HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUPLIER, KEPERCAYAAN DAN

advertisement
HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUPLIER, KEPERCAYAAN
DAN KOMITMEN DALAM SUPPLY CHAIN MANAGEMENT RETAIL
Hadi Purnomo
Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Immanuel (UKRIM) Yogyakarta
ABSTRACT
The main concern in this study is whether the characteristics of the supplier will be
able to trigger confidence and trust relationship with commitment. Modern Retail Supply
Chain (MRSC) in this case is a term used for a new paradigm in the retail supply chain, a
concept that puts retailers as a point or a link in the distribution channel. Supplier and retailer
relationships are a lot of factors studied in marketing research. Research on the relationship
between the two terms is also done in regard to the operation of supply chain management.
The research was conducted at the particular retailers, shop owners in Yogyakarta in
particular.
Hypothesis testing in this research used regression analysis and regression analysis
moderation. The results showed that only 3 hypotheses were supported among 5 of them.
Those hypotheses are: (1) there is a positive effect between the cycle time with confidence
(2) there is a positive effect between behavioral uncertainty with confidence (3) there is no
positive effect among potential opportunism by the trust, (4 ) there is a positive effect of trust
with commitment, (5) supply chain partner's specific asset investments did not moderate the
relationship between trust and commitment.
Keywords: Supply chain management, suppliers, retailers
PENDAHULUAN
Globalisasi
dan
teknologi
memiliki pengaruh yang kuat atas
perubahan – perubahan yang terjadi.
Perubahan lingkungan bisnis seperti
persaingan yang semakin sengit, tuntutan
konsumen akan produk dengan mutu yang
tinggi, harga murah serta pengiriman tepat
waktu, daur hidup produk yang semakin
pendek, dan kemajuan dalam bidang
teknologi menuntut pengelola bisnis untuk
menciptakan model – model baru dalam
pengelolaan aliran produk ( Watanabe,
2001). Gunasekaran et al (1999)
menekankan pada kemampuan untuk
merespon perubahan dengan pengelolaan
aliran produk.
Perubahan tersebut misalnya
dengan adanya pelaksanaan
AFTA
(ASEAN Free Trade Area) 2003, yang
membawa dunia retail Indonesia pada
realitas global reatiling. Era global
retailing
ditandai
dengan
semakin
berkembangnya retailer global. Fenomena
global retailing telah positif mendorong
modernisasi bisnis reatial Indonesia
dengan adopsi konsep – konsep baru dan
adaptasi teknologi. Konsep – konsep baru
tersebut
menyangkut
modern
merchandising, pendekatan catagory
modern reatail supply chain, pricing
technique, promotion & marketing
strategy,
supplier
relationship
&
negotiation technique.
Kompetisi
secara
global
menekankan manajer untuk mencurahkan
perhatian yang besar terhadap Supply
Chain Management (SCM).
SCM
memodifikasi
praktik
tradisional
manajemen logistik yang bersifat adversial
ke arah koordinasi dan kemitraan antar
pihak – pihak yang terlibat (Zabidi, 2001).
Banyak perusahaan yang telah berhasil
menerapkan SCM, namun juga banyak
perusahaan yang mengalami kegagalan
dalam mengimplementasikan konsep –
konsep SCM.
SCM berkaitan dengan siklus
lengkap bahan baku dari pemasok, ke
produksi, ke gudang, ke distribusi sampai
ke konsumen. Sementara perusahaan
meningktkan
kemampuan
bersaing
melaluipenyesuaian
produk,
kualitas
tinggi, pengurangan biaya dan kecepatan
mencapai pasar. Sebuah supply chain
merupakan jaringan dari pelaku – pelaku
yang mentranformasikan bahan mentah
sampai dengan mendistribusikan produk
(Bowersx et al, 1999). Proses panjang
produk sampai pada konsumen menuntut
perusahaan
bekerjasama
dengan
perusahaan lain. Komponen – komponen
yang membentuk supply chain merupakan
sebuah channel. Hubungan jangka panjang
dengan channel tersebut memberikan
kestabilan pada rantai proses.
SCM merupakan faktor kunci
strategis untuk meningkatkan efektifitas
perusahaan
dan realisasi tujuan
perusahaan yang lebih baik. Pada era
globalisasi perusahaan dituntut untuk
memilih supply chain dan logistik dalam
operasinya. Sebagain besar perusahaan
berupaya meningkatkan efisiensi dan
efektifitas supply chain. Peningkatan
kinerja bisnis perusahaan dapat dilakukan
dengan
kerjasama
suplier,
kinerja
pengiriman, pelayanan konsumen dan
pengurangan biaya logistik.
