jurnal ekonomi gabung vol. 1 no. 1 2012

advertisement
Jurnal Riset Akuntansi dan Manjemen, Vol. 1, No. 1, Desember 2012
65
Estimasi Kondisi Penjualan Sebagai Analisis Kemungkinan Kebangkrutan
Pada PT Gudang Garam Tbk
Yeni Agustina, Iing Lukman, dan Indah Lia Puspita
Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Malahayati, Bandar Lampung
Email; [email protected]; [email protected]
Abstract. Economic law’s state that the increase of commodity price will make the demand of the
commodity decrease. Remembering that law’s, if the cigarette retail sales price (RSP) increase it will
make the possibility of cigarette sales will be decrease. The purpose of this research is to forcasting the
risk of cigarette firm bankruptcy if RSP is increase. This research is done using financial report in year
2004 until 2007 as the data source and the estimation of sales condition in year 2010 in PT Gudang
Garam Tbk with implementing. Avarege Semi Forcast Method and also Discriminant Altman
Analysis. The result from the research shown that the bankruptcy prediction of PT Gudang Garam Tbk
in year 2004 until 2007 is in the safe zone, the forecasted amount of sales without RSP 10%
increasement in year 2010 is Rp 31. 937.714.500.000,-. The forecasted amount of sales with RSP 10%
increasement in year 2010 is Rp 29.068.140.380.000,-. It is mean that if the cigarette RSP increase, it
will make the sales of cigarette forecasted decrease to 8,98%. The forcast shown that in year 2010
without RSP 10% increasement the Z-score value is 2,98, it’s mean that PT Gudang Garam Tbk in
year 2010 having risk to bankrupt (grey zone). And the forecast shown that in year 2010 with RSP
10% increasement the Z-score value is 2,87, it’s mean that PT Gudang Garam Tbk in year 2010 having
risk to bankrupt (grey zone). From the research result shown that the cigarette RSP 10% increasement
able to make the risk of bankruptcy at PT Gudang Garam Tbk increase with the Z-score value
decreasement is 4,03%.
Keywords: sales, RSP, bankruptcy prediction.
1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang berada diurutan ke-3 sebagai negara pengkonsumsi rokok terbesar di
dunia (Lintas Siang, TPI, 13/05/09). Oleh karena itulah maka tak heran jika industri rokok di Indonesia
sangat kompetitif mengingat banyaknya produsen, varian produk dan juga konsumen. Industri rokok
sendiri memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Peran besar industri rokok juga
nampak dalam memberikan sumbangan pada APBN dengan jumlah yang sangat besar. Besarnya
pendapatan negara dari penerimaan cukai rokok tahun 2000 sampai dengan tahun 2008. Dari tahun
2000 sampai dengan tahun 2008 penerimaan cukai rokok selalu mengalami kenaikan. Di negara maju
seperti Amerika Serikat misalnya, penelitian menyebutkan bahwa pemberlakuan pajak dengan
menaikkan harga 10% untuk satu bungkus rokok dapat menurunkan permintaan sebanyak 4%, artinya
elastisitas permintaannya -0,4. Sedangkan dari hasil penelitian di Cina, Afrika Selatan, dan Brazil
pemberlakuan penaikan pajak terhadap rokok memberikan pengaruh elastisitas permintaan -0,6 sampai
-0,1. Penelitian di negara-negara berpendapatan sedang dan menengah rata-rata elastisitas permintaan
adalah -0,8.
Sebuah perusahaan rokok di Indonesia pun telah menanggapi secara serius gejala perubahan sistem
cukai sebagai sesuatu yang patut diwaspadai. Perusahaan yang dimaksud adalah PT. British American
Tobacco Indonesia, dimana mereka telah mencantumkan isu perubahan sistem cukai dalam waktu
yang terlalu singkat sebagai Resiko Utama 2008 dalam Pengumuman Materi Public Expose PT BAT
Indonesia Tbk (BATI) No. Peng- 093/BEI.PSR/PE/05/2008 (BEI, 2008).
PT Gudang Garam, Tbk Kediri merupakan salah satu industri rokok yang cukup besar di Indonesia.
Perusahaan ini bisa dijadikan salah satu contoh industri rokok yang berhasil dan mampu berkembang
© Riset Akuntansi Manajemen 2012
66
Jurnal Riset Akuntansi dan Manjemen, Vol. 1, No. 1, Desember 2012
hingga saat ini, dimana penjualannya selalu mengalami kenaikan, setidaknya jika dilihat dari tahun
2004 sampai tahun 2007. Penjualan PT Gudang Garam, Tbk selalu mengalami kenaikan.
Peningkatannya adalah 2,29% ditahun 2005, peningkatan sebesar 6,0% ditahun 2006 dan peningkatan
sebesar 6,91% ditahun 2007. Jika pemerintah mencontoh negara – negara lain untuk benar – benar
menaikkan pajak rokok ataupun cukai rokok sebesar 10% dari harga jual maka kemungkinan besar
Harga Jual Eceran (HJE) rokok juga akan ikut naik minimal 10% juga. Dengan wacana yang telah
dikemukakan maka penulis mempunyai pemikiran untuk meneliti seberapa besarkah pengaruh kondisi
penjualan dengan HJE rokok naik 10% terhadap kemungkinan kebangkrutan perusahaan rokok.
