Jurnal Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa Iqra ‘Baca’ Etza Nur Meisyara Dr. Agung Hujatnika, M.Sn Program Studi Sarjana Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email: [email protected] Kata Kunci : baca, kolaborasi, dialog, persepsi, khatarsis. Abstrak Gagasan tentang “baca” mengantar penulis untuk menjadikan nya sebagai tema. Penulis mencoba untuk menarik tema ini kepada persoalan yang cukup sentral. Makna membaca,bagi penulis bisa menjadi kata kerja yang filosofis. Menurut kamus bahasa Indonesia membaca berarti mengetahui ; memahami. Begitu juga pengertian yang dijelaskan dalam bahasa Arab, iqra. Iqra berarti menghimpun informasi sebanyak mungkin dari segala sumber, baik lewat pendengaran, penglihatan, maupun hati. Membaca berarti bagaimana manusia melihat, memahami apa yang ia dengar, apa yang ia rasakan. Dalam project Tugas Akhir ini penulis singgung dengan proses kolaborasi bersama para tunanetra lewat disiplin Intermedia. Pada praktek nya, tema mengenai baca ini akan mengantarkan kita kepada sebuah bentuk katharsis, yang menjadikan karya seni bukan hanya sebuah bentuk artistik semata, namun mengantarkan kepada penghayatan yang mampu dirasakan lebih jauh lagi. Bagaimana membaca memori serta harapan dalam sebuah proses berkesenian melalui kolaborasi antara sudut pandang perupa dan persepsi tunanetra? Sesuatu yang bisa dijembatani oleh seni yang khatarsis ; yang mensucikan dan menghaluskan. Akhirnya seniman sendiri menjadikan proses berkarya melalui proses sebuah dialog, bertemu langsung dengan para tunanetra. Eksplorasi medium, sebagai sebuah proses pencarian makna seni secara personal. Bagiamana sensibilitas yang mereka miliki menjadi sebuah cara untuk menemukan makna seni. Abstract The idea of "read" is lead and being the theme. The author tries to pull this theme as the central of the issue. According to Indonesian dictionary “baca” means knowing and understanding. Likewise in Arabic language, “iqra” means : Gather as much information as possible from any source, either through hearing, sight, and feel. “Read” means how people see, understand what he heard and what he felt. In this final project the author alluded to the process of collaboration with the blind people through discipline Intermedia. At this practice, thematic “read/baca” going to lead us to be catharsis, which makes the work of art is not only an artistic form, but led to the appreciation that can be felt even further. This final project is about how to read the memories and hopes in an artistic process throughout collaboration between artists point of view and perception of the blind. Which can be bridged by catharsis funcion of art; which purifies. Therefore the artists themselves create an artmaking process as adialogue by meet with the blind people as a collaborator to making the artwork.In the end, exploration of the medium is as a process to find the meaning of the purity ofArt itself. 1. Pendahuluan Latar belakang tugas akhir ini diawali dari pemikiran yang muncul dari dalam diri penulis, mengenai hal- hal eksistensial tentang keberadaan diri sendiri. Dengan bertambahnya pengalaman serta pemikiran, hal tersebut menggiring penulis untuk selalu bertanya tentang segala fenomena keseharian yang penulis alami dan amati. Pertanyaan di atas didasari saat penulis melihat tubuh yang semakin lama bertambah tinggi. Tubuh yang secara fisik menua sejalan bertambahnya usia, serta bagaimana pengalaman tubuh yang mengalami sehat dan sakit. Segala pertanyaan kemudian muncul dalam benak penulis secara spontan saat menyadari diri penulis sebagai manusia yang dilengkapi dengan keutuhan indra. Dengan demikian, tubuh menjadi sebuah keberadaan yang eksistensial. Tubuh yang selalu ada untuk dapat mengekplorasi segala kesempurnaan realita fisik. Kegelisahan kemudian muncul melalui cara penulis membaca fenomena lebih jauh lagi. Senyatanya, dalam realitas fisik ternyata selalu ada dualisme : hidup dan mati, antara perempuan dan laki laki, sehat dan sakit, kaya dan miskin, dan lain