1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

advertisement
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyediaan informasi laporan keuangan menyesuaikan dengan kebutuhan
pemakai, kepada siapa informasi akuntansi terutama ditujukan, serta tujuan penyusunan
laporan keuangan. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
(selanjutnya disebut KDPPLK) Standar Akuntansi Keuangan (selanjutnya disebut SAK)
menyebut tujuan utama penyediaan laporan keuangan adalah menyediakan informasi
yang bermanfaat bagi sebagian besar pemakai untuk pengambilan keputusan ekonomi.
KDPPLK SAK paragraf 14 menyebut bahwa laporan keuangan juga menunjukkan apa
yang telah dilakukan manajemen (stewardship), atau pertanggungjawaban manajemen
atas sumberdaya yang dipercayakan kepadanya. Keputusan ekonomi mencakup,
misalnya, keputusan menahan atau menjual investasi yang dimiliki dalam entitas,
memberikan pinjaman, menentukan remunerasi bagi manajemen, dan mengangkat
kembali atau mengganti manajemen. Konsisten dengan uraian dalam KDPPLK, tujuan
penyediaan laporan keuangan meliputi dua sub tujuan, yaitu tujuan valuasi dan tujuan
stewardship1(Gjesdal, 1981; Chen et al., 2007).
Tujuan penyusunan laporan keuangan mengalami pergeseran seiring dengan
perkembangan pasar modal. Abdel–Khalik (2011) menyebut adanya perubahan fokus
1
Tujuan valuasi laporan keuangan adalah menyediakan informasi bagi pemakai untuk pembuatan
keputusan valuasi investasi dan kredit, seperti menahan atau menjual invetasi (baik saham maupun
obligasi). Tujuan stewardship laporan keuangan adalah menyediakan informasi bagi pemakai untuk
mengontrol tindakan agen (Gjesdal, 1981), serta mengevaluasi dan menilai kinerja manajemen (Chen et
al., 2007), untuk pembuatan keputusan stewardship, seperti menentukan remunerasi bagi manajemen, dan
mengangkat kembali atau mengganti manajemen.
2
pelaporan keuangan dari paradigma yang memandang akuntansi sebagai sistem
pengukuran (measurement system) ke paradigma yang memandang akuntansi sebagai
sistem valuasi (valuation system).2 Perubahan paradigma tersebut mengimplikasi
pergeseran
fokus
tujuan
penyediaan
informasi
dari
pemenuhan
fungsi
pertanggungjawaban manajemen mengelola perusahaan (stewardship-roles) ke fungsi
kegunaan informasi dalam pembuatan keputusan (informational-roles)3 (O’Connel,
2007).
Perubahan paradigma dan pergeseran fokus tujuan penyediaan informasi dari
peran stewardship ke peran informasional pelaporan keuangan konsisten dengan
fenomena tren regulasi termasuk Standar Pelaporan Keuangan Internasional (selanjutnya
disebut SPKI). Tren regulasi menekankan pada peran informasional laporan keuangan
dengan meningkatkan penggunaan akuntansi nilai wajar dalam pengukuran aset dan
liabilitas.Akuntansi nilai wajar dipandang lebih merefleksi substansi ekonomik dan
melaporkan laba ekonomi (Penman, 2007) sehingga meningkatkan kebermanfaatan
informasi akuntansi. Pandangan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa kebermanfaatan
informasi
2
akuntansi
difokuskan
untuk
tujuan
valuasi,
sementara
tujuan
Dalam pandangan akuntansi sebagai sistem pengukuran, perubahan nilai aset dan kewajiban dicatat
sesuai dengan aturan tertentu yang disepakati, serta menempatkan laporan laba rugi sebagai informasi
utama karena merupakan input untuk mengestimasi nilai perusahaan. Dalam pandangan akuntansi sebagai
sistem valuasi, perubahan nilai aset dan kewajiban dicatat sesuai dengan nilai ekonomisnya, serta
menempatkan laporan posisi keuangan sebagai informasi utama.
3
Beberapa peneliti menggunakan berbagai istilah untuk menyebut stewardship roles dan informational
roles.Istilah stewardship roles secara saling tukar sering disebut dengan contracting roles, sedangkan
informational roles sering disebut dengan decision-making roles atau valuation roles. Penelitian ini
selanjutnya akan menggunakan istilah valuasi dan stewardship untuk menyebutkan dua peran pelaporan
keuangan.
3
stewardshipmerupakan subset dari tujuan valuasi. Kebutuhan informasi untuk tujuan
stewardship dipandang dapat dipenuhi oleh informasi untuk tujuan valuasi.
Peran valuasi dan stewardship membutuhkan informasi yang berbeda (Scott,
2006). Gjesdal (1981) menyatakan bahwa meski tujuan valuasi dan stewardship
pelaporan keuangan saling berkaitan, namunrangking informasi yang diperlukan untuk
kedua tujuan tersebut berbeda. Penyediaan informasi untuk tujuan stewardship lebih
fokus pada informasi keuangan berbasis kos historis, menyediakan informasi yang
berorientasi masa lalu, dan relatif tidak bervariasi. Penyediaan informasi untuk tujuan
valuasi lebih fokus pada nilai wajar karena lebih mencerminkan kondisi perusahaan saat
ini
serta
memberikan
informasi
yang
berorientasi
masa
datang
(forward-
looking).Dengan demikian, kebermanfaatan keputusan informasi akuntansi nilai wajar
berbeda antara kebermanfaatan valuasi dan stewardship.