Batasan masalah penulisan hanya difokuskan pada penggunaan laporan keuangan per 31
Desember Tahun 2004-2007 dan estimasi kondisi penjualan rokok jika HJE rokok naik sebesar
10% untuk mengetahui kemungkinan kebangkrutan pada PT Gudang Garam, Tbk Kediri. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui kemungkinan kebangkrutan yang dianalisa dari penggunaan
laporan keuangan dan estimasi kondisi penjualan rokok jika HJE rokok naik sebesar 10% pada PT
Gudang Garam, Tbk Kediri.
2. Kajian Pustaka
Analisa Laporan Keuangan
Manahan P. Tampubolon (2005), Analisa Laporan Keuangan menghasilkan informasi penilaian dan
keadaan keuangan korporasi, baik yang telah lampau atau saat sekarang serta ekspektasinya dimasa
depan. Harahap (1998) Analisa Laporan Keuangan yaitu menguraikan pos-pos laporan keuangan
menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungan yang bersifat signifikan atau yang
mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun non kuantitatif
dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses
menghasilkan keputusan yang tepat. Metode dan teknik analisa merupakan alat untuk mengukur
hubungan antara pos-pos yang ada dalam laporan keuangan sehingga diketahui perubahan dari
masing-masing pos tersebut. Ada dua metode analisa yang digunakan oleh setiap penganalisa laporan
keuangan yaitu :Analisa Horisontal (Dinamis) dan Analisa Vertikal (Stall)
Estimasi Penjualan di Masa Mendatang
Menurut Philip Kotler (1995), semua estimasi dibangun atas satu dari tiga dasar informasi, yaitu : Apa
yang dikatakan orang Meliputi survei pembeli atau pihak yang dekat dengan mereka, seperti
pramuniaga atau para ahli di luar perusahaan. Survei tersebut meliputi tiga metode : survei minat
pembeli, gabungan pendapat pramuniaga dan juga pendapat ahli. Melibatkan metode lain Yaitu
melakukan pengujian pasar atas produk untuk mengukur tanggapan pembeli. Apa yang dilakukan
orang Dasar terakhir yaitu apa yang telah dilakukan orang meliputi analisis catatan pembelian masa
lampau atau menggunakan analisis deret waktu atau analisis permintaan secara statistik.
Manahan P. Tampubolon menyatakan kegagalan korporasi dapat diakibatkan oleh beberapa kejadian,
antara lain berikut ini : Tingkat pengembalian yang sangat rendah (poor rate of return), Jaminan aktiva
terhadap utang (technical insolvensy), Bangkrut (bankrupt)
Kebangkrutan
Kebangkrutan sebagai kegagalan didefinisikan dalam beberapa arti (Muhammad Akhyar Adnan dan
Eha Kurniasih, 2000, dalam Kebangkrutan dan Reorganisasi, Raditya Pamungkas, 2009) yaitu
kegagalan ekonomi (Economic failure) dan kegagalan keuangan (financial failure). Kegagalan dalam
arti ekonomi biasanya berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak
menutup biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang
dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari
perusahaan tersebut jatuh di bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti
bahwa tingkat pendapatan atas biaya historis dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal
perusahaan.
© Riset Akuntansi Manajemen 2012
Jurnal Riset Akuntansi dan Manjemen, Vol. 1, No. 1, Desember 2012
67
Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan
dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk: Insolvensi Teknis dan Insolvensi dalam
pengertian kebangkrutan. Insolvensi teknis adalah Perusahaan dapat dianggap gagal jika perusahaan
tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Dengan dinaikkannya pajak atau cukai rokok
maka perusahaan rokok akan menaikkan harga jual eceran (HJE) rokok dan menurut teori jika HJE
naik maka penjualan akan turun. Jika penjualan mengalami penurunan maka akan memicu naiknya
kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan.
Peneliti akan menggunakan laporan keuangan dan estimasi kondisi penjualan jika HJE rokok naik 10%
untuk menganalisa kemungkinan kebangrutan dengan alat peramalan rata-rata semi dan juga alat
Diskriminan Altman. Penggunaan alat peramalan rata-rata semi adalah untuk meramalkan kondisi
keuangan perusahaan jika HJE rokok naik 10%. Alat analisa Diskriminan Altman sendiri dipilih
dengan alasan bahwa Dr. Edward I. Altman, Ph.D., telah melakukan penelitian dengan tujuan
mengukur kesehatan keuangan dan mengetahui kemungkinan kebangkrutan perusahaan dimana tingkat
keefektivan analisa Z-Score ini mencapai keandalan 72%-80%.
Hipotesis
Pengenaan pajak atau cukai yang tinggi dapat menaikan harga jual rokok. Hukum dasar ekonomi
menyatakan bahwa jika harga suatu komoditas naik, permintaan akan komoditas tersebut akan turun
(Meredam Wabah Pemerintah dan Ekonomi Pengawasan Terhadap Tembakau (2000) hal 43.).
