8 II. AKTIVITAS PROMOTER ß-AKTIN IKAN MEDAKA PADA IKAN LELE (Clarias sp) ABSTRAK Promoter berperan penting dalam transgenesis sebagai pengatur ekspresi gen yang diintroduksi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas promoter β-aktin dari ikan medaka (mBP) pada ikan lele (Clarias sp.) sebagai langkah awal dalam rangka produksi ikan lele transgenik dengan karakter yang berguna bagi akuakultur. Aktivitas promoter diketahui dengan cara mengamati ekspresi gen penyandi protein berpendar hijau (green fluorescent protein, GFP) pada embrio hasil mikroinjeksi. Konstruksi gen dalam bentuk plasmid mBP-GFP dengan konsentrasi 50 µg/ml . Konstruksi gen tersebut diinjeksikan secara terpisah ke dalam blastodisk embrio ikan lele fase 1 sel. Jumlah telur yang diinjeksi untuk konstruksi gen adalah sebanyak 30 embrio dan dilakukan 2 pengulangan. Telur diinkubasi pada akuarium dengan suhu air sekitar 28oC. Ekspresi gen GFP diamati menggunakan mikroskop fluoresen (Olympus SZX 16) dimulai pada jam ke-4 setelah fertilisasi dan dilanjutkan setiap 2 jam sekali hingga ekspresi GFP tidak terdeteksi. Derajat kelangsungan hidup embrio (DKH-e) dan derajat penetasan (DP) dianalisis sebagai data pendukung. DKH-e dihitung sebelum telur menetas, sedangkan DP dihitung ketika semua telur telah menetas. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DKH-e (63,33±3,34%) dan DP (63,63± 10,03%) kontrol tidak diinjeksi lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan injeksi. DKH-e yang diinjeksi dengan β-aktin-GFPadalah 25,00±1,67%. Nilai DP untuk β-aktin-GFP adalah 18,34±1,65%. Persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP adalah 3,3 ±0,0%. Puncak ekspresi gen GFP yang dikendalikan oleh promoter β-aktin adalah pada jam ke-10. Ekspresi gen GFP tidak tampak lagi pada saat telur menetas. Kesimpulannya adalah bahwa promoter β-aktin dari ikan medaka dapat aktif mengendalikan ekspresi gen asing pada ikan lele, sehingga promoter tersebut dapat digunakan dalam pembuatan ikan lele transgenik. Kata kunci: ikan lele, GFP, mikroinjeksi, promoter 9 II. ACTIVITY OF MEDAKA ß-ACTIN PROMOTER IN CATFISH (Clarias sp) ABSTRACT Promoters play the important role in transgenesis as a gene expression regulator. This study was conducted to detect of activity ß-actin promoter from medaka fish (mBP) in catfish (Clarias sp) as beginning step in order to produce transgenic catfish with character good for aquaculture. Activity of promoter is known by analyze expression of gene encodes protein green luminescent ( Green Fluorescent Protein , GFP) in microinjected embryos. Gene construction used was in the form of plasmid mBP-GFP with concentration of 50 µg/ml and injected into blastodisk catfish embryo in 1 cell stage. Injection was performed to 30 embryos in duplicates. The injected embryos was incubated in aquaria with water temperature of 28oC. GFP gene expression was observed using fluorescent microscope at fourth hour after fertilization and continued every 2 hours. Survival rate of embryos (SRe), hatching rate (HR), and the percentage of individual which expressing GFP were analyzed as supporting data. SRe was calculated before hatching and HR was calculated at that time of all embryos hatching. Data was analyzed descriptively. The results of research showed that DKH-e (63.33 ± 3.34%) and DP (63.63 ± 10.03%) control was higher than injected. DKH-e between ß-actin GFP is 25.00 ± 1.67% and DP ß- actin GFP is 18.34 ± 1.65% . Percentage of embryos expressing GFP gene was 3,33 ± 0,0%. Highest GFP gene expression level that controlled by promoter β-actin is at the tenth hour after fertilization. GFP gene expression will no longer