KATA PENGANTAR - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pemasaran
Pemasaran memiliki arti lebih dari sekedar menjual dan mempromosikan
suatu produk. Mengerti, menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyalurkan
nilai dan kepuasan konsumen akan suatu produk merupakan inti dari pemasaran.
Pemasaran telah berperan secara kritis dalam menentukan kesuksesan dari setiap
kegiatan pemasaran.
Pemasaran sering dipandang sebagai suatu tugas untuk menciptakan,
mempromosikan, dan menyalurkan produk dan jasa kepada konsumen dan unitunit bisnis. Pemasaran diharapkan memiliki keahlian dalam merangsang
permintaan akan produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
Definisi pemasaran menurut Kotler & Keller (2008:10) adalah sebagai
berikut :
Pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu individu dan
kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan
dengan
menciptakan,
menawarkan,
dan
secara
bebas
mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain
Sedangkan menurut William Y. Stanton (2007:139)
Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang
berhubungan dengan tujuan untuk merencanakan dan menentukan
harga sampai dengan mempromosikan dan mendistribusikan barang
dan jasa yang bisa memuaskan kebutuhan pembeli aktual maupun
potensial.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemasaran adalah
proses pertukaran baik barang maupun jasa yang mempunyai maksud untuk
memenuhi
kebutuhan
dan
keinginan
individu
maupun
kelompok
dan
menghasilkan kondisi yang sama-sama menguntungkan.
Penjelasan dari pertukaran yang menghasilkan kondisi yang sama-sama
menguntungkan adalah bahwa dalam proses pertukaran selalu ada pihak yang
memberi dengan imbalan tertentu dan ada pihak yang menerima manfaat yang
mereka perlukan. Dan baik imbalan maupun manfaat yang dipertukarkan tersebut
mempunyai nilai yang seimbang.
2.2. Pengertian Manajemen Pemasaran
Aktivitas pemasaran dalam perusahaan tentunya dipengaruhi oleh
manajemen pemasarannya. Sedangkan tugas dari manajemen pemasaran itu
sendiri adalah melakukan perencanaan mengenai bagaimana mencari peluang
pasar untuk melakukan pertukaran barang dan jasa dengan konsumen. Setelah itu,
manajemen pemasaran mengimplementasikan rencana tersebut dengan cara
melaksanakan
strategi-strategi
pemasaran
untuk
menciptakan
dan
mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan konsumen demi
tercapainya tujuan perusahaan.
Untuk dapat mengetahui lebih jauh mengenai manajemen pemasaran,
berikut ini pendapat beberapa ahli tentang manjemen pemasaran :
Menurut Kotler & Keller (2008:11) definisi manajemen pemasaran
diuraikan sebagai berikut:
Manajemen pemasaran sebagai seni dan ilmu untuk memilih pasar sasaran
serta mendapatkan, mempertahankan, dan menambah jumlah pelanggan
melalui penciptaan, penyampaian, dan pengkomunikasian nilai pelanggan
yang unggul.
Definisi lain mengenai manajemen pemasaran menurut Alma (2004:130) :
Manajemen pemasaran adalah proses untuk meningkatkan efisiensi
dan efektifitas dari kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh individu
atau oleh perusahaan.
Jadi manajemen pemasaran merupakan proses penganalisaan,
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian program pemasaran, seni
memilih pasar serta mempertahankan pelanggan, untuk mencapai tujuan
perusahaan. Oleh karena itu pelaksanaan manajemen pemasaran ini harus
dilakukan dengan sebaik – baiknya.
2.3. Pengertian Bauran Pemasaran
Dalam pemasaran terdapat salah satu strategi yang disebut marketing mix
(bauran pemasaran). Marketing mix menpunyai peranan yang cukup penting
dalam mempengaruhi konsumen untuk membeli produk atau jasa yang
ditawarkannya dan bagi keberhasilan suatu pemasaran baik pemasaran produk
maupun untuk pemasaran jasa. Elemen-elemen bauran pemasaran terdiri dari
semua variabel yang dapat dikontrol perusahaan untuk dapat memuaskan
pelanggan sasaran.
Menurut Kotler & Keller (2008:17), definisi bauran pemasaran diuraikan
sebagai berikut:
Bauran pemasaran (marketing mix) adalah seperangkat alat pemasaran
yang digunakan perusahaan untuk terus – menerus mencapai tujuan
pemasarannya di pasar sasaran.
Pengertian bauran pemasaran menurut Swastha (2008:78) sebagai berikut:
Marketing Mix adalah kombinasi dari empat variabel atau kegiatan yang
merupakan inti dari sistem pemasaran perusahaan, yakni : produk, struktur
harga, kegiatan promosi, dan sistem distribusi.
