BAB II DASAR TEORI 2.1 Topologi Jaringan Topologi jaringan adalah susunan berbagai elemen jaringan (link, node, dan lainnya) yang menggambarkan bagaimana berbagai elemen jaringan saling terhubung satu sama lain. Dalam jaringan transmisi akses, ada empat jenis topologi yang umum digunakan. 1) Topologi Daisy Chain Topologi ini memiliki bentuk seperti garis, di mana setiap node saling terhubung menyerupai garis lurus. Dalam jaringan transmisi akses, topologi ini banyak ditemukan di daerah-daerah yang sulit secara geografis, atau juga belum banyak pengguna layanan telekomunikasi. Gambar 2.1 Topologi Daisy Chain 6 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2) Topologi Star Topologi ini memiliki bentuk seperti bintang, dimana setiap node terhubung secara terpusat pada sebuah node utama (contohnya adalah HUT yang sudah dilengkapi dengan perangkat optical switching). Dalam jaringan transmisi akses, topologi star lebih banyak ditemukan di kota-kota besar (urban), di mana link transmisi merupakan last mile tanpa sub-ordinate di belakangnya, dan sudah banyak tersedia perangkat optical switching. Gambar 2.2 Topologi Star 3) Topologi Tree Topologi ini memiliki bentuk seperti pohon, dimana koneksi antar node membentuk jaringan bertingkat. Dalam jaringan transmisi akses, topologi ini banyak digunakan di kota-kota kecil (sub-urban), dikarenakan masih belum banyak tersedia perangkat optical switching. http://digilib.mercubuana.ac.id/ Gambar 2.3 Topologi Tree 4) Topologi Ring Topologi ini memiliki bentuk seperti cincin, dimana setiap node tersambung ke dua node lainnya sehingga membentuk jalur melingkar. Topologi ini lebih banyak diterapkan sebagai fungsi proteksi pada jalur optik. Selain sebagai proteksi, sistem ini juga sudah bisa diterapkan pada transmisi akses sebagai alternatif untuk optimasi saat membutuhkan kapasitas link yang lebih besar. Gambar 2.4 Topologi Ring 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2.2 Radio Microwave 2.2.1 Konfigurasi Sistem Radio Microwave Ketersediaan jaringan merupakan suatu faktor penting dalam transmisi akses. Kegagalan jaringan diusahakan hanya menimbulkan dampak seminimum mungkin terhadap ketersediaan layanan, bahkan diharapkan tidak menimbulkan dampak sama sekali. Untuk mempertahankan ketersediaan dari sebuah jaringan radio microwave, ada berbagai metode redundansi/proteksi yang umum diimplementasikan dalam transmisi akses. Konfigurasi Radio 1+0 Merupakan link transmisi tunggal tanpa proteksi. Dengan tidak adanya proteksi, maka kegagalan jaringan akan secara langsung mengakibatkan tidak tersedianya layanan. 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Gambar 2.5 Konfigurasi sistem 1+0 Konfigurasi Radio 1+1 Merupakan link transmisi tunggal yang terdiri dari link utama dan link cadangan. Di saat terjadi kegagalan jaringan, maka link cadangan akan langsung aktif dalam waktu kurang dari 50ms sejak link utama gagal beroperasi. Gambar 2.6 Konfigurasi sistem 1+1 (Hot Standby) Konfigurasi Radio 2+0 Merupakan dua link transmisi paralel. Secara fisik adalah dua link transmisi terpisah, namun secara sistem dikenali sebagai 1 link transmisi (dengan kapasitas 2 kali link transmisi tunggal). Link pertama dan link kedua biasanya dibedakan dari channel frekuensi yang digunakan. 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Gambar 2.7 Konfigurasi sistem 2+0 2.2.2 Modulasi dan Kapasitas Trafik Modulasi adalah proses penumpangan informasi yang terkandung dalam sebuah rentang frekuensi pada sebuah frekuensi pembawa. Dengan proses modulasi, suatu informasi dimasukkan/ditumpangkan ke suatu gelombang pembawa untuk dikirimkan ke titik tujuan. Jenis modulasi dapat dibedakan berdasarkan input sistem, yaitu modulasi analog dan modulasi digital. Berbeda dengan modulasi analog, dimana input sistem berbentuk sinyal kontinu. Pada modulasi digital, input sudah berbentuk diskrit yang ditandai oleh dua kondisi, yaitu kondisi "0" dan kondisi "1". Pada jaringan radio microwave, kapasitas suatu link transmisi akan