Studi Karakter Fisiologi dan Anatomi Sambung

advertisement
 TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Sambung Nyawa
Sambung nyawa (Gyanura procumbens (L.) Merr.) merupakan tanaman
obat yang telah dikenal luas oleh dunia tanaman obat herbal. Nama tanaman ini
sering disalah artikan dengan tanaman lain yang masih satu famili, yaitu daun
dewa (Gyanura pseudochina) (Winarto, 2003)
Tanaman Gyanura procumbens (L) Merr. Berbentuk perdu tegak bila
masih muda dan dapat merambat setelah cukup tua. Bila daunnya diremas bau
aromatis. Batangnya segi empat beruas-ruas, panjang ruas dari pangkal sampai ke
ujung semakin pendek, ruas berwarna hijau dengan bercak ungu. Daun tunggal
bentuk elips memanjang atau bulat telur terbalik tersebar, tepi daun bertoreh dan
berambut halus. Tangkai daun panjang 0.5-3.5 cm, helaian daun panjang 3.5-12.5
cm, lebar 1- 5.5 cm. Helaian daun bagian atas berwarna hijau dan bagian bawah
berwarna hijau muda dan mengkilat dengan kedua permukaan daun berambut
pendek. Tulang daun menyirip dan menonjol pada permukaan daun bagian bawah.
Pada tiap pangkal ruas terdapat tunas kecil berwarna hijau kekuningan. Sambung
nyawa mempunyai bunga bongkol, di dalam bongkol terdapat bunga tabung
berwarna kuning oranye coklat kemerahan panjang 1-1.5 cm, berbau tidak enak.
Tiap tangkai daun dan helai daunnya mempunyai banyak sel kelenjar minyak
(IPTEKnet, 2005).
Kandungan Kimia
Winarto (2003) menjelaskan daun sambung nyawa (Gyanura procumbens)
pada sejumlah penelitian mengandung sejumlah bahan aktif. Antara lain flavonoid
(7,3,4 trihidroksiflavon), glikosida keursetin, asam fenolet (terdiri dari asam
kafeat, asam p-kumarat, asam p-hidroksi benzoate, asam vanilat, triterpenoid,
saponin, steroid, dan minyak atsiri. IPTEKnet (2005) menyatakan bahwa daun
mengandung senyawa flavonoid, tanin, saponin, steroid (triterpenoid). Metabolit
yang terdapat dalam ekstrak yang larut dalam etanol 95% antara lain asam
klorogenat, asam kafeat, asam vanilat, asam p-kumarat, asam p-hidroksi benzoat.
Hasil analisis kualitatif dengan metode kromatografi lapisan tipis dapat dideteksi
5 keberadaan sterol, triterpen, senyawa fenolik (antara lain flavonoid), polifenol,
dan minyak atsiri.
Komponen minyak atsiri paling sedikit terdiri dari 6 senyawa monoterpen,
4 senyawa seskuiterpen, 2 macam senyawa dengan ikatan rangkap, 2 senyawa
dengan gugus aldehida dan keton. Hasil penelitian dalam upaya isolasi flavonoid
dilaporkan keberadaan 2 macam senyawa flavonoid yaitu bercak 1 terdiri dari 2
buah senyawa flavonol dan auron; sedangkan pada bercak 11 diduga kaemferol
(suatu flavonol).
Senyawa yang terkandung dalam etanol daun antara lain flavon / flavonol
(3-hidroksi flavon) dengan gugus hidroksil pada posisi 4',7 dan 6 atau 8 dengan
substitusi gugus 5-hidroksi. Bila senyawa tersebut suatu flavonol, maka gugus
hidroksil pada posisi 3 dalam keadaan tersubstitusi. Di samping itu diduga
keberadaan isoflavon dengan gugus hidroksil pada posisi 6 atau 7,8 (cincin A)
tanpa gugus hidroksil pada cincin B.
Aplikasinya di dunia kesehatan manusia, daun sambung nyawa memiliki
berbagai khasiat. Antara lain mengendalikan tekanan darah (Listyani, 2004),
menghambat pertumbuhan sel kanker T47D dengan efek yang bergantung pada
dosis (Jenie dan Meiyanto, 2007), dan menurunkan kadar gula dan lemak dalam
darah (Nada, 2008).
Radiasi Sinar Matahari
Sinar matahari pada kulit manusia dapat menyebabkan penuaan dini pada
kulit, kanker kulit, dan penyebab perubahan pada kulit. Paparan sinar UV, UV-A
ataupun UV-B, dari sinar matahari menjadi penyebabkan 90% penuaan dini pada
kulit. Banyak perubahan kulit menjadi tanda dari penuaan dini, seperti kulit yang
bersisik, merupakan akibat dari penyinaran radiasi UV yang berlebihan (Brannon,
2006).