Penelitian – penelitian SCM yang
dilakukan menekankan pada kinerja SCM
(Gunasekaran et al, 1999), dimana salah
satu faktor keberhasilan SCM yaitu pada
hubungan kemitraan. Penelitian tentang
kerjasama dengan mitra salah satunya
oleh Kwon dan Taewon (2005). Esensi
penelitian
ini
yaitu
kesuksessan
implementasi SCM memerlukan komitmen
dengan supplyer partner. Penelitian Denis
dan Kambil (2003) menunjukkan bahwa
komitmen merupakan faktor kunci dalam
keterpaduan pelaksanaan SCM, sedangkan
kepercayaan
merupakan
akar
dari
komitmen. Faktor – faktor yang
mempengaruhi kepercayaan anatara laian
characteristic. Penelitian ini merupakan
replikasi dari penelitian Kwon dan Taewon
(2005) dengan modifikasian pada variabel
supplyer characteristic.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Retailing
Pengertian retail secara harafiah
berarti eceran atau perdagangan eceran,
dan peritel/retailer diartikan sebagai
pengercer atau pengusaha perdagangan
eceran. Menurut Manser (2005) retail
ditafsirkan sebagai selling of goods and or
services to publics, atau penjualan barang
dan jasa pada publik. Berman & Evan
(1992) mendefinisikan kata retail dalam
kaitan retail management sebagai those
business activities involved in the sale ogf
goods and services to consumers for their
personal, familiy, or household use, atau
keseluruhan
aktivitas
bisnis
yang
menyangkut penjualan barang dan jasa
pada konsumen untuk digunakan oleh
mereka
sendiri,
keluarga
atau
rumahtangganya.
Menurut sujana (2005) aktivitas
bisnis retail tidak hanya sekadar
merupakan penjualan barang dalam
aktivitas fisik, namun pada hakikatnya
juga meliputi penjualan jasa. Jasa – jasa
yang
menyertai
penjualan
barang
(complementary services) juga merupakan
bagian dari real services. Berkaitan dengan
tempat dilakukannya aktivitas penjualan,
pengertian bisnis retail mencakup tidak
hanya toko atau shop/store tetapi juga
aktivitas serupa yang tidak menggunakan
tempat khusus dalam proses jual beli,
semisal
multilevel
marketing.
Selanjutnya, penjual partai besar (grosir)
atau wholesaler dan bahkan pabrikan
(manufacture) dapat pula berlaku sebagai
retailer.
Modern Retail Supply Chain
Modern Retail Supply Chain
(MRSC) dalam hal ini merupakan istilah
yang digunakan untuk paradigma baru
dalam retail supply chain, suatu konsep
yang menempatkan retailer sebagai suatu
titik atau mata rantai dalam jalur distribusi.
Konsep ini menjembatani kepentingan
supllier dan retailer dalam sudut padang
yang sama, yaitu sebagai bagian dari
proses menluruh araus barang dari hulu ke
hilir samapi kepada konsumen akhir.
Orintasi menyeluruh ini adalah pemenuhan
kebutuhan dan kepuasan konsumen
(consumer driven).
Dengan paradigma baru (MRSC)
orientasi supplier adalah retailer’s selling
out. Supplier akan berkecenderungan
untuk menargetkan selling in sebanyak –
banyaknya denmgan kerjasama yang
produktif dan target yang didasarkan atas
informasi selling out dan hasil analisisinya
yang diberikan retailer sebagai bagian dari
kerjasama.
Fungsi–fungsi utama dalam MRSC
meliputi estimasi, formulasi, komunikasi
dan kolaborasi. Fungsi estimasi adalah
bahwa dalam implementasi MRSC ada
proses
untuk
mengestimasi
atau
meperkirakan kondisi (fluktuasi atau
tingkat penjualan) pada suatu periode
waktu mendatang berdasarkan informasi
yang bersifat historis. Kemudian fungsi
formulasi dalam hal ini adalah proses
perumusan
kondisi
keseimbangan
penyediaan stock barang, yang kemudian
diturunkan sebagai persamaan untuk
mendapatkan
nilai
order
quantity
recommendation. Fungsi komunikasi
adalah kondisi tingkat hubungan antara
para pihak dalam MRSC (supplierreatiler), sedangkan fungsi kolaborasi
merujuk pada kondisi tingkat kerjasama
yang terjalin di dalamnya.
Supply Chain Management
Persaingan yang ketat menuntut
para pengelola bisnis menciptakan model –
model baru dalam pengelolaan aliran
produk. Supply chain Management (SCM)
adalah modifikasi praktik tradisional dari
manajemen logistik yang bersifat adversial
ke arah koordinasi dan kemitraan antar
pihak – pihak yang terlibat dalam
pengelolaan aliran informasi dalam produk
tersebut (Zabidi, 2001). Menurut Heizer
dan Render (2000), SCM adalah mata
rantai dimana dari berbagai pemasok
kemudian masuk ke pabrikan, grosis,
distributor, sampai ke tangan konsumen.
SCM merupakan satu hal yang kompleks,
kalau permintaan konsumen sendiri sangat
fluktuatif, maka perencanaan akan
complicated.
Keunggulan kompetitif SCM adalah
bagaimana perusahaan mampu mengelola
aliran barang atau produk dalam suatu
rantai supply. Dengan kata lain model
SCM mengaplikasikan bagaimana suatu
jaringan kegiatan produksi dan distribusi
suatu perusahaan dapat bekerja bersama –
sama untuk memenuhi tuntutan konsumen.
Tujuan utama SCM adalah penyerahan /
pengiriman produk secara tepat waktu
demi memuaskan konsumen,mengurangi
biaya, meningkatkan segala hasil dari
seluruh supply chain (bukan hanya satu
perusahaan),
mengurangi
waktu,
memusatkan kegiatan perencanaan dan
distribusi.
