dapat dikatakan sebagai jaringan komunikasi di dalam perusahaan, dapat dijadikan sebagai pembawa atau penyebaran nilai-nilai budaya perusahaan.Elemen ini merupakan hierarki dari kekuatan yang tersembunyi di dalam organisasi, oleh karena itulah efektivitas jaringan ini hanya sebagai cara untuk mendapatkan informasi tentang apa yang terjadi di perusahaan, dapat dikatakan juga bentuk jaringan kultural adalah informal. 2.3 Gaya Kepemimpinan 2.3.1 Pengertian Kepemimpinan Menurut Umar (2008), kepemimpinan didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan usaha mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok. Sastradipoera (2003), (dalam Yuniarsih dan Suwatno 2008) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah “ pengaruh antarpribadi yang dilaksanakan dalam situasi dan diarahkan, melalui proses komunikasi, menuju pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan spesifik”. Robbins & Judge (2007), mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan. Berdasarkan teori-teori diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain atau kelompok lain untuk bertindak dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai. 17 2.3.1.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan menurut Thoha (2007) adalah cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahan agar hendak melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai dengan yang diharapkan agar tercapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam hubungannya dengan perilaku pemimpin ini, terdapat beberapa hal yang biasanya dilakukan oleh pemimpin terhadap bawahan atau pengikutnya, yakni perilaku mendukung dan mengarah. Perilaku mengarah dapat dilakukan sebagai sejauh mana seorang pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi satu arah dengan bawahannya. Sedangkan perilaku mendukung adalah sejauh mana seorang pemimpin tersebut melibatkan diri dalam komunikasi dua arah seperti mendengar dan interaksi. Kedua kegiatan merupakan hal yang biasa dilakukan oleh seorang pemimpin pada umumnya, sehingga dapat disebut sebagai dasar gaya kepemimpinan. Menurut Kreitner (2007) dalam Solihin (2009) menyimpulkan ada tiga gaya kepemimpinan antara lain: 1. Otoriter Pemimpin menahan seluruh kewenangan dan tanggung jawab serta pemimpin menugaskan seseorang melaksanakan tugas tertentu dan kepemimpin otoriter lebih menunjukkan komunikasi lebih banyak dari atas kebawah. 2. Demokratik Pemimpin mendelegasikan sebagian besar wewenang dan tetap mempertahankan tanggung jawab utama, pekerjaan dibagi berdasarkan partisipasi seseorang dalam pengambilan keputusan dan kepemimpinan demokratik menunjukkan komunikasi dua arah secara aktif dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. 3. Laissez-faire Pemimpin menyerahkan tanggung jawab dan wewenang kepada kelompok, para kelompok diminta untuk mengacukan pekerjaan sesuai dengan kehendak mereka sesuai dengan kemampuan mereka dan kepemimpinan laissez-faire menunjukkan Komunikasi lebih banyak mengalir secara horizontal diantara para rekan kerja. 18 2.3.1.2 Jenis-Jenis Kepemimpinan Kartono (2010) membagi jenis kepemimpinan menjadi 2, yaitu: 1. Pemimpin Formal Seseorang yang dipilih oleh organisasi / lembaga tertentu ditunjukan sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan dan promosi secara resmi untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi, dengan segala hak dan kewajiban yang berkaitan dengannya, untuk mencapai tujuan organisasi. 2. Pemimpin Informal Seseorang yang tidak mendapatkan pengakuan formal sebagai pemimpin namun karena ia memiliki sejumlah kualitas unggul, ia mencapai kedudukan sebagai seseorang yang mampu memengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok atau masyarakat. 2.3.1.3 Fungsi Kepemimpinan Menurut Adair (2008) dalam Suwanto dan Priansa (2011) memberikan beberapa contoh tentang fungsi kepemimpinan yaitu: 1. Perencanaan, mencari semua informasi yang tersedia, mendefinisikan tugas, maksud atau tujuan kelompok, membuat rencana yang dapat terlaksana. 2. Pemrakarsaan, memberikan pengarahan pada kelompok mengenai sasaran dan rencana, menjelaskan mengapa menetapkan sasaran atau rencana merupakan hal penting, membagi tugas pada anggota kelompok, menetapkan standar kelompok. 3. Pengendalian, memelihara antara kelompok, mempengaruhi tempo, memastikan semua tindakan diambil dalam upaya meraih tujuan, menjaga relevansi diskusi, mendorong kelompok mengambil tindakan/keputusan. 