Jadi menurut definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa bauran
pemasaran (Marketing Mix) adalah suatu perangkat yang dapat dilakukan
perusahaan untuk mempengaruhi permintaan terhadap produknya dan
perangkat – perangkat tersebut akan menentukan tingkat keberhasilan
perusahaan bagi perusahaan. Jadi jelas bahwa keberhasilan perusahaan
ditentukan oleh kemampuan suatu perusahaan dalam mengkombinasikan
perangkat pemasaran.
Menurut Kotler & Keller (2008:17-18) bauran pemasaran dapat
diklasifikasikan menjadi 4P (Product, Price, Place, dan Promotion). Adapun
pengertian dari masing-masing bauran pemasaran diatas adalah:
1. Product
Produk merupakan kombinasi penawaran barang dan jasa perusahaan kepada
pasar, yang mencakup antara lain : kualitas, rancangan, bentuk, merek, dan
kemasan produk.
2. Price
Harga adalah sejumlah uang yang harus pelanggan bayar untuk produk
tertentu.
3. Place
Aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk membuat produk agar dapat
diperoleh dan tersedia bagi pelanggan sasaran.
4. Promotion
Aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan keunggulan
produk dan membujuk pelanggan sasaran untuk membelinya.
2.3.1. Product (Produk)
Penawaran produk biasanya merupakan hal penting dari program
pemasaran suatu perusahaan dan merupakan suatu langkah awal dalam
membentuk bauran pemasaran. Produk harus dapat memuaskan keinginan dan
kebutuhan konsumen.
Pengertian produk menurut Kotler & Keller (2008:337) :
Produk adalah semua yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk
diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat
memuaskan keinginan atau kebutuhan pemakainya.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa produk merupakan sesuatu yang
dapat ditawarkan oleh perusahaan kepada konsumen yang mempunyai nilai-nilai
yang menguntungkan di dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen.
2.3.1.1. Tingkatan Produk
Dalam merencanakan tawaran pasar, perusahaan membuat keputusan
mengenai lima tingkatan produk dimana tiap tingkatan menambah lebih banyak
nilai pelanggan. Kelima tingkatan produk tersebut menurut Kotler & Keller
(2008:49) adalah sebagai berikut :
1. Inti Produk (Core Benefi)t
Inti produk adalah jasa, manfaat dasar yang sesungguhnya dibeli oleh
pelanggan.
2. Produk Dasar (Basic Product)
Pada level kedua pemasar harus dapat mengubah manfaat inti menjadi
produk dasar.
3. Produk yang Diharapkan (Expected Product)
Produk yang diharapkan adalah serangkaian atribut dan kondisi yang
biasanya diharapkan oleh pembeli ketika mereka membeli produk tersebut.
4. Produk yang Ditingkatkan (Augmented Product)
Pemasar harus menyiapkan produk yang ditingkatkan melampaui harapan
pelanggan.
5. Produk Potensial (Potential Product)
Pada tingkatan kelima terdapat produk potensial yang mencakup semua
peningkatan dan transformasi yang pada akhirnya akan dialami produk
tersebut di masa depan.
2.3.1.2. Klasifikasi Produk
Pada dasarnya produk yang akan dipasarkan dapat diklasifikasikan atau
digolongkan ke dalam beberapa kelompok. Kelompok-kelompok tersebut
meliputi, daya tahan produk, keberwujudan produk dan penggunaan produk yang
meliputi konsumen ataupun industri. Produk dapat digolongkan ke dalam
beberapa kelompok, seperti yang diungkapkan oleh Kotler & Keller (2008:451)
berikut ini :
Berdasarkan daya tahan dan keberwujudan produk dapat diklasifikasikan
ke dalam tiga kelompok menurut daya tahan dan wujudnya, yaitu :

Barang tidak tahan lama (non durable goods)
Adalah barang berwujud yang biasanya dikonsumsi dalam astu atau
beberapa kali penggunaan. Contoh : shampoo dan sabun

Barang tahan lama (durable goods)
Adalah barang berwujud yang biasanya adapt digunakan berkali-kali.
Contoh : pakaian dan lemari

Jasa (services)
Adalah bersifat tidak berwujud, tidak dapat dipisahkan, dan mudah
habis. Contoh :tukang becak dan montir.
Berdasarkan penggunaan produk dapat diklasifikasikan ke dalam dua
kategori :
I. Barang Konsumen (consumer goods)
Adalah produk yang dibeli konsumen akhir untuk konsumsi pribadi.
Banyaknya jenis barang yang dibeli konsumen dapat diklassifikasikan
berdasarkan kebiasaan berbelanja konsumen.
A. Convenience goods
Adalah barang-barang yang biasanya sering dibeli konsumen, segera, dan
dengan usaha yang minimum.
 Staples goods, yaitu barang yang dibeli konsumen secara teratur.
 Impulse goods, yaitu barang yang dibeli konsumen berdasarkan
keinginan seketika, tanpa perencanaan atau usaha pencarian.