Supply
chain
management
merupakan kegiatan pengelolaan kegiatankegiatan dalam rangka memperoleh bahan
mentah,
mentransformasikan
bahan
mentah tersebut menjadi barang dalam
proses
atau
barang
jadi
dan
mendistribusikannya pada konsumen.
Supply chain management yang baik akan
dapat meningkatkan efisiensi dalam
operasi perusahaan dan lebih jauh dapat
meningkatkan profit perusahaan serta
memberikan kepuasan bagi semua pihak
(Cousineau et al, 2004).
Gambar 1
Rantai Pemasok
Data riset pasar
Informasi penjadwalan
Rekayasa dan desain data
Arus pemesan dan arus kas
Pemasok
Konsumen
Ide – ide dan desain
untuk memuaskan konsumen
Arus bahan baku
Arus kredit
Pemasok
Konsumen
Manufaktur
Pemasok
Distributor
Konsumen
Sumber : Heizer dan Render (2000)
Menurut Frohlich and Westbrook
(2001), perusahaan yang berhasil adalah
perusahaan yang mampu menghubungkan
lingkup internal dan eksternalnya dalam
satu rantai yang disebut dengan supply
chain. Kepercayaan dan komitmen
memegang peranan penting dalam
terciptanya suatu hubungan bisnis yang
baik. Beberapa studi telah mengungkapkan
pentingnya kepercayaan dalam suatu
hubungan
bisnis.
Karakteristik
kepercayaan tingkat tinggi dari hubungan
pertukaran memungkinkan pelaku untuk
focus pada keuntungan – keuntungan
jangka panjang hubungan (Ganesan, 1994;
Doney and Cannon, 1997).
Strategi Pemilihan Supplier
Manajemen rantai pasokan (supply
chain management) merupakan kegiatan
pengelolaan kegiatan – kegiatan dalam
rangka memperoleh bahan mentah,
mentransformasikan
bahan
mentah
menjadi barang proses dan barang adi, dan
mengirimkan produk ke konsumen melalui
distributor. Rantai pasokan menerima
perhatian yangbesar karena disebagian
besar
perusahaan
pembelianmerupakankegiatan
yangpalingmemakan biaya. Dii lingkungan
operasi, fungsipembelian dikelola oleh
agen pembelian. Di banyak lingkungan
jasa, peranan agen pembelian terhapus
karena produk primernya merupakan jasa.
Di segmen jasa perdagangan besar dan
eceran, pembelian dijalankan oleh seorang
pembeli (retailer). Pedagang besar maupun
eceran membeli semua yang dijual,
berbeda dengan operasi manufaktur.
Peranan departemen pembelian adalah
mengevaluasi suplier – supliuer alternatif
untuk alternatif pembelian. Pertimbangan
– pertimbangan dalam pemilihan suplier
beragam. Kerjasama
dengan suplier
sebagai mitra jangka panjang akan
menyebabkan banyak manfaat yang
didapatkan. Perusahaan jasa seperti toko
eceran (Render dan Heizer, 2000)
menunjukkan bahwa kerjasama dengan
pemasok
dapat
menghasilkan
penghematan
bagi
konsumen
dan
pemasok. Strategi ini menyebabkan
perusahaan dapat merebut hati konsumen.
Kemitraan
dalam
Supply
Chain
Management
Beberapa
penelitian
telah
mengungkapkan pentingnya penerapan
supply chain yang baik dan pentingnya
menciptakan hubungan bisnis yang
kooperatif dengan pemasok. McKenna dan
Faulkner (dalam Zineldin dan Jonsson,
2000) menyampaikan, globalisasi dan
internasionalisasi yang agresif, deregulasi
dan penghapusan penghalang fisik,
pajak/keuangan, dan teknik, cepatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan
inovasi teknologi, pergolakan ekonomi dan
kondisi ketidakpastian adalah beberapa
faktor yang mendasari pentingnya timbul
paradigma hubungan untuk menciptakan
hubungan
jangka
panjang
dengan
pelanggan dan pemasok. Narasimhan et al.
(2001) menemukan bahwa integrasi
pembelian dan praktek pembelian saling
mempengaruhi, dan hasil interaksi tersebut
telah memberikan dampak positif pada
manufacturing performance.
Dalam kontek supply chain,
perusahaan
cenderung
untuk
mempertahankan
perilaku
hubungan
jangka panjang, dimana mitra umumnya
percaya bahwa mereka dapat saling
menguntungkan antara member rantai
pasokan (Su et al. 2008), kemitraan yang
sama juga berorientasi pada konsep jangka
panjang (Smith dan Barclay, 1997). Dalam
hubungannya dengan proses produksi,
praktik supply chain management yang
dilaksanakan
perusahaan
akan
memberikan dampak di antaranya terhadap
17 pengelolaan persediaan bahan baku.
Apabila pengelolaan persediaan bahan
baku dilakukan dengan tepat, maka
implikasi yang lebih jauh lagi bagi
perusahaan adalah minimalisasi biaya yang
dapat mengurangi ketidakefisienan dalam
proses produksi.
