BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Management Theory
Setiap perusahaan membutuhkan sistem manajemen yang baik
sehingga mampu menciptakan suatu kinerja yang baik dan menggantarkan
perusahaan dalam mencapai tujuannya. Menurut Stephen P. Robbins (2005,
p107) dalam bukunya Management:
“Management is coordinating work activities so that they are completed efficiently and effectively with and through other people.” “Quality Management is a philosophy of management that is driven by continual improvement and responding to customer needs and expectations.” “Value‐based management is an approach to managing in which manager establish and uphold an organization’s shared values.” Dalam manajemen yang terpenting adalah melakukan koordinasi
aktifitas kerja sehingga pekerjaan yang dilakukan oleh setiap departemen
mampu menghasilkan hasil yang baik dengan seefektif dan seefisien mungkin.
Dalam hal ini didalam tubuh manajemen sendiri terdapat Quality
Management yang merupakan filosofi manajemen yang fokus pada kemajuan
dengan berdasarkan pada keinginan untuk merespon kebutuhan dan
ekspektasi konsumen.
Selain itu unsur penting dalam manajemen adalah
Value Based Management, dimana merupakan suatu pendekatan yang
12 13 dilakukan oleh manajer perusahaan untuk menerapkan dan mempertahankan
nilai dasar yang dimiliki perusahaan.
SHARED ORGANIZATION VALUES
Guide Managers’ Decision and Actions Shape Employee Behavior
Influence Marketing Effots
Build Team Spirit Gambar 2.1 Purposed of Shared Value
Sumber: Stephen P. Robbins (2005, p107)
II.1.1. The Strategic Management Process
Menurut Stephen P. Robbins (2005, p180) dalam bukunya
Management:
“Strategic Management is that set of managerial decision and actions that
determines the long-run performance of an organization.” Manajemen
strategis
merupakan
seni
dan
ilmu
penyusunan,
penerapan, dan pengevaluasian keputusan-keputusan lintas fungsional yang
dapat memungkinkan suatu perusahaan mencapai sasarannya. Manajemen
strategis juga merupakan suatu proses penetapan tujuan organisasi,
pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran tersebut,
serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan kebijakan dan
merencanakan
pencapaian
tujuan
organisasi.
Manajemen
strategis
14 mengkombinasikan aktivitas-aktivitas dari berbagai bagian fungsional suatu
bisnis untuk mencapai tujuan organisasi.
Manajemen strategis merupakan aktivitas manajemen tertinggi yang
biasanya disusun oleh dewan direktur dan dilaksanakan oleh CEO serta tim
eksekutif organisasi tersebut. Manajemen strategis memberikan arahan
menyeluruh untuk perusahaan dan terkait erat dengan bidang perilaku
organisasi.
External Analysis: Opportunities and Threats Identify the organization’s current mission, goals and strategies. Formulate Strategies Implement Strategies
Internal Analysis: Strengths and Weakness
Evaluate Result
Gambar 2.2 The Strategic Management Process
Sumber: Stephen P. Robbins (2005, p182)
Dalam “The Strategic Management Process” ada beberapa tahapan
penting yang harus dilalui yaitu:
A. Mengidentifikasi Misi, Tujuan dan Strategi dari Perusahaan
Pada dasarnya setiap perusahaan membutuhkan penyataan misi
yang bermanfaat untuk pencapaian tujuan dari perusahaan. Misi menjawab
semua pertanyaan-pertanyaan diawal terbentuknya bisnis. Dengan
jelasnya
misi
sebuah
organisasi
maka
pihak
perusahaan
dapat
15 mengidentifikasi dengan baik lingkup produk dan pelayanan yang
dimilikinya.
B. Analisis Eksternal
Di dalam tahap kedua, pihak manajemen melakukan analisa
terhadap situasi yang merupakan langkah penting di dalam proses
pembentukan strategi yang tepat. Tahap ini bermanfaat untuk memenuhi
keingintahuan perusahaan terhadap beberapa hal seperti bagaimana
kompetisi yang ada, peraturan-peraturan yang dapat mempengaruhi
perusahaan, bagaimana dengan pasokan sumber daya terkait dengan lokasi
perusahaan tersebut. Dalam menganalisa situasi eksternal, pihak
perusahaan harus mampu menganalisa kondisi baik secara spesifik
maupun keseluruhan untuk melihat trend dan perubahan yang mungkin
terjadi. Setelah melakukan analisa lingkungan, pihak perusahaan perlu
untuk
mempelajari
kesempatan-kesempatan
yang
kiranya
dapat
dimanfaatkan dan ancaman yang harus dihindari oleh perusahaan. Namun
dalam melakukan analisa eksternal, perlu diketahui bahwa dalam suatu
situasi, kesempatan yang dapat dimanfaatkan suatu perusahaan dan
sekaligus menjadi ancaman bagi perusahaan lain yang bergerak di industri
yang sama berkaitan dengan sumber daya dan kemampuan yang mereka
miliki.
C. Analisis Internal
Analisa internal harus mengarah kepada penafsiran yang jelas
mengenai sumber daya yang dimiliki. Setiap aktifitas yang dilakukan
16 organisasi dengan baik maupun semua jenis sumber daya unik yang
dimiliki manajemen perusahaan dapat dikatakan sebagai kekuatan
(strength) sedangkan semua kegiatan perusahaan yang dilakukan dengan
tidak baik maupun keterbatasan sumber daya yang dimiliki dapat menjadi
faktor kelemahan (weekness). Di tahap ini, perusahaan harus mampu
memahami spesifikasi dari setiap sumber daya dan kemampuannya.
D. Formulasi Strategi
Setelah
analisa
SWOT
dilakukan,
manajer
harus
dapat
mengembangkan dan melakukan evaluasi alternative strategi yang dapat
memaksimalkan kekuatan perusahaan dan mengeksplorasi kesempatan
sehingga bisa memperbaiki kekurangan yang dimiliki serta menghindari
ancaman yang mungkin terjadi.
E. Implementasi Strategi
Setelah strategi diformulasikan, maka strategi tersebut harus segera
diimplementasikan dengan sebaik-baiknya sehingga menghasilkan hasil
yang maksimal dan bermanfaat bagi kemajuan perusahaan.
F. Evaluasi Hasil
Tahap terakhir adalah tahap dilakukannya proses evaluasi terhadap
hasil dari strategi yang telah diimplementasikan. Hal ini bermanfaat untuk
mengetahui apakah strategi ang dilakukan sudah efektif atau masi
diperlukan beberapa penyesuaian yang dapat memaksimalkan hasil dari
strategi tersebut.
17 II.2. Marketing Theory
Menurut Kotler (2004, p5) dalam bukunya Dasar-Dasar Pemasaran:
“Pemasaran adalah proses pemberian kepuasan kepada konsumen untuk
mendaparkan laba. Dua sasaran pemasaran yang utama adalah menarik
konsumen baru dengan menjajikan nilai yang unggul dan mepertahankan
konsumen saat ini dengan memberikan kepuasan.” Pemasaran dapat disimpulkan sebagai proses sosial dan manajerial
dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan
inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk serta nilai dengan pihak
lain.
Kebutuhan keinginan dan permintaan
Pasar
Pertukaran, transaksi dan relasional
Produk dan Jasa
Nilai, kepuasan, dan kualitas
Gambar 2.3 Konsep-konsep Pemasaran Inti
Sumber: Philip Kotler dan Gary Armstrong (2004)
Konsep-konsep inti pemasaran meluputi: kebutuhan, keinginan,
permintaan, produksi, utilitas, nilai dan kepuasan; pertukaran, transaksi dan
18 hubungan pasar, pemasaran dan pasar. Kita dapat membedakan antara
kebutuhan, keinginan dan permintaan. Kebutuhan adalah suatu keadaan
dirasakannya ketiadaan kepuasan dasar tertentu. Keinginan adalah kehendak
yang kuat akan pemuas yang spesifik terhadap kebutuhan-kebutuhan yang
lebih mendalam. Sedangkan Permintaan adalah keinginan akan produk yang
spesifik
yang
didukung
dengan
kemampuan
dan
kesediaan
untuk
membelinya.
Dalam membeli sesuatu setiap pembeli pasti berharap mendapatkan
customer satisfaction. Customer satisfaction sendiri merupakan tingkatan
dimana anggapan kinerja (perceived performance) produk akan sesuai dengan
harapan seorang pembeli. Bila kinerja produk jauh lebih rendah dibandingkan
harapan pelanggan, pembelinya tidak puas. Bila kinerja produk jauh lebih
rendah dibandingkan harapan pelanggan, pembelinya tidak puas. Bila kinerja
sesuai dengan harapan atau melebihi harapan, pembelinya merasa puas dan
senang sehingga mereka akan terus menerus menggunakan produk atau
pelayanan tersebut.