Indonesia (melalui Ikatan Akuntan Indonesia) berkomitmen melakukan adopsi
SPKI sebagai konsekuensi dari keanggotaannya dalam International Federation of
Accountants (IFAC). Adopsi SPKI berimplikasi pada penggunaan secara luas akuntansi
nilai wajar dan balance-sheet valuation (Hung dan Subramanyam, 2007). Penerapan
akuntansi nilai wajar berdampak pada pengukuran dan pengakuan serta penyajian angka
laba. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (selanjutnya disebut PSAK) No. 1 (revisi
2009) mensyaratkan perusahaan publik untuk menyajikan kinerja keuangannya dalam
laporan laba rugi komprehensif, berlaku efektif 2011. PSAK No. 1 (revisi 2009)
memungkinkan perubahan nilai wajar aset dan liabilitas, yang sebelumnya merupakan
4
pos-pos penerobos langsung ke ekuitas 4, disajikan dalam laporan laba rugi. Hal tersebut
memungkinkan peneliti mengidentifikasi pengaruh penerapan nilai wajar pada laporan
laba rugi serta mengkonstruksi laba kos historis (selanjutnya disebut laba KH) dan laba
nilai wajar (selanjutnya disebut laba NW) 5. Laba KH bukan angka laba yang dinyatakan
dalam laporan laba rugi melainkan angka laba yang dibangun untuk tujuan penelitian ini,
yaitu menguji kebermanfaatan informasi laba untuk tujuan valuasi dan stewardship.
Perubahan paradigma dan pergeseran fokus tujuan penyediaan informasi dari
peran stewardship ke peran valuasi, adopsi SPKI, dan peningkatan penerapan akuntansi
nilai wajar dalam pengukuran, merupakan fenomena yang menimbulkan pertanyaan
konseptual mengenai kebermanfaatan informasi laba untuk tujuan valuasi dan
stewardship. Dengan fenomena tersebut, beberapa pertanyaan konseptual yang menarik
diantaranya adalah (1) apakah adopsi SPKI dan meningkatnya penerapan nilai wajar
meningkatkan kebermanfaatan informasi laba?, (2) apakah informasi laba bermanfaat
untuk tujuan valuasi dan stewardship? Laba manakah (laba KH atau NW) yang lebih
bermanfaat untuk setiap tujuan, bila masing-masing tujuan memiliki kebutuhan
informasi yang berbeda?, (3) bila pandangan penyusun regulasi bahwa informasi untuk
tujuan valuasi dapat memenuhi kebutuhan informasi untuk tujuan stewardship adalah
benar, apakah ada keterkaitan antara kebermanfaatan valuasi (valuation usefulness) dan
4
Pos-pos penerobos (bypassing items) merupakan untung atau rugi perubahan nilai wajar aset dan liabilitas
yang tidak disajikan melalui laporan laba rugi melainkan langsung ke ekuitas melalui laporan perubahan
ekuitas.
5
Laba KH merupakan laba hasil penandingan pendapatan dan biaya yang disesuaikan dari dampak
penerapan nilai wajar. Laba KH diukur dengan laba bersih setelah disesuaikan dampak penerapan
akuntansi nilai wajar. Laba NW merupakan laba hasil penandingan pendapatan dan biaya yang
merepresentasi kinerja operasi dan untung rugi perubahan NW aset dan liabilitas. Laba NW diukur dengan
laba/rugi komprehensif.
5
kebermanfaatan stewardship (stewardship usefulness)?. Scott (2006) menyatakan bahwa
problem
fundamental
dalam
teori
akuntansi
adalah
merekonsiliasi
peran
kebermanfaatan keputusan (valuasi) dan stewardship.