Ketidakefisienan dapat muncul
ketika persediaan bahan baku habis,
sementara bahan baku yang dipesan
perusahaan belum datang. Hal ini akan
memaksa
perusahaan
melakukan
pembelian kepada penjual bahan baku lain,
atau melakukan pembelian mendadak
dalam jumlah yang lebih kecil. Kondisi
tersebut
yang
akan
menyebabkan
bertambah tingginya harga beli bahan baku
yang digunakan oleh perusahaan sehingga
memperbesar biaya yang harus ditanggung
perusahaan. Dalam konteks ini peran
supply chain management yang baik
menjadi sangat penting artinya, di
antaranya melalui jalinan kerja sama yang
baik supplier dengan dealer. Fisher (1997)
menjelaskan kurangnya kerjasama dengan
mitra supply chain menyebabkan kerugian
yang cukup besar. Hal ini menunjukkan
pentingnya kemitraan dalam supply chain.
Kemitraan yang kuat menekankan pada
kerjasama yang panjang, mencakup
perencanaan yang lebih abik dan upaya
pemecahan masalah bersama. Kemitraan
pembeli dan pemasok merupakan hal
penting yang menjadi perhatian industri
dan peneliti.
Penelitian toni et al (1994), Maloni
dan Benton (1997) menunjukkan tekanan
kemitraan untuk operasi supply chain yang
lebih baik.
Evaluasi efisiensi dan
efektifitas kinerja mitra perlu dievaluasi
secara menyeluruh. Upaya yang dilakukan
yaitu gambaran tujuan yang jelas untuk
mempersiapkan langkah – langkah
meningkatkan kinerja dan kepercayaan.
Faktor – faktor yang berpengaruh pada
kepercayaan telah diteliti oleh beberapa
peneliti.
Kwon
dan
Taewon
mengemukakan
faktor
karakteristik
supplier yang diyakini berpengaruh pada
kepercayaan.
Karakteristik
khusus
dalam
hubungan kerja sama yang terpercaya dan
berkomitmen, menurut Zineldin et al.
(1997) adalah bahwa bagian-bagian yang
bekerja sama mampu beradaptasi dalam
proses maupun produknya untuk mencapai
kesesuaian yang lebih baik, mau membagi
informasi dan juga pengalaman, dan juga
dapat mengurangi atau meminimalkan
ketidakamanan dan ketidakmenentuan
sumber daya. Membagi informasi dan
pengalaman merupakan salah satu cara
untuk menunjukkan kepercayaan yang
dapat membangun tingkat komitmen yang
tinggi dan juga memberikan atmosfer yang
baik bagi kegiatan yang bersifat
transaksional. Perusahaan melakukan kerja
sama dengan berbagai pihak karena kerja
sama merupakan cara untuk meningkatkan
kinerja. Dalam konteks hubungan supplier
dengan dealer, evaluasi dealer tentang
tingkat kepercayaan dan komitmen akan
berdasarkan pada sudut pandang yang
lebih luas menyangkut keseluruhan kinerja
supplier-nya. Menurut Zineldin (1999),
kualitas sebuah hubungan merupakan
fungsi dari beberapa elemen atau faktor-
faktor tertentu di antaranya: kooperasi,
kemampuan dan kinerja karyawan
termasuk manajer, sumber daya fisik,
kualitas, distribusi dan penentuan harga
produk,
pembagian
informasi,
pengalaman, harapan konsumen dan
kepuasan.
Hipotesis 1:
Kinerja cycle time berpengaruh secara
positif terhadap trust.
Hipotesis 2:
Behavioral uncertainty berpengaruh secara
positif terhadap trust.
Hipotesis 3:
Potential oppotunism berpengaruh secara
positif terhadap trust.
Kepercayaaan dan Komitmen
Kepercayaan dapat meningkatkan
daya saing dan mengurangi biaya transaksi
(Noordewier et al, 1990). Sebuah investasi
retail terletak pada komitmen dari
hubungan pemasok dan kedua membangun
kepercayaan dan komitmen antara
perusahaan sangat penting bagi kinerja
perusahaan dalam kaitanya dengan kontrak
dua organisasi (Narayandas dan Rangan,
2004). Menurut penelitian yang dilakukan
Wu et al. (2004) tingkat dari keseriusan
komitmen, kelanjutan komitmen, dan
komitmen yang normatif pada mitra rantai
persediaan (supply chain) akan sangat
membantu dalam pengintegrasian proses
supply chain management (SCM). Suatu
kerja sama dapat juga terlibat dalam
hubungan yang strategis dengan para
penyalur, yang kemudian mengakibatkan
kebutuhan tingkat kepercayaan dan
komitmen yang lebih tinggi (Su et al.
2008).Hubungan rekan kerja yang erat
sangat
dibutuhkan
dalam
mengimplementasi SCM. Flyn et al (1995)
menyatakan bahwa hubungan yang erat
dengan konsumen maupun pemasok.
Hubungan yang erat tidak dapat terjalin
apabila tidak ada rasa saling percaya.