4. Pendukung, mengungkap pengakuan terhadap orang dan kontribusi mereka, member semangat pada kelompok/individu, menciptakan semangat tim, meredakan ketegangan. 5. Penginformasian, memperjelas tugas dan rencana, memberikan informasi kepada kelompok, membuat ringakasan atas usul dan gagasan yang masuk akal. 6. Pengevaluasian, mengevaluasi kelayakan gagasan, mengevaluasi prestasi kelompok. 19 2.3.1.4 Faktor-Faktor dan Efektivitas Kepemimpinan Menurut Herujito (2006), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pemimpin diantaranya sebagai berikut : 1. Kepribadian, pengalaman masa lampau dan harapan pemimpin 2. Perilaku atasan 3. Kebutuhan tugas 4. Karaterisitik, pengharapan dan perilaku bawahan 5. Iklim dan kebijaksanaan organisasi 6. Perilaku rekan Semua faktor ini mempengaruhi pemimpin dalam melakukan fungsi-fungsi kepemimpinan. 2.4 Komitmen organisasi 2.4 .1 Pengertian Komitmen Organisasi Menurut Robbins (2008 : 100) Komitmen organisasi adalah tingkat sampai mana seorang karyawan memihak sebuah organsiasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Porter et al mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu keyakinan yang kuat dan penerimaan diri dari tujuan dan nilai organisasi, kesediaan untuk memberikan usaha yang besar atas kepentingan organisasi, dan suatu keinginan yang kuat untuk tetap berada dalam organisasi (Ivancevich dkk : 2007 :169) 2.4.1.1 Manfaat Komitmen Organisasi Komitmen, baik terhadap organisasi dan kepada tim di mana seseorang berada-secara positif berhubungan dengan “kesediaan untuk membantu”. Komitmen oganisasi berhubungan dengan kemampuan karyawan dan organisasi untuk beradaptasi dengan kejadian yang tidak dapat diketahui sebelumnya. Komitmen memiliki manfaat lainnya. Karyawan yang memiliki komitmen cenderung memiliki catatan kehadiran yang lebih baik dan masa kerja yang lebih lama dari karyawan yang kurang memiliki komitmen. Tidak mengejutkan, mereka juga cenderung untuk bekerja lebih keras dalam pekerjaan mereka dan berkinerja lebih baik dari mereka yang memiliki komitmen yang lemah. Secara singkat, terdapat bukti yang cukup kuat bahwa karyawan yang memiliki komitmen merupakan karyawan yang lebih berharga daripada mereka yang memiliki komitmen yang lemah. 20 2.4.1.2 Cara Meningkatkan Komitmen Organisasi Berikut adalah tinjauan yang berguna mengenai tindakan yang diperlukan untuk memenangkan komitmen dan bagaimana mengimplemetasikan mereka. (Ivancevich dkk, 2005:169-177) 1. Memperjelas dan mengomunikasikan misi anda. Komitmen dalam sebuah komunitas diciptakan dengan menciptakan hubungan yang kuat antara misi dan ideologi di satu pihak dan pemahaman seseorang mengenai bagaimana perannya dalam komunitas sesuai dengan misi yang lainnya. a. Menjelaskan misi dan ideologi. Suatu misi dan ideologi yang jelas menyediakan keuntungan ganda: misi menyediakan fokus di mana karyawan dapat berkomitmen, sementara nilai membentuk ideologi perusahaan yang memberikan pedoman yang terinternalisasi bagi perilaku mereka. b. Menjadikannya karismatik. Menciptakan suatu misi yang membangkitkan panggilan karismatik yang lebih tinggi yang dapat didukung oleh karyawan. c. Menggunakan praktik penerimaan pekerja berdasarkan nilai Proses menghubungkan karyawan dengan ideologi dimulai sebelum pekerja dipekerjakan, dengan praktik penerimaan pegawai berdasarkan nilai. Mulamula menjelaskan nilai dasar, kemudian menetapkan prosedur untuk menyeleksi karyawan baru. d. Orientasi dan pelatihan berdasarkan stres Proses orientasi yang bertujuan menyatukan karyawan baru ke dalam nilai dan budaya organisasi. Dikombinasikan dengan pelatihan yang berorientasi pada tim dan kualitas yang terus menerus. e. Membangun tradisi Membangun tradisi, cerita, tata cara, dan upacara yang dapat meningkatkan konversi karyawan menjadi penganut budaya. 2. Menjamin keadilan organisasi Menciptakan prosedur dan proses yang adil dan ditaati. a. Memiliki prosedur keluhan yang komprehensif 21 b. Menyediakan komunikasi dua-arah yang ekstensif. Menyediakan banyak kesempatan untuk terciptanya komunikasi dua arah merupakan cara lain untuk menciptakan komitmen. 3. Menciptakan rasa komunitas. a. Membangun homogenitas berdasarkan nilai b. Saling memiliki dan memiliki hal yang sama c. Menekankan gotong royong. d. Saling mengambil manfaat dan kerja sama tim. e. Berkumpul bersama. 