PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SQ3R (SURVEY, QUESTION, READ, RECITE, REVIEW) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA BAGI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 TUNTANG KABUPATEN SEMARANG JURNAL Disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Oleh TRI ISNAENI 202012070 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SQ3R (SURVEY, QUESTION, READ, RECITE, REVIEW) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA BAGI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 TUNTANG KABUPATEN SEMARANG Tri Isnaeni1, Kriswandani2, Wahyudi3 Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 1 Mahasiswa pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: [email protected] 2 Dosen pendidikan matematika FKIP UKSW, email: [email protected] 3 Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R terhadap hasil belajar matematika pada kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang Kabupaten Semarang. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang Kabupaten Semarang sebanyak 214 siswa yang terdiri atas 7 kelas. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Cluster Random Sampling dan diperoleh siswa kelas VII C sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas VII G sebagai kelompok kontrol dengan jumlah siswa masing-masing 30 siswa. Desain penelitian ini menggunakan the randomized control group pretestposttest design. Hasil analisis data pretest untuk uji beda rerata menghasilkan signifikansi sebesar 0,517 (lebih dari 0,05), artinya kondisi awal kedua kelompok sampel seimbang, sedangkan hasil analisis data uji beda rerata untuk posttest menghasilkan signifikansi sebesar 0,003 (kurang dari 0,05) dan rata-rata kelas eksperimen (77,30) lebih tinggi disbanding kelas kontrol (63,23). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R terhadap hasil belajar matematika bagi siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang kabupaten Semarang. Kata kunci: model pembelajaran kooperatif, SQ3R, hasil belajar matematika PENDAHULUAN Matematika sangat penting dalam kehidupan, bahkan setiap hari matematika digunakan oleh manusia dalam kehidupannya untuk menghitung belanja, mengukur, dan lain sebagainya. Pentingnya matematika dalam kehidupan manusia, maka matematika perlu dikenalkan kepada siswa sejak Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Menurut Suherman (2003:253), matematika adalah disiplin ilmu tentang tata cara berfikir dan mengelola logika, baik secara kuantitatif maupun berpengaruh secara kualitatif. Lebih lanjut, Soedjadi dalam Sunardi (2013) mengatakan bahwa secara umum karakteristik matematika meliputi: 1) memiliki objek kajian yang abstrak; 2) mengacu pada kesepakatan; 3) berpola pikir deduktif; 4) konsisten dalam sistemnya; 5) memiliki simbol yang kosong dari arti; dan 6) memperhatikan semesta pembicaraan. Matematika mempunyai peranan penting sehingga dijadikan sebagai mata pelajaran wajib di sekolah. Lebih lanjut, Wardhani (2008:8) menyatakan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berikut: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; serta 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Proses belajar dan mengajar matematika disekolah disebut sebagai pembelajaran matematika. Hakikat pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan seseorang (si pelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika dan pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika (Rahayu, 2007). Keterlibatan guru, siswa dan komponen-komponen dalam pembelajaran, maka seorang guru kiranya mampu memungkinkan terciptanya situasi yang tepat, sehingga memungkinkan pula terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Hal tersebut dapat terlaksana dengan menerapkan pembelajaran matematika di sekolah yang disusun berdasarkan kurikulum (Ibrahim, 2012:36). Sejumlah materi yang harus diselesaikan dalam satu semester atau satu tahun ajaran membuat guru hanya terfokus pada penyelesaian materi tetapi sering mengabaikan pemahaman siswa mengenai konsep yang diajarkan. Pembelajaran matematika menjadi terpusat pada guru sedangkan siswa pasif dan hanya menerima penjelasan guru. Hal ini sesuai dengan hasil Effendi (2012) yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika masih cenderung berfokus pada buku teks, masih sering dijumpai guru matematika yang kebiasaan mengajarnya dengan menggunakan langkah-langkah pembelajaran seperti: menyajikan materi, memberikan contoh-contoh soal, memberikan latihan soal dan kemudian membahasnya tanpa memperhatikan pemahaman siswanya. Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai siswa. Fakta menunjukkan bahwa hasil belajar matematika merupakan masalah utama dalam pembelajaran matematika (Suhendra dkk, 2007). Masalah hasil belajar pada pembelajaran matematika juga dialami oleh siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang Kabupaten Semarang. Permasalahan yang terjadi yaitu belum optimalnya hasil belajar matematika siswa. Hal tersebut diantaranya dapat dilihat dari nilai siswa kelas VII pada ulangan harian materi himpunan yang hanya mencapai rata-rata 47,69. Tampaklah nilai rerata yang dicapai siswa belum sesuai dengan harapan guru dan masih berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Selain masalah hasil belajar, proses pembelajaran matematika di SMP Negeri 2 Tuntang masih menerapkan model pembelajaran konvensional. Menurut Septiana dkk (2014:71), model pembelajaran konvensional yakni ditandai dengan ceramah yang diiringi penjelasan, serta pemberian tugas dan latihan. Disisi lain, siswa mendengarkan, mencatat dan mengerjakan latihan yang diberikan guru, sehingga pembelajaran menjadi kurang bermakna dan membuat siswa kurang aktif dalam pembelajaran (Zamroni dalam Rahayu dkk, 2014:49). Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat dijadikan solusi dalam memecahkan permasalahan pembelajaran matematika di SMP Negeri 2 Tuntang. Adapun berbagai jenis model pembelajaran inovatif yang dapat digunakan guru dan salah satunya adalah Model Pembelajaran Kooperatif. Model ini merupakan salah satu model pembelajaran yang menggunakan teori dari aliran konstruktivisme yang melihat bahwa hakikat belajar dipengaruhi oleh pengetahuan awal siswa, sehingga menjadi sangat penting bagi siswa untuk terlibat secara aktif untuk ikut membangun pengetahuan mereka sendiri (Septiana, dkk 2014:68). Belajar dengan model pembelajaran kooperatif dapat diterapkan untuk melatih keterampilan kooperatif siswa agar menghargai orang lain, berani bertanya, mendorong teman bertanya, berbagi tugas, dan sebagainya. Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat terlibat secara aktif dan bekerjasama mengatasi tugas yang dihadapinya. Model Pembelajaran Kooperatif terdiri dari beberapa tipe pembelajaran, yakni Jigsaw, Think-Pair-Share, Numbered Heads Together, Group Investigation, Two Stay Two Stray, SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review), Tari Bambu, dan lain-lain (Huda, 2014). Model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada pembelajar (student centered) karena siswa dituntut berperan aktif untuk menggali dan memperkaya pemahaman mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari (Pratama, 2015). Model ini juga memberikan kemungkinan kepada para siswa untuk belajar secara sistematis, efektif, dan efisien dalam menghadapi berbagai materi ajar (Wijaya, 2015). Lebih lanjut, Nur dalam Pujawan (2005) menyatakan bahwa Model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R lebih efisien dipergunakan untuk belajar karena siswa dapat berulang-ulang mempelajari materi ajar berdasarkan langkah-langkah: (1) mereview bacaan atau materi ajar (survey), (2) membuat pertanyaan-pertanyaan tentang bacaan (question), (3) membaca/mempelajari bacaan untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyan yang telah dibuat (read), (4) membacakan/menuliskan kembali jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang mereka buat (recite) dan (5) meninjau ulang seluruh jawaban atas pertanyaan yang tersusun pada langkah kedua dan ketiga (review). Model pembelajaran ini sering digunakan dalam proses pembelajaran. Setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan masing-masing. Model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R memiliki beberapa kelebihan, yaitu adanya tahap survey pada awal pembelajaran, hal ini membangkitkan rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari. Adanya 5 tahapan yang dilakukan juga membuat materi yang dipelajari siswa melekat untuk periode yang lebih lama (Riadi, 2015). Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dan ini sesuai dengan penelitian Suharjati (2013) yang menyatakan hasil belajar matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R dalam pembelajaran matematika lebih baik dari hasil belajar matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional. Selain itu juga terdapat penelitian Syamsiah, dkk (2012) menunjukkan bahwa nilai pemahaman konsep matematis siswa antara kelas eksperimen dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R lebih baik daripada kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional. Adanya teori tentang model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R dan keberagaman hasil penelitian menjadi alasan kuat pemilihan model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R terhadap hasil belajar matematika bagi siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang Kabupaten Semarang. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (Quasi Experimental). Budiyono (2003: 79) mengungkapkan bahwa sebuah penelitian dikatakan eksperimental semu apabila peneliti tidak memungkinkan untuk memanipulasi dan atau mengendalikan semua variabel yang relevan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang Tahun Ajaran 2015/2016 yang terdiri dari 214 siswa yang terbagi dalam 7 kelas. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik cluster random sampling dan didapat dua kelompok sampel yaitu sebagai kelompok eksperimen yang dikenakan model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R (30 siswa) dan kelompok kontrol yang dikenakan model pembelajaran konvensional (30 siswa). Teknik pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi yang digunakan untuk memperoleh data nilai ulangan harian materi himpunan yang dijadikan data pretest, metode tes yang digunakan untuk mengukur hasil belajar matematika siswa, serta metode observasi yang digunakan untuk mengetahui aktivitas yang dilaksanakan selama kegiatan pembelajaran. Instrumen yang digunakan adalah tes hasil belajar dan lembar observasi. Instrumen tes hasil belajar berupa 10 soal uraian yang disusun berdasarkan SK, KD, dan indikator materi. Instrumen lembar observasi terdiri dari 13 pernyataan yang disusun berdasarkan indikator. Kisi-kisi posttest dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kisi-kisi Posttest Standar Kompetensi Memahami hubungan garis dengan garis, garis dengan sudut, sudut dengan sudut, serta menentukan ukurannya Indikator Kompetensi Dasar Menentukan hubungan antara dua garis, serta besar dan jenis sudut. No. Soal 1. Menyebutkan kedudukan dua garis (sejajar, berhimpit, berpotongan, bersilangan). 2. Mengenal satuan sudut yang sering digunakan. 3. Mengukur besar sudut. 3, 5 4. Menyebutkan jenis-jenis sudut. 3, 4 Memahami sifat- 5. Menyebutkan sifat sudut jika dua garis sejajar dipotong oleh garis ketiga (garis sifat sudut yang lain) terbentuk jika dua garis berpotongan 6. Menggunakan sifat-sifat sudut dan garis untuk menyelesaikan soal atau dua garis sejajar berpotongan dengan garis lain. 6 1,2 7,9 8,10 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Awal sebelum diberi perlakuan 1. Analisis Deskriptif Nilai Pretest Analisis hasil belajar awal menggunakan data ulangan harian materi himpunan (pretest). Hasil analisis deskriptif pretest dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Deskripsi Statistika Nilai Pretest Eksperimen Kontrol Valid N (listwise) N Minimum Maximum Mean Std. Deviation 30 30 7.5 23.0 95.0 75.0 44.983 47.800 19.0347 14.0894 30 Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa rata-rata nilai pretest kelas kontrol yaitu 47,80 lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen yaitu 44,983. Selain itu, nilai minimum kelas kontrol yaitu 23 juga lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yaitu 7,5. Namun demikian, nilai maksimum kelas kontrol yaitu 75 lebih rendah dibandingkan kelas eksperimen yang dapat mencapai 95. Pengkategorian nilai pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Kategori Nilai Pretest Eksperimen No Interval Kontrol Kategori Jumlah Siswa % Jumlah Siswa % 1 66,67 – 100 Tinggi 4 6,67 4 6,67 2 33,32 – 66,66 Sedang 21 35 21 35 3 0 – 33,31 Rendah 5 8,33 5 8,33 Berdasarkan tiga pengkategorian pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol masuk dalam kategori sedang dengan jumlah yang sama yaitu 21 siswa (35%). Adapun yang masuk kategori tinggi dan rendah berjumlah sama untuk masing-masing kategori. Siswa yang masuk kategori tinggi untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol 4 siswa (6,67%), sedangkan siswa yang masuk kategori rendah untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol 5 siswa (8,33%). 