19 II.2.1.
Marketing Planning: The Basis for Strategies and Tactics
Menurut Kurtz (2008, 37) dalam bukunya Principles of Contemporary
Marketing menjelaskan bahwa:
“Marketing Planning is the process of anticipating future events and
conditions and of determining the best way to achieve organizational
objective. “ Perencanaan merupakan suatu kunci sukses setiap pengusahaan
(undertaking), sebagai kegiatan yang sangat penting bagi suksesnya bisnis.
Setiap studi bekenaan dengan kegagalan bisnis menemukan dasar masalah
yang sama, apakah hal itu disebut kapitalisasi yang rendah, lokasi yang tidak
tepat atau disebabkan karena lemahnya kemampuan manajerial. Semuanya itu
sebetulnya berakar pada perencanaan. Pemasaran merupakan salah satu jenis
kegiatan bisnis yang sangat penting dan harus direncanakan.
Perencanaan pemasaran menegaskan sifat bisnis dan merupakan hal
yang sangat penting yang harus dilakukan oleh organisasi perusahaan dalam
upaya untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Perencanaan
seharusnya dilakukan oleh organisasi bisnis yang menghasilkan barang/jasa
baik untuk konsumen maupun untuk organisasi bisnis lainnya, untuk
memenuhi kebutuhan pasar domestik atau internasional, baik pemasaran kecil
maupun besar.
Agar suatu perencanaan bisa sukses harus didasarkan pada suatu akar
filosofi atau kerangka konseptual yang memberikan suatu dasar analisis,
pelaksanaan/eksekusi dan evaluasi. Suatu pemahaman yang mendalam
20 mengenai pemasaran dan perencanaan harus mendahului setiap usaha manajer
untuk mengembangkan dan melaksanakan suatu perencanaan pemasaran.
•
Steps in the Marketing Planning Process
Proses perencanaan marketing dimulai dari tahap penentuan misi
perusahaan. Dengan dasar tersebut maka akan dapat dirumuskan tujuan,
menilai sumber daya yang dimiliki serta melakukan evaluasi kondisi termasuk
resiko dan kesempatan yang dimiliki. Didukung dengan informasi, maka
manajemen perusahaan yang berada di tiap-tiap unit bisnis dapat
menformulasikan strategy marketing, mengimplementasikan strategi melalui
rencana operasional, mengumpulkan feedback untuk memonitor dan
mengadaptasi strategi saat diperlukan (P. Robbins, Stephen dan Mary Coulter,
2005, p41).
Step I: Defining Organization’s Mission and Objective
Proses perencanaan dimuali dengan misi dari perusahaan, dimana yang
terpenting dari hal tersebut adalah misi perusahaan tersebut sebaiknya bebeda
dari
perusahaan
lainnya.
Pernyataan
suatu
misi
dari
perusahaan
menspesifikasikan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan lingkup
operasionalnya serta menyediakan garis pedoman untuk kegiatan perusahaan
di depan.
Step
II:
Assessing
Organizational
Resources
and
Evaluating
Environmental Risk and Opportunities
Langkah berikutnya adalah perumusan SWOT dari perusahaan.
Sumber daya suatu perusahaan melingkupi kapabilitas dari marketing,
21 produksi, keuangan, teknologi, dan karyawan. Strength dapat membantu
mereka menentukan tujuan, mengembangkan rencana untuk mencapai tujuan,
serta mampu mengambil keuntungan dari kesempatan marketing yang ada.
Beberapa analisis seperti Five Porter’s juga dapat dilakukan pada tahap ini.
Step III: Formulating, Implementing, and Monitoring a Marketing
Strategy
Strategi Marketing merupakan program perusahaan secara luas untuk
memilih target market secara khusus dan bertujuan untuk memuaskan
konsumen dengan melakuan pembauran elemen marketing mix yaitu produk,
distribusi, promosi, dan harga. Strategi marketing dalam penerapannya harus
dimonitor dan terkadang dimodifikasi suapaya lebih baik.
22 Business
Purpose
Analysis
Core
Strategy
Company
Analysis
Market
Target
Competitive
Competitive
Positioning
Advantage
Implement
Action
Organization
Environment
Control
Marketing
Mix
Gambar 2.4 Marketing Strategy and Competitive Positioning
Sumber: Graham Hooley, Nigel F. Piercy, dan Brigitte Nicoulaud (2008)
Marketing Strategy merupakan suatu metode yang berfokus pada
kekuatan dan sumber daya organisasi dalam suatu bentuk tindakan yang dapat
meningkatkan penjualan dan mendominasi target market tertentu. Marketing
Strategy mengkombinasikan pengembangan produk, promosi, distribusi,
23 penentuan harga, pengaturan hubungan dan semua elemen; seperti
mengidentifikasi tujuan marketing perusahaan, menjelaskan bagaimana tujuan
tersebut bisa tercapai, dilengkapi dengan pengaturan jadwal yang tepat.
Marketing Strategy juga memaparkan pemilihan dari segmentasi target
market, positioning, marketing mix, dan alokasi dari semua sumber daya. Hal
ini dapat lebih efektif apabila dilakukan dengan komponen internal yang solid
dalam menerapkan marketing strategy sehingga dapat mendukung perusahaan
dalam menghadapi konsumen, competitor dan kesempatan yang ada.
Sedangkan Competitive Positioning berkaitan dengan bagaimana
mendefinisikan apa yang kita yang kita tawarkan berbeda dan memiliki nilai
lebih di pasar. Dapat juga didefinisikan seperti membentuk suatu kesempatan
di lingkungan yang kompetitif dan fokus pada perusahaan untuk menjalankan
strategi yang telah ditentukan. Strategi yang baik melingkupi:
1. Profil pasar: ukuran, pesaing, level perkembangan
2. Segmentasi customer: kelompok dengan keinginan dan kebutuhan yang
sama
3. Analisis yang kompetitif: kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman
di tengah industri bisnis
4. Strategi penempatan: bagaimana cara menempatkan brand atau produk
yang ditawarkan untuk berfokus terhadap peluang yang ada di masyarakat
5. Sasaran nilai: tipe-tipe nilai yang akan di-edukasi atau ditawarkan kepada
masyarakat
24 Pada saat market melihat penawaran yang berbeda dari perusahaan
dari competitor, akan lebih mudah untuk menghasilkan kesempatan baru dan
menuntun para target market untuk melakukan pembelian. Tanpa adanya
diferensiasi akan lebih membutuhkan uang dan waktu yang lebih banyak
untuk membuat para target market memilih produk atau jasa tertentu. Sebagai
hasilnya beberapa perusahaan mulai bersaing dalam penentuan harga – suatu
kondisi yang sulit untuk bertahan dalam jangka waktu yang lama.
II.2.2. Porter’s Five Forces Model
Menurut
Kurtz
(2008,
p43)
di
dalam
bukunya
Principles
Contemporary Marketing, dikatakan bahwa:
“Porter’s Five Forces Model developed by strategy expert Michael Porter
that identifies five competitive forces that influence planning strategies:
The treat of new entrants, the bargaining power of buyers, the bargaining
power of suppliers, the threat of substitute products, and rivalry among
competitors.” Analisis dari teori Porter's five forces merupakan suatu framework
untuk mengalisa industri dan perkembangan
strategi bisnis. Analisa
Competitive Forces dihasilkan dari 5 kekuatan kompetitif, yaitu:
1. The entry of competitors ( Masuknya kompetitor baru ke pasar)
Bagaimana dengan mudahnya atau tidaknya competitor baru masuk dan
bersaing di pasar berkaitan dengan hambatan-hambatan yang ada.
25 2. The bargaining power of buyers (Kekuatan Pembeli untuk menawar)
Kekuatan yang dimiliki oleh pembeli, berkaitan dengan kuantitas dan
kualitas pembelian.
3. The threat of substitutes (Hambatan dari produk atau jasa pengganti)
Hal ini berkaitan dengan sulit atau mudahnya barang kita digantikan dengan
produk atau jasa serupa. Akan lebih sulit apabila pengganti produk atau jasa kita
memberikan harga yang lebih murah.
4. The rivalry among the existing players (Kekuatan dari pemain lama yang telah ada)
Kekuatan pemain lama yang sudah ada di pasar. Pada dasarmya mereka
lebih mengetahui kondisi pasar dan juga mendominasi pasar dengan kekuatan yang
dimilikinya.
5. The bargaining power of suppliers (Kekuatan pemasok)
Berkaitan dengan seberapa pentingnya supplier mampu memasok bahan
baku untuk proses produksi suatu perusahaan dan apakah banyak supplier lain yang
mampu memasok bahan baku serupa.