Dengan semakin meningkatnya kerjasama
yang terjadi dengan rekan kerja maupun
pemasok, maka rasa percaya sangat di
butuhkan (Moberg et al, 2004). Isu
kepercayaan secara signifikan sangat
penting dalam hubungan supply chain,
karena
hubungan supply chain
memerlukan tingkat ketergantungan antar
perusahaan, sehingga trust menjadi
komponen yang mempunyai pengaruh
pada komitmen.
Morgan
dan
Hunt
(1994)
mengemukakan
bahwa
komitmen
merupakan sentral hubungan pertukaran
antar perusahaan dan mitra perusahaan.
Transaksi sejumlah bisnis dengan partner
supply chain memerlukan komitmen oleh
dua pihak untuk mencapai tujuan supply
chain. Pada pokoknya Colbert dan Kwon
(2000) menyebutkan bahwa komitmen
merupakan dasar yang diperlukan untuk
kesuksessan pelaksanaan supply chain.
Hipotesis 4:
Trust berpengaruh secara positif terhadap
commitment.
Supply Chain PAS
Partner’s Asset Specifity (PAS)
menurut Heide (1994) merujuk pada aset
fisik dan manusia yang diperlukan untuk
partner bisnis dan terjadinya pertukaran.
Williamson (1985) menyebutkan bahwa
pengaruh PAS supply chain pada
kepercayaan mitra sangat kuat. Diyakini
Pas berpengaruh positif pada kepercayaan.
Heide dan John (1990) menyebutkan
bahwa
PAS
dapat
menurukan
ketidakpuasan dengan mitra, dan juga
berhubungan positif dengan komitmen
kemitraan. Pada intinya, PAS berhubungan
dengan harapan untuk keberlanjutan
kerjasama kemitraan.
Hipotesis 5:
Supply chain partner’s specific asset
investments
akan
berpengaruh
meningkatkan tingkat kepercayaan pada
rekan kerja.
MODEL PENELITIAN
Hubungan antara karakteristik
suplier, kepercayaan dan komitmen dapat
dimodelkan sebagai berikut:
Gambar 2
Model Penelitian
Supplyer Characteristic
Partner’s Asset
Specificity
(PAS)
Cycle Time
(CT)
Behavioral Uncertanity
Trust
(BU)
Commitment
Potential
Opportunism (PO)
Sumber : Adaptasian Kwon and Taewon (2005)
diperlukan. Data diperoleh dari jawaban
atas
pernyataan-pernyataan
dalam
kuesioner yang dibagikan kepada 100
responden yaitu retailer atau pengecer.
Uji hipotesis dalam penelitian ini
dengan menggunakan regression analysis
dan moderation regression analysis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di wilayah
Daerah Istimewa Yogyakarta. Peneliti
mendapatkan data penelitian melalui
penyebaran
kuisioner,
wawancara
(interview) selama kurang lebih satu bulan,
dengan melibatkan bantuan 2 enumerator.
Sebelum
menganalisis
data,
peneliti mengumpulkan data-data yang
Gambar 3
Hubungan antar Variabel
B
H2
H4
H3
A
H1
C
Hipoteis 1 : Kinerja cycle time berpengaruh secara positif terhadap trust.
Hipotesis 2: Behavioral uncertainty berpengaruh secara positif terhadap trust.
Hipotesis 3: Potential oppotunism berpengaruh secara positif terhadap trust.
Tabel 1
Hasil Analisis Regresi
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Coefficients
Std. Error
Beta
8.996
2.598
.415
.113
KepTP
t
.571
Sig.
3.462
.002
3.680
.001
a. Dependent Variable: Puasllang
Sumber : hasil pengolahan data primer (2010)
Kepuasan
karakteristik
(KepTP)
berpengaruh positif secara nyata terhadap
B = 0.415 sig. 0.001 < 0.05
kepuasan trust (Puasllang)
Tabel 2
Hasil analisis regresi
Standardized
Coefficients
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Std. Error
Beta
7.565
1.649
.377
.072
KepTP
T
.705
Sig.
4.588
.000
5.267
.000
a. Dependent Variable: Kuintkom
Sumber : hasil pengolahan data primer (2010)
Kepuasan tenaga penjual (KepTP)
berpengaruh negatif secara tidak nyata
(signifikan) terhadap kualitas Interaksi
pelanggan (KuInKon)
H3 = Kualitas Interaksi Pelanggan (B)
memoderasi
hubungan
antara
kepuasan
tenaga penjual (A)
dengan kepuasan pelanggan (C)
B = 0.377 sig. 0.000 < 0.05
Gambar 4
Interaksi moderasi
B
H3
A
Untuk
menguji
apakah
kualitas interaksi pelanggan (B)
memoderasi hubungan antara trsut
dengan komitmen dibuat suatu
C
regresi antara |e| dan C dengan :
a. Regresikan variabel
terikat B dan variabel
bebas A
B = a + b1 A + e
(regresi 1)
b. Diperoleh nilai e
diabsolutklan
c. Regresikan sbg variabel
terikat dengan variabel
bebas C
|e| = a + b1 C
(regresi 2)
d. Jika C berpengaruh negatif
secara signifikan maka B
memoderasi hubungan A dengan
C.
