1115 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 PERTUMBUHAN Vibrio BERPENDAR PATOGENIK PADA MEDIA AIR DENGAN SALINITAS BERBEDA SERTA MEDIA MISKIN NUTRISI Ince Ayu Khairana Kadriah dan Nurhidayah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129 Maros, Sulawesi Selatan 90512 E-mail: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan Vibrio berpendar patogenik pada media air laut, air payau dan air tawar serta pada media air miskin nutrisi. Media uji yang digunakan adalah media air salinitas 40 ppt, 28 ppt, 15 ppt, 10 ppt, dan 5 ppt serta air tawar. Di samping itu, digunakan juga media uji Artificial Sea Water (ASW) dan Sea Water Complete (SWC). Sebagai pembanding digunakan media kultur Nutrient Broth (NB). Bakteri Vibrio patogen dikultur pada masing-masing media uji selama 48 jam. Sampling dilakukan setiap 2 jam sekali selama 26 jam dan selanjutnya sampling dilakukan lagi pada jam ke 48. Media tumbuh yang digunakan adalah TCBSA (Tio Citrate Bile Sucrose Agar). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri Vibrio terlihat lebih stabil pada media air payau dengan salinitas 15 ppt dibandingkan media air payau 10 ppt dan 5 ppt. Pada media air laut salinitas 40ppt terlihat adanya penurunan populasi bakteri pada jam ke-12 dan ke-22 setelah kultur. Secara umum pada media air laut dan air payau, bakteri Vibrio patogen dapat bertahan pada kepadatan 107 CFU/mL sampai 48 jam. Sedangkan pada media air payau 5 ppt bakteri Vibrio hanya dapat bertahan hidup sampai 24 jam. Kesimpulannya transmisi Vibrio patogen pada lingkungan air payau dengan salinitas antara 10 ppt – 15ppt sangat mungkin terjadi melalui media air sedangkan pada air dengan salinitas < 10 ppt bakteri Vibrio sulit mempertahankan hidupnya secara optimal. KATA KUNCI: Vibrio berpendar patogenik, transmisi patogen, air laut, air payau, nutrisi PENDAHULUAN Vibriosis merupakan penyakit yang cukup berbahaya menyerang baik larva Penaeus monodon yang dipelihara di pembenihan maupun juvenile udang yang dipelihara pada tambak-tambak pembesaran serta udang dewasa (Lavilla-Pitogo et al., 1998). Pada umumnya penyakit Vibriosis disebabkan oleh V. anguillarum, V. alginolyticus, V. parahaemolyticus, V. harveyi, V. penaeicida, V. campbellii. Agen bakteri Vibrio ini dapat menjadi penyebab penyakit yang utama dan pertama ditandai dengan meningkatnya populasi bakteri Vibrio pada air tambak (Vandenberghe et al., 2003; Saulnier et al., 2000b). Namun sering kali juga bertindak sebagai agen oportunistik pada infeksi sekunder (Saulnier et al., 2000a). Banyak faktor yang saling mempengaruhi dalam proses terjadinya suatu penyakit di alam, di antaranya adalah kondisi lingkungan yang buruk, adanya inang serta jumlah individu patogen yang memenuhi kuorum. Menurut Prayitno & Latchford (1995), pada musim hujan kejadian penyakit kunangkunang (penyakit udang menyala) dilaporkan meningkat baik pada pembenihan maupun pembesaran udang windu di Indonesia. Faktor lingkungan seperti salinitas dan pH air diketahui mengalami perubahan yang cukup besar selama musim hujan. Salinitas air dapat turun sampai 10 ppt namun nilai pH pada umumnya lebih bervariasi. Kondisi yang dinamai sebagai kondisi salinitas rendah dan pH tidak stabil ini diduga sebagai faktor pemicu meningkatnya patogenisitas beberapa strain bakteri Vibrio berpendar khususnya V. harveyi dan V. campbelli (Prayitno & Latchford 1995). Tiap-tiap makhluk kelangsungan hidupnya sangat tergantung kepada keadaan sekitarnya, terlebihlebih mikro organisme. Mikroorganisme tidak dapat menguasai faktor-faktor luar sepenuhnya, sehingga hidupnya sama sekali tergantung kepada keadaan sekelilingnya. