9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Menurut

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen
Menurut Robbins dan Coutler (2009:22) manajemen merupakan suatu kegiatan
yang melibatkan koordinasi dan pengawasan aktivitas kerja yang lain sehingga
aktifitas kerja mereka dapat terselesaikan dengan efisien dan efektif. Menurut
Hasibuan (2005:1) manajemen adalah ilmu, dan seni mengatur proses pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efesien untuk
mencapai suatu tujuan tertentu.
Menurut Hersey, Blanchard, dan Johnson (2012:7) manajemen sebagai proses
bekerja dengan dan melalui individu dan kelompok dan sumber daya lainnya (seperti
peralatan, modal, dan teknologi) untuk mencapai tujuan organisasi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu kegiatan,
ilmu, seni dan proses suatu kegiatan yang memanfaatkan sumber daya manusia untuk
mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Adapun fungsi manajemen yaitu elemenelemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang
akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai
tujuan.
2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Snell dan Bohlander (2010:4) manajemen sumber daya manusia
merupakan proses pengelolaan bakat atau talenta dari seseorang untuk mencapai
tujuan organisasi. Menurut Hasibuan (2005:10) manajemen sumber daya manusia
adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan
efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.
Menurut Fathoni (2006) Manajemen sumber daya manusia adalah proses
pengendalian berdasarkan fungsi manajemen terhadap daya yang bersumber dari
manusia
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia
adalah ilmu, seni dan proses untuk mengatur pengelolan bakat untuk membantu
terwujudnya tujuan organisasi yang telah di tentukan. Adapun tujuan dari manajemen
sumber daya adalah memperbaiki kontribusi produktif orang-orang atau tenaga kerja
terhadap organisasi atau perusahaan dengan cara yang bertanggung jawab secara
strategis, etis dan sosial.
9
10
2.1.2
Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Tujuan dari manajemen sumber daya manusia, menurut Hasibuan,
(2005:250) :
1.
Untuk menentukan dan kuantitas karyawan yang akan mengisi semua jabatan
dalam perusahaan.
2.
Untuk menjamin tersedianya tenaga kerja masa kini maupun masa depan,
sehingga setiap pekerjaan ada yang mengerjakannya.
3.
Untuk menghindari terjadinya mismanajemen dan tumpang tindih dalam
pelaksanaan tugas.
4.
Untuk mempermudah koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi (KIS), sehingga
produktivitas kerja meningkat.
5.
Untuk menghindari kekurangan dan atau kelebihan karyawan.
6.
Untuk menjadi pedoman dalam menetapkan program penarikan seleksi,
pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan
pemberhentian karyawan.
7.
Menjadi pedoman dalam melaksanakan mutasi (vertical atau horizontal) dan
pensiun karyawan.
8.
Menjadi dasar dalam melakukan penilaian karyawan.
Dilihat dari uraian di atas kami menyimpulkan bahwa tujuan dari manajemen
sumber daya adalah memperbaiki kontribusi produktif orang-orang atau tenaga kerja
terhadap organisasi atau perusahaan dengan cara yang bertanggung jawab secara
strategis, etis dan sosial. Adapun pengertian perilaku pemimpin adalah sikap dan
tindakan yang dilakukan oleh seorang pemimpin.
Menurut Snell dan Bohlander (2010), secara garis besar adalah Manajemen
sumber daya manusia adalah ilmu, seni dan proses untuk mengatur pengelolan bakat
untuk membantu terwujudnya tujuan organisasi yang telah di tentukan. Dari ketiga
variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perilaku pemimpin, kompensasi,
dan prestasi kerja karyawan termasuk ke dalam bagian manajemen sumber daya
manusia (MSDM).
11
2.2
Budaya Organisasi
2.2.1 Definisi Budaya Organisasi
Budaya organisasi menurut Robbins & Mary (2009, p62) adalah sistem
makna dan keyakinan bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang
menentukan, sebagian besar, bagaimana karyawan bersikap.Adapun budaya
organisasi menurut Davis (dikutip Sobirin, 2007, p131) adalah keyakinan dan nilai
bersama yang memberikan makna bagi anggota sebuah institusi dan menjadikan
keyakinan dan nilai tersebut sebagai aturan atau pedoman berperilaku di dalam
organisasi.