appear when hatching afterwards. The conclusion that promoter ß -actin from medaka can drive foreign gene expression in catfish , so that it can be used to produce transgenic catfish. Keywords: catfish, GFP, microinjection, promoters PENDAHULUAN Promoter merupakan sekuens DNA yang menginisiasi terjadinya proses transkripsi (Dunham 2004), pengatur waktu, tempat, dan tingkat ekspresi suatu gen sehingga promoter dapat dianalogikan sebagai switch suatu gen (Glick & Pasternak, 2003). Promoter merupakan sekuen DNA yang terletak pada bagian upstream (terminal 5’) dari kodon awal suatu gen (Hackettt 1993), yang berfungsi sebagai tempat RNA polymerase menempel dan menginisiasi transkripsi (Glick & Pasternak 2003). Dalam transgenesis, promoter berperan penting dalam menentukan apakah karakter yang dikodekan oleh gen yang ditransfer atau transgen dapat diekspresikan sesuai dengan yang diharapkan. Berbagai jenis promoter yang sudah digunakan dalam pembuatan ikan transgenik antara lain adalah Cytomegalovirus (CMV), Rous Sarcoma Virus Long Terminal Repeat (RSV-LTR), β-actin, Mouse Metallothionein (MT), Rainbow 10 Trout MT, Simian Virus tipe 40 (SV-40), CMV-tk, CMV-IE, MMTV, Polyoma Viral Promoter, Human MT, Human heat-shock protein 70 (hsp 70), carp β-actin (Dunham 2004). Pada awal perkembangan transgenik pada ikan, peneliti umumnya menggunakan promoter yang diperoleh dari vertebrata lain atau dari virus. Namun, promoter tersebut memberikan ekspresi yang rendah atau tidak menghasilkan ekspresi gen (Chourrout et al. 1990 dalam Alimuddin et al. 2003). Hasil yang negatif ini mungkin disebabkan oleh sifat sekuens promoter yang spesifik spesies dari ikan. Beberapa promoter telah berhasil diisolasi antara lain β-aktin dari ikan medaka (Takagi et al. 1994). Oleh karena itu pada penelitian ini akan dilakukan pengujian aktivitas promoter β-aktin yang berasal dari ikan medaka (Takagi et al. 1994). Promoter β-aktin memiliki beberapa sifat yang terkait dengan aktivitas elemen-elemennya yaitu constitutive, ubiquitous dan house keeping (Liu et al. 1990). Constitutive berarti promoter ini mampu aktif tanpa membutuhkan faktor pemicu seperti rangsangan hormon atau rangsangan suhu. Promoter β-aktin bersifat ubiquitous artinya dapat aktif pada semua jaringan otot. House keeping berarti promoter β-aktin dapat aktif kapan saja bila diperlukan. Promoter β-aktin ikan medaka merupakan salah satu jenis promoter yang memiliki aktivitas tinggi pada beberapa jenis ikan, misalnya ikan medaka (Takagi et al. 1994; Hamada et al. 1998), ikan rainbow trout (Yoshizaki 2001; Boonanuntanasam et al. 2002), ikan zebra (Alimuddin et al. 2005), ikan nila (Kobayashi et al. 2007), ikan mas (Purwanti 2007) dan ikan lele (Ath-thar 2007). Untuk mengetahui aktivitas promoter, diperlukan adanya gen penanda (marker) yang disambungkan dengan promoter. Promoter dikatakan aktif apabila gen penanda dapat terekspresi. Gen penanda yang biasa digunakan dalam pengujian aktivitas promoter, yaitu lacZ, luciferase (luc), green fluorescent protein (GFP), dan chloramphenicol acetyl transferase (Iyengar et al. 1996). Pada penelitian ini digunakan gen GFP. Gen GFP memiliki keunggulan yaitu tidak memerlukan substrat tambahan untuk ekspresinya, memiliki kandungan protein yang berpendar dan dapat divisualisasikan dengan menggunakan mikroskop fluoresen (Chalfie et al. 1994 dalam Iyengar et al. 1996). Gen GFP diisolasi dari ubur-ubur Aequorea victoria namun ada juga yang diisolasi dari anthozoa (soft coral) jenis Renilla reniformis yaitu gen hrGFP (Humanized Renilla reniformis Green Fluorescent Protein) (Felts et al. 2001). 