Dengan adanya penurunan permintaan maka akan terdapat kemungkinan kenaikan tingkat
kebangkrutan suatu perusahaan. Hal tersebutlah yang dijadikan dasar untuk menyusun hipotesis
sebagai berikut :
” Adanya kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) Rokok sebesar 10% dapat menaikkan tingkat
kemungkinan kebangkrutan pada PT Gudang Garam, Tbk Kediri ”.
3. Metode Penelitian
Jenis Data dan Sumber Data
Profil Objek Penelitian
Objek penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penggunaan laporan keuangan dan estimasi
kondisi penjualan jika HJE rokok naik 10% sebagai alat analisa kemungkinan kebangkrutan. Dalam
penyusunan skripsi ini penulis melakukan penelitian pada Laporan Keuangan dari PT Gudang Garam,
Tbk Kediri, membuat peramalan kinerja keuangan dimasa mendatang dan membuat estimasi kondisi
penjualan rokok pada PT Gudang Garam, Tbk Kediri jika HJE rokok naik 10% dan untuk selanjutnya
dianalisa kemungkinan kebangkrutannya dengan menggunakan alat diskriminan Altman.
PT Gudang Garam, Tbk Kediri merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industri rokok dan
yang terkait dengan industri rokok. Perseroan merupakan kelanjutan dari perusahaan perorangan yang
didirikan tahun 1958. Pada tahun 1969 berubah status menjadi Firma dan pada tahun 1971 menjadi
Perseroan Terbatas. Operasi komersial dimulai tahun 1958. Perseroan berdomisili di Indonesia dengan
Kantor Pusat di Jl. Semampir II / 1, Kediri, Jawa Timur, Kantor Perwakilan Jakarta di Jl. Jendral A.
Yani 79, Jakarta, dan Kantor Perwakilan Surabaya di Jl. Pengenal 7 – 15, Surabaya, Jawa Timur.
Dengan surat PT Bursa Efek Jakarta No. S-039/ BEJ.I.2/0596 tanggal 24 Mei 1996 dan surat PT Bursa
Efek Surabaya No. 31/EMT/LIST/BES/V/96 tanggal 27 Mei 1996 seluruh saham Perseroan yang
beredar, yaitu sebanyak 1.924.088.000 saham telah dicatatkan di kedua Bursa tersebut.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan cara pengumpulan data sekunder terhadap perusahaan sebagai objek
yang diteliti yaitu melalui :
1. Pencarian data laporan keuangan sebagai sumber data yang akan dianalisis dengan menggunakan
media on-line (internet).
© Riset Akuntansi Manajemen 2012
68
Jurnal Riset Akuntansi dan Manjemen, Vol. 1, No. 1, Desember 2012
2. Pencarian data penunjang dan pendukung terhadap masalah yang diteliti dengan menggunakan studi
pustaka dari buku, jurnal, surat kabar dan juga media lain yang memberikan informasi terkait
masalah yang sedang diteliti.
Alat Analisis
Analisis Kuantitatif
Sugiono (2008), Yaitu alat analisis yang menggunakan pendekatan angka-angka.
Metode Rata-Rata Semi untuk Peramalan Kondisi Keuangan Perusahaan.
J Supranto (2001), Metode rata-rata semi terbentuk dari persamaan Y = a + bX, dimana langkahlangkah yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum masuk persamaan adalah sebagai berikut :
1. Data dikelompokkan menjadi dua, masing-masing kelompok mempunyai jumlah data yang sama.
2. Masing-masing kelompok dicari rata-ratanya, yaitu Ŷ1 dan Ŷ2 yang merupakan koordinat.
3. Titik absis harus dipilih dari variabel X yang berada di tengah masing-masing kelompok ( tahun
atau waktu yang di tengah).
4. Titik koordinat terdiri dari (2) dan (3) dimasukkan ke dalam persamaan Y = a + bX.
Berikut merupakan langkah-langkah perhitungannya :
Tahun
X
Y
Rata-rata
•
•
•
T1
0
c
T2
1
d
T3
2
e
T2
3
f
Ŷ1 = c+d : 2
Ŷ2 = e+f : 2
Titik koordinat { (0,5),( Ŷ1) } dan { (2,5),( Ŷ2) }
Y = a + bX
Ŷ1= a + b(0.5)
(1)
a = Ŷ1– 0,5b
Ŷ2 = a + b(2,5)
(2)
Ŷ2 = Ŷ1– 0,5b + 2,5b
Ŷ2 = Ŷ1+ 2b
2b = Ŷ2 - Ŷ1
b = (Ŷ2 - Ŷ1) : 2
a = Ŷ1– 0,5b
a = Ŷ1– 0,5b ((Ŷ2 - Ŷ1) : 2)
a =n
Ramalan akun tahun ke-X adalah Y = a + bX (X = variabel waktu). Dimana nilai a dan b
merupakan nilai yang sudah dihitung sebelumnya dengan cara yang telah disebutkan di atas.