 Emergency goods, yaitu barang yang dibeli konsumen saat kebutuhan
itu mendesak. Contoh : payung.
B. Shopping goods
Adalah barang-barang yang karakteristiknya dibandingkan berdasarkan
kesesuaian, kualitas, harga, dan gaya dalam proses pemilihan dan
pembelian.
Cotoh : pakaian, dan peralatan rumah tangga

Homogen shopping goods
Yaitu barang-barang yang memiliki mutu yang serupa tetapi
mempunyai harga yang cukup berbeda.

Heterogen shopping goods
Yaitu barang yang berbeda dalam hal keistimewaan dan jasa produk
yang mungkin lebih penting dari harganya.
C. Speciality goods
Adalah barang-barang dengan karakteristik unik dan atau diidentifikasi
merek dimana untuk memperoleh barang-barang itu sekelompok pembeli
yang cukup besar bersedia melakukan usaha khusus untuk membelinya.
D. Unsought goods
Adalah barang-barang yang diketahui konsumen namun secara normal
konsumen tidak berpikir untuk membelinya. Contohnya : peti mati, tanah
kuburan, batu nisan
II. Barang Industri (Industrial goods)
Adalah barang yang dibeli untuk pemrosesan lebih lanjut atau penggunaan
yang terkait dengan bisnis. Barang industri dapat diklasifikasikan berdasarkan
cara barang itu memasuki proses produksi.

Bahan baku dan suku cadang (material and parts)
Adalah barang-barang yang sepenuhnya memasuki produk yang
dihasilkan.

Barang modal (capital item)
Adalah barang-barang tahan lama yang memudahkan pengembangan
dan atau pengelolaan produk akhir.

Perlengkapan dan jasa bisnis (supplies and services)
Adalah barang dan jasa tidak tahan lama yang membantu
pengembangan dan atau pengolahan produk akhir.
2.4. Brand (Merek)
Merek adalah salah satu atribut yang penting dari suatu produk, karena
selain alat identifikasi, merek mempunyai banyak manfaat bagi para konsumen
dan produsen, maupun middleman atau perantara. Pentingnya merek bagi
konsumen yaitu dengan adanya merek maka akan memudahkan bagi konsumen
untuk membedakan produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan.
Merek juga memberikan jaminan akan kestabilan kualitas yang berarti bahwa
suatu produk dengan merek yang sama maka kualitasnyapun akan sama walau
dibeli dimanapun juga. Sedangkan penggunaan merek bagi penjual adalah bahwa
dengan
adanya
merek
maka
penjual
dapat
mempromosikannya
untuk
menumbuhkan citra terhadap perusahaan.
2.4.1. Pengertian Brand
Merek merupakan unsur penting yang dapat membantu proses pemasaran
barang ataupun jasa di dalam sebuah perusahaan. Di lain pihak merek juga dapat
membantu dalam peningkatan pengawasan dan dapat melakukan kontrol pasar.
Agar dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai brand, berikut ini
pengertian brand menurut beberapa ahli :
Pengertian brand menurut Kotler dan Armstrong (2008:349) :
Merek adalah suatu nama, kata, tanda, simbol, atau desain, atau
kombinasi dari semuanya yang mengidentifikasikan pembuat atau
penjual produk dan jasa tertentu.
Sedangkan menurut Lamb Jr (2008;414):
Merek adalah nama, istilah, simbol, desain, atau gabungan
keempatnya, yang mengidentifikasikan produk para penjual dan
membedakannya dari produk pesaing.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian merek
merupakan strategi perusahaan untuk mengidentifikasikan produknya dan juga
untuk membedakannya dari produk-produk pesaing. Selain itu ada merek dagang
dan hak cipta yang merupakan bagian yang dilindungi.
2.4.2. Karakteristik Merek
Setiap perusahaan tentu menginginkan merek yang digunakan oleh
produknya menjadi pilihan konsumen sehingga akan memberikan dorongan yang
besar bagi keberhasilan produk tersebut di pasar.
Menurut Rangkuty (2008:37) karakteristik merek adalah sebagai berikut:
1. Nama merek harus menunjukan manfaat dan mutu produk tersebut.
2. Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal, dan diingat.
3. Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik dan khusus.
4. Nama merek harus mudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing.
5. Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapat
perlindungan hukum.
Suatu merek yang baik harus dapat memenuhi karakteristik di atas,
meskipun pada kenyataannya tidak semua merek tersebut dapat memenuhi
karakteristik tersebut. Tetapi bagi perusahaan yang ingin memiliki keunggulan
bersaing, mereka akan berusaha untuk memenuhi kriteria-kriteria tersebut bagi
produk yang dihasilkannya sehingga perusahaan dapat memenuhi tujuan dari
pemberian merek.