Porter's competitive forces model merupakan salah satu alat untuk strategi
bisnis yang digunakan dan terbukti bermanfaat untuk beberapa peristiwa. Dalam
pelaksanaanya, pihak perusahaan harus hati-hati dalam mendeskripsikan kondisi
internal dan eksternal perusahaan pada saat mempergunakan five competitive forces
framework of Porter.
Dari perspektif Value Based Management, the Five Forces model
(Market/Industry Attractiveness) of Porter dapat dilihat dari satu atau dua dimensi
dalam memaksimalkan corporate value creation.
26 Gambar 2.5 The Five Competitive Forces That Shape Strategy
Sumber: Michael E. Porter (2008)
II.2.3. SWOT Analysis
Menurut
Kurtz
(2008,
p45)
dalam
bukunya
Principles
of
Contemporary Marketing, mengatakan bahwa SWOT dapat membantu pihakpihak perencana untuk membandingkan kekuatan dan kelemahan dari sisi
internal dan juga kesempatan dan ancaman dari sisi eksternal perusahaan.
Analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor internal
perusahaan dan faktor eksternal yang mempengaruhi potensi bisnis dan daya
saing perusahaan secara sistematis dan menyesuaikan (match) diantara faktor
tersebut untuk merumuskan strategi perusahaan.
27 Adapun definisi faktor eksternal dan internal, adalah:
1.
Faktor Internal
a. Strength (kekuatan)
Sumber daya, keahlian atau keunggulan lain yang relatif
dengan pesaing dan kebutuhan pasar (konsumen) dimana perusahaan
beroperasi atau berharap akan beroperasi.
b. Weakness (kelemahan)
Keterbatasan atau kekurangan dalam sumberdaya, keahlian,
dan kemampuan yang mengganggu keefektifan kinerja perusahaan.
2.
Faktor Eksternal
a. Opportunity (peluang)
Situasi menguntungkan yang utama dalam lingkungan
perusahaan. Tren kunci dan perubahan merupakan salah satu sumber
peluang.
b. Threats (tantangan)
Situasi tidak menguntungkan yang utama dalam lingkungan
perusahaan. Tantangan merupakan penghambat untuk mencapai posisi
saat ini atau yang diharapkan perusahaan.
28 Internal
Good Points
Danger
Points
External
Strengths
Opportunities
Weakness
Treats
Gambar 2.6 SWOT Analysis
Sumber: Graham Hooley, Nigel F. Piercy, dan Brigitte Nicoulaud (2008)
II.2.3.1. Orientasi analisis SWOT
Analisa SWOT berorientasi pada masa depan dan menemukan strategi
yang efektif. Berdasarkan orientasi tersebut, dapat dijelaskan lebih lanjut,
yaitu:
1.
Orientasi masa depan (eksternal → internal)
Analisis SWOT dapat memproyeksi situasi bisnis atau posisi
perusahaan di masa mendatang berdasarkan situasi saat ini karena adanya
faktor peluang dan tantangan yang berada pada tren dalam lingkungan
yang dinamis. Sedangkan faktor kekuatan merupakan competitive
advantages yang dibutuhkan di masa mendatang untuk memanfaatkan
peluang dan mensiasati tantangan yang berpotensi akan terjadi dengan
29 mempertimbangkan faktor kelemahan yang harus diatasi. Orientasi ini
berkaitan dengan sasaran yang ingin dicapai.
2.
Menemukan strategi yang efektif (internal → eksternal)
Analisis SWOT dapat membantu perusahaan dalam menentukan
strategi yang tepat untuk memaksimalkan peluang. Analisis ini akan
melihat sejauh mana perusahaan memanfaatkan kemampuannya dalam
meraih (merespon) peluang dan tantangan sebagai upaya memenangkan
persaingan di industrinya. Orientasi ini berkaitan dengan upaya
perusahaan mencapai sasaran secara efektif.
Orientasi tersebut merupakan cara berpikir strategis outside-in
dengan bertindak secara proaktif dan antisipasif (responsif), memulai
dengan gagasan akhir dalam pikiran, dan mengutamakan hal yang harus
diutamakan (skala prioritas). Hal ini merupakan cerminan dari salah satu
kebiasaan efektif yang merupakan ciri dari strategi pemasaran.
30 STRENGTHS WEAKNESS To narrow a product line Lack of management depth High cost operation due to high labor cost and obsolete production facilities Inadequate financing capabilities Weak Market Image Cost advantage Financial Resources Customer Loyalty Modern Production Facilities Patents OPPORTUNITIES THREATS Changing buyer tastes Likely entry of new competitors Adverse goverment policies Add to product line Enter new markets Acquire firms with needed technology. Leverage Problem Gambar 2.7 SWOT Analysis Sumber: David L. Kurtz (2008, p.46) II.2.4. Segmenting, Targeting, and Positioning
Perilaku konsumen menjadi masukan bagi pemasaran untuk
mengembangkan
strategi
pemasaran,
maka
suatu
perusahaan
harus
mempunyai strategi pemasaran yang mampu mempengaruhi konsumen yang
menjadi target marketnya, sehingga penentuan segmentasi pasar, pemilihan
pasar sasaran, dan kemudian positioning sebagai pedoman dari strategi bauran
pemasaran menjadi penting untuk diperhatikan dengan baik.
31 Dalam proses pemasaran, segmentasi tidak berdiri sendiri. Kotler
menandaskan bahwa segmentasi merupakan kesatuan dengan targeting dan
positioning. Kotler menyingkat hubungan ini sebagai STP (Segmenting,
Targeting, Positioning).
II.2.4.1. Segmenting
Dalam bukunya “Advertising and IMC”, Duncan (2005, p210)
menjelaskan pentingnya Segmentasi dan Penentuan Target yang tepat.
Segmenting adalah penggelompokan konsumen menurut karakteristik yang
umum, kebutuhan, keinginan, kemauan, dan hasrat.
Segmenting juga dapat diasumsikan sebagai pembagian pasar menjadi
kelompok pembeli yang dibedakan menurut kebutuhan, karakteristik, atau
tingkah laku yang mungkin membutuhkan produk yang berbeda.
Terdapat tiga alternatif dalam mengambil keputusan mengenai segmen
pasar mana yang akan dimasuki:
a. Pemasaran tanpa pembedaan (an undifferentianted marketing approach)
Pada pendekatan ini perusahaan melayani seluruh pasar, tidak ada
pembedaan untuk tiap segmen. Pemasaran model ini memang irit biaya
karena membuat produk satu ukuran untuk semua. Namun, kesulitannya
adalah sulit bagi perusahaan untuk memuaskan semua konsumennya.
b. Pemasaran dengan pembedaan
Perusahaan mengidentifikasi beberapa segmen dalam pasarnya dan
menerapkan bauran pemasaran yang berbeda untuk setiap segmennya.
32 c. Pemasaran terkonsentrasi
Satu bauran pemasaran yang sama bagi setiap segmen yang ada.
Dasar-Dasar Segmentasi:
1. Segmentasi Demografi
Melibatkan berbagai faktor, seperti: jenis kelamin, usia, ukuran
keluarga, pendapatan, pendidikan, kelas sosial, dan etnik.
2. Segmentasi Psikografik
Memperhatikan pada tingkah laku masyarakat dan gaya hidup
yang dianut. Termasuk di dalamnya adalah gaya hidup dan kepribadian.
3. Segmentasi Geografi
Dikelompokkan atas faktor lingkup pasar, termasuk pertimbangan
tempat operasi jasa akan dilakukan. Termasuk pengujian tingkat
kepadatan penduduk, faktor iklim yang berpengaruh, dan standarisasi area
pasar.
II.2.4.2. Targeting
Targeting adalah proses analisis, evaluasi, dan memprioritaskan
segmentasi marketing dengan mempertimbangkan mana yang paling
profitable. Proses ini sangat penting sebagai bagian dari penciptaan dan
penyampaian nilai kepada konsumen.
Kata “nilai” memberi arti tersendiri yaitu memberi kepuasan
konsumen karena menerima pelayanan yang baik, harga yang memuaskan,
33 citra yang kuat, penyampaian tepat waktu, maka tindakan produsen memilih
nilai melalui pemilihan segmentasi, targeting, positoning (STP) yang baik.
Selanjutnya nilai itu dikembangkan dengan lebih konkret dalam bentuk
marketing mix. Bentuk marketing mix sangat luas mencakup pendesainan
produk, mencari pemasok, penetapan harga, pendistribusian, dan promosi
penjualan.