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri ialah dengan menyesuaikan diri (adaptasi) kepada pengaruh faktor-faktor luar. Bila bakteri diinokulasi ke dalam suatu medium yang sesuai dan pada keadaan yang optimum bagi pertumbuhannya, maka terjadi kenaikan jumlah yang amat tinggi dalam waktu yang relatif pendek. Pertumbuhan Vibrio berpendar patogenik ..... (Ince Ayu Khairana Kadriah) 1116 Perbanyakan seperti ini disebabkan oleh pembelahan sel secara aseksual (Budiyanto, 2010). Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan pengaruh dari fluktuasi parameter kualitas air (salinitas, suhu, pH dan alkalinitas), memburuknya kualitas air, tingginya kepadatan, adanya luka serta kanibalisme (Kautsky et al., 2000) terhadap tingkat serangan bakteri pada udang penaeid. . Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Prayitno (1992) menunjukkan bahwa Vibrio harvevi yang di stres pada salinitas 10 ppt dan 15 ppt secara nyata lebih patogenik dibanding salinitas 20 ppt dan 27 ppt. Stres bakteri berpedar terhadap salinitas rendah merupakan triger terjadinya penyakit. Berdasarkan hasil penelitian di atas diketahui bahwa penurunan salinitas air tambak dapat memicu bakteri menjadi lebih patogen. Akan tetapi dengan berkembangnya larva, respon imun dalam tubuhnya juga semakin berkembang sehingga kemampuannya untuk melawan serangan patogen akan semakin baik. Namun hasil yang berbeda diperoleh dari penelitian Darwis et al. (2008) dimana hasil uji patogenitas pada larva udang windu menunjukkan kelangsungan hidup terbaik diperoleh pada perlakuan infeksi bakteri Vibrio pada kondisi salinitas air 10 ppt kemudian 15 ppt , 20 ppt dan 25 ppt. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan bakteri Vibrio berpendar patogenik pada media air dengan salinitas berbeda dan miskin nutrisi. BAHAN DAN METODE Pembuatan Media Uji Media Air Laut 40 ppt, 28 ppt, 15 ppt, 10 ppt dan 5 ppt Air laut disaring menggunakan filter bag untuk membersihkan air dari partikel-partikel pengotor. Salinitas media air diukur menggunakan alat refrakto meter. Penambahan aquadest dilakukan untuk membuat media uji dengan salinitas 28 ppt, 15 ppt, 10 ppt dan 5 ppt. Media uji yang sudah dibuat sesuai dengan salinitas yang diinginkan kemudian disterilkan dengan autoclave pada suhu 120 0C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Media uji sebanyak 100 mL ditempatkan pada wadah Erlenmeyer steril 250 mL. Media Sea Water Complete (SWC) Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat 1000 mL media SWC adalah ; Aquadest : 250 mL Air Laut : 750 mL Bacto pepton : 5 mL Yeast Extract : 15 mL Gliserol : 3 mL Setelah semua bahan dicampur menjadi satu kemudian sebanyak 100 mL ditempatkan pada wadah Erlenmeyer steril 250 mL kemudian dihomogenkan dengan magnetic stirrer. Setelah homogen media disterilkan dengan autoclave pada suhu 1200C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Media Artificial Sea Water (ASW) Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat 1000 mL media SWC adalah ; Aquadest : 1000 mL NaCl : 52,7 g KCl : 2,25 g Na2SO4 : 0,856 g MgCl2.6H20 : 15,24 g* CaCl2.2H20 : 0,436 g* Keterangan: * dilarutkan terpisah 1117 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 Setelah semua bahan dicampur menjadi satu kemudian sebanyak 100 mL ditempatkan pada wadah Erlenmeyer steril 250 mL kemudian dihomogenkan dengan magnetic stirrer. Setelah homogen media disterilkan