2.4.3. Keputusan Sponsor Merek (Brand Sponsor Decision)
Produsen memiliki beberapa pilihan sehubungan dengan penggunaan
sponsor merek, menurut Kotler dan Armstrong (2003:351) empat pilihan
sponsor merek tersebut, yaitu:
1. Merek Perusahaan Pembuat (Manufactured brand)
Adalah produk yang diberi merek berdasarkan nama perusahaannya.
2. Merek Pribadi atau Merek Toko (Private Brand or Store Brand)
Adalah merek yang diciptakan dan dimiliki pengecer produk atau jasa.
3. Pelisensian (Licensing)
Adalah perusahaan menggunakan lisensi nama atau simbol yang telah
diciptakan sebelumnya untuk perusahaan lain, dengan membayar sejumlah
uang.
4. Pemeriksaan Bersama (Co-Branding)
Adalah praktek penggunaan nama merek yang mapan oleh dua perusahaan
yang berbeda pada produk yang sama.
2.4.4. Brand Name Decisions (Keputusan Nama Merek)
Produsen dan perusahaan jasa yang menggunakan merek untuk produknya
harus memilih nama merek mana yang akan digunakan. Ada beberapa strategi
pemberian nama merek yang dikemukakan oleh Kotler & Keller (2008:469)
yaitu :
1. Nama Merek Individual (Individual Brand Name)
Adalah perusahaan mencari nama terbaik untuk masing-masing produk
baru.
Contoh : Indofood (Indomie, Supermie, Sarimie)
2. Nama Kelompok yang Sama Untuk Semua Produk (A Blanket Family
Brand)
Adalah perusahaan memberikan merek pada semua produk dengan
menggunakan nama kelompok.
Contoh : Philips untuk tv, handphone, mesin cuci.
3. Nama Kelompok yang Berbeda Untuk Semua Produk (Separate
Family Brand)
Adalah perusahaan memproduksi produk-produk yang agak berbeda, tidak
dianjurkan untuk menggunakan nama kelompok keseluruhan untuk semua
produk.
Contoh : Ultra Jaya (Ultra untuk minuman susu, Buavita untuk minuman
sari buah, Teh kotak untuk minuman teh)
4. Nama Dagang Perusahaan Dikombinasikan dengan nama Perusahaan
(Company Family Brand)
Adalah produsen mengikat nama-nama perusahaan mereka pada satu nama
merek individual untuk masing-masing produk.
Contoh :Lippo (Bank Lippo, Asuransi Lippo, Lippo Karawaci)
2.4.5. Keputusan Strategi Merek (Brand Strategy Decision)
Strategi merek akan membedakan apakah merek merupakan fungtional
brand yaitu untuk memuaskan kebutuhan fungsional konsumen, atau experiental
brand yang melibatkan konsumen lebih dari sekedar memperoleh produk.
Menurut Rangkuty (2008:38) Strategi tipe merek dapat dikembangkan
lagi antara lain:
1. Line Extention (perluasan lini)
Strategi ini dapat dilakukan dengan cara perusahaan memperkenalkan
berbagai macam feature atau tambahan variasi produk, dalam sebuah
kategori produk yang ada di bawah nama merek yang sama, seperti rasa,
bentuk, warna atau ukuran kemasan baru.
2. Brand Extention (perluasan merek)
Usaha apa pun yang dilakukan untuk menggunakan sebuah nama merek
yang sudah berhasil untuk meluncurkan produk baru atau yang
dimodifikasi dalam kategori baru.
3. Multi Brand (merek ganda)
Perusahaan ingin mengelola berbagai nama merek dalam kategori yang
ada untuk mengemukakan fungsi dan manfaat yang berbeda.
4. New Brand (merek baru)
Sebuah perusahaan dapat menciptakan sebuah nama merek baru ketika
memasuki sebuah kategori produk baru. Strategi ini dapat dilakukan
karena tidak ada nama merek yang sesuai.
Strategi-strategi merek di atas akan membantu perusahaan dalam
menentukan tipe merek mana yang akan paling bermanfaat bagi produknya.
Keputusan strategi merek yang tepat akan mempengaruhi keberhasilan perusahaan
dalam memasarkan produknya, sehingga tujuan yang telah ditetapkan perusahaan
akan tercapai.
2.5. Brand Image (Citra Merek)
Citra merek pada dasarnya adalah hasil pandang atau persepsi konsumen
terhadap suatu merek tertentu, yang didasarkan atas pertimbangan dan
perbandingan
dengan
beberapa
merek-merek
lainnya.
Citra
merek
memperlihatkan persepsi yang akurat dari suatu merek. Untuk lebih jelasnya dapat
kita lihat melalui beberapa konsep berikut ini :
Brand image menurut Kotler & Keller didalam bukunya Manajemen
Pemasaran ( 2008 : 346 ) menyatakan bahwa :
Citra merek (brand image) merupakan persepsi dan keyakinan
yang dilakukan oleh konsumen, seperti tercermin dalam asosiasi
yang terjadi dalam memori konsumen.