Targeting adalah persoalan bagaimana memilih, menyeleksi, dan
menjangkau pasar. Targeting atau menetapkan target pasar merupakan tahap
selanjutnya dari analisis segmentasi. Produk dari targeting adalah target
market (pasar sasaran), yaitu satu atau beberapa segmen pasar yang akan
menjadi fokus kegiatan-kegiatan pemasaran. Kadang-kadang targeting juga
disebut selecting karena marketer harus menyeleksi. Menyeleksi di sini berarti
marketer harus memiliki keberanian untuk memfokuskan kegiatan pada
beberapa bagian saja (segmen) dan meninggalkan bagian lainnya. Philip
Kotler, Hemawan Kartajaya, dkk dalam Rethinking Marketing mengatakan
bahwa: Targeting sebagai strategi mengalokasikan sumberdaya perusahaan
secara efektif. Mengapa? Karena sumber daya anda selalu terbatas. Ini
menyangkut bagaimana anda melakukan fitting perusahan anda ke dalam
segmen target market yang anda pilih.
Segmen pasar yang telah dipilih menjadi fokus dalam mempersiapkan
segala strategi untuk mempermudah penyesuaian sumber daya yang dimiliki
(fitting) ke dalam segmen-segmen pasar yang telah dipilih. Dalam memasuki
34 pasar sasaran, setidaknya ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan (Belch
& Belch, 1995, pp 46-47), yaitu:
1.
Concentration, yaitu perusahaan hanya melayani satu segmen pasar
tertentu, sehingga pembuatan produk dan strategi marketing yang
dirancang dikhususkan hanya untuk melayani pasar tersebut.
2.
Differentiation, yaitu perusahaan melayani dua atau lebih segmen pasar
dan merancang program pemasaran yang berbeda untuk setiap segmen
yang berbeda pula.
3.
Undifferentiation, yaitu strategi yang ditetapkan dengan tidak mengenal
adanya segmentasi, sehingga perusahaan hanya membuat satu jenis
produk dan rencana yang terdapat di pasar. Targeting merupakan tujuan
akhir dari sebuah proses segmentasi. Setelah pasar sasaran dipilih, maka
proses selanjutnya adalah melakukan positioning.
Langkah-langkah dalam segmentasi dan targeting:
1. Mengidentifikasi pelanggan yang paling potensial
2. Membuat profil dari segmen-segmen yang ada
3. Menargetkan segmen ini untuk meningkatkan customer retention dan
pertumbuhan jumlah customer.
4. Menggunakan profil dari pelanggan yang potensial untuk mendapatkan
keuntungan
5. Evaluasi segmen yang potensial
35 6. Menargetkan segmen yang potensial dan memiliki tingkat respon yang
tinggi
7. Melanjutkan testing yang responsif dari segmen yang potensial dengan
profil yang serupa.
II.2.4.3. Positioning
Menurut Al Ries dan Trout, positioning bukanlah hanya menyangkut
apa yang dilakukan terhadap produk (barang atau jasa) tetapi apa yang kita
(pemasar) lakukan terhadap pikiran / benak konsumen (Lupiyoadi, 2001,
p48). Yoram Wind, seorang profesor strategi pemasaran, mendefinisikan
positioning sebagai ”reason for being”. Ia berpendapat bahwa positioning
adalah mengenai bagaimana mendefinisikan identitas dan kepribadian
perusahaan di benak pelanggan (Kotler, 2005, p57).
Setelah memutuskan segmen pasar mana yang akan di masuki,
perusahaan harus memutuskan positioning apa yang hendak ditempatkan
dalam segmen tersebut. Harmawan Kartajaya dalam bukunya ”Hermawan
Kartajaya on positioning” mendefinisikan positioning sebagai The strategy to
lead your customer credible, yaitu upaya mengarahkan pelanggan anda secara
kredibel atau dengan kata lain upaya untuk membangun dan mendapatkan
kepercayaan pelanggan (Hermawan, 2006). Dalam era ini perusahaan harus
mempunyai kredibilitas di dalam benak para pelanggannya. Ketiga pendapat
ahli tersebut menyatakan bahwa pada dasarnya positioning adalah membentuk
mind set di benak pelanggan tehadap suatu produk. Karena pelanggan tidak
36 dapat dikelola, mereka harus dibimbing. Membimbing membutuhkan
kredibilitas. Maka positioning tidak sekedar membujuk dan menciptakan
suatu citra dalam benak pelanggan, tetapi juga bagaimana merebut
kepercayaan pelanggan.
Positioning bisa terbentuk dengan tiga dimensi differensiasi : konten
(what to offer), konteks (how to offer), dan infrastruktur (enabler). Konten
adalah dimensi differensiasi yang menunjuk pada apa yang ditawarkan pada
pelanggan. Konteks merupakan dimensi yang menunjuk pada cara
menawarkan value pada pelanggan. Ini merupakan bagian intangible dari
differensiasi.
Infrastruktur
adalah
faktor-faktor
pemungkin
(enabler)
terealisasikannya differensiasi konten maupun konteks (Kotler, 2005, p63).
Dimensi ini menunjukkan pada pembedaan terhadap pesaing berdasarkan
kemampuan teknologi, SDM (people), dan kepemilikan fasilitas (facility).
Agar differensiasi sustainable dan long-lasting maka differensiasi tersebut
harus tersusun dari sekumpulan intangible asset perusahaan, seperti budaya
perusahaan atau kemampuan SDM yang memang by-nature sulit ditiru
pesaing (Kartajaya, 2006, p15).
37 PRODUCT
PREMIUM
BASIC
DURABLE
DISTRIBUTION
PRICE
POSITIONING
IMPLEMENTING CHOSEN
IMAGE AND APPEAL TO
CHOSEN SEGMENT
PREMIUM
LOW PRICE
VALUE
DISTRIBUTION
PRESTIGE
INTENSIVE
FUN
SELECTIVE
POWERFUL
EXCLUSIVE
Gambar 2.7 Positioning
Sumber: Lars Perner, Ph. D. (http://www.consumerpsychologist.com/marketing_introduction.html)
II.2.5. Marketing Mix
Marketing mix merupakan kombinasi dari empat variabel atau
kegiatan yang merupakan inti dari sistempemasaran perusahaan, yakni
product (produk), price (harga), place (tempat, termasuk juga distribusi), dan
promotion (promosi). Menurut Kotler (2005, p17) menyatakan bahwa:
“Bauran Pemasaran (Marketing Mix) adalah seperangkat alat pemasaran
yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan
pemasarannya di pasar sasaran” Berdasarkan definisi tersebut diatas bahwa bauran pemasaran adalah
kombinasi beberapa elemen bauran pemasaran untuk memperoleh pasar,
pangsa pasar yang lebih besar, posisi bersaing yang kuat dan citra positif pada
pelanggan sehingga dapat kita artikan bahwa tujuan pemasaran adalah untuk
38 meningkatkan jumlah pelanggan, meningkatkan hasil penjualan, serta dapat
memberikan keuntungan untuk perusahaan dan stakeholdernya.
Marketing mix digunakan dalam strategi pemasaran sebagai suatu cara
untuk mempengaruhi konsumen agar mau bertindak membeli suatu produk
atau service. Untuk mencapai tujuan tersebut bidang pemasaran harus lebih
spesifik merancang strategi yang tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan bauran pemasaran (marketing mix).
Karena pemasaran bukanlah ilmu pasti seperti keuangan (finance),
teori Marketing mix juga terus berkembang. Dalam perkembangannya,
dikenal juga istilah 7P dimana 3P yang selanjutnya adalah People (Orang),
Physical Evidence (Bukti Fisik), Process (Proses). Pemasaran itu sendiri lebih
dipandang sebagai seni daripada ilmu, maka seorang ahli pemasaran
tergantung lebih banyak pada ketrampilan pertimbangan dalam membuat
kebijakan daripada berorientasi pada ilmu tertentu.
Pandangan
ahli
ekonomi
terhadap
pemasaran
adalah
dalam
menciptakan waktu, tempat dimana produk diperlukan atau diinginkan lalu
menyerahkan produk tersebut untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan
konsumen (konsep pemasaran).
Metode pemasaran klasik seperti 4P di atas berlaku juga untuk
pemasaran internet, meskipun di internet pemasaran dilakukan dengan banyak
metode lain yang sangat sulit diimplementasikan diluar dunia internet.
39 Gambar 2.9 The four main fields of the Marketing mix
Sumber: anonim 1 (http://www.answers.com/topic/marketing-mix)
Konsep marketing mix yang pertama kali dikenalkan oleh Jerome
McCarthy mempunyai empat variabel yang biasa dikenal dengan 4P yaitu
product, price, promotion, dan place. Berkat Jerome McCarthy, konsep 4P
kemudian dikenal luas oleh masyarakat dan sering menjadi rujukan jika
membahas tentang pemasaran. Untuk lebih jelasnya, mengenai strategi bauran
pemasaran ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
1.
Product (Produk)
Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan di pasar
untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Produk terdiri atas
40 barang, jasa, pengalaman, events, orang, tempat, kepemilikan, organisasi,
informasi dan ide.