Hasil analisis menunjukkan :
Tabel 3
Hasil analisis regresi
Coefficients
a
Standardized
Coefficients
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
Std. Error
Beta
(Constant)
4.205
.966
Puasllang
-.177
.052
t
-.542
Sig.
4.354
.000
-3.411
.002
a. Dependent Variable: absres_11
Sumber : hasil pengolahan data primer (2010)
Trust (C) berpengaruh negatif secara
signifikan sehingga PAS (B) memoderasi
hubungan antara kepuasan trust (A)
dengan komitmen (C)
Hipotesis 5: Supply chain partner’s
specific asset investments akan
berpengaruh
meningkatkan
tingkat kepercayaan pada rekan
kerja.
Tabel 4
Hasil analisis regresi
Standardized
Coefficients
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
Std. Error
Beta
(Constant)
8.308
1.349
Kuintkom
.641
.087
t
.598
Sig.
6.160
.000
7.390
.000
a. Dependent Variable: Puasllang
Sumber : hasil pengolahan data primer (2010)
Kualitas
supply
parners
spesivic
(KuInKon) berpengaruh positif secara
signifikan
terhadap
kepercayaan
(puaslang) dengan
B = 0.488 sig. 0.000 < 0.05
Pengujian hipotesis satu sampai
dengan emap menghasilkan kesimpulan
dari semua hipotesis yang diajukan
didukung. Hasil uji regression analysis
dan moderated
regression analysis
memperlihatkan semua hipotesis pertama,
kedua, ketiga dan keempat didukung.
Hasil pengujian hipotesis secara
keseluruhan lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 5
Hasil Keseluruhan Hipotesis
No
Hipotesis
H1
Hasil
Kinerja cycle time berpengaruh secara positif
terhadap trust
H2
Behavioral uncertainty berpengaruh secara positif
terhadap trust.
H3
Potential oppotunism berpengaruh secara positif
terhadap trust.
Trust berpengaruh
H4 se Kepercayaan berpengaruh secara positif terhadap
commitment.
Supply chain partner’s specific asset investments
H5
akan
berpengaruh
meningkatkan
tingkat
kepercayaan pada rekan kerja.
Sumber : hasil pengolahan data primer (2011)
Analisis
Pengaruh
Variabel
Independen Secara Simultan Terhadap
Trust. Dari hasil analisis regresi
menunjukkan bahwa nilai F hitung adalah
sebesar 22,660 dan signifikan pada 0,000,
berarti bahwa variabel independen dalam
penelitian ini mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel trust karena
nilai signifikannya < 0,05. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
yang signifikan antara adaptation,
relationship termination cost, shared
values, communication, opportunistic
behavior, satisfaction, cooperation, dan
reputation secara simultan terhadap trust.
Analisis Pengaruh Adaptation
terhadap Trust. Dari hasil analisis regresi
menunjukkan bahwa pengaruh adaptation
terhadap trust adalah signifikan, karena
signifikansinya sebesar 0,032 (< 0,05),
artinya adaptation dapat digunakan untuk
memprediksi trust. Dengan demikian H1a
yang menyatakan bahwa adaptation
mempunyai pengaruh positif terhadap trust
didukung
dalam
penelitian
ini.
Diterimanya H1a maka penelitian ini telah
mendukung penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Zineldin dan Jonsson
(2000),
yaitu
bahwa
adaptation
mempengaruhi trust.
Didukung
Didukung
Tidak Didukung
Didukung
Tidak didukung
Analisis Pengaruh Relationship
Termination Cost terhadap Trust. Dari
hasil analisis regresi menunjukkan bahwa
pengaruh relationship termination cost
terhadap trust adalah tidak signifikan,
karena signifikansinya sebesar 0,068 (>
0,05), artinya relationship termination cost
tidak dapat digunakan untuk memprediksi
trust. Dengan demikian H1b yang
menyatakan
bahwa
relationship
termination cost mempunyai pengaruh
positif terhadap trust ditolak dalam
penelitian ini. Dengan ditolaknya H1b
maka penelitian yang dilakukan ini tidak
mendukung penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Zineldin dan Jonsson
(2000) a, yaitu bahwa relationship
termination cost mempengaruhi trust, hal
ini mungkin disebabkan karena jenis
industri dan negaranya berbeda. Selain itu
penolakan H1b juga dimungkinkan karena
banyaknya supplier yang tersedia di
industri properti dan adanya suatu
keunggulan atau keuntungan yang
ditawarkan supplier baru, sehingga
perusahaan kurang memperhatikan atau
mengabaikan akibat negatif yang timbul
dari pergantian supplier.
Analisis Pengaruh Shared Values
terhadap Trust. Dari hasil analisis regresi
dapat dilihat bahwa shared values
signifikan pada 0,024 (<0,05), berarti
shared values mempengaruhi trust secara
signifikan.
Sehingga
H1c
yang
menyatakan
bahwa
shared
values
mempengaruhi trust didukung dalam
penelitian ini. Meskipun jenis industri dan
negaranya berbeda, namun dengan
diterimanya H1, maka penelitian yang
dilakukan ini telah mendukung penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Zineldin
dan Jonsson (2000) pada industri
perusahaan kayu di Swedia, bahwa shared
values mempengaruhi trust.