Sedangkan brand image menurut Peter dan Jerry yang dialihbahasakan
oleh Husain Umar dalam buku Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen
(2008 :44) :
Brand image terdiri dari pengetahuan dan kepercayaan terhadap ciri
merek, konsekuensi penggunaan merek dan situasi pemanfaatan yang
tepat, disamping evaluasi, perasaan dan emosi sehubungan dengan
suatu merek.
Sedangkan menurut Temporal dalam buku Branding In Asia (2001:33),
brand image adalah:
Brand image is how the brand is seen.
Dari konsep di atas maka dapat disimpulkan bahwa citra merek merupakan
pemahaman konsumen mengenai merek secara keseluruhan. Kepercayaan
konsumen terhadap suatu merek tertentu, dan bagaimana konsumen memandang
suatu merek. Brand image yang positif akan membuat konsumen menyukai suatu
produk dengan merek yang bersangkutan di kemudian hari, sedangkan bagi
produsen brand image yang baik akan menghambat kegiatan pemasaran pesaing.
2.5.1. Manfaat Brand Image
Citra merek atau brand image tentu saja merupakan suatu hal penting
dalam memposisikan merek di benak konsumen. Dalam penempatan yang benar
maka akan membawa citra positif bagi produk yang ditawarkan. Sutisna dan
Prawita (2008: 83), menjelaskan bahwa manfaat brand image adalah sebagai
berikut;
1. konsumen dengan citra yang positif terhadap suatau merek, lebih mungkin
untuk melakukan pembelian.
2. perusahaan dapat mengembangkan lini produk dengan memanfaatkan citra
positif yang telah terbentuk terhadap merek produk lama.
3. kebijakan family branding dan leverage branding dapat dilakukan jika
citra produk yang telah ada positif.
2.5.2. Indikator Brand Image
Secara sederhana citra merek (brand image) bisa dikatakan sekumpulan
asosiasi yang terbentuk pada benak konsumen. Hal ini tentunya bisa dari hasil
komunikasi pemasaran, atau dari pengalaman dari orang yang sudah membeli
merek tersebut. Jadi persepsi konsumen tersebut sangat dipengaruhi oleh citra
merek. Hal itulah yang membuat konsumen mau mencoba suatu produk. Akan
tetapi bagi konsumen sebagai pengguna produk tersebut semua itu bisa bertambah
kuat atau lemah karena hasil dari pengalaman itu sendiri. Pengalaman inilah yang
menjadi hal terpenting dalam membentuk citra merek. Tentunya image yang
timbul diusahakan sebisa mungkin bisa membuat produk atau merek tersebut
dipersepsikan berbeda dari pesaing.
Menurut Keller yang dikutip oleh Tri Ariwibowo (2007) mengatakan
bahwa terdapat tiga hal yang dapat membedakan citra merek antara berbagai
merek yang dievaluasi oleh konsumen yang dapat meningkatkan kemungkinan
untuk loyal terhadap suatu merek, yaitu :
1. Favorability of brand association, dimana konsumen percaya bahwa
merek suatu produk dapat memiliki manfaat bagi mereka. Indikatornya
adalah variasi model atau desain, desain kemasan, harga terjangkau dan
kompetitif, serta percaya diri konsumen.
2. Strength of brand association, merupakan kekuatan asosiasi suatu merek
produk yang ada dalam ingatan konsumen. Indikatornya adalah kualitas
produk dan kemasan, serta pengalaman produsen.
3. Uniqueness of brand association, merupakan keunikan dari suatu produk
yang akan dipandang lain dan memberikan citra (image) yang berbeda
dari pesaing. Indikatornya adalah akses atau kemudahan.
2.6 Loyalitas Pelanggan
2.6.1 Pengertian Loyalitas
Perilaku setelah pembelian suatu produk ditentukan oleh kepuasan atau
ketidakpuasan akan suatu produk sebagai akhir dari proses penjualan.
Bagaimana pelanggan dalam melakukan pembelian kembali, bagaimana
pelanggan dalam mengekspresikan produk yang dipakainya, dan prilaku yang
menggambarkan reaksi pelanggan atas produk yang telah dirasakan.
Griffin (2008:5) memaparkan bahwa upaya untuk memperoleh kepuasan
pelanggan telah berhasil mempengaruhi sikap pelanggan. Konsep loyalitas
pelanggan lebih banyak dikaitkan dengan perilaku (behaviour) daripada sikap.
Sikap seorang pelanggan terbentuk sebagai alat dari kontak langsung dengan
objek sikap. Sikap positif konsumen dapat ditunjukkan melalui setia kepada
produk perusahaan kepada orang lain. Sedangkan sikap negatif ditunjukkan
melalui berkata negatif tentang perusahaan, pindah kepada perusahaan lain,
mengajukan tuntutan kepada perusahaan melalui pihak luar.