Pada dasarnya konsumen membeli manfaat dan nilai dari suatu
produk yang ditawarkan bukan membeli barang atau jasa. Penawaran
suatu produk dibedakan berdasarkan lima tingkatan seperti dikutip oleh
Fandy Tjiptono (2008), yaitu:
a. Manfaat Inti (Core Benefit)
Tingkatan pertama atau merupakan tingkatan paling dasar
dimana manfaat inti yang sesungguhnya dicari konsumen atau
pelanggan ketika mereka membeli.
b. Produk Dasar (Basic Product)
Tingkatan kedua dimana pemasar harus mengubah manfaat inti
menjadi produk dasar.
c. Produk yang Diharapkan (Expected Product)
Tingkatan ketiga dimana sebuah set atribut dan kondisi yang
biasanya diharapkan pembeli.
d. Produk Dengan Nilai Tambah (Augmented Product)
Tingkatan keempat dimana pemasar menyediakan sesuatunya
melebihi harapan konsumen.
e. Potensi Produk (Potential Product)
Tingkatan kelima dimana penyedia produk dan jasa mencari
sesuatu yang bisa melampaui semua harapan pelanggan untuk
41 menyenangkan pelanggan dan membedakan penawaran mereka dari
pesaing-pesaingnya.
2.
Price (Harga)
Harga merupakan unsur terpenting dalam bauran pemasaran
setelah produk dan merupakan satu-satunya unsur dalam bauran
pemasaran yang menghasilkan pendapatan penjualan sedangkan unsurunsur lainnya merupakan biaya saja. Keputusan-keputusan mengenai
harga mencakup tingkat harga, potongan harga, keringanan, periode
pemasaran, dan rencana iklan yang dibuat oleh produsen.
Penetapan harga merupakan suatu masalah jika perusahaan akan
menetapkan harga untuk pertama kalinya. Ini terjadi ketika perusahaan
mengembangkan
atau
memperoleh
produk
baru,
ketika
akan
memperkenalkan produknya ke saluran distribusi baru atau daerah baru,
ketika akan melakukan penawaran atas suatu perjanjian kerja baru.
Perusahaan harus memutuskan dimana ia akan mendapatkan produknya
berdasarkan mutu dan harga. Perusahaan dapat menempatkan produknya
di tengah pasar atau pada tiga tingkat di atasnya atau tiga tingkat di
bawahnya.
3.
Place (Tempat atau Distribusi)
Sebelum produsen memasarkan produknya, maka sudah ada
perencanaan tentang pola distribusi yang akan dilakukan. Disini penting
sekali perantara dan pemilihan saluran distribusinya. Perantara ialah
42 sangat penting karena dalam segala hal, mereka lah yang berhubungan
langsung dengan konsumen.
Lokasi sering pula disebut sebagai saluran distribusi yaitu suatu
perangkat organisasi yang saling tergantung dalam penyedia suatu produk
atau jasa untuk digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen atau pengguna
bisnis. “Tempat termasuk berbagai aktivitas yang dilakukan perusahaan
untuk membuat produk dapat diperoleh dan tersedia bagi pelanggan
sasaran.”
4.
Promotion (Promosi)
Promosi pada dasarnya adalah bentuk komunikasi pemasaran.
“Promosi meliputi semua kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk
mengkomunikasikan produknya kepada pasar sasaran”. Sebagaimana
dikutip dari Fandy Tjiptono (2008), komunikasi pemasaran adalah
aktivitas
pemasaran
yang
berusaha
menyebabkan
informasi,
mempengaruhi, membujuk dan atau meningkatkan pasar sasaran atau
perusahaan dan produknya yang ada di pasar agar konsumen atau
pelanggan bersedia menerima, membeli dan loyal kepada produk yang
ditawarkan.
43 Price
Strategies: ‐ Skimmingg ‐ Penetratio
on ‐ Pshycologgical ‐ Cost‐plus p ‐ leadership
Producct
‐
‐
‐
‐
‐
Design
ology Techno
Usefuln
ness Conven
nience
Value
ort ‐ Comfo
‐ Facilitiies Quality Paackaging Brranding Acccessories
W
Warranties
P
Promotion Physical Evide
P
ence
‐ Smart ‐ Run‐down ‐ Interfacce ‐
‐
‐
‐
‐
‐
‐
‐
‐
‐
Marketing Mix Sp
pecial Offers Ad
dvertising En
ndorsement Usser Trials Diirect Mailing ‐ Leaflets / Posters ‐ Free Gifts ‐ Competitions ‐ Joint Ventures
Place Proccess ‐ Especcially relevant tto servicce industries ‐ How aare services co
onsumed People
e
‐
‐
‐
‐
Employees Management Cultu
ures Customer Service
‐
‐
‐
‐
‐
‐ Retail ‐ Wholesale Mail Order Internet Direcct Sales Peer to Peer Multi‐Channel Gambar 2.10 Marketing Mix
M Mind Map
Sumbeer: Anonim 2 (hhttp://www.bizzed.co.uk/educcators/1619//business/markketing/presentaation/mix_map.htm)
Menurut Kotler (22000, p658)) dalam mengembang
m
gkan prograam
perik
klanan, manaajer pemasarran harus sellalu memulaai dengan meengidentifikaasi
pasarr sasaran daan motif meembeli. Adaa beberapa konsep
k
dalam
m komunikaasi
pemaasaran yang kesemuanyya menganduung huruf M.
M Salah satuu yang populler
adalaah konsep 7M
M yang dikuutip oleh Fanndy Tjiptonoo (2008) yangg terdiri darii:
1. Mission
M
(Missi): Apa tujuuan yang inggin dicapai dari
d program
m promosi yaang
dilaksanakan
d
n.
2. Market
M
Targget (Target Pasar):
P
Apaa sasaran daari target pasar atau passar
konsumen.
k
44 3. Message (Pesan): Pesan apa yang harus disampaikan dalam program
promosi yang akan dilaksanakan.
4. Media (Saluran Komunikasi): Media apa yang akan digunakan dalam
melaksanakan program promosi.
5. Mix (Bauran Promosi).
6. Money (Metoda Penentuan Anggaran): Berapa banyak anggaran biaya
promosi yang dapat dibelanjakan.
7. Measurement
(Pengukuran
Efektivitas
Promosi):
Bagaimana
mengevaluasi hasilnya, apakah penjualan, pertumbuhan pangsa pasar atau
ratio biaya terhadap pertumbuhan penjualan.
Bauran komunikasi pemasaran (bauran promosi) terdiri dari lima
unsur utama, yaitu (Craven, 2000, p350):
a. Advertising (Periklanan)
Semua bentuk penyajian dan promosi non personal atas ide, barang
atau jasa yang dilakukan oleh perusahaan sponsor tertentu.
b. Sales Promotion (Promosi Penjualan)
Berbagai insentif jangka pendek untuk mendorong keinginan
mencoba atau membeli suatu produk atau jasa.
c. Public Relation (Publisitas/Kehumasan)
Berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan dan atau
melindungi citra perusahaan atau masing-masing produknya.
45 d. Personal Selling (Penjualan Pribadi/Wiraniaga)
Interaksi langsung dengan satu calon pembeli atau lebih, dengan
tujuan untuk melakukan presentasi, menjawab pertanyaan dan menerima
pesanan ataupun melakukan penjualan.
e. Direct Marketing (Pemasaran Langsung)
Penggunaan surat, telepon, faximile, e-mail dan alat penghubung
non personil lain untuk berkomunikasi secara langsung dengan atau
mendapatkan tanggapan langsung dari pelanggan dan calon pelanggan
tertentu.
II.2.6. Brand
Brand adalah sebuah nama atau simbol yang dikenali dan berbeda dari
yang lain yang ditujukan untuk mengidentifikasi suatu produk atau jasa yang
disediakan oleh satu atau sekelompok penjual dan membedakannya dari
produk atau jasa pesaingnya (Aaker, 1991; Stanton, 1994; Kotler, 1996).
Menurut David A. Aaker, brand adalah nama atau simbol yang
bersifat membedakan (baik berupa logo, cap atau kemasan) untuk
mengidentifikasikan barang / jasa dari seorang penjual / kelompok penjual
tertentu. Secara konvensional, brand dapat berupa nama, kata, frasa, logo,
lambang, desain, gambar, atau kombinasi dua atau lebih unsur tersebut.
Brand ini yang kemudian akan memberitahukan kepada customer inti
dari produk dengan brand tersebut. Brand juga yang akan melindungi
46 customer dan produsen dari pesaing yang berusaha menyediakan produk atau
jasa yang serupa.
Branding adalah sebuah strategi yang digunakan oleh perusahaan.