2. Uji Nomalitas Nilai Pretest Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4. Uji ini untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol keduanya menghasilkan nilai signifikansi 0,184 0,05 dan 0,118 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Tabel 4. Uji Normalitas Nilai Pretest Kolmogorov-Smirnova Kelas Nilai Statistic df Sig. Eksperimen .133 30 .184 Kontrol .143 30 .118 a. Lilliefors Significance Correction 3. Uji Homogenitas dan Uji Beda Rerata Nilai Pretest Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang variansinya sama atau tidak. Uji homogenitas menggunakan metode Levene’s dan hasil pengujiannya dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan perhitungan uji beda rerata Tabel 5 diperoleh hasil taraf signifikansi uji homogenitas kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 0,440 > 0,05 yang berarti dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok tersebut memiliki variansi yang sama atau bersifat homogen. Tabel 5. Hasil Uji Independent Sampel t-test Nilai Pretest Levene's Test for Equality of Variances F Nilai Equal variances assumed t-test for Equality of Means Sig. .605 T .440 Equal variances not assumed 95% Confidence Interval of the Sig. Mean Std. Error Difference (2- Differenc Differenc tailed) e e Lower Upper df -.651 58 .517 -2.817 4.324 -11.471 5.838 -.651 53.441 .518 -2.817 4.324 -11.487 5.854 Adapun hasil uji independent sampel t-test dapat dilihat pada Tabel 6. Uji ini menghasilkan nilai signifikan sebesar 0,517 > 0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan nilai rerata kelas eksperimen dan kelas kontrol. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa antara siswa yang berada di kelas eksperimen maupun siswa yang berada di kelas kontrol memiliki kemampuan awal yang seimbang. B. Kondisi Akhir Setelah diberi perlakuan 1. Analisis Deskriptif Nilai Posttest Hasil posttest ini dilakukan untuk mengetahui kondisi akhir dari kedua kelas yang diambil sebagai sampel dalam penelitian ini. Adapun hasil analisis deskriptif untuk kondisi akhir siswa dapat dilihat dalam Tabel 7. Tabel 6. Hasil Deskripsi Statistika Nilai Posttest Eksperimen Kontrol Valid N (listwise) N Minimum Maximum Mean Std. Deviation 30 30 44 30 100 88 77.30 63.23 16.549 18.275 30 Berdasarkan Tabel 6, diperoleh hasil bahwa nilai maksimum, minimum, rata-rata, standar deviasi di kelas eksperimen lebih baik daripada kelas control. Hal ini bermakna bahwa nilai hasil belajar matematika pada kelas eksperimen meningkat setelah diberi perlakuan. Terlihat bahwa rata-rata nilai posttest kelas eksperimen yaitu 77,30 dan nilai rerata kelas kontrol yaitu 63,23. Nilai minimum kelas eksperimen yaitu 44 dan nilai minimum kelas kontrol yaitu 30. Untuk nilai maksimum kelas eksperimen yaitu 100 dan nilai maksimum kelas kontrol yaitu 88. Pengkategorian kemampuan awal hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 7. No Tabel 7. Kategori Nilai Posttest Eksperimen Interval Kontrol Jumlah Siswa % Jumlah Siswa % 1 66,67 – 100 23 38,33 16 26,67 2 33,32 – 66,66 7 11,67 13 21,67 3 0 – 33,31 0 0 1 1,67 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol masuk dalam kategori tinggi dengan jumlah siswa berselisih 7 yaitu 23 siswa atau 38,33% dan 16 siswa (26,67%). Adapun yang masuk kategori sedang untuk kelas eksperimen 7 siswa atau 11,67% dan kelas kontrol 13 siswa (21,67%), sedangkan siswa yang masuk kategori rendah untuk kelas eksperimen tidak ada satupun siswa atau 0% dan untuk kelas kontrol terdapat 1 siswa (1,67%). 2. Uji Normalitas Nilai Posttest Uji Normalitas dilakukan untuk menguji normalitas dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil perhitungan uji normalitas hasil belajar matematika dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Uji Normalitas Nilai Posttest Kolmogorov-Smirnova Kelas Nilai Statistic df Sig. Eksperimen .085 30 .200* Kontrol .144 30 .112 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas hasil belajar matematika pada tabel di atas diperoleh nilai signifikansi uji normalitas untuk kelas eksperimen sama atau lebih dari 0,200 > 0,05 dan untuk kelas kontrol sebesar 0112 > 0,05 artinya hasil belajar matematika dari kedua kelompok berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 3. Uji Homogenitas dan Uji Beda Rerata Nilai Posttest Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang variansinya sama atau tidak. Uji homogenitas menggunakan metode Levene’s dan hasil pengujiannya dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan perhitungan uji beda rerata Tabel 9 diperoleh hasil taraf signifikansi uji homogenitas kemampuan akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 0,466 > 0,05 yang berarti dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok tersebut memiliki variansi yang sama atau bersifat homogen. Tabel 9. Hasil Uji Independent Sampel t-test Nilai Posttest Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference F Nilai Equal variances assumed Equal variances not assumed Sig. t .539 .466 3.125 Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference Lower Upper df 58 .003 14.067 4.501 5.056 23.077 3.125 57.438 .003 14.067 4.501 5.054 23.079 Adapun hasil uji independent sampel t-test dapat dilihat pada Tabel 9. Uji ini menghasilkan nilai signifikan sebesar 0,003 < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan nilai rerata kelas eksperimen dan kelas kontrol. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. C. Pembahasan Hasil independent sampel t-test menunjukkan nilai signifikansi adalah 0,003 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan nilai rerata kelas eksperimen dan kelas kontrol. Artinya ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R terhadap hasil belajar matematika bagi siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang. Hal ini dapat dilihat dari nilai rerata kelas eksperimen sebesar 77,30 dan nilai rerata kelas kontrol sebesar 66,23. Tampaklah bahwa nilai rerata kelas eksperimen lebih baik daripada nilai rerata kelas kontrol. Faktor-faktor yang menyebabkan hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R lebih baik daripada model pembelajaran konvensional karena proses yang terjadi pada pembelajaran kooperatif tipe SQ3R. Siswa dapat bekerjasama, saling termotivasi, bertukar pikiran dalam melakukan proses pembelajaran di dalam kelas khususnya dengan menggunakan langkah-langkah belajar pada model pembelajaran kooperatif tiep SQ3R. Selain itu, tahap-tahap pembelajaran yang dilaksanakan lebih efektif karena model ini mendorong siswa untuk lebih memahami apa yang dibacanya, terarah pada inti yang ada dalam bacaan, hal ini sesuai dengan teori Sudrajat (2010), model ini memiliki keunggulan yaitu tingkat pemahaman yang akan diperoleh dapat lebih mendalam karena membaca dengan aktif dengan demikian, proses membaca cepat yang dilakukan lebih efisien dan efektif. Pada awal penerapan model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R, siswa belum terbiasa dan belum mempunyai pengalaman dengan pembelajaran kooperatif dengan metode SQ3R, sehingga pada awal-awal pembelajaran situasi kelas agak ribut, sebagian besar tugas kelompok dikerjakan secara individu oleh anggota kelompok yang paling pintar dan sebagian besar siswa kurang berani mengemukakan gagasan atau menjawab pertanyaan dari guru. Demikian halnya dengan penelitian Pujawan (2005), ketika awal pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R diterapkan, suasana kelas agak ribut dan kurangnya motivasi siswa untuk belajar, hal ini terlihat dari masih banyaknya siswa yang tidak mengerjakan tugas yang terdapat dalam lembar kerja siswa (LKS) dan dalam diskusi atau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, hanya beberapa siswa yang mau mengemukakan pendapat atau menjawab. Hal ini disebabkan oleh kurang berani atau kurangnya rasa percaya diri siswa. Melihat masalah tersebut, guru memberikan arahan kembali kepada siswa bagaimana seharusnya mereka dalam mengikuti pembelajaran. Kemudian, dengan berbagai strategi guru berusaha membangkitkan kesadaran dan motivasi siswa untuk belajar dengan sungguh-sungguh, dan dalam hal ini guru memberikan perhatian lebih kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan lembar kerja siswa (LKS). Serta mendorong siswa yang berkemampuan kurang untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi, dengan memberikan kesempatan bertanya dan menjawab terlebih dahulu, misalnya dengan menunjuk siswa sehingga interaksi siswa tidak hanya terbatas pada siswa yang berkemampuan tinggi. Kelemahan model pembeajaran kooperatif tipe SQ3R yang ditemukan saat menerapkan model pembeajaran kooperatif tipe SQ3R di SMP Negeri 2 Tuntang kabupaten Semarang yaitu bahwa metode ini membutuhkan waktu yang relatif lama dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu guru harus menggunakan waktu seefisien mungkin dalam menerapkan metode ini. Hal ini sesuai yang di katakan oleh Muhibbinsyah dalam Syamsiah, dkk (2012), bahwa kekurangan model pembeajaran kooperatif tipe SQ3R yaitu materi yang disajikan hanya berupa materi bacaan dan kurang efesien untuk kelas yang jumlah siswanya terlalu banyak. Selain itu, model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R yang masih tergolong baru bagi siswa di SMP Negeri 2 Tuntang kabupaten Semarang, sehingga dalam pelaksanaannya model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R ini membutuhkan adaptasi tersendiri bagi siswa. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R menunjukkan bahwa, siswa sudah mulai terbiasa dalam mengikuti pembelajaran kooperatif dengan metode SQ3R, Ini terlihat dari keantusiasan siswa setelah diberikan tugas yang tertuang ke dalam lembar kerja siswa (LKS), kemudian siswa langsung mengerjakannya sesuai dengan petunjuk tanpa menunggu perintah. Selain itu, model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R ini dapat melatih siwa bekerja dalam kelompok, siswa berani dan tidak ragu-ragu dalam mengungkapkan pendapatnya, melatih siswa untuk berbicara di depan kelas, melatih siswa belajar menghargai pendapat teman lain. SIMPULAN Hasil nilai signifikansi uji beda rerata sebesar 0,003 < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan nilai rata-rata hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol dan rata-rata hasil belajar matematika kelas eksperimen lebih tinggi yaitu 77,30 dibandingkan kelas kontrol hanya 66,23. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R terhadap hasil belajar matematika bagi siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang Kabupaten Semarang. Hal ini berarti hasil belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe SQ3R lebih baik dibandingkan hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. DAFTAR PUSTAKA Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Effendi, Leo Adhar. 2012. Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Repersentasi Dan Pemecahan Masaah Matematis Siswa SMP. Jurnal penelitian pendidikan. Vol. 13 No. 2, Oktober 2012. Huda, Miftahul. 2014. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ibrahim dan Suparni. 2012. Pembelajaran Matematika Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: SUKA-Press UIN Sunan Kalijaga. Pratama, Rizki, dkk. 2012. Pengaruh metode SQ3R terhadap Hasil Belajar dan Minat Membaca di MAN 1 PONTIANAK. Jurnal Penddidikan Kimia FKIP Untan Pujawan, I Gusti Ngurah. 2005. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Metode SQ3R dalam meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja No 5 tahun XXXVIII, Juli 20115. Rahayu, dkk. 2014. Upaya Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS pada Pokok Bahasan Kubus dan Balok. Jurnal Graha Pendidikan Matematika. Vol. 2, No. 2, Mei 2014: halaman 48-61. Salatiga: UKSW. Rahayu, Nurhayati. 2007. Matematika itu Gampang. Jakarta: Transmedia Pustaka Riadi. 2013. Strategi Belajar SQ3R. Diakses melalui: http://www.kajianpustaka.com/2013/04/strategi-belajar-sq3r.html Diakses Tanggal 6 Juni 2013 Pukul 21.20 Septiana, dkk. 2014. Perbedaan Prestasi Beajar Matematika Diantara Siswa yang diajar Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Student Team Achievement Division (STAD) dengan Model Pembelajaran Konvensional. Jurnal Graha Pendidikan Matematika. Vol. 2 No. 2, Mei 2014: halaman 62-82. Salatiga: UKSW. Sudrajat A. 2010. Perbedaan antara Pendekatan, Metode, Strategi, Model dan Tekhnik dalam Pembelajaran. http://www.psb psma.org/conten/pengertian-pendekatan- strategimetode-teknik-taktik-dan-model- pembelajaran.pdf. Diakses tanggal 19 April 2016 Pukul 16.37 Suharjati dkk. 2013. Penerapan Metode Survey, Question, Read, Recite, and Review (SQ3R) Pada Pembelajaran Matematika SMK Kartika 1-2 Padang. Jurnal Pendidikan Matematika Universitas Bung hatta Suhendra. 2007. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: IMSTEP UPI. Sunardi. 2013. Pengembangan Karakter Teliti, Konsisten dan Kreatif pada Siswa SMP Melalui Pembelajaran Geometri dengan Pendekatan Realistic Mathematics Education Berbasis Lesson Study. FKIP Universitas jember. Syamsiah, dkk. 2012. Penerapan Metode SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, and Review) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar BiologiSiswa Kelas VIIIA SMP negeri 1 Lamuru Kabupaten Bone. Makasar. Jurnal Sainsmat. Vol. 1 No. 1, Maret 2012: halaman 100-108. Makasar: Universitas Negeri Makasar Whardani, Sri. 2008. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTS untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matemtika. Yogyakarta: Depdiknas Wijaya, Ratih Ayu, dkk. 2015. Penerapan Metode Survey Question Read Recite Review SQ3R dalam pembelajaran IPA di SMP. Jurnal Pendidikan Fisika IKIP Universitas Jember. vol. 4 No 1, Juni 2015: halaman 87-92.