sebagainya. Apakah kemudian hubungan dualisme ini menjadi sebuah hubungan yang saling mematikan atau justru menjadi sesuatu yang paradoks, tetapi harmonis? Hubungan dualisme ini penulis kerucutkan ke dalam kenyataan yang penulis anggap penting, khususnya melalui subjektivitas diri penulis sendiri. Penulis merasa dengan latar belakang penulis sebagai seseorang yang bersekolah di bidang seni rupa menjalani pendidikan secara khusus tentang estetika keindahan (visual). Hal yang akumulatif kemudian menjadi sebuah penghayatan yang terkadang justru mempertanyakan keberadaan diri penulis sendiri. Dimanakah eksistensi penulis terhadap orang- orang yang justru tidak memiliki pengalaman terhadap segala hal fisik di dalam dunianya? Mereka yang diciptakan Tuhan dengan tidak bisa melihat realitas fisik. Apa yang menjadi konsepsi keindahan bagi mereka? Bagaimana keberadaan seni dapat memengaruhi diri mereka? Secara khusus, penulis menarik permasalahan tersebut ke dalam tema yang lebih luas lagi, yaitu mengenai membaca fenomena. Fenomena yang kemudian penulis padatkan kepada pembahasan sosial masyarakat ; keseharian yang terekam dan terjadi di sekitar kita. Baik yang mengganggu maupun yang merayu ; absurd. Bersama dengan seorang tunanetra, kami kemudian mencoba membaca fenomena. Kami dengar, kami rasakan bersama melaui persepsi masingmasing. Melalui bahasa rasa , kami mencoba memahami bagaimana tubuh serta indra secara kontemplatif berusaha menterjemahkan. Dalam seni mungkin akhirnya ada bentuk penghalusan ; ketika fakta itu absurd dan buram maka gagasan muncul sebagai penawaran untuk menjadikan permasalahan itu lebih halus, bahkan, indah. Bentuk kegelisahan tentang keberadaan orang- orang yang tidak bisa melihat realitas fisik (tunanetra) kemudian mengantarkan penulis kepada proses penghayatan. Kolaborasi berarti bekerja sama dan saling memahami. Yaitu secara khusus penulis mencoba untuk mencari sebuah makna, sesuatu yang konseptual, mengenai fenomena yang terjadi dihadapan penulis ; antara padatnya korporasi budaya visual dengan persepsi seseorang yang tidak bisa melihat realitas fisik. Barangkali ini merupakan sesuatu yang paradoks, tetapi inilah bagian dari dualisme yang hadir dalam fenomena. Penulis mencoba membaca dan merekonstruksi makna melalui rasa. Meskipun proses berkarya merupakan pencarian pemahaman secara personal, pada akhirnya makna secara umum diharapkan pula dapat dirasakan oleh khalayak. 2. Proses Studi Kreatif Gagasan tentang “baca“, penulis singgung dengan proses kolaborasi bersama tuna netra. Bagaimana konsepsi mengenai “baca” kemudian direkonstruksi melalui persepsi yang lain. Masyarakat tengah candu terhadap budaya visual, segala nya dikonsumsi dan diterima apa ada nya. Dalam karya Tugas Akhir ini penulis ingin menunjukan sebuah proses penciptaan karya seni lewat disiplin intermedia. Pada praktek nya, tema mengenai baca ini akan mengantarkan kita kepada sebuah bentuk katharsis, yang menjadikan karya seni bukan hanya sebuah bentuk artistik, namun mengantarkan kepada penghayatan yang mampu dirasakan lebih jauh lagi. Metode yang penulis terapkam terdiri dari proses kolaborasi dan konversi. Secara harafiah, Kolaborasi merupakan suatu bentuk interaksi antara dua orang atau lebih. Kolaborasi merupakan sebuah cara untuk menggali ide serta gagasan baru yang hadir melalui berbagai arah. Bagi penulis, kolaborasi ini menjadi cara yang sangat penting untuk menemukan kemungkinan – kemungkinan baru dalam berkarya seni. Akhirnya ide serta gagasan itu menjadi lebih meluas. Begitu pula dengan kemungkinan – kemungkinan akan hadirnya medium – medium yang beragam. Bagi penulis metode ini menjadi sangat menarik karena dengan adanya kolaborasi itu artinya akan muncul sebuah dialog. Akhirnya kata – kata yang muncul menjadi sebuah bentuk yang sangat dekat antara diri penulis dan kolaborator. Bagi penulis pribadi, dialog itu merupakan sebuah metode yang sangat ideologis. Karena dengan adanya dialog, proses untuk mengenal orang lain menjadi sangat intim. Terutama melalui pendekatan dialog yang face