Analisis Pengaruh Communication
terhadap Trust Dari hasil analisis regresi
pada menunjukkan bahwa pengaruh
communication terhadap trust adalah tidak
signifikan, karena signifikansinya sebesar
0,117 (> 0,05). Dengan demikian H1d
ditolak dalam penelitian ini. Dengan
ditolaknya H1d yaitu adanya pengaruh
positif communication terhadap trust,
maka penelitian ini tidak mendukung
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Zineldin dan Jonsson (2000) bahwa
communication dapat memberikan dampak
positif dalam meningkatkan trust antara
supplier dengan dealer. Hal ini mungkin
disebabkan karena supplier tidak harus
sering
berkunjung
dan
mengenal
perusahaan secara dekat untuk menjalin
kerjasama yang baik.
Analisis Pengaruh Opportunistic
Behavior terhadap Trust. Dari hasil
analisis regresi dapat dilihat bahwa
opportunistic behavior tidak signifikan
pada 0,492 (<0,05), berarti opportunistic
behavior tidak berpengaruh secara
signifikan
terhadap
trust.
Dengan
demikian H1e ditolak dalam penelitian ini.
Dengan ditolaknya H1e yaitu adanya
pengaruh positif opportunistic behavio
terhadap trust, maka penelitian yang
dilakukan
pada
industri
properti
diSurakarta ini tidak mendukung penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Zineldin
dan Jonsson (2000). Penolakan H1e ini
dimungkinkan
karena
opportunistic
behavior tidak banyak mempengaruhi
kinerja supplier, sehingga perusahaan
kurang memperhatikan perilaku oportunis
suppliernya.
Analisis Pengaruh Cooperation
terhadap Trust. Dari hasil analisis regresi
dapat dilihat bahwa cooperation tidak
signifikan pada 0,064 maka dapat
dikatakan bahwa cooperation tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap
trust karena nilai signifikansinya > 0,05.
Sehingga H1g yang menyatakan tentang
adanya pengaruh positif antara kooperasi
dengan
kepercayaan
seperti
pada
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Zineldin dan Jonsson (2000) tidak
didukung dalam penelitian ini. Penolakan
H1g ini dimungkinkan karena kooperasi
tidak selalu memberikan dampak yang
positif terhadap kepercayaan. Kooperasi
yang efektif dapat mempertinggi tingkat
kepercayaan, namun kooperasi yang
semakin komplek dimungkinkan juga
muncul banyak konflik (Reza dan Sinto,
2006).
Modern Retail Supply Chain (MRSC)
dalam hal ini merupakan istilah yang
digunakan untuk paradigma baru dalam
retail supply chain, suatu konsep yang
menempatkan retailer sebagai suatu titik
atau mata rantai dalam jalur distribusi.
Konsep ini menjembatani kepentingan
supllier dan retailer dalam sudut padang
yang sama, yaitu sebagai bagian dari
proses menluruh araus barang dari hulu ke
hilir samapi kepada konsumen akhir.
Orintasi menyeluruh ini adalah pemenuhan
kebutuhan dan kepuasan konsumen
(consumer driven).
Dengan paradigma baru (MRSC)
orientasi supplier adalah retailer’s selling
out. Supplier akan berkecenderungan
untuk menargetkan selling in sebanyak –
banyaknya denmgan kerjasama yang
produktif dan target yang didasarkan atas
informasi selling out dan hasil analisisinya
yang diberikan retailer sebagai bagian dari
kerjasama.
Fungsi–fungsi utama dalam MRSC
meliputi estimasi, formulasi, komunikasi
dan kolaborasi. Fungsi estimasi adalah
bahwa dalam implementasi MRSC ada
proses
untuk
mengestimasi
atau
meperkirakan kondisi (fluktuasi atau
tingkat penjualan) pada suatu periode
waktu mendatang berdasrkan informasi
yang bersifat historis. Kemudian fungsi
formulasi dalam hal ini adalah proses
perumusan
kondisi
keseimbangan
penyediaan stock barang, yang kemudian
diturunkan sebagai persamaan untuk
mendapatkan
nilai
order
quantity
recommendation. Fungsi komunikasi
adalah kondisi tingkat hubungan antara
para pihak dalam MRSC (supplierreatiler), sedangkan fungsi kolaborasi
merujuk pada kondisi tingkat kerjasama
yang terjalin di dalamnya.
Persaingan yang ketat menuntut
para pengelola bisnis menciptakan model –
model baru dalam pengelolaan aliran
produk. Supply chain Management (SCM)
adalah modifikasi praktik tradisional dari
manajemen logistik yang bersifat adversial
ke arah koordinasi dan kemitraan antar
pihak – pihak yang terlibat dalam
pengelolaan aliran informasi dalam produk
tersebut (Zabidi, 2001). Menurut Heizer
dan Render (2000), SCM adalah mata
rantai dimana dari berbagai pemasok
kemudian masuk ke pabrikan, grosis,
distributor, sampai ke tangan konsumen.
SCM merupakan satu hal yang kompleks,
kalau permintaan konsumen sendiri sangat
fluktuatif, maka perencanaan akan
complicated.