berbanding lurus dengan sistem modulasi yang dipakai. Saat ini, radio microwave yang banyak 11 http://digilib.mercubuana.ac.id/ digunakan oleh operator telekomunikasi di Indonesia sudah mampu menggunakan modulasi 2048QAM, atau setara dengan 250 Mbps. Tabel 2.1 Modulation Vs ETH Capacity 2.2.3 Quality of Service (QoS) QoS merupakan suatu teknik penilaian kinerja keseluruhan dari suatu jaringan telekomunikasi. QoS memungkinkan dilakukannya pembagian sumber daya jaringan, dalam hal ini adalah kapasitas link transmisi. Titik kunci dari QoS adalah membagi sumber daya jaringan berdasarkan prioritas terhadap beberapa aplikasi/layanan yang sudah ditentukan sebelumnya, dengan konsekuensi tetap tersedianya beberapa aplikasi/layanan dan dikorbankannya aplikasi/layanan lainnya. Berikut adalah contoh implementasi QoS pada jaringan akses dari PT. XL Axiata Tbk,. 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Queue 6,7 Queue 5 Queue 4 Queue 3 Queue 2 Queue 1 Signalling, O&M Voice High speed data service Normal speed data service Short Messaging Service (SMS) Background or additional service Gambar 2.8 QoS Mapping Design Dari gambar di atas, ditunjukkan bahwa urutan prioritas terpenting dimulai dari angka 7, dan urutan prioritas terendah adalah angka 1. Apabila karena suatu dan lain hal yang mengharuskan adanya service yang dikorbankan, maka service dengan prioritas paling rendahlah yang akan dipilih. 2.3 Ethernet Ring Protection (ERP) Ethernet Ring Protection (ERP) merupakan suatu mekanisme yang menawarkan proteksi dan recovery kurang dari 50ms terhadap sistem switching untuk trafik ethernet. ITU-T merekomendasikan dua versi ERP, G.8032v1 untuk topologi ring tunggal dan G.8032v2 untuk topologi ring banyak/berjenjang. 13 http://digilib.mercubuana.ac.id/ ERP memberikan keuntungan secara ekonomis, pemanfaatan topologi ring akan mengurangi jumlah kebutuhan ring dalam jaringan. Topologi ring dibentuk oleh minimum dua buah node. Masing-masing node terhubung ke node terdekat dalam ring yang sama dan memiliki dua link yang berbeda. Gambar 2.9 Contoh implementasi ERP Dasar mekanisme kerja dari ERP dapat dijelaskan sebagai berikut: Menghindari terjadinya loop Terjadinya loop dapat dihindari dengan cara melewatkan trafik hanya melalui salah satu link, sedangkan link lainnya dalam kondisi normal tidak akan digunakan untuk melewatkan trafik. Link ini disebut sebagai Ring Protection Link (RPL). Salah satu node dari topologi ring akan berfungsi sebagai RPL Owner Node, yang bertanggung jawab untuk mem-blok trafik di salah satu sisi dari RPL. Pada saat link utama mengalami kegagalan, RPL Owner Node akan mengaktifkan RPL dan mengalihkan trafik dari link utama ke RPL. 14 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Gambar 2.10 RPL dalam ERP Learning, Forwarding, and Filtering Database Informasi mengenai kegagalan link utama akan memicu untuk diaktifkannya ERP. Operation, Administration, and Maintenance (OAM) Maintenance association End Point (MEP) secara perodik akan melakukan monitoring terhadap link-link yang terlibat dalam ERP. Apabila kemudian RPL Owner Node mendapatkan informasi bahwa link utama sudah bisa digunakan kembali, trafik akan dialihkan ke link utama dan RPL kembali tidak digunakan. 2.4 Virtual Local Area Network (VLAN) Pada awalnya suatu Local Area Network (LAN) didefinisikan sebagai jaringan perangkat yang terletak dalam wilayah yang sama. Namun pada saat ini, LAN 15 http://digilib.mercubuana.ac.id/ didefinisikan sebagai satu broadcast domain. Ini berarti bahwa jika sebuah perangkat mengirimkan informasi di jaringan LAN, informasi tersebut diterima oleh setiap perangkat yang terhubung di LAN. Virtual Local Area Network (VLAN) dikembangkan sebagai solusi alternatif untuk membatasi perangkat yang dapat menerima informasi yang dikirim di LAN. VLAN menawarkan sejumlah kelebihan dibandingkan dengan LAN: Performansi jaringan. Dengan membatasi pengiriman informasi broadcast hanya ke perangkat tertentu saja, sehingga beban trafik yang melalui jaringan bisa dikurangi. Administrasi jaringan yang lebih mudah. Pengurangan biaya untuk penambahan perangkat baru. Keamanan jaringan. Pada umumnya, ada tiga jenis teknik dalam implementasi VLAN: Port-based (layer 1) Pada jenis port-based, keanggotaan dalam suatu VLAN didefinisikan berdasarkan pada port ethernet yang sudah diasosiasikan ke masing-masing VLAN. Tabel 2.2 Port-based dalam VLAN Port VLAN 1 2 3 4 2 2 1 2 Pada contoh tabel di atas, ditunjukkan bahwa port 1, 2, dan 4 diasosiasikan sebagai milik VLAN 2. Sedangkan port 3 diasosiasikan sebagai milik VLAN 1. 