Mathis & Jackson (2008, p76) budaya organisasi adalah pola nilai-nilai dan
keyakinan bersama dari tenaga kerja. Nilai-nilai dan keyakinan bersama tersebut
membekali anggota organisasi dengan makna dan aturan untuk berperilaku. Serta
budaya organisasi menurut Andre (2008, p446) merupakan sebuah sistem organisasi
mengenai nilai dan norma bersama oleh karena itu budaya organisasi mendefinisikan
hal yang penting di dalam organisasi serta sikap, keyakinan dan perilaku yang sesuai
bagi anggota organisasi.
Budaya organisasi menurut Robbins (dikutip Wibowo, 2011, p17) adalah
sebuah persepsi umum yang dipegang oleh anggota organisasi mengenai suatu sistem
yang dianut bersama.Budaya organisasi bertujuan agar karyawan merasakan
karakteristik dari budaya organisasi itu sendiri.Budaya organisasi menurut Wirawan
(2007, p86) adalah norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan
organisasi, dan sebagainya. Isi budaya organisasi yang dikembangkan dalam waktu
yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota organisasi dalam memproduksi
produk, melayani para konsumen, dan mencapai tujuan organisasi.
Dari pandangan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa budaya
organisasi pada dasarnya akan mewakili norma-norma perilaku yang diikuti oleh
para anggota organisasi, termasuk mereka yang berada dalam hirarki organisasi.
Budaya organisasi merupakan landasan setiap anggota dalam sikap dan perilaku di
setiap aktivitas perusahaan yang menjadikan perekat hubungan diantara anggota
perusahaan.
12
2.2.1.1 Dimensi-Dimensi Budaya Organisasi
Menurut Wibowo (2011, p34), budaya organisasi dalam suatu organisasi
yang satu dapat berbeda dengan yang ada dalam organisasi yang lain, namun budaya
organisasi menunjukkan ciri-ciri, sifat, karakteristik tertentu yang menunjukkan
kesamaannya.Terminologi yang dipergunakan para ahli untuk menunjukkan
karakteristik budaya organisasi sangat bervariasi.Hal tersebut menunjukkan
beragamnya ciri, sifat dan elemen yang terdapat dalam budaya organisasi.
Robbins (dalam Wibowo 2011, p37) mengemukakan adanya tujuh
karakteristik budaya organisasi, yaitu:
1.
Inovasi dan keberanian mengambil risiko
Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil
risiko.
2.
Perhatian pada hal-hal rinci
Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan ketepatan, analisis, dan
perhatian pada hal-hal detail.
3.
Orientasi pada hasil
Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil atau manfaat daripada teknik
dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4.
Orientasi pada orang
Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari
hasil tersebut terhadap orang yang ada di dalam organisasi.
5.
Orientasi pada tim
Sejauh mana aktivitas kerja di organisir berdasarkan tim daripada individual.
6.
Agresivitas
Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
7.
Stabilitas
Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status
quo sebagai lawan dari perkembangan.
2.2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Budaya Organisasi
Budaya organisasi terus berkembang seiring berjalannya waktu. Menurut
Chatman & Cha (dikutip Ng’ang’a & Nyongesa, 2012) ada beberapa faktor yang
berperan penting dalam mempengaruhi perkembangan sebuah budaya organisasi,
diantaranya yaitu:
13
1.
Sejarah
Alasan dan cara bagaimana organisasi ini awalnya terbentuk. Usia, filosofi dan
nilai-nilai dari pemilik dan manajer senior akan mempengaruhi budaya yang
terbentuk.
2.
Teknologi dan fungsi utama
Sifat bisnis organisasi dan fungsi utamanya memiliki pengaruh penting pada
budaya. Ini termasuk jangkauan dan kualitas produk dan layanan yang
diberikan, pentingnya reputasi dan jenis pelanggan. Fungsi utama dari lembaga
akan menentukan sifat dari proses teknologi dan metode kerja, yang pada
gilirannya juga mempengaruhi struktur dan budaya.
3.
Strategi
Organisasi harus memberikan perhatian pada tujuan di semua bidang utama
operasinya. Kombinasi tujuan dan strategi yang dihasilkan akan mempengaruhi
budaya atau mungkin kombinasi tujuan dan strategi yang dihasilkan itu sendiri
dipengaruhi oleh budaya.
4.