Diskriminan Altman
Rasio kebangkrutan atau kegagalan ini, secara khusus dikembangkan berdasarkan model analisis
diskriminan oleh Edward I. Altman. Dalam Altman’s Z-Score, dinyatakan bahwa peruntukan dari
Diskriminan Altman untuk menganalisa kemungkinan kebangkrutan dibedakan menjadi 2 macam,
yaitu untuk perusahaan yang sudah go-public dan perusahaan yang belum go-public. Objek penelitian
dalam penelitian kali ini merupakan perusahaan yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia maka
Diskriminan Altman asli (Original Z-Score Component) yang digunakan sebagai alat analisa. Dengan
formula sebagai berikut :
Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 0,999X5
© Riset Akuntansi Manajemen 2012
Jurnal Riset Akuntansi dan Manjemen, Vol. 1, No. 1, Desember 2012
69
Keterangan :
Z = nilai Z- Score
X1 = Net Working Capital to Total Assets
X2 = Retained Earnings to Total Assets
X3 = Earnings Before Interest and Tax to Total Assets
X4 = Market Value of Equity to Book Value Of Debt
X5 = Sales to Total Assets
Kriteria kebangkrutan dengan nilai Z-Score yang disebutkan oleh Eidleman, Gregory J (2009) sebagai
berikut :
1. Berisiko tinggi terhadap kebangrutan (Distress Zone) : Z< 1,8 Artinya adalah apabila dalam
jangka waktu 2 tahun setelah mendapatkan nilai Z< 1,8 perusahaan tidak memperbaiki kondisi
keuangannya maka kemungkinan besar perusahaan akan mengalami kebangkrutan.
2. Memiliki resiko kebangkrutan (Grey Zone) : 1,8< Z< 2,99 Artinya adalah apabila dalam
jangka waktu 2 tahun setelah mendapatkan nilai 1,8< Z< 2,99 perusahaan tidak memperbaiki
kondisi keuangannya maka perusahaan akan memiliki resiko kebangkrutan.
3. Aman dari kebangkrutan (Safe Zone) : Z>2,99 Artinya adalah dalam jangka waktu 2 tahun
setelah mendapatkan nilai Z>2,99 perusahaan dapat dinyatakan dalam kondisi aman dari
resiko kebangkrutan.
Model Altman ini dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan dari satu perusahaan dengan cara
menghitung nilai X1, X2, X3, X4 dan X5, kemudian memasukkan ke dalam model Altman guna
mendapatkan nilai Z atau Z score.
Adapun variable-variabel atau rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam analisis diskriminan model
Altman sebagaimana disebutkan dalam penelitian Hariadi Sarjono adalah :
1. X1 = Net Worning Capital to Total Assets
Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan modal kerja bersih dari
keseluruhan total aktiva yang dimilikinya. Rasio ini dihitung dengan membagi modal kerja bersih
dengan total aktiva. Modal kerja bersih yang negatif kemungkinan besar akan menghadapi
masalah dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya karena tidak tersedianya aktiva lancer yang
cukup untuk menutupi kewajiban tersebut. Sebaliknya, perusahaan dengan modal kerja bersih
yang bernilai positif jarang sekali menghadapi kesulitan dalam melunasi kewajibannya.
Metode Perhitungan : Net Working Capital
Total Asset
2. X2 = Retained Earnings to Total Assets
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva
perusahaan. Laba ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham.
Dengan kata lain, laba ditahan menunjukkan berapa banyak pendapatan perusahaan yang tidak
dibayarkan dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham. Laba ditahan menunjukkan klaim
terhadap aktiva, bukan aktiva per ekuitas pemegang saham. Laba ditahan terjadi dikarenakan
pemegang saham biasa mengizinkan perusahaan untuk menginvestasikan kembali laba yang tidak
didistribusikan sebagai dividen. Dengan demikian, laba ditahan yang dilaporkan dalam neraca
bukan merupakan kas dan ‘tidak tersedia’ untuk pembayaran dividen atau yang lain.
Metode Perhitungan = Retained Earnings
Total Assets
3. X3 = Earnings Before Interest and Tax to Total Assets
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan,
sebelum pembayaran bunga dan pajak
Metode Perhitungan = EBIT
Total Assets
© Riset Akuntansi Manajemen 2012
70
Jurnal Riset Akuntansi dan Manjemen, Vol. 1, No. 1, Desember 2012
4. X4 = Market Value of Equity to Book Value Of Debt
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dari nilai
pasar modal sendiri (saham biasa). Nilai pasar modal sendiri diperoleh dengan mengalikan jumlah
lembar saham biasa yang beredar dengan harga pasar per lembar saham biasa. Nilai buku hutang
diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancer dengan kewajiban jangka panjang.
Metode Perhitungan = Market Value of Equity
Book Value of Debt
5. X5 = Sales to Total Assets
Rasio ini menunjukkan apakah perusahaan menghasilkan volume bisnis yang cukup dibandingkan
investasi dalam total aktivanya. Rasio ini mencerminkan efisiensi manajemen dalam menggunakan
keseluruhan aktiva perusahaan untuk menghasilkan penjualan dan mendapatkan laba.
Metode Perhitungan = Sales
Total Assets
Dari pengamatan laporan keuangan tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 maka akan dapat
diramalkan bagaimana kinerja perusahaan diwaktu mendatang dengan menggunakan metode rata-rata
semi, termasuk juga estimasi penjualan diwaktu mendatang jika HJE rokok dinaikkan 10%, dimana
pengunaan teori yang dinyatakan oleh Anggito Abimanyu (2006) bahwa setiap kenaikan HJE rokok
10% akan menurunkan penjualan rokok sebesar 5% dari tahun sebelumnya akan mendasari peramalan
penjualan ini.