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/ MAC-based (layer 2) Pada jenis MAC-based, keanggotaan dalam suatu VLAN didefinisikan berdasarkan pada MAC Address perangkat itu sendiri. MAC address adalah identifikasi unik untuk setiap interface perangkat jaringan untuk komunikasi di level physical network (layer 2). Masing-masing perangkat jaringan sudah pasti memiliki MAC Address yang berbeda satu sama lain. Tabel 2.3 MAC-based dalam VLAN MAC Address VLAN AA:11:AA:11:AA:11 BB:22:BB:22:BB:22 CC:33:CC:33:CC:33 DD:44:DD:44:DD:44 1 2 2 1 Protocol based (layer 2) Pada jenis protocol-based, keanggotaan dalam suatu VLAN didefinisikan berdasarkan pada jenis protocol yang digunakan pada header layer 2 nya. Tabel 2.4 Protocol-based dalam VLAN 2.5 Protocol VLAN IP IPX 1 2 Overbooking (OB) Ratio Overbooking ratio merupakan suatu pendekatan statistik untuk menghitung kemampuan suatu link radio dalam memenuhi permintaan layanan trafik. OB ratio yang 17 http://digilib.mercubuana.ac.id/ digunakan merupakan dasar kalkulasi yang digunakan oleh NEC Indonesia untuk improvement jaringan dalam rangka mempersiapkan menghadapi kebutuhan trafik LTE. Kalkulasi OB ratio mengikutsertakan komposisi critical (CR) traffic dan best effort (BE) traffic. CR traffic mendapatkan prioritas utama untuk dilayani karena keberadaannya sangat penting dalam membangun jalur komunikasi atau juga sifatnya sensitif terhadap waktu. BE traffic cenderung tidak sensitif terhadap waktu, tetap dilayani meskipun mengalami penundaan prioritas atau delay. Mengacu pada konsep QoS di Gambar 2.8, yang termasuk dalam CR traffic adalah Signalling, O&M, dan Voice. Sedangkan yang termasuk dalam BE traffic adalah High dan Normal speed data service, SMS, dan Background/Additional service. Berikut ini adalah alokasi dan kalkulasi dalam penghitungan OB ratio. 1. Untuk masing-masing tipe node (2G/3G), trafik per site dapat dialokasikan sebagai berikut: Trafik 2G dialokasikan sebesar 4 Mbps, dan hanya meliputi CR traffic. Trafik 3G dialokasikan sebesar 7.2 Mbps, meliputi CR traffic maupun BE traffic. 2. Semua node diasumsikan akan menyediakan layanan LTE CR traffic untuk layanan LTE dialokasikan sebesar 20 Mbps. BE traffic untuk layanan LTE dialokasikan sebesar 80 Mbps. 18 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Tabel 2. 5 Alokasi CR & BE traffic Cases 2G 3G 2G+3G LTE CR 4.0 7.2 11.2 20.0 BE 0.0 7.2 7.2 80.0 3. Kalkulasi kapasitas trafik yang dibutuhkan masing-masing node dengan menjumlahkan poin 1 dan 2 di atas. 4. OB ratio menunjukkan perbandingan antara kebutuhan BE traffic terhadap ketersediaan kapasitas link. Apabila nilai OB ratio antara 0% - 100%, maka semua BE traffic dapat dilayani oleh link tersebut. Apabila nilai OB ratio lebih besar dari 100% dan kurang dari 900%, maka akan ada BE traffic yang harus dikorbankan mengikuti sistem QOS yang digunakan. Sedangkan apabila nilai OB ratio melebihi 900% menunjukkan BE traffic yang mengalami penundaan pelayanan atau bahkan dikorbankan akan sangat besar, maka perlu dilakukan perbaikan baik dari sistem maupun topologi jaringan itu. Dalam proses menghitung OB ratio, juga dapat langsung diketahui apakah suatu link diperkirakan akan mengalami overload atau tidak. Apabila besar kapasitas link lebih kecil daripada besar CR traffic, dan dengan asumsi utilisasi link mencapai 100%, maka bisa dipastikan link tersebut nantinya akan mengalami overload. 19 http://digilib.mercubuana.ac.id/