Ukuran organisasi
Organisasi yang besar biasanya memiliki struktur dan budaya organisasi yang
lebih formal.Meningkatnya ukuran sebuah organisai biasanya berdampak pada
pemisahan departemen. Peningkatan ataupun penurunan ukuran dan tingkat
pertumbuhan akan mempengaruhi jumlah anggota (karyawan) dalam sebuah
organisasi, sehingga perubahan tersebut secara tidak langsung akan
mempengaruhi struktur dan budaya organisasi.
5.
Lokasi
Lokasi geografis dan karakteristik fisik dapat memiliki pengaruh besar pada
budaya. Misalnya apakah perusahaan terletak di pedesaan yang tenang atau
pusat kota yang sibuk sehingga dapat mempengaruhi jenis pelanggan dan
karyawan yang dipekerjakan. Lokasi juga dapat mempengaruhi sifat layanan
(program) yang ditawarkan oleh suatu perusahaan.
6.
Manajemen dan kepemimpinan
Eksekutif puncak dapat memiliki pengaruh yang besar terhadap sifat budaya
perusahaan.Akan tetapi, semua anggota staf membantu dalam membentuk
budaya dominan yang ada disebuah organisasi.
14
Budaya juga ditentukan oleh sifat staf yang dipekerjakan dan sejauh mana
mereka menerima filosofi manajemen dan kebijakan yang diterapkan.
7.
Lingkungan
Agar menjadi efektif, sebuah organisasi harus responsif terhadap pengaruh
lingkungan eksternal.
2.2.1.3Tipe-Tipe Budaya Organisasi
Menurut Robbins (dikutip Wibowo, 2011, p27) budaya dapat dikelompokkan
berdasarkan hubungan antara tingkat sosiabilitas dan solidaritas.Dimensi sosiabilitas
dapat ditandai dengan tingkat persahabatan yang ditemukan antara anggota
organisasi. Dimensi solidaritas dapat ditandai dengan tingkat di mana orang di dalam
organisasi berbagi pengertian bersama tentang tugas dan tujuan untuk apa mereka
bekerja. Tipe-tipe budaya organisasinya yaitu:
1.
Networked culture
Organisasi memandang anggota sebagai suatu keluarga dan teman. Budaya ini
ditandai dengan tingkat sosiabilitas atau kesenangan bergaul tinggi dan tingkat
solidaritas atau kesetiakawanan rendah. Karakteristik dari budaya ini adalah
para anggota saling mengenal satu sama lain dengan cepat dan merasa bahwa
mereka adalah bagian dari kelompok. Selain itu, para anggota cenderung
melakukan kebiasaan informal serta menggunakan banyak waktu untuk
bersosialisasi.
2.
Mercenary culture
Organisasi berfokus pada tujuan. Budaya organisasi ini ditandai dengan tingkat
sosiabilitas yang rendah dan tingkat solidaritas yang tinggi. Karateristik dari
budaya ini adalah komunikasi cenderung cepat, langsung dan dikendalikan
dengan cara yang tidak ada yang tidak mungkin. Kemenangan adalah
segalanya dan orang didorong melakukan suatu hal tanpa memperdulikan
berapa lama waktu yang diperlukan untuk membuatnya terwujud.
3.
Fragmented culture
Organisasi yang dibuat dari para individualis. Budaya organisasi ini ditandai
dengan solidaritas dan sosiabilitas yang rendah. Karakteristik dari budaya ini
adalah antar anggota sedikit melakukan kontak dalam banyak hal, bahkan bisa
tidak saling mengenal. Anggota tidak menunjukkan identifikasi dengan
organisasi di mana mereka bekerja, melainkan menunjukkan identifikasi
dengan profesi di mana mereka menjadi bagian di dalamnya.
15
4.
Communal culture
Organisasi menilai baik persahabatan dan kinerja.Budaya ini ditandai dengan
sosiabilitas dan solidaritas yang tinggi. Karakteristik budaya ini adalah antar
anggota sangat bersahabat satu sama lain dan bergaul dengan baik secara
pribadi dan profesional. Setiap anggota sangat bersahabat sehingga perbedaan
antara
pekerjaan
dan
bukan
pekerjaan
dalam
praktik
menjadi
kabur.Komunikasi dalam semua bentuk mengalir dengan sangat mudah di
antara orang pada semua tingkatan organisasi. Para anggota sangat kuat dalam
menunjukkan identifikasi terhadap organisasi.
2.2.1.4 Elemen Dasar Budaya Organisasi
Budaya organisasi yang dibentuk dari faktor-faktor yang terkandung di dalam
perusahaan sangat dipengaruhi oleh beberapa elemen kunci yang cukup dominan.