11 Promoter beta aktin ikan medaka disambungkan dengan gen GFP dalam bentuk konstruksi beta aktin-GFP (mBP-GFP) (Gambar 1). Apabila promoter ini mampu mengendalikan ekspresi gen GFP pada ikan lele, maka diduga gen lain yang mengkodekan karakter penting dalam budidaya ikan dapat diintroduksikan sebagai pengganti gen GFP dalam proses transgenesis ikan lele. Ikan lele digunakan dalam penelitian ini karena kondisi di lapangan telah terjadi penurunan pertumbuhan (Nurhidayat 2000) dan jenis ikan ini merupakan komoditas yang ditargetkan sebagai ikan konsumsi masyarakat pada program kerja 2009-2014 Kementerian Kelautan dan Perikanan. mBP-GFP (7 kb) Gambar 1. Peta konstruksi gen mBP-GFP (Takagi et al. 1994) Umumnya pengujian aktivitas promoter dilakukan dengan metode mikroinjeksi yaitu menginjeksikan konstruksi DNA ke embrio dan mengamati ekspresi sementara (transient expression) yang dihasilkan gen penanda (Takagi et al. 1994; Higashijima et al. 1997; Hamada et al. 1998; Yazawa et al. 2005; Kato et al., 2007; Ath-thar 2007; Purwanti 2007). Oleh karena itu dalam penelitian ini konstruksi DNA mBP-GFP diinjeksikan ke blastodisk embrio ikan lele fase satu sel dengan menggunakan mikroinjektor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas promoter ß-actinGFP (mBP-GFP) pada ikan lele, dengan cara mengamati ekspresi sementara dari gen GFP sebagai penanda. 12 BAHAN DAN METODE Pengadaan Embrio Ikan Lele Embrio ikan lele fase satu sel diperoleh dengan cara pemijahan buatan. Induk betina yang telah matang gonad disuntik ovaprim dengan dosis 0,3 ml/kg bobot ikan, sedangkan induk jantannya menggunakan dosis 0,1 ml/kg bobot ikan. Sekitar 12 jam pasca injeksi, dilakukan stripping pada induk betina untuk mendapatkan telur, sementara induk jantan dibedah untuk diambil spermanya. Sperma diencerkan (0,5%) menggunakan larutan fisiologis NaCl 0,9%. Setelah itu, telur dan sperma dicampur dalam 1 wadah dan diberi air, diaduk dengan menggunakan bulu ayam. Penghilangan Daya Rekat Telur Telur ikan lele yang telah dibuahi bersifat adesif, yaitu melekat pada substrat. Penghilangan daya rekat telur diperlukan untuk memudahkan proses mikroinjeksi. Untuk menghilangkan daya rekat telur, setelah pembuahan, telur direndam dengan larutan Tannin (0,5 gram Tannin/liter akuades) (Woynarovich dan Horvath 1980) selama 3-5 detik kemudian segera dibilas dengan air bersih sebanyak 2 kali. Telur yang telah dibuahi diambil lalu disimpan pada cekungan agarosa (Gambar 2) untuk selanjutnya dilakukan perlakuan mikroinjeksi. Gel agarosa Cekungan (Tempat telur) Gambar 2. Cekungan Agarosa 13 Pembuatan Gel Agarosa Penahan Embrio Pembuatan gel dilakukan pada cawan petri dengan cara membuat larutan agarosa 2% yaitu sebanyak 0,6 gram agarosa dicampur dengan akuades sebanyak 30 ml dan dipanaskan ke dalam microwave selama 2 menit. Setelah suhu gel sekitar 40oC, gel dituangkan ke dalam cawan petri yang di bagian tengahnya terdapat cetakan marmer. Cetakan marmer dipindahkan sehingga terbentuk cekungan. Gel penahan embrio bisa digunakan beberapa kali dan setelahnya dicuci dengan 70% etanol, kemudian dibilas dengan air destilasi. Gel penahan embrio yang telah digunakan ditutup dengan plastik dan disimpan pada kulkas (Meng et al. 1999). Perbanyakan Konstruksi DNA Bakteri Escherichia coli yang mengandung konstruksi plasmid DNA βaktin-GFP (mBA-GFP) Takagi et al. 1999 (Gambar 1) diperbanyak dengan menggunakan metode kultur cair. Bakteri dikultur dalam media cair yang mengandung Triptone 1,6%, yeast extract 1%, NaCl 0,5% dan antibiotik kanamisin, diinkubasi menggunakan shaker dengan kecepatan 250 rpm pada suhu 37oC, selama 16 – 18 jam. Plasmid DNA diisolasi menggunakan kit EZ 10 Spin column Plasmid DNA sesuai dengan prosedur