Pickton dan Broderick (2001) menggambarkan bahwa branding sebagai
strategi untuk membedakan produk dan perusahaan, brand membangun nilai
ekonomis untuk konsumen dan brand ownernya sendiri. Brand memiliki
tempat di persepsi konsumen, dan brand adalah hasil dari pertimbangan
konsumen sebelum membuat keputusan pembelian. (Pickton dan Broderick
2001). Jadi kesimpulan dari penjelasan di atas, branding adalah sebuah
strategi dan brand memiliki makna bagi konsumen.
Dibawah ini adalah interpretasi dari istilah brand (De Chernatony
2003), dirangkum sebagai berikut:
a. Brand adalah sebuah logo yang simple.
b. Brand adalah instrumen legal, yang ada untuk mematenkan atau
mendaftarkan hak cipta.
c. Brand adalah sebuah perusahaan.
d. Brand adalah kependekan tangan – tidak secara langsung. Disini
keuntungan-keuntungan sebuah brand dirasakan dalam benak konsumen
dan berlaku sebagai jalan pintas bagi kumpulan informasi dari brand
tersebut. Lalu ketika konsumen mencari produk atau jasa yang kurang
familiar, mereka akan melakukan pencarian informasi. Brand yang
dikenal akan lebih membantu membuat keputusan pembelian.
47 e. Brand adalah pengurang resiko. Brand meyakinkan konsumen pada saat
kebingungan terhadap produk/jasa.
f. Brand adalah positioning. Brand berhubungan dengan brand lainnya di
benak konsumen apakah lebih baik, lebih buruk, lebih cepat, lebih lambat
dan lain-lain.
g. Brand adalah personalitas, disamping fungsinya. Brand adalah gabungan
dari nilai-nilai.
h. Brand adalah vision. Disini para manajer terispirasi melihat brand dengan
gabungan-gabungan nilainya. Dalam konteks vision brand adalah sasaran
atau misi.
i. Brand adalah nilai tambah, dimana konsumen melihat nilai diseputar
sebuah brand dan diatas kompetisi dengan brand lain.
j. Brand adalah identitas yang memasukan setiap komponen, tergantung
brand-nya.
k. Brand adalah citra dimana konsumen menerima brand sesuai realita yang
ada.
l. Brand adalah hubungan dimana konsumen mencerminkan pengalaman
mereka dengan pengalaman mengkonsumsi barang atau jasa.
II.2.6.1. Brand Equity
Keller (1993) mendeskripsikan brand equity sebagai “the effect that
brand knowledge has on consumer response to the marketing of a brand,
48 with the effect occurring when the brand is known and when the consumer
possesses favorable, strong and unique brand associations”.
Aaker (1991) dan Keller (1993) keduanya menyediakan skema
konseptual yang menghubungkan brand equity dengan variasi dari variabel
atas respon customer. Secara spesifik, Aaker (1991) menjelaskan empat
faktor utama dari brand equity berdasarkan hubungannya dengan customer,
yaitu: brand loyalty, name awareness, perceived quality, dan berbagai brand
association. Semakin kuat salah satunya, semakin tinggi pula nilai dari brand
equity. Sementara itu, Keller (1993) menampilkan framework berbasis
pengetahuan untuk membuat atau menghasilkan brand equity. Pengetahuan
ini didasarkan dari dua dimensi besar brand awareness dan brand image.
Brand awareness merupakan komposisi dari brand recall dan brand
recognition, sementara brand image merupakan komposisi dari variasi brand
association.
Aaker dan Keller juga berpendapat bahwa variasi dari pengukuran
tidak langsung dan metode untuk mengukur nilai brand equity sesuai dengan
framework yang telah mereka bangun.
Aaker dan Keller juga membedakan antara pendekatan langsung dan
pendekatan tidak langsung dalam menghitung brand equity. Pendekatan
langsung adalah untuk mengetahui brand equity sebagai sebuah nilai tambah
yang membantu kekuatan sebuah produk (Farquhar, 1989; Keller, 1993).
Pendekatan tidak langsung mencoba untuk mengidentifikasi sumber-sumber
potensial dari brand equity. Pemahaman mengenai sumber tersebut sebagai
49 kepemilikan perusahaan dan competitive brands sangat penting bagi seorang
brand manager (Keller, 1993; Parker dan Srinivasan, 1994).
Brand Equity seperti yang dijelaskan oleh Keller dalam bukunya
Strategic Brand Management: Building, Measuring, and Managing Brand
Equity, Brand Equity terjadi pada saat suatu brand semakin diketahui atau
semakin kuat, memiliki asosiasi yang menyenangkan dan unik di benak
customer.
Di dalam bagan Subdimension of Brand Building Block, dijelaskan
bahwa dalam mencapai suatu brand yang kuat maka dibutuhkan 4 tahapan
penting. Dalam tahapan-tahapan ini setiap langkah tergantung kepada tahap
sebelumnya. Dimulai dari brand identity, brand meaning, brand responses,
dan terakhir brand relationship. Langkah-langkah ini dipengaruhi oleh six
brand building blocks, yaitu: salience, performance, imagery, judgments,
feelings dan resonance. Tujuan utama adalah untuk mencapai puncak dari
piramid Brand Building Block yaitu resonance, dimana terjadi hubungan
yang sangat harmonis antara customer dan brand. Melalui pendapat itulah,
Kelvin Keller lalu memperkenalkan sebuah model yang disebut “CustomerBased Brand Equity Pyramid”.
50 Resonance Relationship •
•
•
•
Judgement •
•
•
•
Response Quality Credibility Consideration Superiority Feeling •
•
•
•
Warmth Fun Excitement Security •
•
•
•
User Profiles Purchase and Usage Situation Personality and Values Performance Meaning •
•
•
•
Intense, Active Loyalty Loyalty Community Attachment Engagement Positive, Accesible Reactions
Imagery Primary Characteristic Secondary Features Product Reliability Durability, Serviceability Points of Parity and Difference
Salience Identify • Category Identification • Needs Satisfactied
Deep, Broad Brand Awareness Gambar 2.11 Customer Based-Brand Equity Pyramid
Sumber: Kevin Lane Keller (2008)
II.2.6.2. Brand Asset Management
Brand Asset Management adalah proses yang telah terbukti untuk
mengelola brand sebagai aset untuk memaksimalkan nilai mereka. Menurut
Scott M. Davis (2002) dalam bukunya, Brand Asset Management: Driving
Profitable Growth Through Your Brands, prosesnya meliputi empat fase
utama.
a. Fase Satu : Mengembangkan Brand Vision
Pertama, definisikan sasaran dan tujuan strategis dan finansial
yang dapat membantu pencapaian brand adalah:
51 ‐
Bagaimana sebaiknya Brand Vision anda dihubungkan dengan
corporate vision? Jika tidak terhubung, dapatkan Brand Asset
Manajemen membentuk hubungan tersebut?
‐
Apakah senior management setuju terhadap sasaran dan tujuan
brand? Akankan brand dilihat sebagai aset atau secara sederhana
sebagai alat marketing?
b. Fase Dua: Menentukan Gambaran Brand Anda
Maksud dari fase ini adalah untuk memahami persepsi dan
persektif konsumen mengenai brand anda yang relatif dengan tumbuhnya
persaingan dan peluang. Fase ini mengajukan pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut:
‐
Di antara konsumen sekarang dan konsumen sasaran, apa brand yang
benar-benar berarti saat ini? Apa kekuatan dan kelemahannya?
Bagaimana posisi brand dibandingkan dengan brand pesaing?
‐
Seberapa konsistenkah brand image kita di berbagai segmen
konsumen?
‐
Image apa yang ingin dimiliki brand kita di masa yang akan datang?
Kontrak apa yang diinginkan?
‐
Apa yang tidak memenuhi kebutuhan konsumen dan apa yang harus
diisi oleh brand dari waktu ke waktu?
52 c. Fase Tiga : Mengembangkan Brand Asset Management Strategy
Maksud dari fase ini adalah untuk menentukan strategi berbasis
brand yang benar untuk mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan
dalam Brand Vision dan dalam persepsi dan persfektif berbasis pasar dari
Brand Picture. Fase ini mengarah pada pertanyaan-pertanyaan sebagai
berikut:
‐
Strategi berbasis brand apa yang harus kita gunakan untuk memenuhi
pertumbuhan sasaran yang ditetapkan dalam Brand Vision kita?
‐
Di mana posisi yang sebenarnya dari brand kita?
‐
Apa peluang produk baru yang ada untuk brand kita?
‐
Strategi channel apa yang akan mendukung sasaran dan tujuan kita
untuk brand?
‐
Cara berbaik apa yang dapat digunakan untuk mempengaruhi channel
dengan brand?
‐
Dapatkah perusahaan menghargai brand kita dengan harga premium
berdasarkan pada kekuatannya bila dibandingkan dengan pesaing?
Berapa besar harga premiumnya?