Adapun elemen-elemen dari budaya perusahaan menurut Deal dan Kennedy yang
dikutip oleh Pabundu (2006 : 16) adalah:
1. Lingkungan Usaha
Kelangsungan hidup organisasi di tentukan oleh kemampuan perusahaan
memberi tanggapan yang tepat terhadap peluang dan tantangan lingkungan.
Lingkungan usaha merupakan unsur yang menentukan terhadap apa yang harus
dilakukan perusahaan agar bisa berhasil. Lingkungan usaha yang berpengaruh
antara lain meliputi produk yang dihasilkan, pesaing, pelanggan, teknologi,
pemasok, kebijakan pemerintah, dan lain-lain. Sehubungan dengan itu,
perusahaan harus melakukan tindakan-tindakan untuk mengatasi lingkungan
tersebut antara lain seperti kebijakan penjualan, penemuan baru, atau pengelolaan
biaya dalam mengahadapi realitas pasar yang berbeda dengan lingkungan
usahanya.
2. Nilai-nilai
Elemen nilai merupakan konsep dasar dan kepercayaan dari suatu organisasi.
Nilai-nilai tersebut menitik beratkan kepada suatu keyakinan untuk mencapai
kesuksesan. Nilai-nilai atau keyakinan agar dapat mendorong karyawan untuk
mencapai kinerja yang baik, hendaknya harus disampaikan secara terbuka oleh
para manajer kepada seluruh lapisan sumber daya manusia (SDM) yang ada, hal
ini dimaksudkan agar tidak terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari standar
yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
16
3. Pahlawan
Pahlawan adalah tokoh yang dipandang berhasil mewujudkan nilai-nilai budaya
dalam kehidupan nyata.Pahlawan bisa berasal dari pendiri perusahaan, para
manajer, kelompok organisasi atau perorangan yang berhasil menciptakan nilainilai organisasi, mereka bisa menumbuhkan idealisme, semangat dan tempat
mencari petunjuk bila terjadi kesulitan atau masalah dalam organisasi.
4. Ritual
Kegiatan upacara di suatu perusahaan pada umumnya bentuk penghargaan
terhadap kinerja sumber daya manusianya atau dapat berupa laporan aktivitasaktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dalam kurun waktu tertentu.Dengan
seringnya
frekuensi kegiatan tersebut
di perusahaan
diharapkan akan
menciptakan budaya secara tidak sadar.
5. Jaringan Budaya
Elemen ini secara informal dapat dikatakan sebagai jaringan komunikasi di
dalam perusahaan, dapat dijadikan sebagai pembawa atau penyebaran nilai-nilai
budaya perusahaan.Elemen ini merupakan hierarki dari kekuatan yang
tersembunyi di dalam organisasi, oleh karena itulah efektivitas jaringan ini hanya
sebagai cara untuk mendapatkan informasi tentang apa yang terjadi di
perusahaan, dapat dikatakan juga bentuk jaringan kultural adalah informal.
2.3
Gaya Kepemimpinan
2.3.1 Pengertian Kepemimpinan
Menurut Umar (2008), kepemimpinan didefinisikan sebagai suatu proses
pengarahan dan usaha mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para
anggota kelompok. Sastradipoera (2003), (dalam Yuniarsih dan Suwatno 2008)
menyatakan
bahwa kepemimpinan adalah
“ pengaruh antarpribadi yang
dilaksanakan dalam situasi dan diarahkan, melalui proses komunikasi, menuju
pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan spesifik”.
Robbins & Judge (2007), mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan
untuk mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian
tujuan yang ditetapkan.
Berdasarkan teori-teori diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah
proses mempengaruhi orang lain atau kelompok lain untuk bertindak dalam
mencapai tujuan yang ingin dicapai.
17
2.3.1.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan menurut Thoha (2007) adalah cara yang digunakan oleh
seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahan agar hendak melaksanakan tugas
dan kewajiban sesuai dengan yang diharapkan agar tercapai tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Dalam hubungannya dengan perilaku pemimpin ini, terdapat
beberapa hal yang biasanya dilakukan oleh pemimpin terhadap bawahan atau
pengikutnya, yakni perilaku mendukung dan mengarah. Perilaku mengarah dapat
dilakukan sebagai sejauh mana seorang pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi
satu arah dengan bawahannya. Sedangkan perilaku mendukung adalah sejauh mana
seorang pemimpin tersebut melibatkan diri dalam komunikasi dua arah seperti
mendengar dan interaksi. Kedua kegiatan merupakan hal yang biasa dilakukan oleh
seorang pemimpin pada umumnya, sehingga dapat disebut sebagai dasar gaya
kepemimpinan.