Setelah mengetahui hasil estimasi kondisi penjualan jika HJE rokok naik 10% dan juga peramalan
kinerja perusahaan melalui pengamatan laporan keuangan 2004 sampai dengan 2007 maka akan dapat
dilakukan analisa kemungkinan kebangkrutan perusahaan di waktu mendatang, dalam hal ini peneliti
meramalkan kemungkinan kebangkrutan perusahaan pada tahun 2010 nanti.
4. Hasil Analisis dan Pembahasan
Modal kerja bersih PT Gudang Garam, Tbk tahun 2004 adalah Rp12.183.853.000.000,-, tahun 2005
mengalami peningkatan sebesar Rp927.602.000.000,- (7,61%), tahun 2006 mengalami peningkatan
Rp45.778.000.000,- (0,349%), tahun 2007 mengalami peningkatan Rp962.563.000.000,- (7.31%).
Secara umum kondisi Modal Kerja Bersih PT Gudang Garam, Tbk selalu mengalami kenaikan dari
tahun 2004-2007.
Total aktiva PT Gudang Garam, Tbk tahun 2004 adalah Rp20.591.389.000.000,-, tahun 2005
mengalami peningkatan sebesar Rp1.537.462.000.000,- (7,47%), tahun 2006 mengalami penurunan
sebesar Rp395.817.000.000 (1,79%), tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar
Rp2.195.934.000.000,- (10,10%). Secara umum kondisi Total Aktiva PT Gudang Garam, Tbk
mengalami kenaikan, terkecuali pada tahun 2006 dimana Total Aktiva mengalami penurunan sebesar
1,79% dari tahun 2005.
Laba ditahan PT Gudang Garam, Tbk tahun 2004 adalah 11.074.980.000.000,-, tahun 2005 mengalami
peningkatan sebesar Rp927.602.000.000,- (8,38%), tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar
Rp45.778.000.000 (0,38%), tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar Rp962.563.000.000,(7,99%). Secara umum kondisi Laba ditahan PT Gudang Garam, Tbk pada tahun 2004 sampai tahun
2007 selalu mengalami kenaikan. Laba sebelum Bunga dan Pajak PT Gudang Garam, Tbk tahun 2004
adalah Rp2.899.488.000.000,-, tahun 2005 mengalami peningkatan sebesar Rp331.831.000.000,(11,4%), tahun 2006 sempat mengalami penurunan sebesar Rp1.025.535.000.000 (31,73%), tahun
2007 mengalami peningkatan kembali sebesar Rp334.267.000.000,- (1,65%). Secara umum kondisi
Laba sebelum Bunga dan Pajak PT Gudang Garam, Tbk dari tahun 2004 sampai 2007 yang terbaik
adalah tahun 2005 dimana Laba sebelum Bunga dan Pajak mencapai nilai Rp3.231.319.000.000,-.
Nilai Pasar Modal PT Gudang Garam, Tbk dari tahun 2004 sampai 2007 tidak mengalami perubahan
yaitu dengan nilai Rp962.044.000.000,-.
© Riset Akuntansi Manajemen 2012
Jurnal Riset Akuntansi dan Manjemen, Vol. 1, No. 1, Desember 2012
71
Nilai Buku Hutang PT Gudang Garam, Tbk tahun 2004 adalah sebesar Rp8.394.061.000.000,-, tahun
2005 mengalami peningkatan sebesar Rp607.635.000.000,- (7,23%), tahun 2006 sempat mengalami
penurunan sebesar Rp443.218.000.000 (4,92%), tahun 2007 mengalami peningkatan kembali sebesar
Rp1.230.957.000.000,- (14,38%). Secara umum kondisi Nilai Buku Hutang PT Gudang Garam, Tbk
dari tahun 2004 sampai 2007 selalu mengalami peningkatan terkecuali untuk tahun 2006.
Penjualan PT Gudang Garam, Tbk tahun 2004 adalah sebesar Rp24.291.962.000.000,-, tahun 2005
mengalami peningkatan sebesar Rp555.653.000.000,- (2,29%), tahun 2006 mengalami peningkatan
sebesar Rp1.491.952.000.000 (6,004%), tahun 2007 mengalami peningkatan kembali sebesar
Rp1.819.131.000.000,- (6,91%). Secara umum kondisi penjualan PT Gudang Garam, Tbk dari tahun
2004 sampai 2007 selalu mengalami peningkatan.
Analisa Peramalan Kondisi Penjualan dengan HJE Rokok Naik sebesar 10%. (dalam jutaan
rupiah)
Peramalan kondisi penjualan dengan metode rata-rata semi yang diterapkan oleh peneliti untuk
meramalkan kondisi penjualan PT Gudang Garam, Tbk di tahun 2010 menunjukkan jumlah penjualan
sebesar Rp 31.937.714.500.000,- dimana peramalan kondisi penjualan ini menggunakan asumsi bahwa
di tahun 2010 tidak ada kenaikan harga jual eceran (HJE) rokok sebesar 10%. Namun, apabila
peramalan penjualan memasukkan asumsi bahwa di tahun 2010 diberlakukan kenaikan harga jual
eceran (HJE) rokok sebesar 10% maka kondisi penjualan PT Gudang Garam, Tbk diramalkan jumlah
penjualannya adalah Rp 29.068.140,380.000,-.
