BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelainan metabolisme yang dicirikan dengan hiperglikemia yang diakibatkan oleh terjadinya malfungsi pada sekresi insulin dan atau aksi insulin (Scheen, 1997). Pada kondisi DM, terjadi kelainan metabolisme karbohidrat, sehingga glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik (Corwin, 2000). Hiperglikemia kronis diikuti dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan berbagai organ (Lyra et al., 2006). The American Diabetic Association membedakan DM menjadi diabetes tipe 1 untuk kekurangan insulin yang mutlak; diabetes tipe 2 yang bercirikan resistensi insulin dan kekurangan sekresi insulin; diabetes yang disebabkan oleh gangguan endokrin dan diabetes gestasional (Corwin, 2000). DM masih merupakan masalah kesehatan global yang terus mengalami peningkatan secara cepat (WHO Obesity, 2000). Menurut data yang dilansir WHO pada tahun 2013, jumlah penderita diabetes telah mencapai 347 juta orang, dan mayoritas penderita DM berasal dari negara miskin dan berkembang, dan jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 2 kali lipat pada tahun 2030. Indonesia ditempatkan pada peringkat ke-4 untuk jumlah penderita diabetes. Pada tahun 2005, jumlah penderita diabetes telah mencapai sekitar 12 juta jiwa dan jumlah ini diperkirakan akan meningkat mencapai 21 juta jiwa pada tahun 2025 . 1 Diabetes dan komplikasinya adalah ancaman yang cukup besar bagi kesehatan dan ekonomi dunia. Pengobatan diabetes yang tersedia pada saat ini adalah terapi insulin dan obat hipoglikemik oral, dimana pemilihan pengobatan didasarkan pada kegawatan penyakit pasien. Namun pengobatan yang tersedia saat ini relatif mahal dan dapat menimbulkan efek samping pada pasien. Sebagai contoh adalah metformin, suatu obat hipoglikemik oral, dapat menyebabkan nausea, muntah-muntah, diare, dan asidosis laktat (Depkes RI, 2005). Lebih lanjut, seperti yang dipaparkan oleh Momin (1987), bahwa diperlukannya pengobatan alternatif untuk DM karena selain terapi yang tersedia untuk DM relatif mahal, ketersediaannya rendah pada negara-negara berkembang. Padahal mayoritas penderita DM seperti yang dilaporkan oleh WHO adalah masyarakat di negara berkembang. Tanaman obat telah digunakan secara tradisional di berbagai bagian dunia, terutama pada wilayah yang memiliki akses terbatas pada pengobatan modern. Tanaman obat relatif non toksik, aman dan bebas dari efek samping serius (WHO, 2002). Tanaman yang digunakan secara tradisional dapat menjadi alternatif untuk mengontrol berbagai penyakit, termasuk DM. Meskipun lebih dari 400 jenis tanaman ditemukan memiliki aktivitas hipoglikemik dan telah dipaparkan pada berbagai literatur (Oliver-Bever, 1986; Rai, 1995), namun pencarian antidiabetes dari tanaman masih menjadi hal yang menarik. Hal ini karena senyawa-senyawa aktif yang ditemukan di dalam tanaman dapat menjadi terapi yang lebih efektif dan aman dibandingkan antidiabetes konvensional. Ada beberapa keuntungan penggunaan tanaman untuk mengobati penyakit, yaitu dapat menurunkan 2 kemungkinan terjadinya efek samping (karena kebanyakan obat herbal dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien, dengan kemungkinan terjadinya efek yang tidak diinginkan lebih rendah dibandingkan obat sintesis), lebih efektif untuk kondisi kronis, lebih murah, dan tersebar luas. Sebagian besar tanaman mengandung glikosida, alkaloid, terpenoid, flavonoid, kartenoid, dan sebagainya, yang dikenal memiliki efek antidiabetes (Subhedar & Goswami, 2011). Polyherbal atau kombinasi dari beberapa tanaman obat dapat meningkatkan efikasi terapi. Menurut Tiwari & Rao (2002), pada terapi polyherbal, beberapa senyawa dari tanaman yang berbeda saling bekerja sama secara dinamis untuk menghasilkan efikasi terapi dengan efek samping minimum. Azadirachta indica A. Juss. dan Gynura procumbens (Lour.) Merr. adalah 2 jenis tanaman yang telah digunakan secara tradisional oleh masyarakat Indonesia untuk mengobati berbagai penyakit termasuk diabetes. A. indica adalah agen diabetik yang poten. Beberapa penelitian melaporkan bahwa A. indica secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah pada tikus diabetik yang terinduksi aloksan dan streptozotocin (Dixit et al., 1986; Murty et al., 1978; Pillai & Santhakumari, 1981; Sukla et al., 1973). Sedangkan ekstrak etanolik daun G. procumbens pada dosis tunggal sebesar 50, 150, dan 300 mg/kgBB yang diberikan secara oral, secara signifikan menurunkan glikemia pada tikus yang diinduksi streptozotocin (Zhang & Tan, 2000). Banyak sekali penelitian yang telah dilakukan untuk membuktikan potensi kedua tanaman ini sebagai agen antidiabetik, namun efek hipogliemik kombinasi dari kedua tanaman ini terhadap tikus yang diinduksi 3 aloksan belum pernah diteliti. Kedua tanaman ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai polyherbal untuk mengobati antidiabetes. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah kombinasi ekstrak larut etanol daun A.indica dan daun G. procumbens dapat memberikan efek pada penurunan glukosa darah tikus terinduksi aloksan lebih baik daripada masing-masing ekstrak larut etanol tunggalnya? 2. Bagaimanakah pengaruh kombinasi ekstrak larut etanol daun A.indica dan daun G. procumbens terhadap morfologi dan densitas sel β pankreas serta insulai Langerhans pankreas tikus terinduksi aloksan? Apakah pengaruhnya lebih baik dibandingkan masing-masing ekstrak larut etanol tunggalnya? C. Keaslian Penelitian Eksrak air daun A. indica secara signifikan menurunkan level glukosa darah. Ketika ekstrak air A. indica diberikan secara oral menyebabkan hipoglikemia pada tikus normal dan menurunkan level glukosa darah pada tikus diabetes, serta menurunkan hiperglikemia pada tikus diabetes yang disebabkan streptozosin (Chakraborty et al., 1989; Murty et al., 1978; El-Hawary & Kholief, 1990). Suatu efek hipoglikemik signifikan juga teramati pada tikus yang diberikan minyak A. indica (Pillai & Santhakumari, 1981). Sedangkan ekstrak etanol 95% daun G. procumbens pada dosis tunggal 50, 150, dan 300 mg/kgBB yang 4 diberikan secara oral, secara signifikan menurunkan glikemia dan meningkatkan toleransi glukosa pada tikus yang diinduksi streptozotosin. Dosis hipoglikemia optimum adalah 150 mg/kgBB. Pada tikus normoglikemik, ekstrak tidak menunjukkan efek hipoglikemik (Zhang & Tan, 2000). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa G. procumbens secara signifikan menurunkan level glukosa darah setelah 14 hari terapi. Ekstrak air G. procumbens berefek hipoglikemik dengan mempromosi uptake glukosa oleh otot (Hasan et al., 2010). Pada dosis akut (1g/kgBB), ekstrak etanol daun G. procumbens secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah puasa pada tikus yang diinduksi streptozotosin (Algariri et al., 2013). Sudah banyak penelitian tentang efek hipoglikemik daun mimba maupun sambung nyawa yang diberikan secara tunggal. Namun sepanjang penelusuran pustaka, penelitian tentang efek hipoglikemik kombinasi ekstrak larut etanol daun A.indica dan daun G. procumbens pada tikus terinduksi aloksan maupun studi histologi pankreasnya belum pernah dilakukan. D. Urgensi Penelitian Diabetes melitus (DM) masih merupakan masalah kesehatan global yang angka penderitanya terus meningkat. Penggunaan obat konvensional untuk mengobati diabetes memiliki efek samping seperti mual, muntah, dan pusing. Oleh karena itu perlu dilakukan pencarian alternatif pengobatan untuk DM agar dapat menghindari berbagai efek samping yang ditimbulkan. Salah satunya 5 menggunakan tanaman obat yang secara ilmiah dapat digunakan untuk menurunkan kadar gula darah. E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui efek hipoglikemik kombinasi ekstrak larut etanol daun A. indica dan daun G. procumbens sebagai penurun kadar gula darah pada tikus yang diinduksi aloksan. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui efek kombinasi ekstrak larut etanol daun A.indica dan daun G. procumbens terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus yang diinduksi aloksan. b. Untuk mengetahui pengaruh kombinasi ekstrak larut etanol daun A.indica dan daun G. procumbens terhadap morfologi sel insulai Langerhans dan sel β pankreas tikus terinduksi aloksan. 6