Menurut Kreitner (2007) dalam Solihin (2009) menyimpulkan ada tiga gaya
kepemimpinan antara lain:
1.
Otoriter
Pemimpin menahan seluruh kewenangan dan tanggung jawab serta pemimpin
menugaskan seseorang melaksanakan tugas tertentu dan kepemimpin otoriter
lebih menunjukkan komunikasi lebih banyak dari atas kebawah.
2.
Demokratik
Pemimpin
mendelegasikan
sebagian
besar
wewenang
dan
tetap
mempertahankan tanggung jawab utama, pekerjaan dibagi berdasarkan
partisipasi seseorang dalam pengambilan keputusan dan kepemimpinan
demokratik menunjukkan komunikasi dua arah secara aktif dari atas ke bawah
dan dari bawah ke atas.
3.
Laissez-faire
Pemimpin menyerahkan tanggung jawab dan wewenang kepada kelompok,
para kelompok diminta untuk mengacukan pekerjaan sesuai dengan kehendak
mereka sesuai dengan kemampuan mereka dan kepemimpinan laissez-faire
menunjukkan Komunikasi lebih banyak mengalir secara horizontal diantara
para rekan kerja.
18
2.3.1.2 Jenis-Jenis Kepemimpinan
Kartono (2010) membagi jenis kepemimpinan menjadi 2, yaitu:
1.
Pemimpin Formal
Seseorang yang dipilih oleh organisasi / lembaga tertentu ditunjukan sebagai
pemimpin, berdasarkan keputusan dan promosi secara resmi untuk memangku
suatu jabatan dalam struktur organisasi, dengan segala hak dan kewajiban yang
berkaitan dengannya, untuk mencapai tujuan organisasi.
2.
Pemimpin Informal
Seseorang yang tidak mendapatkan pengakuan formal sebagai pemimpin
namun karena ia memiliki sejumlah kualitas unggul, ia mencapai kedudukan
sebagai seseorang yang mampu memengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu
kelompok atau masyarakat.
2.3.1.3 Fungsi Kepemimpinan
Menurut Adair (2008) dalam Suwanto dan Priansa (2011) memberikan
beberapa contoh tentang fungsi kepemimpinan yaitu:
1.
Perencanaan, mencari semua informasi yang tersedia, mendefinisikan tugas,
maksud atau tujuan kelompok, membuat rencana yang dapat terlaksana.
2.
Pemrakarsaan, memberikan pengarahan pada kelompok mengenai sasaran dan
rencana, menjelaskan mengapa menetapkan sasaran atau rencana merupakan
hal penting, membagi tugas pada anggota kelompok, menetapkan standar
kelompok.
3.
Pengendalian,
memelihara
antara
kelompok,
mempengaruhi
tempo,
memastikan semua tindakan diambil dalam upaya meraih tujuan, menjaga
relevansi diskusi, mendorong kelompok mengambil tindakan/keputusan.
4.
Pendukung, mengungkap pengakuan terhadap orang dan kontribusi mereka,
member semangat pada kelompok/individu, menciptakan semangat tim,
meredakan ketegangan.
5.
Penginformasian, memperjelas tugas dan rencana, memberikan informasi
kepada kelompok, membuat ringakasan atas usul dan gagasan yang masuk
akal.
6.
Pengevaluasian, mengevaluasi kelayakan gagasan, mengevaluasi prestasi
kelompok.
19
2.3.1.4 Faktor-Faktor dan Efektivitas Kepemimpinan
Menurut
Herujito
(2006),
menyatakan
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi efektivitas pemimpin diantaranya sebagai berikut :
1.
Kepribadian, pengalaman masa lampau dan harapan pemimpin
2.
Perilaku atasan
3.
Kebutuhan tugas
4.
Karaterisitik, pengharapan dan perilaku bawahan
5.
Iklim dan kebijaksanaan organisasi
6.
Perilaku rekan
Semua faktor ini mempengaruhi pemimpin dalam melakukan fungsi-fungsi
kepemimpinan.