Pada level pengujian empiris, pengujian kebermanfaatan keputusan informasi
akuntansi dilakukan dengan pengujian relevansi-nilai (value-relevance). Dalam makna
yang luas, relevansi-nilai (value-relevance) merupakan pengujian kebermanfaatan
angka-angka akuntansi untuk berbagai tujuan pelaporan keuangan.Dalam penelitian ini,
pengujian kebermanfaatan valuasi informasi akuntansi dilakukan dengan pengujian
relevansi-nilai investasi (investmentvalue-relevance), dan pengujian relevansi-nilai
kredit (credit value-relevance), sedangkan pengujian kebermanfaatan stewardship
dilakukan
dengan
pengujian
relevansi-nilai
kompensasi(compensation
value-
relevance)6. Dalam kaitannya dengan relevansi-nilai investasi, informasi akuntansi
didefinisi sebagai bernilai relevan untuk tujuan pembuatan keputusan investasi jika
informasi tersebut memiliki hubungan prediksian dengan nilai pasar saham (Barth et al.,
2001). Informasi akuntansi disebut memiliki relevansi-nilai kredit apabila informasi
6
Penggunaan istilah relevansi-nilai investasi, relevansi-nilai kredit, dan relevansi-nilai kompensasi dipilih
peneliti guna membedakan pengujian relevansi-nilai informasi akuntansi untuk tujuan pembuatan
keputusan investasi, kredit, dan penentuan kompensasi. Penambahan kata investasi, kredit, dan
kompensasi pada istilah relevansi-nilai dipandang perlu mengingat istilah relevansi nilai sudah sangat
popular dalam literatur dan riset akuntansi untuk menguji kebermanfaatan angka-angka akuntansi bagi
investor pasar saham untuk tujuan pembuatan keputusan investasi (Holthausen dan Watts, 2001; Barth et
al., 2001). Dengan demikian, relevansi-nilai investasi, relevansi-nilai kredit, dan relevansi-nilai
kompensasi berturut-turut didefinisi sebagai pengujian kebermanfaatan angka-angka akuntansi untuk
tujuan pembuatan keputusan investasi, kredit, dan penentuan kompensasi. Menurut Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan mengenai gabungan kata menyatakan bahwa gabungan kata,
termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda
hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan. Tanda hubung diberikan pada
gabungan kata relevansi dan nilai dengan pertimbangan relevansi-nilai merupakan sebuah istilah generik
bagi literatur akuntansi yang memiliki makna tertentu (misal, berbeda makna dengan istilah relevansi
saja). Bila istilah relevansi-nilai ditambah kata investasi, kredit, dan kompensasi tanpa tanda hubung atau
strip dikhawatirkan menimbulkan kesalahan pengertian.
6
tersebut memiliki kemampuan menjelaskan kualitas kredit dan probabilitas default yang
dicerminkan dalam pemeringkatan kredit (credit ratings), atau return obligasi atauyield
obligasi. Pengujian relevansi-nilai kompensasi dilakukan dengan menguji kemampuan
prediksi angka akuntansi terhadap nilai kompensasi tim manajemen kunci7.
Berdasarkan pertimbangan problem konseptual tujuan pelaporan keuangan dan
kebutuhan informasi yang berbeda untuk tujuan valuasi dan stewardship, serta fenomena
peningkatan penerapan akuntansi nilai wajar sebagai implikasi adopsi SPKI, penelitian
ini bertujuan (1) menguji kebermanfaatan relatif laba KH dan laba NW untuk tujuan
pembuatan keputusan investasi, kredit, dan penentuan kompensasi, dan (2) keterkaitan
peran laba dalam valuasi dan stewardship. Kandungan informasi angka laba (laba KH
dan laba NW) mungkin memiliki tingkat relevansi-nilai yang berbeda untuk ketiga
tujuan tersebut. Penelitian ini secara tidak langsung juga menguji dampak peningkatan
penerapan akuntansi nilai wajar sebagai implikasi adopsi SPKI terhadap kebermanfaatan
angka laba.
Penelitian ini terutama mendasarkan pada teori keagenan dan teori pensignalan
untuk menguji kebermanfaatan relatif informasi laba KH dan laba NW, baik untuk
tujuan valuasi maupun stewardship, serta keterkaitan kebermanfaatan valuasi dan
stewardship laba KH dan laba NW. Penelitian ini mendasarkan pada beberapa asumsi.
Pertama, investor dan kreditor menggunakan informasi akuntansi, khususnya laba,
7
Dalam teori-teori kompensasi, kompensasi manajemen yang didasarkan pada kinerja atau angka laba
disebut insentif. Insentif, bonus, atau tantiem adalah uang yang diterima manajemen di luar gaji pokok dan
berbagai bentuk tunjangan yang besarnya didasarkan pada pencapaian kinerja manajemen. Penelitian ini
menggunakan istilah kompensasi bukan insentif karena keterbatasan pengungkapan data kompensasi
perusahaan di Indonesia yang tidak secara detail memisahkan berbagai komponen kompensasi.Tim
manajemen kunci terdiri dari dewan komisaris dan direksi.
7
dalam pembuatan keputusan ekonomi baik keputusan investasi, kredit, dan penentuan
kompensasi tim manajemen. Kedua, hipotesis pasar efisien, dan pasar modal Indonesia
adalah pasar efisien bentuk setengah kuat (semi strong efficient market). Hipotesis pasar
efisien bentuk setengah kuat mengasumsi bahwa investor adalah rasional, dan akan
menggunakan informasi yang tersedia (dipublikasikan), termasuk informasi laporan
keuangan, untuk merevisi keyakinannya mengenai risiko dan return saham dalam
membuat keputusan investasi. Keputusan investasi investor (membeli, menjual, dan
menahan saham) dapat disurogasi dengan harga atau perubahan harga saham. Bila
dikaitkan dengan relevansi-nilai investasi, harga saham atau perubahan harga saham
dipandang cukup memadai merepresentasi pemakaian informasi akuntansi oleh investor
dalam pembuatan keputusan investasi (Holthausen dan Watts, 2001). Demikian pula
dengan harga obligasi. Ketiga, manajemen adalah penghindar risiko (risk averse).