Menurut Griffin (2008:5) mengemukakan bahwa:
Loyalitas adalah Pembentukan sikap dan pola perilaku seorang
konsumen terhadap pembelian dan penggunaan produk merupakan
hasil dari pengalaman mereka sebelumnya.
Mengenai loyalitas pelanggan menurut Oliver yang dikutip dari Hurriyati
(2005:129), mengemukakan bahwa:
Customer Loyality is deeply held commitment to rebuy or repatronize a
preferred product or service consistenly in future, despite situasional
influences and marketing effort having the potential to cause switching
bahaviour.
Artinya :
Loyalitas adalah komitmen pelanggan bertahan secara
mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian
ulang produk/jasa terpilih sebagai konsisiten dimasa yang akan
datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran
mempunyai potensi untuk menyebebkan perubahan perilaku.
Dari definisi di atas terlihat bahwa loyalitas terbentuk dari dua komponen;
loyalitas sebagai perilaku yaitu pembelian ulang yang konsisten dan loyalitas
sebagai sikap yaitu sikap positif terhadap suatu produk atau produsen (penyedia
jasa). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa loyalitas pelanggan
terhadap produk yang berhubungan dengan sikap positif yang dimiliki
pelanggan terhadap produk dengan membeli pembelian ulang secara konsisten.
2.6.2
Karakteristik dan Loyalitas Pelanggan
Pelanggan yang loyal merupakan asset bagi perusahaan, hal ini dapat
dilihat dari karakteristik yang dimilikinya. Banyak perusahaan mengandalkan
kepuasan pelanggan sebagai jaminan keberhasilan di kemudian hari tetapi
kemudian kecewa mendapati bahwa pelanggannya yang merasa puas dapat
berbelanja produk pesaing tanpa ragu-ragu. Oleh karena itu, loyalitas
pelanggan tampaknya merupakan ukuran yang lebih dapat diandalkan untuk
memprediksi pertumbuhan keuangan.
Menurut Griffin (2008:31) pelanggan yang loyal memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1. Melakukan pembelian berulang secara teratur (Makes regular repeat
purchase)
2. Membeli antar lini produk dan jasa (Purchase across product and
service lines)
3. Mereferensikan kepada orang lain (Refers other)
4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing (Demonstrates
an immunity to the full of the competition)
2.6.3
Merancang dan Menciptakan Loyalitas
Kaitannya dengan pengalaman yang dialami oleh pelanggan, menurut
Smith yang dikutip dari Hurriyati (2005:130) mengungkapkan bahwa loyalitas
pelanggan tidak bisa tercipta begitu saja, tetapi harus dirancang oleh perusahaan.
Berikut adalah tahap-tahap perancangan loyalitas sebagai berikut:
1. Define Customer Value
a. Identifikasi segmen pelanggan sasaran.
b. Definisikan nilai pelanggan sasaran dan tentukan nilai pelanggan mana
yang menjadi pendorong keputusan pembelian dan penciptaan
loyalitas.
c. Ciptakan diferensiasi brand promise.
2. Design The Branded Customer Experience
a. Mengembangkan pemahaman Customer Experience.
b. Merancang perilaku karyawan untuk merealisasikan brand promise.
c. Merancang
perubahan
strategi
secara
keseluruhan
untuk
merealisasikan pengalaman yang baru.
3. Equip people and deliver consistenly
a. Mempersiapkan pemimpin untuk menjalankan dan memberikan
pengalaman kepada pelanggan.
b. Melengkapi
pengetahuan
dan
keahlian
karyawan
untuk
mengembangkan dan memberikan pengalaman kepada pelanggan
dalam setiap interaksi yang dilakukan pelanggan terhadap perusahaan.
c. Memperkuat kinerja perusahaan melalui pengukuran dan tindakan
kepemimpinan.
4. Sustain and people deliver performance
a. Gunakan respon timbal balik pelanggan dan karyawan untuk
memelihara pelanggan secara berkesinambungan dan mempertahankan
pengalaman pelanggan.
b. Membentuk
kerjasama
antara
sistem
HRD
(human
resource
development) dengan proses bisnis yang terlibat langsung dalam
memberikan dan menciptakan pengalaman pelanggan.
c. Secara terus menerus mengembangkan dan mengkomunikasikan hasil
untuk menanamkan Branded Customer Experience yang telah
dijalankan perusahaan.
2.6.4
Jenis-jenis Loyalitas Pelanggan
Menurut Griffin (2008:23), ada empat jenis loyalitas pelanggan yaitu:
1. Tanpa Loyalitas (no loyality)
Untuk
berbagai
alasan,
beberapa
pelanggan
yang
tidak
mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu.