2.4
Komitmen organisasi
2.4 .1 Pengertian Komitmen Organisasi
Menurut Robbins (2008 : 100) Komitmen organisasi adalah tingkat sampai
mana seorang karyawan memihak sebuah organsiasi serta tujuan-tujuan dan
keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.
Porter et al mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu keyakinan
yang kuat dan penerimaan diri dari tujuan dan nilai organisasi, kesediaan untuk
memberikan usaha yang besar atas kepentingan organisasi, dan suatu keinginan yang
kuat untuk tetap berada dalam organisasi (Ivancevich dkk : 2007 :169)
2.4.1.1 Manfaat Komitmen Organisasi
Komitmen, baik terhadap organisasi dan kepada tim di mana seseorang
berada-secara positif berhubungan dengan “kesediaan untuk membantu”. Komitmen
oganisasi berhubungan dengan kemampuan karyawan dan organisasi untuk
beradaptasi dengan kejadian yang tidak dapat diketahui sebelumnya.
Komitmen memiliki manfaat lainnya. Karyawan yang memiliki komitmen
cenderung memiliki catatan kehadiran yang lebih baik dan masa kerja yang lebih
lama dari karyawan yang kurang memiliki komitmen. Tidak mengejutkan, mereka
juga cenderung untuk bekerja lebih keras dalam pekerjaan mereka dan berkinerja
lebih baik dari mereka yang memiliki komitmen yang lemah. Secara singkat, terdapat
bukti yang cukup kuat bahwa karyawan yang memiliki komitmen merupakan
karyawan yang lebih berharga daripada mereka yang memiliki komitmen yang
lemah.
20
2.4.1.2 Cara Meningkatkan Komitmen Organisasi
Berikut adalah tinjauan yang berguna mengenai tindakan yang diperlukan
untuk memenangkan komitmen dan bagaimana mengimplemetasikan mereka.
(Ivancevich dkk, 2005:169-177)
1.
Memperjelas dan mengomunikasikan misi anda.
Komitmen dalam sebuah komunitas diciptakan dengan menciptakan hubungan
yang kuat antara misi dan ideologi di satu pihak dan pemahaman seseorang
mengenai bagaimana perannya dalam komunitas sesuai dengan misi yang
lainnya.
a. Menjelaskan misi dan ideologi.
Suatu misi dan ideologi yang jelas menyediakan keuntungan ganda: misi
menyediakan fokus di mana karyawan dapat berkomitmen, sementara nilai
membentuk
ideologi
perusahaan
yang
memberikan
pedoman
yang
terinternalisasi bagi perilaku mereka.
b. Menjadikannya karismatik.
Menciptakan suatu misi yang membangkitkan panggilan karismatik yang
lebih tinggi yang dapat didukung oleh karyawan.
c. Menggunakan praktik penerimaan pekerja berdasarkan nilai
Proses menghubungkan karyawan dengan ideologi dimulai sebelum pekerja
dipekerjakan, dengan praktik penerimaan pegawai berdasarkan nilai. Mulamula menjelaskan nilai dasar, kemudian menetapkan prosedur untuk
menyeleksi karyawan baru.
d. Orientasi dan pelatihan berdasarkan stres
Proses orientasi yang bertujuan menyatukan karyawan baru ke dalam nilai
dan budaya organisasi. Dikombinasikan dengan pelatihan yang berorientasi
pada tim dan kualitas yang terus menerus.
e. Membangun tradisi
Membangun tradisi, cerita, tata cara, dan upacara yang dapat meningkatkan
konversi karyawan menjadi penganut budaya.
2.
Menjamin keadilan organisasi
Menciptakan prosedur dan proses yang adil dan ditaati.
a. Memiliki prosedur keluhan yang komprehensif
21
b. Menyediakan komunikasi dua-arah yang ekstensif.
Menyediakan banyak kesempatan untuk terciptanya komunikasi dua arah
merupakan cara lain untuk menciptakan komitmen.
3.
Menciptakan rasa komunitas.
a. Membangun homogenitas berdasarkan nilai
b. Saling memiliki dan memiliki hal yang sama
c. Menekankan gotong royong.
d. Saling mengambil manfaat dan kerja sama tim.
e. Berkumpul bersama.
4.
Mendukung pengembangan karyawan.
a. Berkomitmen terhadap aktualisasi.
Pemberi kerja berusaha untuk mengaktualisasikan karyawan mereka
sehingga mereka harus mulai dengan berkomitmen untuk melakukan hal
tersebut, dan kemudian mengingat komitmen tersebut dalam literatur dan
pelatihan manajemen mereka.
b. Memperkaya dan memberdayakan.