Manajemen berupaya menghindari risiko dengan tetap mengoptimalkan keputusan
investasi, keputusan pendanaan, serta rencana kompensasi yang akan diterima. Upaya
menghindari risiko seringkali berdampak pada kebijakan pelaporan keuangan melalui
diskresi manajemen.
1.2
Masalah Penelitian
Adopsi SPKI berimplikasi pada meningkatnya penggunaan nilai wajar dalam
pengukuran, dan memungkinkan penyajian perubahan nilai wajar aset dan liabilitas
dalam laporan laba rugi komprehensif. Badan penyusun standar mempromosikan bahwa
penggunaan nilai wajar akan meningkatkan kebermanfaatan informasi akuntansi,
8
terutama untuk tujuan pembuatan keputusan investasi dan kredit. Hal tersebut
didasarkan pada pandangan bahwa tujuan pelaporan keuangan utama adalah tujuan
valuasi, sementara tujuan stewardship merupakan subset dari tujuan valuasi. Pandangan
tersebut menuai kritik karena tujuan pelaporan keuangan utama meliputi tujuan valuasi
dan stewardship, dan tujuan yang berbeda membutuhkan informasi yang berbeda.
Lambert (2001) menyatakan bahwa “the way information is aggregated for valuation
purposes is not the same way this information would be aggregated for compensation
purposes”. Kondisi ini memunculkan pertanyaan konseptual kebermanfaatan relatif
angka laba untuk tujuan valuasi dan stewardship. Pengujian kebermanfaatan relatif laba
KH dan laba NW untuk masing-masing tujuan tersebut merepresentasi fokus kebutuhan
informasi untuk setiap tujuan. Pengujian kebermanfaatan informasi untuk tujuan valuasi
dan stewardship dilakukan dengan menguji relevansi-nilai investasi, relevansi-nilai
kredit, dan relevansi-nilai kompensasi relatif informasi laba KH dan Laba NW.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, relevansi-nilairelatif informasi laba NW dan
laba KHdiduga berbeda untuk tujuan valuasi dan stewardship. Laba NW dipandang
lebih bermanfaat untuk tujuan valuasi, sedangkan laba KH dipandang lebih bermanfaat
untuk tujuan stewardship. Beberapa teoritikawan berpandangan bahwa informasi
akuntansi harus obyektif dan dapat diverifikasi agar bermanfaat untuk tujuan
stewardship(Ijiri, 1983; Gjesdal, 1981).Laba KH mendasarkan pada transaksi dan
kejadian historis yang obyektif dan dapat diverifikasi sehingga diharapkan laba KH lebih
bermanfaat untuk tujuan stewardship. Informasi akuntansi nilai wajar merupakan “soft”
information. Laba NW menyediakan soft information karena tidak didasarkan pada
9
tindakan atau bukti historis, lebih bersifat diskresi (terutama bila harga pasar tidak
tersedia di pasar aktif), dan tidak semata-mata merepresentasi hasil kerja manajemen,
namun juga perubahan kondisi pasar dan perekonomian yang kemungkinan di luar
kendali manajemen. Dengan demikian, ada kemungkinan trade-off
kebermanfaatan
informasi laba KH dan laba NW untuk masing-masing tujuan tersebut.
Isu pertama penelitian ini adalah kebermanfaatan relatif angka laba untuk tujuan
valuasi (saham dan surat utang) dan stewardship (penentuan kompensasi). Penelitian ini
mencoba mengidentifikasi dampak SPKI khususnya penerapan akuntansi nilai wajar
terhadap laporan laba rugi, dan mengklasifikasi level laba menjadi laba KH dan laba
NW.
Pengujian kebermanfaatan relatif laba KH dan laba NW didasarkan pada
pernyataan Gjesdal (1981) bahwa rangking informasi akuntansi untuk tujuan valuasi
berbeda dengan tujuan stewardship. Meski laba KH dan laba NW diduga bermanfaat
untuk tujuan valuasi maupun penentuan kompensasi, namun kebermanfaatan relatif
kedua angka laba mungkin berbeda untuk kedua tujuantersebut.
Secara umum, pengukuran aset dan liabilitas dengan nilai wajar dipandang
menyediakan informasi yang lebih merefleksi substansi ekonomik, dan melaporkan laba
akuntansi mendekati laba ekonomi (Penman, 2007). Akuntansi nilai wajar juga
dipandang merefleksi hasil keputusan manajemen lebih tepat waktu. Meski akuntansi
nilai wajar dinilai unggul dalam relevansi, namun akuntansi kos historis masih
dipandang bermanfaat karena keterandalannya. Dengan tingkat keterandalan yang
memadai, laba NW diduga memiliki relevansi-nilai investasi yang lebih tinggi daripada
laba KH.