Tingkat ketertarikan (attachment) dengan pembelian ulang yang
rendah menunjukkan tidak adanya loyalitas. Secara umum
perusahaan harus menghindari membidik suatu kelompok tidak ada
kesetiaan ini untuk dijadikan target pasar karena mereka tidak akan
pernah menjadi pelanggan yang loyal.mereka hanya berkontribusi
sedikit pada kekuatan keuangan perusahaan. Tantangannya adalah
menghindari membidik sebanyak mungkin orang-orang seperti itu
dan
lebih
memilih
pelanggan
yang
loyalitasnya
dapat
dikembangkan.
2. Loyalitas yang Lemah (inertia loyality)
Keterkaitan yang rendah digabung dengan pembelian ulang yang
tinggi akan akan menghasilkan loyalitas yang lemah. Pelanggan ini
membeli berdasarkan kebiasaan. Ini adalah jenis pembelian
“karena sudah terbiasa” dengan kata lain, faktor nonsikap dan
faktor situasi merupakan alasan utama kita membeli. Pembeli ini
merasakan tingkat kepuasan tertentu dengan perusahaan, atau
minimal tiada ketidakpuasan yang nyata. Loyalitas jenis ini paling
umum terjadi pada produk yang lebih sering dibeli. Memungkinkan
bagi perusahaan untuk mengubah loyalitas lemah kedalam bentuk
loyalitas yang tinggi dengan secara aktif mendekati pelanggan dan
meningkatkan diferensiasi positif di benak pelanggan mengenai
produk perusahaan dibanding produk lain.
3. Loyalitas Tersembunyi (latent loyality)
Tingkat preferensi
yang relatif tinggi yang digabung dengan
tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukkan loyalitas
tersembunyi, pengaruh situasi dan bukan pengaruh sikap yang
menentukan pembelian berulang. Dengan memahami faktor situasi
yang berkontibusi pada loyalitas tersembunyi, perusahaan dapat
menggunakan strategi untuk mengatasinya.
4. Loyalitas Premium (premium loyality)
Loyalitas premium, jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan.
Terjadi bila ada keterkaitan yang tinggi dan tingkat pembelian
ulang yang juga tinggi. Ini merupakan jenis loyalitas yang lebih
disukai untuk semua pelanggan disetiap perusahaan. Pada tingkat
preferensi tersebut, orang bangga karena menemukan dan
menggunakan produk tertentu dan senang membagi pengetahuan
mereka dengan rekan dan keluarga.
2.6.5
Tahapan Loyalitas Pelanggan
Proses seorang calon pelanggan menjadi pelanggan yang loyal terhadap
perusahaan terbentuk melalui beberapa tahapan. Menurut Griffin (2008:35) ada
tujuh tahap pertumbuhan seseorang menjadi pelanggan yang loyal, yaitu:
1.
Tersangka (Suspect)
Adalah seseorang yang mempunyai kemungkinan membeli produk
perusahaan. Kita menyebutnya tersangka karena kita percaya, atau
“menyangka,” mereka akan membeli, tetapi kita masih belum
cukup yakin.
2. Prospek (prospect)
Adalah orang yang membutuhkan produk anda dan memiliki
kemampuan membeli. Meskipun prospek masih belum membeli
dari perusahaan, mungkin ia telah mendengar produk yang dimiliki
perusahaan atau seseorang telah merekomendasikan produk
perusahaan kepadanya. Prospek mungkin tahu siapa anda, dimana
perusahaan dan apa yang anda jual, tetapi mereka masih belum beli
dari perusahaan.
3. Prospek yang didiskualifikasi (disqualified prospect)
Prospek yang didiskualifikasi adalah Prospek yang telah cukup
perusahaan pelajari untuk mengetahui bahwa mereka tidak
membutuhkan, atau tidak memiliki kemampuan membeli produk
perusahaan.
4. Pelanggan Pertama Kali ( first time customer)
Pelanggan pertama kali adalah orang yang telah membeli dari
perusahaan satu kali. Orang tersebut bisa jadi merupakan
pelanggan anda dan juga sekaligus juga pelanggan pesaing anda.
5. Pelanggan yang melakukan pembelian berulang (repeat customer)
Pelanggan berulang adalah orang-orang yang telah membeli dari
perusahaan dua kali atau lebih. Mereka mungkin telah membeli
produk yang sama dua kali atau membeli dua produk yang berbeda
pada dua kesempatan atau lebih.
6. Klien (client)
Seorang klien membeli semua yang perusahaan jual dan dapat ia
gunakan. Orang ini membeli secara teratur. Perusahaan memiliki
hubungan yang kuat dan berlanjut, yang menjadikannya kebal
terhadap tarikan dari pesaing.
7. Penganjur (advocate)
Seperti klien, penganjur membeli apapun yang perusahaan jual
yang mungkin dapat dia gunakan dan membeli secara teratur.