‐
Bagaimana lagi perusahaan dapat menggunakan brand untuk
meningkatkan keuntungan?
‐
Taktik komunikasi apa yang dapat memperkuat brand dan
memaksimalkan nilai asetnya?
53 d. Fase Empat : Mendukung Brand Asset Management Culture
Maksud dari dua langkah dalam fase ini adalah untuk menentukan
bagaimana agar organisasi anda dapat mendukung keberadaan brand
sebagai aset dan memastikan strategi yang anda rekomendasikan untuk
dilaksanakan dan diukur. Fase ini mengarah pada pertanyaan-pertanyaan
berikut:
‐
Bagaimana
sebaiknya
kita
membentuk
organisasi
untuk
memaksimalkan keberhasilan brand? Bagaimana kita meninjau dan
menghargai yang terlibat dalam mengelola brand sebagai aset?
‐
Metrik apa yang sebaiknya digunakan untuk mengevaluasi kinerja
brand?
‐
Bantuan apa yang diberikan metrik tersebut dalam membuat
keputusan?
‐
Bagaimana perusahaan dapat melatih dan mendidik karyawan
mengenai strategi Brand Asset Management secara lebih efektif?
54 II.3. Manajemen Karyawan
II.3.1. Organizational Behavior dan Employee Engagement
Menurut McShane dan von Glinow (2008), “Organizational
Behaviour is the study of what people think, feel, and do in and around
organizations”. Konsep perilaku berorganisasi menolong kita untuk
memprediksi dan mengerti peristiwa-peristiwa pada perusahaan, memudahkan
kita untuk mengadopsi teori-teori nyata dengan lebih tepat untuk
diaplikasikan kepada karyawan, dan sekaligus ikut mempengaruhi terjadinya
suatu kegiatan dalam perusahaan.
Menurut McShane dan Von Glinow (2008, p34), “Employee
engagement is employees’ emotional and cognitive (rational) motivation,
their ability to perform their jobs, their possessing a clear understanding of
the organization’s vision and their specific roles in that vision, and a belief
that they been given the resources to get their jobs done”. Karyawan secara
tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap kemajuan perusahaan
atau organisasi.
Berdasarkan pernyataan di atas, pengetahuan mengenai organizational
behavior yang berakar pada employee behavior juga sekaligus dapat
meningkatkan kesehatan kondisi finansial perusahaan. Hal ini didukung oleh
Huselid, Jackson, dan Schuler (1996) pada journal mereka yang berpendapat
bahwa sistem manajemen sumber daya manusia yang digunakan dan didesain
55 dengan baik akan memberikan aset ekonomi yang signifikan terhadap
organisasi seperti tergambar pada model berikut ini:
Business and Strategic Initiatives Design of Human Resources Management System Employee Skills
Employee Motivation Job Design & Work Structures Productivity Creativity Discretionary Effort untuk mendukung kegiatan dalam perusahaan.
Market Value
Profit and Growth
Improved Operating Performance Gambar 2.12 A Model of The HR-Shareholder Value Relationship
Sumber: Huselid, M.A., Jackson, S. E., & Schuler, R. S. (In press, 1996)
II.3.2. MARS Model of Individual Behavior
MARS model merupakan model dasar dari perilaku individu dan
hasilnya. MARS model adalah singkatan dari faktor-faktor yang secara
langsung mempengaruhi perilaku karyawan dan hasil dari kinerja yang
dilakukannya, keempat faktor tersebut adalah:
a. Employee Motivation (M)
Motivation adalah “the forces within a person that affects his or
her direction, intensity, and persistence of voluntary behavior”. Direction
merupakan arah atau prinsip bagi seseorang dalam melakukan
aktifitasnya. Intensity merupakan seberapa besar kita mendorong diri kita
sendiri untuk menyelesaikan suatu tugas. Sedangkat persistence adalah
berapa lama waktu yang digunakan untuk melanjutkan suatu tugas.
56 b. Ability (A)
Ability mengarahkan kita ke aptitudes atau natural talent. Ability
berkaitan dengan kompetensi karyawan dan tingkat kesesuaian suatu
pekerjaan dengan karyawan.
c. Role Perceptions (R)
Role
perceptions
akan
membantu
karyawan
untuk
lebih
memahami pekerjaan mereka dan melakukan pekerjaan tersebut denga
sebaik-baiknya. Hal ini dikarenakan dengan adanya role perception,
mereka sangat mengerti apa yang harus dikerjakan dan diusahakan.
d. Situational Factors (S)
Situational factors terdiri dari eksternal dan internal faktor.
Eksternal faktor dipengaruhi oleh keingianan konsumen dan kondisi
ekonom sedangkan internal faktor dipengaruhi oleh waktu, manusia,
budget, dan fasilitas kerja.
Situational Factors Motivation Ability Behavior and results Role Perception Gambar 2.13 MARS Model of Individual Behavior and Results
Sumber: McShane dan Von Glinow (2008)
57 Pada dasarnya, karakteristik pribadi dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang berupa nilai atau prinsip, kepribadian, persepsi, sikap dan emosi, dan
tata kelola tekanan yang diterima. Kelima faktor ini akan secara langsung
bersinggungan dengan model MARS dalam membentuk karakteristik
karyawan
dalam
organisasi.
Faktor-faktor
tersebut
disebut
dengan
karakteristik individual.
INDIVIDUAL CHARACTERISTIC
1.
2.
3.
4.
5.
Values Personality Perceptions Emotions and Attitudes Stress Management MARS Model
Gambar 2.14 Individual Characteristic
Sumber: McShane dan Von Glinow (2008)
II.3.2.1. Employee Value
Pada masa sekarang, organisasi-organisasi yang efektif semakin
menyadari bahwa karyawan mereka mempunyai nilai yang merefleksikan
nilai-nilai asset fisik maupun investasi organisasi. Nilai-nilai karyawan dapat
dilihat pada model di bawah ini: (Mello, A. Jeffrey, 2002, p. 4).
Dari perspektif investasi yang mengarah kepada aset atau sumber
daya manusia adalah kritikal atau penting mengingat bahwa aset fisik lainnya
seperti fasilitas, produk dan layanan jasa, teknologi, dan target pasar dapat
dengan mudah ditiru dan diikutin oleh kompetitor lainnya (Quinn, J. B.,
58 1990, pp 59-67). Sumber daya manusia tidak dapat ditiru sehingga dapat
menjadi competitive advantage yang dapat dinikmati organisasi dalam
persaingan.
Technical Knowledge Markets •
Customers Process •
Environments •
•
•
•
Ability to Learn and Grow Openness to new ideas Acquisition of knowledge / skills Decision‐Making Capabilities
Motivation
Commitment
•
•
Teamwork Interpersonal skills Leadership ability Gambar 2.15 Sources of Employee Value
Sumber: Jeffrey A. Mello (2002, p4)
II.3.2.2. Employee Personality
Kepribadian memiliki hubungan dengan nilai-nilai yang dimiliki dan
kedua karakteristik itu akan saling mempengaruhi. Kepribadian merupakan
pola perilaku yang relatif stabil dan secara konsisten menjelaskan perilaku
seseorang (McShane, Von Glinow, 2008, p51-52). Kepribadian juga
membantu seseorang menemukan pekerjaan yang sesuai dengan apa yang
dibutuhkan oleh mereka.
59 Oleh karena itu, banyak perusahaan menggunakan tes kepribadian
ketika melakukan proses seleksi calon karyawan untuk mengetahui tingkat
kecocokan calon karyawan dengan pekerjaan yang ditawarkan.
II.3.2.3. Employee Perceptions
McShane dan Von Glinow (2008, p. 68) mendeskripsikan persepsi
sebagai proses menerima informasi dan membuatnya agar dapat diterima
oleh dunia di sekitar kita. Proses yang terjadi meliputi seleksi, mengatur, dan
mengartikan informasi yang diterima. Persepsi dapat membentuk sikap dan
perilaku seseorang karena tidak semua informasi dapat diterima oleh
manusia. Hal ini akan mempengaruhi tingkat kesadaran emosi kita dan
perilaku kita terhadap benda, orang, dan suatu peristiwa atau kejadian.
Untuk meningkatkan kualitas persepsi, mengembangkan emphaty dan
meningkatkan kesadaran diri sangat diperlukan. Beberapa perusahaan sudah
mulai melakukan beberapa training untuk membantu karyawan mereka
meningkatkan kualitas interaksi di lingkungan kerja.
II.3.2.4. Employee Emotions dan Employee Attitude
Emosi adalah psikologi, perilaku, dan pengalaman terhadap suatu
benda, orang, atau peristiwa yang menciptakan keadaan siap siaga. Sikap
adalah kumpulan keyakinan, perasaan, dan intensitas perilaku yang mengarah
pada suatu objek.