to face, karena kita bisa merasakan dan mengamati berbagai macam gesture, gaya bicara maupunnada bicara yang diungkapkan oleh tubuh. Bagi penulis, kolaborasi berarti melebur menjadi satu, meskipun medium yang muncul akhirnya bisa berbeda beda. Dalam proses pengerjaan tugas akhir ini, penulis mencoba untuk mencari kemungkinan - kemungkinan dalam mengolah dialog menjadi sebuah bentuk. Proses tersebut melalui berbagai macam tahapan yaitu melalui tahapan dialog yang diubah menjadi teks, kemudian menjadi sebuah bentuk visual, kemudian diubah lagi menjadi teks, dan pada akhirnya kembali lagi menjadi bentuk yang audial yang dipresentasikan dalam rangkaian proses pada temuan – temuan medium. Proses Studi Kreatif melalui tahapan tahapan sebagai berikut : Dialog yang direkam secara verbal. Dialog tersebut kemudian diubah menjadi teks, yaitu melalui braille. Kolaborator mengungkapkan kata kata tersebut melalui bentuk visual, yaitu tanah liat. Penulis mengungkapkan braille tersebut menjadi sebuah bentuk visual, yaitu drawing. Titik titik pada goresan drawing diubah menjadi notasi musik. Notasi diterjemahkan menjadi musik. Temuan – temuan medium dari keseluruhan proses yang ditampilkan dalam bentukinstalasi./ mixed media. Studi pertama adalah pengolahan tanah liat oleh para kolaborator. Selama tanah liat dibentuk, penulis terus mengobrol bersama kolaborator. Mereka membentuk tanah liat bersamaan dengan bagaimana mereka mengilustrasikan cerita mengenai memori serta harapan harapan nya. Kolaborator terus membentuk tanah liat tersebut hingga mendekati bentuk yang diinginkan. Seluruh hasil yang mereka buat kemudian disusun menurut imajinasi mereka. Tanah liat yang sudah selesai masing masing dipanaskan, dikeringkan hingga menjadi bentuk keramik. Hasil akhir masing masing karya ciptaan tuna netra kemudian disimpan di atas base display bersama dengan dokumentasi dalam bentuk buku. Gambar 1 Dialog serta interaksi berkarya seni dengan salah satu kolaborator bernama Hani. Gambar 2 Tanah liat yang dibeli di Balai Besar Keramik. Sejalan dengan proses dialog itu berlangsung, penulis membuat dokumentasi berupa foto yang ditempelkan pada buku – buku bekas melalui teknik photo transfer. Gambar 3 Proses pembuatan dokumentasi melalui teknik photo transfer pada buku buku bekas. Proses photo transfer ini dilakukan dengan cara Melapisi hasil cetakan foto dengan aquaproof, kemudian dikeringkan selama 24jam Setelah itu foto dibuka perlahan lahan dengan air sampai gambar nya muncul. Digosok dengan tanah liat, dilapisi lagi dengan aquaproof Ditoreh cat akrilik Proses selanjutnya adalah mengubah kata – kata dari hasil dialog ke dalam plat Braille. Gambar 4 Kata kata yang dikonversi ke dalam plat menjadi Braille. Tahapan selanjutnya ialah mengubah titik – titik pada braille menjadi sebuah notasi musik. Metode nya dilakukan dengan cara membuat sebuah drawing melalui titik titik yang timbul dari plat braille. Titik titik yang timbul ini kemudian disusun menjadi notasi musik. Gambar 5 Hasil interpretasi membentik notasi musik melalui drawing dengan mencari titik titik menjadi not balok. Gambar 6 Hasil konversi drawing berupa aransement not balok menggunakan software Sibelius 7 3. Hasil Studi dan Pembahasan I. Studi Pustaka Seni baru-baru ini mencerminkan kesadaran budaya yang lebih luas yang terlihat tidak lagi mendominasi persepsi kita dalam pemahaman realitas kontemporer. Seni akhirnya diolah dari bentuk resonansi budaya, sosial maupun politik melalui berbagai kemungkinan medium. Salah satu nya yaitu dengan : Medium suara. Seiring dengan adanya perkembangan dan pembaruan berbagai macam teknologi, seni telah membuka ke berbagai dimensi tanpa kecuali sampai ke dalam tindakan mendengarkan, melalui kebisingan bahkan keheningan. Dalam hal ini, seniman yang berkarya melalui material suara terlibat dalam bentuk-bentuk baru dari pertemuan dengan estetika dan juga kehidupan sehari-hari. Begitu pula efek eksternal, yaitu penggunaan teknologi terhadapkeadaan psikologis manusia. Sebuah bentuk suara, ke dalam seni bisa jadi