Tetapi seorang penganjur akan berusaha mencari orang lain untuk
membeli dari perusahaan. Seorang penganjur membicaakan
perusahaan,
melakukan
pemasaran
untuk
perusahaan
dan
membawa pelanggan kepada perusahaan.
2.6.6
Keuntungan-keuntungan dari Pelanggan yang Loyal
Dengan adanya pelanggan yang loyal terhadap perusahaan akan sangat
menguntungkan bagi perusahaan itu sendiri. Menurut Bearden, Ingram,
LaForge (2004;7), ada 6 keuntungan yang bisa perusahaan dapatkan dari
pelanggan yang loyal, antara lain:
1. Menjaga konsumen yang loyal tidak membutuhkan biaya
perolehan. Mendapatkan konsumen baru seringkali membutuhkan
biaya perolehan yang tinggi.
2. Semakin lama sebuah perusahaan menjaga konsumennya, maka
lebih banyak keuntungan yang diperoleh dari pembelian yang
berkelanjutan dari waktu ke waktu.
3. Konsumen yang loyal cenderung membeli lebih sering dari waktu
ke waktu
4. Biasanya berurusan dengan konsumen setia menimbulkan lebih
sedikit biaya dibandingkan dengan konsumen baru.
5. Konsumen yang loyal secara khusus dapat menjadi sumber
referensi yang sempurna untuk bisnis baru.
6. Konsumen yang loyal sering rela membayar lebih mahal untuk
mendapatkan nilai yang diinginkan
Sedangkan
menurut
Griffin(2008:13)
mengemukakan
keuntungan-
keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang
loyal, antara lain:
1. Penjualan meningkat karena pelanggan membeli lebih banyak dari
perusahaan.
2. Perusahaan
memperkuat posisi di pasar bila para pelanggan
membeli dari perusahaan bukan dari pesaing perusahaan.
3. Biaya
pemasaran
menurun
bila
perusahaan
tidak
perlu
mengeluarkan uang untuk memikat pelanggan berulang, karena
perusahaan sudah memilikinya. Selain itu, pelanggan yang merasa
puas akan bercerita kepada teman-temannya, dengan demikian
mengurangi kebutuhan perusahaan untuk memasang iklan.
4. Perusahaan lebih terlindungi dari persaingan harga karena
pelanggan loyal kecil kemungkinannya terpikat diskon.
5. Pelanggan yang puas cenderung mencoba lini produk perusahaan
yang lain dengan demikian membantu perusahaan mendapatkan
pangsa pelanggan yang lebih besar.
2.7 Pengaruh Brand Image Terhadap Loyalitas Konsumen
Masyarakat sebagai titik sentral perhatian pemasaran bisa saja
menerima atau menolak produk yang ditawarkan perusahaan, dengan
melihat sejauh mana produk atau jasa itu dipandang relevan dengan
kebutuhan dan gaya hidupnya. Dalam pasar masa kini, sebagian besar
perusahaan menyediakan produk dan jasa yang serupa. Hal ini dapat
membingungkan konsumen dalam memilih produk mana yang akan dibeli
dari berbagai macam produk yang tersedia.
Konsumen akan mengamati dan menilai kemampuan perusahaan
dalam memperhatikan dan menangani masalah-masalah yang dihadapi
konsumen. Jika konsumen merasa puas, maka kemungkinan besar
hubungan konsumen akan berlanjut dan menimbulkan loyalitas konsumen.
Loyalitas merek para pelanggan yang ada mewakili suatu aset
strategis dan jika dikelola dan dieksploitasi dengan benar akan mempunyai
potensi untuk memberikan nilai. Karakteristik dari loyalitas itu sendiri
adalah melakukan pembelian secara berulang. Melakukan pembelian
dalam lini produk atau jasa. Menjadi acuan bagi orang lain, menunjukan
kekebalan terhadap daya tarik produk atau jasa sejenis dari pesaing.
Menurut Schiffman dan Kanuk yang dialihbahasakan oleh
Zoelkifli Kasip di dalam bukunya ”Perilaku Konsumen” (2007:158) :
”Citra merek yang positif berkaitan dengan kesetiaan,
kepercayaan konsumen mengenai nilai merek yang positif dan
kesediaan untuk mencari merek tersebut.”
Jika perusahaan mampu membangun citra merek yang baik di mata
konsumen maka konsumen akan punya persepsi positif terhadap produk,
bila konsumen punya citra yang positif maka konsumen cenderung akan
menggunakan produk yang sama karena telah percaya dan setia. Bila
konsumen telah percaya dan setia maka secara tidak langsung perusahaan
telah mempertahankan pelanggan dan mempertahankan perusahaan.
Jadi ketika konsumen tidak memiliki pengalaman dengan suatu
produk, konsumen cenderung memilih produk yang sudah dikenal baik
atau sudah memiliki citra merek yang baik karena dinilai dapat menjamin
kualitas, ketahanan, kinerja dan layanan yang baik.
Download