4. Mendukung pengembangan karyawan. a. Berkomitmen terhadap aktualisasi. Pemberi kerja berusaha untuk mengaktualisasikan karyawan mereka sehingga mereka harus mulai dengan berkomitmen untuk melakukan hal tersebut, dan kemudian mengingat komitmen tersebut dalam literatur dan pelatihan manajemen mereka. b. Memperkaya dan memberdayakan. Pemerkayaan pekerjaan dengan meningkatkan kedalaman tanggung jawab dan manajemen diri dalam pekerjaan sebagai suatu cara untuk menarik kebutuhan karyawan. c. Mempromosikan dari dalam. Manajer dapat melakukan beberapa hal untuk menciptakan praktik promosi dari dalam yang lebih berarti. Penilaian yang berorientasi pada karir merupakan salah satu komponennya. d. Menyediakan aktivitas perkembangan; menyediakan keamanan kerja meski tanpa jaminan. 5. Berkomitmen pada nilai people-first. Proses pembangunan komitmen-menjelaskan dan mengomunikasikan suatu misi, menjamin keadilan organisasional, menciptakan suatu rasa komunitas, dan mendukung perkembangan karyawan – semua bergantung pada satu fondasi, yaitu komitmen pemberi kerja terhadap nilai yang mendahulukan kepentingan karyawan. a. Mempekerjakan manajer yang tepat. Menerapkan nilai people first dalam perusahaan berarti bahwa manajer harus menginternalisasikan dan berkomitmen terhadap nilai-nilai tersebut. b. Penuhi janji. 22 2.4.2 Dimensi Komitmen Organisasi Tiga dimensi terpisah komitmen organisasional adalah (Robbins, Judge, 2008:101): 1. Komitmen afektif (affective commitment) Perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya. Sebagai contoh, seorang karyawan Petco mungkin memiliki komitmen aktif untuk perusahaannya karena keterlibatannya dengan hewan-hewan. 2. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment) Nilai ekonomi yang dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut. Seorang karyawan mungkin berkomitmen kepada seorang pemberi kerja karena ia dibayar tinggi dan merasa bahwa pengunduran diri dari perusahaan akan menghancurkan keluarganya. 3. Komitmen normatif (normative commitment) Kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis. Sebagai contoh, seorang karyawan yang memelopori sebuah inisiatif baru mungkin bertahan dengan seorang pemberi kerja karena ia merasa “meninggalkan seseorang dalam keadaan yang sulit” bila ia pergi. Pada umumnya, tampak bahwa komitmen afektif memiliki hubungan yang lebih erat dengan hasil-hasil organisasional seperti kinerja dan perputaran karyawan bila dibandingkan dengan dua dimensi komitmen lain. Suatu penelitian menemukan bahwa komitmen afektif adalah pemrediksi berbagai hasil (persepsi karakteristik tugas, kepuasan karier, niat untuk pergi) dalam 72 persen kasus, dibandingkan dengan hanya 36 persen untuk komitmen normatif dan 7 persen untuk komitmen berkelanjutan. Hasil-hasil yang lemah untuk komitmen berkelanjutan adalah masuk akal karena hal ini sebenarnya bukan merupakan sebuah komitmen yang kuat. Dibandingkan kesetiaan (komitmen afektif) atau kewajiban (komitmen normatif) untuk seorang pemberi kerja, sebuah komitmen berkelanjutan mendeskripsikan seorang karyawan yang “terikat” dengan seorang pemberi kerja hanya karena tidak ada hal lain yang lebih baik. 23 2.5 Kerangka Pemikiran Berdasarkan penjelasan teoritis dan didukung oleh penelitian terdahulu, maka kerangka pemkiran yang didapat adalah sebagai berikut: Budaya Organisasi (X1) Komitmen Organisasi (Y) Gaya Kepemimpinan (X2) Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: penulis, 2015 2.6 Hipotesis Menurut Sugiyono (2011:64), hipotesis adalah merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan”. Hipotesis harus dinyatakan secara kuantitatif agar dapat diuji. Dalam penelitian ini, hipotesis yang digunakan untuk diuji adalah sebagai berikut: 1. Untuk T-1: H0: budaya organisasi tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasi H1 : budaya organisasi berpengaruh terhadap komitmen organisasi 2. Untuk T-2: H0: gaya kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasi H1: gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap komitmen organisasi 3. Untuk T-3: H0: budaya organisasi dan gaya kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasi H1: budaya organisasi dan gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap komitmen organisasi 24