10
Studi relevansi-nilai secara dominan difokuskan pada relevansi-nilai informasi
akuntansi untuk tujuan valuasi saham (relevansi-nilai investasi), sementara relevansinilai informasi akuntansi untuk penilaian kredit/surat utang (relevansi-nilai kredit) masih
sangat terbatas. Riset mengenai relevansi-nilai kredit penting dilakukan karena beberapa
alasan, yaitu (1) hutang merupakan sumber pendanaan yang cukup signifikan pada
sebagian besar perusahaan publik sehingga pemegang surat hutang (debtholders)
merupakan bagian yang cukup signifikan dari total stakeholder perusahaan, (2) sebagian
besar pemegang surat hutang adalah investor institusional yang sangat memperhatikan
kualitas pelaporan keuangan, dan (3) pemegang saham (shareholders) dan pemegang
surat hutang memiliki kebutuhan informasi yang berbeda. Holthausen dan Watts (2001,
p.26) menyatakan bahwa “what is relevant for one user or user group, may not be
relevant for another. This creates a problem in drawing inferences based on valuerelevance research uses equity values only”. Kebermanfaatan laba NW dari perspektif
kreditor merupakan isu konseptual yang menarik untuk diteliti. Dengan struktur pay-off
yang berbeda dengan investor, kreditor atau pemegang surat utang juga berkepentingan
dengan informasi laba NW karena merefleksi kondisi riil perusahaan sehingga
bermanfaat untuk menilai probabilitas gagal bayar. Namun, berbeda dengan investor,
kreditor lebih berkepentingan dengan informasi rugi NW dibanding laba NW.
Kebermanfaatan relatif laba KHdan laba NW untuk tujuan mengkompensasi
manajemen merupakan isu konseptual yang menarik. Meski lebih merepresentasi laba
ekonomi, laba NW juga mengandung dampak operasi perusahaan dan perubahan
perekonomian yang mungkin di luar kendali manajemen sehingga kurang tepat bila
11
dijadikan dasar penentuan kompensasi berbasis kinerja. Laba NW juga mengandung
komponen untung rugi yang belum terealisasi akibat perubahan nilai wajar sehingga
sensitivitasnya dalam mengukur kinerja manajemen lebih rendah. Penentuan kompensasi
yang didasarkan pada untung yang belum terealisasi dapat meningkatkan clawback
problem (Livne et al., 2011). Baber et al. (1997) menemukan bahwa bobot relevansinilai kompensasi berhubungan dengan persistensi laba. Dengan karakteristik laba NW
yang kurang persisten dibanding laba KH, laba NW diduga memiliki bobot yang lebih
rendah dalam penentuan kompensasi.
Isu kedua dalam penelitian disertasi ini adalah menguji keterkaitan peran laba
KH dan laba NW dalam valuasi (terutama relevansi-nilai investasi)dan penentuan
kompensasi
(relevansi-nilai
kompensasi).
Badan
penyusun
standar
(Financial
Accounting Standard Boards (FASB)/International Accounting Standard Committee
(IASC)) berpandangan bahwa kebermanfaatan keputusan untuk tujuan stewardship
merupakan subset dari tujuan valuasi. Kebutuhan informasi untuk tujuan stewardship
diharapkan dapar dipenuhi oleh informasi akuntansi yang disediakan untuk tujuan
valuasi. Perlu studi untuk menguji dan mengkonfirmasi pandangan tersebut. Bila
pandangan badan penyusun standar benar maka diharapkan ada hubungan positif antara
relevansi-nilai investasi dan relevansi-nilai kompensasi. Semakin tinggi relevansi-nilai
investasi semakin tinggi pula relevansi-nilai kompensasi. Bushman et al. (2006) dan
Banker et al. (2009) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara relevansinilai investasi dan relevansi-nilai kompensasi, semakin tinggi relevansi-nilai laba
semakin tinggi relevansi-nilai kompensasi laba. Isu ini menjadi menarik dengan
12
meningkatnya penggunaan akuntansi nilai wajar dalam pengukuran pos-pos laporan
keuangan. Penelitian ini mengisi kekurangan penelitian Bushman et al. (2006) dan
Banker et al. (2009)mengenai sumber korelasi relevansi-nilai investasi dan relevansinilai kompensasi. Peneliti menduga penerapan akuntansi nilai wajar dapat menjelaskan
perbedaan korelasi peran laba dalam valuasi dan kontrak kompensasi.
Meski pengujian empiris kebermanfaatan valuasi meliputi relevansi-nilai
investasi dan relevansi-nilai kredit, penelitian ini hanya menguji keterkaitan relevansinilai investasi, mewakili kebermanfaatan valuasi, dengan relevansi-nilai kompensasi
dengan pertimbangan adanya landasan teoretis, hasil penelitian sebelumnya, dan
keterbatasan data. Alasan lainnya, asymmetric payoff menyebabkan kreditor lebih fokus
pada informasi rugi yang belum terealisasi, sementara investor memerlukan informasi
baik untung maupun rugi yang belum terealisasi. Dengan demikian, relevansi-nilai
investasi laba NW dipandang cukup ekstrim untuk mewakili kebermanfaatan valuasi
laba NW.
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan penelitian di atas, maka
pertanyaan penelitian diajukan sebagai berikut:
1. Apakah laba NW memiliki kebermanfaatan valuasi sekuritas saham (relevansi-nilai
investasi) lebih tinggi daripada laba KH?