dalam manual (Lampiran 1). Konsentrasi DNA yang diperoleh adalah dihitung menggunakan mesin DNA/RNA (Gene Quant). Pelaksanaan Mikroinjeksi Larutan DNA dengan konsentrasi 50 µg/ml diambil sebanyak 4 µL menggunakan mikropipet dengan tip panjang dibagian ujungnya dan kemudian dimasukkan ke dalam jarum mikroinjeksi. Minyak mineral ditambahkan ke dalam jarum mikroinjeksi menggunakan jarum minyak mineral yang telah dipasang pada needle holder. Jarum minyak mineral dilepas dan jarum mikroinjeksi yang telah berisi larutan DNA dan minyak mineral disambungkan ke needle holder pada seperangkat alat mikroinjektor. Embrio ikan lele fase 1 sel dipindahkan secara perlahan pada lubang gel penahan embrio menggunakan pipet. Jarum mikroinjeksi diatur posisinya dengan 14 bantuan mikromanipulator, diposisikan pada bagian atas telur dan cairan DNA secara perlahan diinjeksikan sekitar seperlima dari volume blastodisk. Embrio yang telah diinjeksi diinkubasi pada suhu sekitar 28 ˚C (Gambar 3). Konstruksi gen diinjeksikan ke embrio sebanyak 30 butir dengan ulangan 2 kali. Jarum mikroinjeksi Blastodisk Gambar 3. Injeksi pada blastodisk embrio ikan lele fase satu sel Pengamatan Ekspresi Gen GFP Pengamatan ekspresi GFP dilakukan pada jam keempat setelah pembuahan, selanjutnya setiap 2 jam sekali sampai telur menetas. Pengamatan perkembangan embrio dan ekspresi gen GFP dilakukan dengan menggunakan mikroskop fluoresen (Olympus SZX16) yang dilengkapi filter GFP (Olympus SZXGFPHQ) dan burner (Olympus U-RFL-T). Embrio dan larva difoto dengan menggunakan kamera digital High Speed Compact Color 2 megapiksel (DP 20) Olympus, kemudian ditransfer ke komputer yang memiliki software Olympus DH2-BW melalui remote controller (Olympus DP-20) (Lampiran 2). Analisis Data Parameter yang diamati meliputi derajat kelangsungan hidup embrio (DKH-e), derajat penetasan (DP) dan persentase embrio mengekspresikan transgen (PEMG). DKH-e adalah persentase jumlah embrio yang hidup dibandingkan jumlah embrio awal. Derajat penetasan adalah persentase jumlah embrio yang menetas dari jumlah awal embrio. Persentase embrio mengekspesikan GFP ini didapatkan dari perbandingan jumlah telur yang di 15 dalamnya terdapat ekspresi gen dibandingkan dengan jumlah total telur yang telah diinjeksi. Data dianalisis secara deskriptif. Derajat kelangsungan hidup embrio adalah persentase jumlah embrio yang hidup dibandingkan jumlah embrio awal. Perhitungan dilakukan 20 jam setelah fertilisasi, dimana embrio belum menetas dengan rumus perhitungan sebagai berikut: Derajat penetasan adalah persentase jumlah embrio yang menetas dibandingkan jumlah embrio awal. Perhitungan dilakukan ketika larva telah menetas secara keseluruhan dengan rumus perhitungan sebagai berikut : Persentase embrio mengekspresikan gen GFP diperoleh dari perbandingan jumlah embrio yang mengekspresikan gen GFP dengan jumlah total embrio yang diinjeksi. Perhitungan dilakukan pada jam ke-12 dengan rumus perhitungan sebagai berikut : 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat kelangsungan hidup embrio (DKH-e) dan derajat penetasan (DP) pada perlakuan injeksi memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan kontrol tidak diinjeksi (Tabel 2). DKH-e yang diinjeksi dengan konstruksi gen mBP-GFP mempunyai nilai 25,00±1,67%, sedangkan nilai DP adalah 18,34±1,65%. Tabel 2. Derajat kelangsungan hidup embrio (DKH-e), derajat penetasan (DP) dan persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP (PEMG) menggunakan konstruksi gen mBP-GFP pada ikan lele Clarias sp. Perlakuan Injeksi dengan mBP-GFP Tidak diinjeksi Embrio yang Diinjeksi (butir, n=2) DKH-e (%) DP (%) 30 25,00 ± 1,67 18,34 ± 1,65 30 