Rasio kebangkrutan dengan alat Diskriminan Altman yang diterapkan oleh peneliti untuk menilai
kemungkinan kebangkrutan PT Gudang Garam, Tbk menunjukkan bahwa perusahaan memiliki nilai
Z-Score sebesar 3,18 di tahun 2004, nilai Z- Score sebesar 3,14 di tahun 2005, nilai Z-Score sebesar
3,12 di tahun 2006 dan nilai Z-Score sebesar 3,06 di tahun 2007. Jika dilihat dari nilai Z-Score dari
tahun 2004-2007 maka dapat dinyatakan bahwa kemungkinan kebangkrutan PT Gudang Garam, Tbk
berada pada kondisi sehat (Safe Zone), dimana hal ini didasari oleh standar kriteria kemungkinan
kebangkrutan model Altman yang menyatakan bahwa nilai Z-Score > 2,99 maka perusahaan
dinyatakan aman dari kebangkrutan. Namun perlu diperhatikan bahwasanya meskipun kemungkinan
kebangkrutan PT Gudang Garam, Tbk dari tahun 2004-2007 berada di kondisi aman dari kebangkrutan
tetapi nilai Z-Score selalu menurun dengan persentase penurunan sebesar 1,26% di tahun 2005,
sebesar 0,64% di tahun 2006, sebesar 1,92% di tahun 2007.
Rasio kebangkrutan dengan alat Diskriminan Altman yang diterapkan oleh peneliti untuk menilai
kemungkinan kebangkrutan PT Gudang Garam, Tbk menunjukkan bahwa perusahaan memiliki nilai
Z-Score sebesar 2,98 di tahun 2010. Peramalan nilai Z-Score sebesar 2,98 didapatkan dengan asumsi
di tahun 2010 tidak ada kenaikan harga jual eceran (HJE) rokok sebesar 10%. Jika dilihat dari hasil
peramalan nilai Z-Score maka dapat dinyatakan bahwa di tahun 2010 kemungkinan kebangkrutan PT
Gudang Garam, Tbk berada pada kondisi memiliki resiko kebangkrutan (Grey Zone), dimana hal ini
didasari oleh standar kriteria kemungkinan kebangkrutan model Altman yang menyatakan bahwa jika
nilai Z-Score adalah 1,8< Z < 2,99 maka perusahaan dinyatakan memiliki resiko kebangkrutan. Nilai
Z-Score di tahun 2010 diramalkan sebesar 2,98, dengan demikian jika diperbandingkan dengan
kondisi nilai Z-Score tahun 2007 maka persentase penurunannya adalah 2,61%.
Rasio kebangkrutan dengan alat Diskriminan Altman yang diterapkan oleh peneliti untuk menilai
kemungkinan kebangkrutan PT Gudang Garam, Tbk menunjukkan bahwa perusahaan memiliki nilai
Z-Score sebesar 2,87 di tahun 2010. Peramalan nilai Z-Score sebesar 2,87 didapatkan dengan asumsi
di tahun 2010 ada kenaikan harga jual eceran (HJE) rokok sebesar 10%. Jika dilihat dari hasil
peramalan nilai Z-Score maka dapat dinyatakan bahwa di tahun 2010 kemungkinan kebangkrutan PT
Gudang Garam, Tbk berada pada kondisi memiliki resiko kebangkrutan (Grey Zone), dimana hal ini
didasari oleh standar kriteria kemungkinan kebangkrutan model Altman yang menyatakan bahwa jika
nilai Z-Score adalah 1,8< Z < 2,99 maka perusahaan dinyatakan memiliki resiko kebangkrutan. Nilai
Z-Score di tahun 2010 diramalkan sebesar 2,87, dengan demikian jika diperbandingkan dengan
© Riset Akuntansi Manajemen 2012
72
Jurnal Riset Akuntansi dan Manjemen, Vol. 1, No. 1, Desember 2012
kondisi nilai Z-Score tahun 2010 tanpa disertai kenaikan harga jual eceran (HJE) rokok sebesar 10%
maka persentase penurunannya adalah 4,03%.
5. Simpulan dan Saran
Kondisi beberapa akun PT Gudang Garam, Tbk Kediri pada tahun 2004-2006 yang diteliti oleh
peneliti yaitu Modal Kerja Bersih, Total Aktiva, Laba di Tahan, Laba sebelum Bunga dan Pajak, Nilai
Pasar Modal, Nilai Buku Hutang dan Penjualan secara umum dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Namun perlu diperhatikan bahwa untuk akun Total Aktiva, Laba sebelum Bunga dan
Pajak dan Nilai Buku Hutang, kesemuanya mengalami penurunan ditahun 2006.