2. Apakah laba NW memiliki kebermanfaatan valuasi obligasi (relevansi-nilai kredit)
lebih tinggi daripada laba KH?
3. Apakah laba KH memiliki kebermanfaatan stewardship (relevansi-nilai kompensasi)
lebih tinggi daripada laba NW?
13
4. Apakah ada hubungan relevansi-nilai investasi dan relevansi-nilai kompensasi laba
KH dan laba NW?
1.3
Motivasi Penelitian
Beberapa penelitian telah mendokumentasikan relevansi-nilai informasi laba,
khususnya relevansi-nilai investasi. Bukti empiris menunjukkan bahwa terdapat
penurunan relevansi-nilai laba untuk pembuatan keputusan investasi dari waktu ke
waktu (Lev dan Zarowin, 1999; Collins et al.,1997; Franchis dan Schipper, 1999;
Pinasti, 2004), meskipun bukti empiris sebaliknya juga ditemukan oleh beberapa peneliti
(Hariani dan Nashih, 2006; Lako, 2007). Salah satu penyebab penurunan relevansi-nilai
investasi informasi akuntansi adalah adanya recognition lag sehingga dampak perubahan
operasi perusahaan dan kondisi perekonomian kurang atau terlambat terefleksi secara
memadai dalam sistem pelaporan keuangan (Lev dan Zarowin, 1999).Jawaban atas
problem ini nampaknya direspon oleh badan penyusun standar dengan meningkatnya
penerapan akuntansi nilai wajar dalam pengukuran. Laba NW diharapkan lebih
merefleksi perubahan operasi perusahaan dan kondisi perekonomian serta melaporkan
laba ekonomi sehingga lebih memenuhi kebutuhan informasi untuk tujuan pembuatan
keputusan investasi. Namun demikian, kebermanfaatan laba NW untuk tujuan valuasi
kredit, dan penentuan kompensasi manajemen masih menjadi pertanyaan konseptual
yang memerlukan dukungan empiris.
Studi kebermanfaatan relatif laba NW dan laba KH untuk tujuan valuasi dan
stewardship menarik sekaligus penting dilakukan dalam konteks Indonesia. Indonesia
14
telah melewati konvergensi SPKI tahap 1 (tahun 2012) dan tahap 2 (Januari 2015).
Proses implementasi SPKI semestinya mempertimbangkan manfaat dan kos adopsi.
Badan penyusun standar perlu mempertimbangkan konsekuensi ekonomi dari penerapan
standar sehingga penerapan standar bukan semata-mata pertimbangan politis. Oleh
karena itu, diperlukan studi-studi dampak adopsi SPKI terhadap kebermanfaatan
informasi laporan keuangan sebagai surogasi manfaat adopsi SPKI. Manfaat adopsi
dapat diperoleh dari pengujian efek perubahan standar terhadap perubahan atribut-atribut
informasi
akuntansi,
seperti
relevansi-nilai,
konservatisma,
persistensi
laba,
prediktibilitas laba, maupun munculan berbasis pasar, seperti likuiditas saham dan cost
of capital (Schipper, 2010).Penelitian ini dapat memperkaya penelitian sebelumnya
dengan secara langsung mengidentifikasi pengaruh penerapan akuntansi nilai wajar
(sebagai dampak adopsi SPKI) terhadap kebermanfaatan informasi laba, baik untuk
tujuan valuasi maupun stewardship.
Beberapa peneliti telah menguji relevansi-nilai investasi berbagai angka laba
maupun komponen-komponennya dengan melakukan studi asosiasi relatif 8. Beberapa
penelitian yang menguji relevansi-nilai investasi relatif laba bersih dan laba
komprehensif adalah Cheng et al. (1993), Dhaliwal et al. (1999), Wang et al. (2006),
Biddle dan Choi (2006), dan Kanagaretman et al. (2009). Meski relatif lebih terbatas
8
Holthausen dan Watts (2001) mengklasifikasi studi relevansi-nilai menjadi tiga, yaitu (1) studi asosiasi
relatif, yaitu studi yang membandingkan asosiasi antara nilai (perubahan nilai) pasar saham dengan
berbagai alternatif ukuran-ukuran bottom-line laba; (2) studi asosiasi inkremental, yaitu studi yang
menguji apakah laba dapat menjelaskan nilai atau return dalam berian angka akuntansi selain laba; dan (3)
studi kandungan informasi marginalyaitu studi yang menguji apakah angka akuntansi menambah set
informasi yang tersedia bagi investor. Pengujian relevansi-nilai investasi dengan studi asosiasi
menggunakan perioda jendela panjang, sedangkan studi kandungan informasi marginal menggunakan
perioda jendela pendek (pendekatan studi peristiwa atau event studies)
15
dibanding riset relevansi-nilai investasi, beberapa peneliti telah menguji kebermanfaatan
informasi akuntansi di pasar kredit yaitu Hann et al. (2007), Jorion et al. (2009), Wu dan
Zhang (2009), Duh et al. (2012), Florou et al. (2012), Sari dan Zuhrotun (2006), Yuliana