60 Model yang menggambarkan hubungan antara emosi, sikap, dan
perilaku:
Cognitive Process Perceived Environment
Belief Attitude Feelings Emotional Episodes Behavorial Intentions
Behavior
Gambar 2.16 Model of Emotions, Attitudes, and Behavior
Sumber: McShane dan Von Glinow (2008)
Untuk meningkatkan tingkat pemahaman emosi dan juga sikap di
lingkungan kerja, banyak organisasi yang mulai memberikan pelatihan kepada
karyawannya untuk mengembangkan Emotional Intelligence (EI) yang
menurut McShane dan Von Glinow (2008, p. 68) sebagai kemampuan untuk
memahami dan mengekspresikan emosi, memahami emosi dalam pikiran,
mengerti dan menyesuaikan emosi, dan mengatur sekaligus mengontrol emosi
antara diri sendiri dan orang lain.
61 III.3.2.5. Wo
ork-Related
d Stress da
an Stress Manageme
M
ent
Menurutt J.C Quick et al (1997, pp 3-4) daan R.S. DeF
Frank dan J.M
M.
Ivan
ncevich (19998, pp 55-666), Stress addalah sebuahh respon adaaptasi indiviidu
terh
hadap suatu situasi yangg disadari sebagai
s
tantaangan atau ancaman baagi
keberadaan seseeorang.
Pada lingkungna pekkerjaan, stress seringkalii berasal darri:
T
dalaam hubungann antar manuusia atau kom
munikasi anntar manusia
1. Tekanan
2. Tekanan
T
yanng berhubungan dengan peran atau jabatan
j
dalaam lingkunggan
kerja
k
3. Tekanan
T
yanng berasal daari pengaturaan atau peratuuran kerja
4. Tekanan
T
yanng berasal daari organisasii atau lingkuungan fisik (ffasilitas)
Untuk mengatasi
m
teekanan-tekannan tersebutt, Siegal daan Cumminngs
(1995, pp 65-995) memberrikan modell strategi manajemen
m
s
stress
sebaggai
berik
kut:
Remove the stressor
Receive social R
support
Control sttress consequences
Withdraw from the stresssor
Change stress perceptions
Gambar 2.17 Stress Manageement Strategiees
Sumber: McS
Shane dan Vonn Glinow (20088)
62 II.3.3. Motivating Employee
Goal Setting Theory
Menurut Stephen P. Robbins (2005, p398) dalam bukunya
Management:
“Goal setting theory is the goal proposition that specific goals increase
performance and that difficult goal, when accepted, result in higher
performance than do easy goals. The proposition that specific goals
increase performance and difficult goals, when accepted, result in higher
Di dalam teori goal setting, dipercaya bahwa tujuan yang spesifik
mampu meningkatkan performa dan tujuan yang dianggap sulit dicapai, pada
saat diterima, menghasilkan performa yang lebih tinggi daripada mereka
hanya diberikan tujuan yang mudah dicapai.
Edwin Locke (1984) mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan
memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni:
a. Tujuan-tujuan mengarahkan perhatian
b. Tujuan-tujuan mengatur upaya
c. Tujuan-tujuan meningkatkan persistensi
d. Tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan
63 •
•
Goals are public Individual has internal locus focus of control Self‐set goals •
Self‐ Efficacy
Commited to Achieving
GOALS Commited to Achieving Accepted •
•
Specific Difficult Participation in Setting
National Culture
Higher Performance plus Goal Achievement Gambar 2.18 Goal Setting Theory
Sumber: Stephen P. Robbins (2005, p39)
II.3.4. Strategi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Horace Parker, direktur strategi pengetahuan di Forest
Products Company, sebuah divisi perusahaan dengan 17,000 karyawan dari
Weyerhaeuser di Seattle, Washington, strategi sumber daya manusia adalah
mengenai implementasi atau penerapan strategi bisnis yang efektif.
Jeffrey A. Mello memperkenalkan “The 5-P Model of strategic human
resources management” yang menghubungkan antara strategi kebutuhan
bisnis dan strategi aktivitas manajemen sumber daya manusia. Model 5-P
digambarkan dalam skema sebagai berikut:
64 Organizational Strategy Initiates the process of identifying strategic business needs and provides specific, qualities to them
Internal Characteristics
External Characteristics
Strategic Business Needs Expressed in mission statements or vision statements and translated into strategic business obejctives Strategic Human Resources Management Activities Human Resources Philosophy Expressed in statements defininig busi‐ ness values and culture Expresses how to treat and value people Human Resources Policies Expressed as shared values (guidelines) Establishes guidelines for action on people‐related business issues and HR programs Human Resources Programs Articulated as Human Resources Strateies Coordinates efforts to facilitate change to address major people‐related business issues Human Resources Practices For Leadership, Managerial, and Operational roles Motivates needed role behaviors
Human Resources Processes For the formulation and implementation of other activities
Defines how these activities are carried out
Gambar 2.19 The 5-P Model
Sumber: Jeffrey A. Mello (2002, p4)
65 II.4. Struktur Organisasi
Menurut Mc Shane dan Von Glinow dalam bukunya Organizational
Behaviour:
“Organization Structure is the formal arrangement of jabs within an
organization.” Struktur organisasi merupakan suatu susunan dan hubungan antara tiap
bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam
menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur organisasi
menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu
dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi.
Dalam struktur organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan wewenang
siapa melapor kepada siapa.
Di dalam perusahaan suatu struktur organisasi yang tepat sangat
dibutuhkan untuk meciptakan suatu sistem kerja yang efektif dan efisien serta
dapat mencapai tujuan yang mengguntungkan perusahaan. Secara spesifik,
tujuan dari pengorganisasian adalah:
a. Memisahkan pekerjaan untuk diselesaikan berdasarkan lingkup spesifik
pekerjaan maupun departemen.
b. Menetapkan tugas dan tanggung jawab yang berkaitan dengan tugas
individual
c. Koordinasi beragam tugas di dalam organisasi
d. Menyatukan pekerjaan ke dalam suatu unit
66 e. Membangun
M
hubungan di
d antara indiividu, kelom
mpok dan deppartemen.
f. Membentuk
M
suatu struktuur formal otooritas
g. Mengalokasi
M
ikan dan mennyebarkan suumber daya organisasi.
Seiring dengan
d
perkkembangan perusahaan
p
m
maka
bisa saja
s
dilakukkan
Orga
anizational Design,
D
yangg dapat diarttikan sebagaii: “Organizaation Designn is
developing or chhanging an organizationa
o
al structure.”
Organizaational desiggn merupakaan proses pembentukann pola strukttur
organ
nisasi untukk mengembanngkan dan juuga merubahh yang sudaah ada menjaadi
lebih
h baik. Dalam
m prosesnyaa pembentukkan pola struuktur organissasi mencakkup
enam
m (6) elemeent penting yaitu workk specializattion, departtmentalizatioon,
chain
n of command, span off control, cenntralization and decentrralization, dan
d
form
malization.
•Raw M
Material
•Human
n Resources
•Capitall
•Techno
ology
•Inform
mation
Transfo
ormation Pro
ocess
•EEmployees Wo
ork A
Activities
•M
Management A
Activities
•TTechnology and O
Operation Met
thod
•Product and Services
•Financial Result
•Informattion
•Human R
Resources
Inputs
Gam
mbar 2.20 The Organization as
a The Open System
S
Sumber: Steephen P. Robbiins (2005, p35))
Output
67 Menurut Richard I. Henderson, organisasi berubah mengikuti
banyaknya keputusan-keputusan yang telah dibuat yang meliputi:
1.
Membangun sebuah filosofi yang mungkin dapat ditulis atau tidak ditulis.
2.
Mengidentifikasi Misi yang akan menjadi jiwa perusahaan, tujuan jangka
panjang.
3.
Mengembangkan peraturan yang mewakili pedoman untuk bekerja secara
luas atau umum.
4.
Menyusun strategi organisasi.
5.
Memperjelas objektif dan goal (tujuan) yang menggambarkan kebutuhan
spesifik atau khusus dari organisasi.
6.
Menentukan aktifitas unit kerja.
7.
Mengelompokkan tugas-tugas ke dalam pekerjaan.
Hasil dari pengelompokkan tersebut akan disesuaikan dengan hirarki
organisasi. Tujuannya adalah agar keseluruhan proses aktifitas dalam
perusahaan berjalan dengan baik.
Selain itu, Richard I. Henderson juga mengatakan bahwa karyawan
adalah sumber daya yang kritikal. Hal ini didukung oleh pandangannya yang
mengatakan bahwa dari perspektif strategi dan taktik, kualitas dan kuantitas
dari output yang dihasilkan oleh organisasi bergantung langsung terhadap
kemampuan, kenyamanan, dan usaha dari karyawan.
Download