menjadi sebuah refleksi filosofis-makna kebisingan dan keheningan, dialoga ntara seni dan suara. Dalam sound art, karya yang akan diciptakan bisa jadi merupakan eksperimentasi tentang peran mendengarkan dan akustik ruang,dan survei komprehensif karya suara oleh seniman. Dalam hal ini, penulis mencoba untuk mengolah kemungkinan suara dalam menemukan makna seni. Salah satu referensi yang menjadi acuan penulis antara lain : 1. Christine Sun Kim — seorang pelukis tunarungu (sejak lahir). Ia mempergunakan efek getaran dalam bunyi yang kemudian menghasilkan sebuah bentuk drawing. Meskipun suara tetap tidak dapat didengar olehnya dalam sepanjang hidupnya. Gambar 7 Scores and Transcripts, Christine Sun Kim Selain itu karya yang menjadi referensi penulis adalah : 2. And It All Comes Down To This adalah instalasi Immersive Sonografi. Sebuah karya naratif yang mengeksplorasi perjalanan sesosok ikan - ikan di laut, perjalanan pengunjung melalui lanskap tumpang tindih, portal teknologi dan tersebar melalui Ambience udara. Gambar 8 And It All Comes Down To This. II. Studi Material Gambar 6 Presentasi Karya Tugas Akhir : Iqra ‘Baca’ Karya penulis merupakan kesatuan dari beberapa medium karya seni yang ditampilkan dalam sebuah ruangan. Karya ini merupakan mix media hasil dari proses berinteraksi langsung dengan kolaborator. Karya karya ini masing masing dapat diapresiasi melalui interaksi para apresiator. Bentuk masing masing karya adalah sebagai berikut : 1. Braille Gambar 7 Braille di atas stand partiture Penulis selama 3 bulan lebih melakukan proses dialog, pengenalan bersama para tunanetra perempuan. Selama proses tersebut mereka bercerita mengungkapkan memori mereka. Cerita serta pengalaman yang mereka ceritakan kemudian penulis rekam. Kata kata tersebut akhirnya dikonversi menjadi sebuah braille yang dicetak dalam timah putih. Braille ini merupakan material yang dapat disentuh dan dirasakan. Titik titik pada braille ini mengandung kata yang bisa diketahui oleh para tuna netra. 2. Hasil pembakaran tanah liat dan buku dokumentasi. Gambar 8 Hasil pembakaran tanah liat di atas buku dokumentasi Memori serta harapan para tunanetra kemudian dideskripsikan melalui bentuk. Selama proses bersama dengan mereka, penulis melakukan pendekatan sebagai seorang teman yang sedang menuntun ilmu di bidang seni. Sekitar 3 bulan lebih kami terus berinteraksi, buka puasa bersama, ngabuburit, sampai akhirnya ketika sudah saling mengenal kemudian saya mengajak mereka bersama sama membuat kesenian yang bebas diungkapkan. Selama membentuk tanah liat ini, para tuna netra selaku kolaborator yang tertarik membuat kesinian ini kemudian menceritakan memori memori yang mereka ingat, layaknya teman yang sedang berceriat. Hingga akhirnya tanah liat ini lah yang merepresentasikan memori mereka. 3. Proyeksi Video Gambar 9 Hasil proyeksi video Proyeksi dalam video merupakan proses pengerjaan para kolaborator (tunanetra) dalam membentuk tanah liat dengan indra sentuhan mereka. Indra sentuhan merupakan indra yang sangat penting juga bagi mereka. Karena dengan menyentuh, mereka mampu mendeskripsikan suatu benda. 4. Drawing Gambar 10 Hasil translasi Braille menjadi notasi musik dalam Drawing Penulis sendiri mencoba untuk mendeskripsikan keseluruhan proses dengan cara menerjemahkan nya melalui bentuk. Penulis mencoba untuk memahami proses tersebut melalui pengolahan rasa seperti yang mereka lakukan selama ini. Karena penulis menangkap bagaimana akhirnya sentuhan merupakan salah satu cara mereka mengolah rasa. Akhirnya melalui drawing inilah pengalaman dalam menyentuh braille melalui drawing kemudian diungkapkan. Drawing ini yang kemudian memunculkan titik titik yang akhirnya penulis ubah menjadi notasi musik. 5. Score / Notasi Musik Gambar 11 Sampul depan Notasi musik yang dijadikan buku. Gambar 12 Isi dari buku berupa 6 komposisi musik. Notasi musik ini hadir dari proses keseluruhan yang penulis alami bersama para kolaborator. Notasi musik ini pula hadir karena keseluruhan medium terbentuk secara bertahap dan menjadikan notasi musik ini muncul dengan sendirinya. Notasi musik ini hanya akan muncul dengan melalui proses yang penulis terapkan. 