Sinar matahari tersusun dari beberapa spektrum elektromagnetik yang
dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan panjang gelombangnya, yaitu sinar
UV, cahaya tampak, dan inframerah. Sinar UV merupakan spektrum
elektromagnetik yang berada antara 100 – 400 nm (Soehenge, et. al., 1997). Sinar
UV dapat digolongkan menjadi 3 jenis berdasarkan panjang gelombangnya. Yaitu
6 UV-A (320 – 390 nm), UV-B (280 - 320 nm), dan UV-C (Kurang dari 280 nm)
(SUN Zeng-ling, 2000). Sebagian besar dari radiasi UV-A (90%) dan 10% radiasi
UV-B akan menembus atmosfer dan mencapai permukaan bumi (WHO, 2003).
Sedangkan UV-C bersifat karsinogenik yang sebagian besar diserap oleh lapisan
ozon dan tidak pernah mencapai permukaan bumi (Dresbach, 2007).
Gambar 1. Susunan spektrum sinar UV
Lapisan ozon yang terdapat pada lapisan stratosfer tengah dan bawah bumi
dapat menyerap secara keseluruhan sinar UV pada gelombang 220 – 320 nm,
namun penyerapan sinar UV-B yang memiliki panjang gelombang 280 – 320 nm
tidak terjadi secara efektif. Hal ini dikarenakan tingkat penyerapan dari ozon
bergerak secara eksponensial dan pada panjang gelombang sinar UV-B tingkat
penyerapan UV sangat rendah (Baird, 2005). Kemampuan menyaring ini
tergantung pada ketinggian tempat, latitude, dan tingkat penutupan awan
(Higenkamp, 2006).
Sinar UV yang masuk ke permukaan yang paling berbahaya adalah UV-B
karena berpengaruh buruk pada tanaman, organisme laut, kulit manusia, dan DNA
(Higenkamp, 2006). Pengaruh dari peningkatan UV-B pada tanaman terlihat pada
peningkatan konsentrasi senyawa penyerap UV-B seperti flavonoid, yang
memiliki fungsi untuk melindungi tanaman dari pengaruh buruk UV-B. Sebagai
contoh, akumulasi flavonoid pada epidermis gandum melindungi daun dari
fotosintesis yang tertekan. Peningkatan UV-B juga menyebabkan perubahan
konsentrasi dari komponen minor seperti alkaloid dan kaumarin (Kondratyev,
2000).
7 Radiasi UV-B pada tingkatan 0.63 Wm-2 pada tanaman kacang polong
menurunkan tingkat pembukaan stomata pada bagian atas dan bawah daun hingga
80%. Pertumbuhan pada paparan UV-B 0.3 Wm-2 menyebabkan penurunan
pembukaan stomata bagian atas hingga 23% namun tidak memberikan pengaruh
pada pembukaan stomata bagian bawah (Nogués, 1999).
Penelitian yang berbeda pada tanaman kapas menunjukkan bahwa daun
yang terpapar sinar UV-B mengalami klorosis dan nekrosis yang tingkatannya
dipengaruhi oleh intensitas dan lama paparan sinar. Bersamaan dengan perubahan
morfologi yang tampak, fotosintesis mengalami penurunan akibat dari hilangnya
pigmen – pigmen fotosintesis, akan tetapi tidak memberikan pengaruh pada waktu
panen, waktu pembungaan, dan rasio penambahan daun pada batang utama
(Reddy, 2003).
Flavonoids
Flavonoid merupakan senyawa fenol alami terbesar. Penyebarannya di
alam, kegunaannya dalam kehidupan menjadikan flavonoid adalah senyawa kimia
organik yang penting. Senyawa flavonoid adalah senyawa C15 yang terbentuk 2
senyawa fenol yang terhubung dengan 3 unit karbon. Karakteristik dari siklik A
adalah pola dari phloroglucinol atau resorcinol hydroxylation dan siklik B
biasanya 4-, 3.4-, atau 3,4,5-hydroxylated. (Geissman, 1969)
Gambar 2. Rangka flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu senyawa aromatik dalam tanaman yang
proses biosintesisnya merupakan gabungan dari jalur asam sikimat dan jalur asam
asetat malonat. Jalur asam sikimat akan membentuk fenilalanin yang merupakan
salah satu asam amino aromatik yang dapat menghasilkan p-asam kumarat. Jalur
asam malonat akan menghasilkan asetil-CoA yang menghasilkan malonil-CoA
setelah mengikat satu molekul CO2. Flavonoid pertama dihasilkan segera setelah
8 kedua jalur tersebut bertemu. Flavonoid yang dianggap pertama kali terbentuk
pada biosintesis adalah khalkon (Hahlbrock dalam Markham, 1988). Oleh karena
itu, semua varian flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesisnya sama
Gambar 3. Biosintesis flavonoid
Berbagai pembahasan tentang bermacam – macam kegunaan dari
flavonoid pada tanaman telah banyak diketahui. Sebagian besar fungsi flavonoid
berperan penting bagi tanaman untuk bertahan hidup, seperti penarik bagi
serangga untuk membantu polinasi dan penyebaran benih, perangsang bakteri
Rhizobium untuk memfiksasi nitrogen, dan resorpsi zat hara untuk pembentukan
daun. Selain itu flavonoid berperan dalam membantu tanaman bertahan hidup
dalam kondisi suboptimal (Gould, 2006).
Download