et al. (2011); Estiyanti dan Yasa (2012). Namun demikian, sejauh temuan peneliti,
belum ada satupun riset yang menguji relevansi-nilai kredit relatif angka laba seperti
halnya riset relevansi-nilai investasi. Penelitian yang menguji relevansi-nilai kompensasi
laba maupun komponen-komponennya telah dilakukan oleh Lambert dan Larcker
(1987), Sloan (1993), Clinch dan Magliolo (1993), Baber et al. (1998), Gaver dan Gaver
(1998), Henderson (2010), Dechow et al. (2010), Livne et al. (2011), dan Darmadi
(2011). Studi relevansi-nilai kompensasi biasanya menggunakan laba bersih, dan baru
studi Biddle dan Choi (2006) yang menguji relevansi-nilai kompensasi relatif laba bersih
dan laba komprehensif. Beberapa hasil penelitian relevansi-nilai investasi, kredit, dan
kompensasi secara terpisah menunjukkan bahwa laba (laba bersih, laba komprehensif)
memiliki relevansi-nilai investasi, kredit, dan kompensasi. Sementara, hasil penelitian
relevansi-nilai relatif berbagai angka laba untuk tujuan penilaian investasi, kredit, dan
penentuan kompensasi masih terbatas dan menunjukkan hasil yang belum konsisten.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang didesain untuk
menguji relevansi-nilai laba, dalam beberapa hal. Pertama, penelitian sebelumnya
menguji kebermanfaatan informasi laba untuk tujuan valuasi saham, valuasi kredit, dan
penentuan kompensasi secara terpisah. Penelitian ini didesain untuk menguji
kebermanfaatan relatif informasi laba untuk tujuan valuasi (saham dan kredit) dan tujuan
stewardship secara bersama. Penelitian ini didesain untuk menilai kemungkinan trade-
16
offkebermanfaatan penerapan akuntansi nilai wajar untuk tujuan valuasi dan stewardship
karena diduga kebutuhan informasi untuk kedua tujuan tersebut berbeda. Untuk
keperluan tersebut, penelitian ini mengkonstruksi laba kos historis (laba KH). Dengan
menguji kebermanfaatan relatif laba KH dan laba NW, penelitian ini diharapkan dapat
mengkonfirmasi
bahwa
tujuan
valuasi
dan
stewardship
pelaporan
keuangan
membutuhkan informasi yang berbeda. Dengan mengkonstruksi laba KH, penelitian ini
secara langsung menguji dampak penerapan SPKI, terutama meningkatnya penerapan
akuntansi nilai wajar terhadap relevansi-nilai laba. Penelitian ini menguji dampak
penerapan nilai wajar dengan desain yang berbeda dari beberapa penelitian sebelumnya
yang menguji dampak SPKI hanya dengan cut off waktu (menguji atribut-atribut
akuntansi pra dan paska adopsi SPKI).Penelitian ini diharapkan dapat mengkonfirmasi
klaim badan penyusun standar bahwa penerapan akuntansi nilai wajar meningkatkan
relevansi-nilai informasi akuntansi.
Kedua, sebagian besar penelitian sebelumnya hanya menguji relevansi-nilai satu
angka laba atau komponen-komponen laba, sedangkan studi yang menguji relevansinilai relatif beberapa angka laba masih terbatas. Angka laba yang berbeda memiliki
makna semantik yang berbeda sehingga memiliki dampak prakmatik yang berbeda pula
bagi pemakai. Pengadopsian SPKI, terutama PSAK 1 (revisi 2009) dengan penyajian
laporan laba rugi komprehensif, memberikan setting alami untuk menguji relevansi-nilai
relatif beberapa angka laba maupun relevansi-nilai penyajian angka laba. Penelitian ini
menguji relevansi-nilai relatif informasi laba (khususnya laba KH dan laba NW) untuk
17
menguji kebermanfaatan relatif masing-masing angka laba untuk tujuan valuasi dan
stewardship.
Ketiga, penelitian ini kembali menguji hubungan peran laba dalam valuasi dan
penentuan kompensasi yang sudah dilakukan oleh Bushman et al. (2006) dan Banker et
al. (2009). Meski kedua penelitian memberikan bukti empiris adanya hubungan antara
relevansi-nilai investasi dan relevansi-nilai kompensasi laba, namun keduanya tidak
menguji secara spesifik sumber korelasi.Bushman et al. (2006) menyatakan bahwa “our
test explore the overall correlation between CEC and VEC but don’t attempt to isolate
the specific underlying source of the correlation. We leave this analysis to future
analytical and empirical research”. Penelitian ini menduga bahwa meningkatnya
penerapan akuntansi nilai wajar (yang disurogasi dengan laba KH dan laba NW) dapat
menjelaskan perbedaan korelasi peran laba dalam valuasi dan dalam kontrak
kompensasi.