63,33 ± 3,34 63,63 ± 10,03 PEMG (%) 3,33 ± 0,0 0,00 ± 0,0 Ket : mBP-GFP = medaka ß-aktin- Green Fluorescent Protein Adanya ekspresi GFP menunjukkan bahwa promoter β-aktin ikan medaka dapat digunakan untuk membuat ikan transgenik dengan gen yang berpengaruh terhadap akuakultur. Persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP (PMEG) untuk mBA-GFP adalah 3,33±0,0%. Telur ikan lele yang digunakan saat penelitian memiliki kualitas yang cukup bagus, dilihat dari nilai rata-rata derajat kelangsungan hidup dan derajat penetasan kontrol cukup tinggi. Nilai derajat kelangsungan hidup dan derajat penetasan dari perlakuan lebih rendah jika dibandingkan kontrol (tanpa perlakuan injeksi). Hal ini mungkin disebabkan karena kerusakan yang terjadi pada sel embrio setelah diinjeksi sehingga perkembangan embrio menjadi tidak normal dan kemudian mengalami kematian. Selain itu, juga diduga akibat tingginya volume larutan DNA yang diinjeksikan. Transfer gen dengan metode mikroinjeksi umumnya membutuhkan larutan DNA yang diinjeksikan dalam jumlah copy yang tinggi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan integrasi transgen ke dalam genom inang (Zbikwoska, 2003). Namun demikian, semakin tinggi jumlah copy DNA yang diinjeksikan juga akan meningkatkan mutagenesis atau meningkatkan jumlah partikel asing yang 17 masuk dalam embrio, sehingga dapat mengganggu stabilitas embrio dan menyebabkan kematian (Hackettt, 1993). Ekspresi gen GFP yang dikendalikan oleh promoter mBP mulai terlihat pada jam ke-4 setelah fertilisasi (embrio fase gastrula), semakin terang pada fase gastrula dimana perisai embrio sudah mulai terbentuk (jam ke-6 setelah fertilisasi), mencapai puncaknya pada fase organogenesis (jam ke-14 setelah fertilisasi), dan setelah itu ekspresi gen GFP tidak terdeteksi (Gambar 4). Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat perbandingan penampakan telur yang terekspresi gen GFP (Gambar 4C) dan telur yang tidak terekspresi gen GFP (Gambar 4B). Ekspresi gen terkuat terjadi pada saat 8 dan 10 jam setelah diinjeksi. Pada 12, 14,16 dan 18 jam setelah diinjeksi penampakan ekspresi gen pada embrio terlihat menunjukkan tanda penurunan dan akhirnya hilang pada saat larva menetas. Pada penelitian ini, ekspresi gen GFP pada telur lele dengan promoter ßaktin sudah mulai terlihat pada fase gastrula (jam ke-4 setelah fertilisasi), semakin terang pada fase gastrula dimana perisai embrio sudah mulai terbentuk (jam ke-6 setelah fertilisasi) dan mencapai puncaknya pada fase organogenesis (jam ke-14 setelah fertilisasi), setelah itu ekspresi gen menghilang. Etkin & Balcells (1985) dalam Winkler (1991) menyatakan bahwa ekspresi DNA asing hanya dapat dilihat pada embriogenesis awal pada fase midblastula. Pada ikan medaka disebutkan bahwa ekspresi gen wtGFP (wild-type GFP) dan mtGFP (mutant GFP) dimulai pada fase midblastula dan ekspresi terkuat terjadi sampai dengan fase gastrula akhir (Hamada et al. 1998). Menurut Stuart et al. (1988) ekspresi gen terkuat pada ikan zebra terjadi pada fase gastrula awal. Untuk ikan medaka ekspresi gen terkuat terjadi pada fase gastrula (Chong & Vielkind, 1989 dalam Volckaert, 1994). Sedangkan pada ikan Loach Misgurnus sp. terjadi pada gastrula akhir (Maclean et al. 1987 dalam Volckaert, 1994). Penelitian yang dilakukan Volckaert (1994) mendapatkan hasil bahwa pada lele Afrika Clarias gariepinus ekspresi gen tertinggi terjadi pada fase gastrula awal (permulaan epiboly). 