Pemerkayaan pekerjaan dengan meningkatkan kedalaman tanggung jawab
dan manajemen diri dalam pekerjaan sebagai suatu cara untuk menarik
kebutuhan karyawan.
c. Mempromosikan dari dalam.
Manajer dapat melakukan beberapa hal untuk menciptakan praktik promosi
dari dalam yang lebih berarti. Penilaian yang berorientasi pada karir
merupakan salah satu komponennya.
d. Menyediakan aktivitas perkembangan; menyediakan keamanan kerja meski
tanpa jaminan.
5.
Berkomitmen pada nilai people-first.
Proses pembangunan komitmen-menjelaskan dan mengomunikasikan suatu misi,
menjamin keadilan organisasional, menciptakan suatu rasa komunitas, dan
mendukung perkembangan karyawan – semua bergantung pada satu fondasi, yaitu
komitmen pemberi kerja terhadap nilai yang mendahulukan kepentingan karyawan.
a. Mempekerjakan manajer yang tepat.
Menerapkan nilai people first dalam perusahaan berarti bahwa manajer
harus menginternalisasikan dan berkomitmen terhadap nilai-nilai tersebut.
b. Penuhi janji.
22
2.4.2 Dimensi Komitmen Organisasi
Tiga dimensi terpisah komitmen organisasional adalah (Robbins, Judge,
2008:101):
1.
Komitmen afektif (affective commitment)
Perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya.
Sebagai contoh, seorang karyawan Petco mungkin memiliki komitmen aktif
untuk perusahaannya karena keterlibatannya dengan hewan-hewan.
2.
Komitmen berkelanjutan (continuance commitment)
Nilai ekonomi yang dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi bila
dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut. Seorang karyawan
mungkin berkomitmen kepada seorang pemberi kerja karena ia dibayar tinggi
dan merasa bahwa pengunduran diri dari perusahaan akan menghancurkan
keluarganya.
3.
Komitmen normatif (normative commitment)
Kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis.
Sebagai contoh, seorang karyawan yang memelopori sebuah inisiatif baru
mungkin bertahan dengan seorang pemberi kerja karena ia merasa
“meninggalkan seseorang dalam keadaan yang sulit” bila ia pergi.
Pada umumnya, tampak bahwa komitmen afektif memiliki hubungan yang
lebih erat dengan hasil-hasil organisasional seperti kinerja dan perputaran karyawan
bila dibandingkan dengan dua dimensi komitmen lain.
Suatu penelitian menemukan bahwa komitmen afektif adalah pemrediksi
berbagai hasil (persepsi karakteristik tugas, kepuasan karier, niat untuk pergi) dalam
72 persen kasus, dibandingkan dengan hanya 36 persen untuk komitmen normatif
dan 7 persen untuk komitmen berkelanjutan. Hasil-hasil yang lemah untuk komitmen
berkelanjutan adalah masuk akal karena hal ini sebenarnya bukan merupakan sebuah
komitmen yang kuat. Dibandingkan kesetiaan (komitmen afektif) atau kewajiban
(komitmen normatif) untuk seorang pemberi kerja, sebuah komitmen berkelanjutan
mendeskripsikan seorang karyawan yang “terikat” dengan seorang pemberi kerja
hanya karena tidak ada hal lain yang lebih baik.
23
2.5
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan penjelasan teoritis dan didukung oleh penelitian terdahulu, maka
kerangka pemkiran yang didapat adalah sebagai berikut:
Budaya Organisasi
(X1)
Komitmen Organisasi
(Y)
Gaya Kepemimpinan
(X2)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Sumber: penulis, 2015
2.6
Hipotesis
Menurut Sugiyono (2011:64), hipotesis adalah merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian
biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan”. Hipotesis harus dinyatakan
secara kuantitatif agar dapat diuji. Dalam penelitian ini, hipotesis yang digunakan
untuk diuji adalah sebagai berikut:
1.
Untuk T-1:
H0: budaya organisasi tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasi
H1 : budaya organisasi berpengaruh terhadap komitmen organisasi
2.
Untuk T-2:
H0: gaya kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasi
H1: gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap komitmen organisasi
3.
Untuk T-3:
H0: budaya organisasi dan gaya kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap
komitmen organisasi
H1: budaya organisasi dan gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap
komitmen organisasi
24
Download