1.4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini menguji kebermanfaatan relatif berbagai angka laba untuk tujuan
valuasi dan stewardship, serta menguji keterkaitan peran laba untuk kedua tujuan
tersebut. Penelitian ini merespon meningkatnya penerapan akuntansi nilai wajar dalam
pengukuran yang berdampak pada penyajian angka laba. Badan penyusun standar
mengklaim bahwa penerapan akuntansi nilai wajar akan meningkatkan kualitas laporan
keuangan, yang selanjutnya meningkatkan kebermanfaatan informasi laporan keuangan,
dan relevansi-nilai informasi laporan keuangan, khususnya laba. Klaim badan penyusun
18
standar tersebut mendasarkan pada tujuan valuasi laporan keuangan, sementara tujuan
stewardship dipandang sebagai subset dari tujuan valuasi. Gjesdal (1981) menyatakan
bahwa meski tujuan valuasi dan stewardship pelaporan keuangan saling berkaitan,
namunrangking informasi yang diperlukan untuk kedua tujuan tersebut berbeda. Dengan
demikian, secara spesifik, penelitian ini menginvestigasirelevansi-nilai relatif (meliputi
relevansi-nilai investasi, kredit, dan kompensasi) laba KH dan laba NW.
Beberapa penelitian telah memodelkan dan menguji hubungan peran laba dalam
valuasi dan penentuan kompensasi (Paul, 1992; Lambert, 2001;Bushman et al., 2006;
Banker et al., 2009), namun hasil belum konsisten. Bushman et al. (2006) dan Banker et
al. (2009) menemukan bukti empiris adanya hubungan antara relevansi-nilai dan
relevansi-nilai kompensasi laba, namun keduanya hanya menggunakan laba bersih
sehingga tidak menguji secara spesifik sumber atau penyebab korelasi. Penelitian ini
memperluas penelitian Bushman et al. (2006) dan Banker et al. (2009) dengan menguji
keterkaitan antara relevansi-nilai investasi dengan relevansi-nilai kompensasiinformasi
laba KH dan laba NW. Peneliti menduga bahwa penerapan akuntansi nilai wajar dalam
pengukuran yang berdampak pada angka laba dapat menjelaskan sumber korelasi peran
laba dalam valuasi dan penentuan kompensasi.
1.5
Kontribusi Penelitian
Penelitian ini memberikan tiga kontribusi utama dalam literatur kebermanfaatan
informasi akuntansi, khususnya laba. Pertama, penelitian ini menguji kebermanfaatan
relatif informasi laba (laba KH dan laba NW) untuk tujuan valuasi dan
19
stewardshipsecara bersamaan. Penelitian sebelumnya menguji kebermanfaatan informasi
laba untuk tujuan valuasi saham, valuasi kredit, dan penentuan kompensasi secara
terpisah. Selain itu, penelitian ini mengkontruksi laba KH untuk menilai kemungkinan
trade-off kebermanfaatan penerapan akuntansi nilai wajar untuk tujuan valuasi dan
stewardship.
Kedua, penelitian ini menguji dampak penerapan SPKI, terutama meningkatnya
penerapan akuntansi nilai wajar terhadap relevansi-nilai laba. Penelitian ini memberikan
bukti empiris awal dampak adopsi SPKI terhadap relevansi-nilai investasi, kredit, dan
kompensasi. Penelitian ini diharapkan dapat mengkonfirmasi klaim badan penyusun
standar bahwa penerapan akuntansi nilai wajar meningkatkan relevansi-nilai informasi
akuntansi. Sebagian besar penelitian sebelumnya menguji dampak SPKI menggunakan
desain pra dan paska adopsi SPKI, sementara penelitian ini menguji dampak adopsi
SPKI (khususnya dampak penerapan akuntansi nilai wajar) langsung melalui
pengukuran angka laba.Dalam konteks Indonesia, sejauh temuan peneliti, belum ada
satupun studi yang menguji dampak penerapan akuntansi nilai wajar terhadap relevansinilai informasi laba, khususnya relevansi-nilai kredit dan relevansi-nilai kompensasi.
Ketiga, penelitian ini memperluas penelitian Bushman et al. (2006) dan Banker
et al. (2009) yang menguji hubungan peran laba dalam valuasi dan penentuan
kompensasi. Penelitian sebelumnya hanya menggunakan laba sebelum pos-pos luar
biasa dan operasi hentian sehingga tidak dapat mengidentifikasi sumber atau penyebab
korelasi peran laba dalam valuasi dan penentuan kompensasi. Bushman et al. (2006) dan
Banker et al. (2009) meninggalkan sumber atau penyebab korelasi untuk riset
20
selanjutnya. Menurut pandangan peneliti, penerapan akuntansi nilai wajar yang
berdampak pada pengukuran dan penyajian angka laba diharapkan dapat menjelaskan
perbedaan sumber korelasi peran laba dalam valuasi dan kontrak kompensasi. Penelitian
ini menguji keterkaitan peran laba dalam valuasi dan penentuan kompensasi dari
beberapa angka laba (laba KH, laba NW) yang masing-masing memiliki makna
semantik berbeda sehingga dapat menjelaskan penyebab keterkaitan peran laba dalam
valuasi dan penentuan kompensasi.
Download