Kondisi beberapa akun PT Gudang Garam, Tbk dari hasil peramalan jika ada kenaikan harga jual
eceran rokok ditahun 2010, maka kondisi PT Gudang Garam, Tbk ditahun 2010 adalah Modal Kerja
bersih perusahaan diramalkan akan mencapai Rp10.797.697,-, Total Aktiva perusahaan diramalkan
akan mencapai Rp25.405.042.750.000,-, Laba ditahan perusahaan diramalkan akan mencapai
Rp14.263,647.380.000,-, Laba sebelum Bunga dan Pajak perusahaan diramalkan akan mencapai nilai
Rp1.161.067.000.000,-, Nilai Pasar Modal perusahaan diramalkan akan mencapai
Rp962.044.000.000,-,
Nilai
Buku
Hutang
perusahaan
diramalkan
akan
mencapai
Rp10.007.093.000.000,-, Penjualan perusahaan diramalkan akan mencapai Rp, 29.068.140.380.000,-.
Dan perlu diketahui juga bahwa kondisi penjualan perusahaan pada tahun 2010 dengan tidak ada
kenaikan harga jual eceran rokok diramalkan mencapai nilai Rp31.937.714.500.000,-. Secara
keseluruhan kondisi hasil peramalan jika diperbandingkan dengan kondisi perusahaan tahun 2007
maka akan terlihat ada satu akun yang turun nilainya. Akun yang diramalkan akan turun nilainnya
adalah akun Laba sebelum Bunga dan Pajak.
Kondisi perusahaan pada tahun 2004 sampai 2007 dapat dinyatakan memiliki resiko kebangkrutan
dimana nilai Z-Score perusahaan dari tahun 2004 sampai 2007 selalu berada pada nilai Z-Score di
bawah 2,99. Jika di tahun 2010 tidak terjadi kenaikan harga jual eceran rokok sebesar 10% maka
kondisi penjualan PT Gudang Garam, Tbk diramalkan akan mencapai nilai Rp 31.937.714,5. Namun
jika di tahun 2010 terjadi kenaikan harga jual eceran rokok sebesar 10% maka kondisi penjualan PT
Gudang Garam, Tbk diramalkan akan mencapai nilai Rp 29.068.140,38. Dari hasil perhitungan yang
dilakukan oleh peneliti, maka dapat dinyatakan bahwa dengan adanya kenaikan harga jual eceran
(HJE) rokok maka kondisi penjualan diramalkan akan mengalami penurunan sebesar 8,98% dari
kondisi penjualan normal (tanpa ada kenaikan HJE rokok sebesar 10%). Pada tahun 2004 sampai 2007
kemungkinan kebangkrutan pada PT Gudang Garam, Tbk dapat dinyatakan memiliki resiko
kebangkrutan karena dari tahun 2004 sampai 2007 nilai Z-Score PT Gudang Garam, Tbk adalah
kurang dari 2,99 (nilai Z-Score dinyatakan aman jika nilai Z-Score>2,99).
Jika di tahun 2010 tidak terjadi kenaikan harga jual eceran rokok sebesar 10% maka nilai Z-Score PT
Gudang Garam, Tbk diramalkan akan mencapai nilai 2,77. Namun jika di tahun 2010 terjadi kenaikan
harga jual eceran rokok sebesar 10% maka nilai Z-Score PT Gudang Garam, Tbk diramalkan akan
mencapai nilai 2,65. Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh penulis menunjukkan bahwa adanya
kenaikan harga jual eceran rokok sebesar 10% diramalkan akan menaikkan kemungkinan
kebangkrutan PT Gudang Garam, Tbk tingkat penurunan Z-Score sebesar 4,33%.Kesimpulan akhir
dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti adalah bahwa kenaikan harga jual rokok akan
menurunkan kondisi penjualan PT Gudang Garam,Tbk pada tahun 2010 dengan persentase penurunan
diramalkan sebesar 8,98% dari penjualan dengan kondisi normal (tanpa ada kenaikan HJE rokok
sebesar 10%) dan menaikkan kemungkinan kebangkrutan PT Gudang Garam,Tbk pada tahun 2010
dengan persentase penurunan Z-score sebesar 4,33%.
Kondisi beberapa akun di tahun 2006 mengalami penurunan. Akun-akun tersebut yaitu Total Aktiva,
Laba sebelum Bunga dan Pajak dan Nilai Buku Hutang. Untuk penurunan akun Nilai Buku Hutang
bisa dinilai sebagi suatu hal yang baik bagi perusahaan, namun sebaiknya perusahaan juga mengkaji
hal apa yang menyebabkan penurunan Total Aktiva dan penurunan Laba sebelum Bunga dan Pajak.
© Riset Akuntansi Manajemen 2012
Jurnal Riset Akuntansi dan Manjemen, Vol. 1, No. 1, Desember 2012
73
Dengan mengkaji pengalaman di tahun 2006, maka diharapkan perusahaan dapat mengambil suatu
pelajaran penting yang dapat dipakai untuk kebaikan perusahaan kedepannya.
Kemungkinan kebangkrutan PT Gudang Garam, Tbk dari tahun 2004 sampai 2007 secara keseluruhan
berada dalam kondisi memiliki resiko kebangkrutan namun nilai Z-Score selalu mengalami kenaikan,
oleh karena itu pihak manajemen perusahaan sebaiknya meninjau penyebab terjadinya kondisi ini.