18 Jam (A) (B) (C) ke- 6 8 10 12 Gambar 4. Ekspresi gen GFP pada embrio ikan lele (Clarias sp) yang diinjeksi dengan mBA-GFP pada jam ke : 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18 dan 20 jam setelah diinjeksi. A : Telur diamati dengan mikroskop tanpa UV B : Telur diamati dengan mikrokop UV (telur tidak terekspresi gen GFP) C : Telur diamati dengan mikrokop UV (telur terekspresi gen GFP) 19 Jam (A) (B) ( C) Ke- 14 16 18 20 Gambar 4. Lanjutan Pola ekspresi sementara seperti ini umumnya terjadi pada banyak pengujian aktivitas promoter antara lain pada ikan medaka (Winkler et al. 1991; Takagi et al. 1994), ikan lele Afrika (Volckaert et al. 1994), ikan zebra (Higashijima et al. 1997), ikan kakap merah (Kato et al. 2007), ikan lele (Ath-thar, 2007), dan ikan mas (Purwanti, 2007) dengan menggunakan promoter yang berbeda pula. Pola ekspresi gen yang terbentuk umumnya hampir sama 20 walaupun ada perbedaan waktu ekspresi gen antara satu promoter dengan promoter lainnya pada spesies ikan yang berbeda, yaitu pada awalnya rendah, meningkat, kemudian menurun hingga tidak terlihat lagi. Perbedaan waktu yang terjadi diduga karena tiap embrio memiliki kemampuan berkembang yang berbeda dimana dipengaruhi oleh laju transkripsi sel dalam embrio dan suhu inkubasi telur. Volckaert et al. (1994) menjelaskan bahwa pola waktu ekspresi gen asing bergantung pada pola perkembangan embrio. Woynarovich & Horvath (1980) juga menambahkan bahwa laju perkembangan embrio bergantung pada suhu inkubasi. Hal ini dikarenakan di dalam embrio terdapat sejumlah enzim yang berperan terhadap perkembangannya. Pada penelitian ini suhu air inkubasi adalah sama antara yang diberi injeksi dengan kontrol. Menurut Iyengar et al. (1996) terjadinya ekspresi sementara ini berhubungan erat dengan ketahanan dari DNA yang diinjeksikan. Tingginya ekspresi yang terjadi pada fase gastrula adalah kemungkinan sebagai hasil dari akumulasi DNA yang diinjeksikan yang berlanjut pada peningkatan replikasi pada fase pembelahan (cleavage) dan akumulasi dari enzim (RNA polymerase II) yang menyebabkan dimulainya transkripsi pada saat MBT (mid-blastula transition). Degradasi dari DNA pada saat fase lanjutan pada pembelahan sel diperkirakan akan menyebabkan penurunan bertahap dari jumlah DNA sehingga ekspresi akan semakin melemah. Ekspresi gen GFP mulai terlihat pada fase blastula yaitu pada fase terbentuknya rongga yang membedakan antara kuning telur dengan sel (Woynarovich & Horvath, 1980). Lebih lanjut dijelaskan bahwa waktu ekspresi berhubungan erat dengan keberadaan DNA yang diinjeksikan. Puncak ekspresi atau ekspresi terkuat yang dihasilkan dari perlakuan diduga disebabkan oleh terjadinya replikasi DNA yang diinjeksikan di dalam embrio pada fase perkembangan awal (Winkler et al. 1991). Peningkatan ekspresi gen yang terjadi ditambahkan oleh Iyengar et al. (1996) merupakan akumulasi dari enzim produk transkripsi pada fase mid blastula transition. Ekspresi gen GFP melemah setelah 14 jam fertilisasi dan menghilang sebelum telur ikan lele tersebut menetas. Perbedaan tingkat ekspresi dijelaskan oleh Dunham (2004) yaitu disebabkan karena promoter yang diintroduksikan bukan berasal dari ikan yang homolog. Promoter yang bukan berasal dari ikan yang homolog memiliki interaksi antara elemen cis-regulator pada promoter dan elemen trans-regulator inang yang berbeda. Hackett (1993) juga menambahkan bahwa elemen cis-regulator akan berikatan dengan trans-regulator protein lainnya yang kemudian akan 21 mengakibatkan peningkatan atau penurunan tingkat transkripsi. Fletcher dan Davies (1991) dalam Ath-thar (2007) menjelaskan bahwa tingkat ekspresi yang tinggi dipengaruhi oleh kesesuaian antara elemen cis-regulator dan transregulator. KESIMPULAN Promoter β-aktin ikan medaka aktif mengendalikan ekspresi gen pada ikan lele, dan dapat digunakan untuk membuat ikan lele transgenik.