6. Musik (Audio) Gambar 13 Hasil notasi berupaAudio dalam format mp3 Musik ini merupakan hasil aransement yang penulis buat di akhir. Musik ini merupakan hasil dari keseluruhan proses yang penulis alami. Pada akhirnya bentuk yang muncul adalah bentuk karya yang abstrak, yaitu musik. Bagi penulis proses alih bahasa dari sebuah percakapan yang tak berbentuk secara fisik pun akhirnya dengan pengalaman medium yang hadir secara fisik akhirnya berakhir dalam pengalaman yang batin. Yaitu kembali lagi kepada bagaimana proses merasakan itu dapat dialami secara lebih spiritual, yaitu mendengar melalui proses pendalaman indra indra. 4. Penutup / Kesimpulan Karya seni dapat dikatakan sebagai cerminan pengalaman serta perasaan dan pikiran pembuatnya. Seni merupakan suatu jenis kreasi yang dipengaruhi oleh faktor yang ada pada manusia itu sendiri, seperti pengalaman, pengetahuan, lingkungan, dan faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi karya. Karya ini diharapkan bisa dijadikan alat untuk memahami eksistensi kemanusiaan. Karya seni diharapkan mampu berperan sebagai media kritik sosial, atau seni untuk masyarakat ; mempunyai fungsi dan manfaat dalam kehidupan. Pada akhirnya, seni bukan hanya sebagai bentuk ekspresi semata, atau seni hanya diciptakan untuk keindahan semata, seperti dalam pandangan “seni untuk seni” - l’art pour l‘art. Karya ini mencoba untuk memvisualisasikan setiap peristiwa yang terjadi apa adanya, menangkap sebuah realitas dan mengolahnya untuk dituangkan dalam bentuk karya. Penulis melihat bahwa realitas dalam kehidupan merupakan wahana kreatif terdekat yang bisa menjadi sumber inspirasi. Dengan melihat ketimpangan sosial, kekurangsempurnaan manusia, dan kehidupan masyarakat dengan berbagai ekspresi, serta berbagai ‘ideologi’ yang melandasinya. Secara umum kajian dan kolaborasi penulis dengan tunanetra dipilih karena mereka diposisikan sebagai subjek yang memiliki sensibilitas lain. Mereka tidak bisa melihat, tetapi akibat hilang/berkurangnya fungsi indra pelihatannya. Dengan ketunaannya tersebut, tunanetra berusaha memaksimalkan fungsi indra-indra yang lainnya seperti, perabaan, penciuman, pendengaran, dan lain sebagainya sehingga tidak sedikit penyandang tunanetra yang memiliki kemampuan luar biasa, misalnya di bidang musik atau ilmu pengetahuan. Penulis berharap akan muncul sudut pandang baru mengenai seni dan keindahan. Meskipun bukan dalam kuota yang besar, tetapi diharapkan bisa menggambarkan sebagian kecil pemahaman dari sebuah proses kreasi kolaborasi antara perupa dan tuna- netra. Hampir setiap karya seni merupakan ekspresi isi, baik berupa pemikiran, perasaan, atau nilai-nilai dalam kehidupan. Plato pernah berpendapat bahwa seni yang mengandung hal-hal buruk dan tidak bermoral bagi manusia meskipun indah harus ditolak. Seni tidak hanya sebatas fungsi kenikmatan dan keindahan bentuk melainkan juga keindahan pada isinya. Penulis berharap bahwa nantinya kreativitas yang disampaikan melalui karya seni kiranya dapat membantu dalam mengekspresikan keberanian seorang seniman untuk melakukan kritik. Ucapan Terima Kasih Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam Tugas Akhir Program Studi Sarjana FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh pembimbing Dr. Agung Hujatnika, M.Sn. Daftar Pustaka Litch, Alan. 2003. Sound Art : Beyond Music, Between Categories. New York : Rizzoli International Publication, Inc. Barthes, Roland. 2010. Imaji/Musik/Teks. Yogyakarta : Jalasutra. Tabrani, Primadi. 2005. Bahasa Rupa. Bandung : Kelir. Yamaguchi Center for Arts and Media. 2011. A Compendium of Media Art and Performance from YCAM 2003-2008. Japan : YCAM. Takwin, Bagus. Akar Akar Ideologi. Yogyakarta : Jalasutra. Chernyshevsky, Nikolai Gavrilovich. 1953. The Aesthetic Relation of Art to Reality. Moscow : Foreign Languages Publishing House. Beilharz, Peter.2002. Teori Teori Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.