PT Gudang Garam, Tbk sebaiknya mewaspadai hal-hal yang dapat menyebabkan kenaikan harga jual
eceran (HJE) rokok. Beberapa penyebab kenaikan HJE rokok diantaranya bisa berupa kenaikan pajak
ataupun tarif cukai. Kewaspadaan tersebut dimaksudkan agar manajemen perusahaan dapat mengambil
keputusan secara tepat dalam menghadapi akibat kenaikan HJE rokok ataupun semakin meningkatnya
kesadaran masyarakat terhadap bahaya merokok. Kenaikan HJE rokok di tahun 2010 diramalkan akan
membuat penurunan penjualan PT Gudang Garam,Tbk sebesar 8,98% dan kemungkinan kebangkrutan
dengan nilai Z-Score 2,65 membuat PT Gudang Garam,Tbk masuk pada keadaan beresiko bangkrut
(Grey Zone).
Daftar Pustaka
Agung Sartono, 2000. Ringkasan Teori Manajemen Keuangan Edisi 3. Yogyakarta : BPFE.
Ahluwalia, 2007. Industri Rokok. (http://inilah.com/ dikutip pada 17 April 2009 jam 10:36 WIB)
Bursa Efek Indonesia, 2008. Pengumuman Materi Public Expose PT BAT Indonesia Tbk (BATI)
No. Peng- 093/BEI.PSR/PE/05/2008. Jakarta : BEI
Eidleman, Gregory J, 2009. Z score – a Guide to Failure Prediction (Business
Failure).(www.thecpajournalonline.com dikutip pada 13 Juni 2009 jam 17:15 WIB)
Eko Prasetyo, 2007. Perusahaan Rokok Untung Besar. Yogyakarta : Resist Book
Haryadi Sarjono, ______. Analisis Laporan Keuangan Sebagai Alat Prediksi Kemungkinan
Kebangkrutan Dengan Model Diskriminan Altman Pada Sepuluh Perusahaan Property
di BEJ. Jakarta : Universitas Bunda Mulia.
Indra Putra, 2008. Analisis Kinerja Keuangan PT Gudang Garam, Tbk Pada Tahun 2005 Sampai
2007. Bandar Lampung : Universitas Malahayati.
Iban Sofyan, 2004. Manajemen Keuangan Lanjutan. Jakarta : Lamda Sains Indonesia.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2007. Standar Akuntansi Keuangan Per 1 September 2007. Jakarta :
Salemba Empat
Jha, Prabhat, 2008. Rokok dan Kematian. Jakarta : Tempo, 29 Januari.
Julianto I, 2009.‘Wabah’ Tembakau dan 1Miliar Nyawa. Jakarta : Kompas, 18 Maret.
J Supranto, 2001. Teknik Riset Pemasaran dan Ramalan Penjualan. Jakarta : Rineka Cipta.
Kotler, Philip, 1995. Manajemen Pemasaran, Diterjemahkan oleh Ancella Anitawati Hermawan.
Jakarta : Salemba Empat
Manahan P. Tampubolon, 2005. Manajemen Keuangan Konseptual, Problem & Studi Kasus.
Bogor : Galia Indonesia.
Menteri Keuangan, 2000. Penetapan Tarif Cukai dan Harga Dasar Hasil Tembakau. Jakarta :
Depkeu
PT Gudang Garam, Tbk Kediri, 2009. Laporan Keuangan GGM 2004-2007. (www.google.com
dikutip pada Januari-Maret 2009)
Rapih Kurnia Dewi, 2008. Tinjauan Atas Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja Pada
Koperasi Pegawai Pemerintah Kota Bandung. Universitas Widyatama : FE.
Sampurno, 2007. Teori Perusahaan (The Teory of The Firm) Kasus Industri Rokok.
(http://rissabela.wordpres.com/ dikutip pada 10 Maret 2009 jam 13:16 WIB)
Jha, Prabhat et al, 2000. Meredam Wabah Pemerintah dan Aspek Ekonomi Pengawasan
Terhadap Tembakau, Diterjemahkan oleh Sri Moertiningsih Adioetomo. Jakarta : Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Sugiono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
TPI, 2009. Lintas Siang : 13/05/09. Jakarta : TPI
Value Based Management, 2009. Altman’s Z-Score. (www.valuebasedmanagement.net dikutip pada
13 Juni 2009 jam 17:22 WIB)
© Riset Akuntansi Manajemen 2012
74
Jurnal Riset Akuntansi dan Manjemen, Vol. 1, No. 1, Desember 2012
_____, 2008. Mengapa Perusahaan Rokok Untung Besar ?. (http://azzer.blog.friendster.com//
dikutip pada 10 Maret 2009 jam 14:32 WIB)
_____, 2006. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2000 Tentang Pengamanan Rokok Bagi
Kesehatan. (www.google.com dikutip pada 11 Maret 2009 jam 14:32 WIB)
_____, 2008. Rokok vs Ekonomi : Mitos dan Fakta. (http://bebasrokok.wordpress.com// dikutip
pada 2 April 2009 jam 14:32 WIB)
_____, 2005. Peminatan Akuntansi Keuangan 005. (www.google.com dikutip pada 26 April 2009
jam 11:32 WIB)
© Riset Akuntansi Manajemen 2012
Download