SIMPULAN
Hubungan antara karakteristik
suplier, kepercayaan dan komitmen
pelanggan merupakan kunci pokok dari
sebuah kerangka kerja konseptual: modern
retail supply chain (MRSC). Model ini
menyatakan adanya sebuah rantai kausal
yang menghubungkan hubungan supplier
dengan retailermelalui kepercayaan, dan
komitmen.
Berdasarkan hasil penelitian dapat
ditarik kesimpulan mengenai pengaruh
adaptation, relationship termination cost,
shared
values,
communication,
opportunistic
behavior,
satisfaction,
cooperation, dan reputation terhadap trust
dan
commitment
dalam
supplier
relationship adalah sebagai berikut:
sebanyak 58,06% responeden mempunyai
persepsi tingkat kepercayaan (trust) yang
tinggi terhadap supplier-nya. Sebanyak
80,65% mempunyai persepsi tingkat
komitmen (commitment) yang tinggi
terhadap supplier-nya. Sebanyak 70,97%
dan 22,58% responden
mempunyai
persepsi tingkat adaptation yang sedang
dan tinggi dari supplier-nya. Hal ini berarti
secara
umum
perusahaan
cukup
mempertimbangkan biaya transaksi, proses
administrasi, keterbatasan modal, waktu
pengiriman,
keandalan,
keamanan,
perencanaan data, kualitas produk dan
kemudahan transaksi sebagai akibat dari
pergantian supplier.
Sebanyak
51,61%
responden
memberikan tanggapan yang tinggi
terhadap shared values. Hal ini berarti
bahwa
secara
umum
perusahaan
berkeinginan untuk mempunyai tujuan dan
kebijakan bersama dengan supplier,
memiliki kemauan untuk menghargai
supplier, dan tidak membeda-bedakan
karyawannya dengan karyawan dari pihak
supplier. Sebanyak 54,84% responden
memberikan tanggapan yang tinggi
terhadap communication. Hal ini berarti
bahwa
secara
umum
perusahaan
menganggap supplier-nya memberikan
informasi
yang
berkaitan
dengan
pengiriman
maupun
perkembanganperkembangan menyangkut barang yang
dipesan oleh retail.
KETERBATASAN
Dalam penelitian tentang faktorfaktor yang berpengaruh terhadap trust dan
commitment dalam supplier relationship
lingkup penelitian hanya di Yogyakarta
dan hanya ritail pertokoan maka
mengakibatkan hasil penelitian ini belum
bisa digeneralisasikan untuk semua daerah
dan semua jenis usaha. Penelitian tentang
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
trust dan commitment dalam supplier
relationship ini baru menggunakan
delapan
faktor
yaitu
adaptation,
relationship termination cost, shared
values, communication, opportunistic
behavior, satisfaction, cooperation, dan
reputation sebagai variabel independen,
masih ada faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi relationship quality antara
supplier
dengan
dealer,
seperti
information sharing, perceived conflict,
relationship bonds dan lain-lain.
REFERENSI
Bowersox, D.J. Closs, D.J. and Stank T.P.
1999. Century logistic making
supply chain integration a reality.
Oak Brook, II. Council of Logistic
Management.
Chase,
R.B., F.R. Jacobs and N.J.
Aquilano.
2004.
Operations
management
for
competitive
advantage. 10th ed. Singapore:
McGraw-Hill/Irwin.
Chopra. 2010. Supply chain management:
strategy, planning, and operation.
4Ed Pearson Education.
Flyn, B.B. Scroeder, R.G, and Sakakibara.
1995. The impact of quality
mangement
practices
on
performance
and
competitive
advantage. Decision Science. Vol.
26. No. 5. pp 69-92.
Hale, Trevor and Christopher R. Moberg.
2005. Improving supply chain
disaster preparedness: a decision
process for secure site location.
International Journal of Physical
Distribution
&
Logistics
Management. Vol. 35. No. 3. pp.
195-207.
Heizer, J. and Barry R. 2001. Operations
management. 6th ed. Upper Saddle
River, N.J: Prentice Hall, Inc.
Krause, D.R, T.V. Scannell and R.J
Calantone. 2000. A structural
anaysis of the effectiveness of
buying firms, strategies to improve
supplier performance. Decision
Science. 31, 1, 33-35.
Kwon, Ik-Whan and Taewon Suh. 2005.
Trust,
commitment
and
relationships in supply chain
management: a path analysis.
Supply Chain Management: An
International Journal. 10/1 : 26-33.
Watanabe, R. 2001. Supply chain
management:
konsep
dan
teknologi. Usahawan, XXX, No. 2,
Februari, 8-11.
Widayanto, G. 1995. Manajemen Rantai
Suplai: suatu jawaban mengahdapi
kompetisi
berbasis
waktu.
Usahawan, XXIV. No. 12.
Desember. H. 14-18.
Wisher J.D. 2003. A Structural equation
model of supply chain management
strategies and firm performance.
Journal of Business Logistics. Vol.
24. No. 1.
Zabidi,
Y.
2001.
Supply
chain
management: teknik terbaru dalam
mengelola aliran material/produk
dan
informasi
dalam
memenangkan
persaingan.
Usahawan, XXX, No. 2, Februari,
3-7.
Download