dengan autoclave pada suhu 1200C, tekanan 1 atm selama 15 menit. . Kultur Bakteri Patogen Vibrio harveyi patogen isolat 275 (Kadriah, 2012) yang akan diuji ditanam pada media TCBSA (Thiosulfate Citrate Bile Salt Sucrosa Agar) selama 24 jam. Bakteri uji yang telah tumbuh pada media TCBSA diinokulasi ke dalam media kultur cair Nutrient Broth (NB) sebanyak 1 ose. Sub kultur dilakukan menggunakan inkubator bergoyang pada 150 rpm selama 24 jam. Setelah 24 jam, 1 mL biakan sub kultur dengan kepadatan 10 8 CFU/mL dipindahkan ke masing-masing 100 mL media uji. Kultur dilakukan pada inkubator bergoyang selama 48 jam. Sampling Bakteri Sampling dilakukan setiap 2 jam selama 26 jam dan pada jam ke-48. Sebanyak 1mL media uji diencerkan secara bertingkat menggunakan media pengencer Saline Solution (SS). Bakteri yang telah diencerkan dikultur pada media tumbuh TCBSA sebanyak 100 µL/plate kemudian disebar secara merata dengan batang penyebar. Bakteri diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Perhitungan koloni dan pengamatan bakteri berpendar yang tumbuh dilakukan setelah 24 jam. Dilakukan dua kali ulangan (duplo) untuk masing-masing perlakuan Analisis Data Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan model kurva pertumbuhan. Kurva pertumbuhan bakteri dibuat berdasarkan perhitungan koloni bakteri Vibrio patogen berpendar yang tumbuh pada media TCBSA. HASIL DAN BAHASAN Hasil penelitian menunjukkan kemampuan hidup bakteri Vibrio patogen pada media air payau salinitas 15 ppt lebih stabil dibandingkan pada media air laut 40 ppt dan 28 ppt. Dari kurva pertumbuhan dapat dilihat adanya penurunan populasi bakteri yang dikultur pada media air laut salinitas 40 ppt pada jam ke-12 dan ke-22 setelah kultur yaitu dari kepadatan 10 7 CFU/mL menjadi 105 CFU/mL. Demikian pula dengan pertumbuhan bakteri pada media air laut salinitas 28 ppt terlihat adanya penurunan populasi pada jam ke-10 setelah kultur dari kepadatan bakteri 107 CFU/mL menjadi 105 CFU/mL. Namun setelah itu pertumbuhan kembali stabil sampai 48 jam masa kultur. Sedangkan pada media air payau 5ppt bakteri Vibrio tidak dapat bertahan hidup sampai 48 jam karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung pembelahan selnya. Pada media air tawar, bakteri Vibrio patogen sama sekali tidak mampu mempertahankan hidupnya sejak mulai awal mula kultur. Untuk keperluan hidupnya, semua makhluk hidup memerlukan asupan nutrisi. Nutrisi ini diperlukan untuk sintesis bahan sel dan untuk mendapatkan energi. Demikian juga dengan mikroorganisme, untuk kehidupannya membutuhkan bahan-bahan organik dan anorganik dari lingkungannya. Mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplai nutrisi sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsur-unsur dasar tersebut adalah : karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya (Waluyo, 2005). Ketiadaan atau kekurangan sumbersumber nutrisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Pertumbuhan mikoorganisme tergantung dari tersedianya air. Bahan-bahan yang terlarut dalam air, yang digunakan oleh mikroorganisme untuk membentuk bahan sel dan memperoleh energi, adalah bahan makanan. Pertumbuhan bakteri Vibrio patogen pada media ASW cukup stabil sampai akhir pengamatan. Penurunan populasi terjadi pada jam ke-4 dan jam ke-22 setelah penanaman. Pada akhir pengamatan populasi bakteri bertahan samapai kepadatan 107 CFU/mL. Konsentrasi bakteri pada media kultur SWC terlihat mulai mengalami penurunan populasi pada jam ke-10 setelah kultur sampai jam ke-24 yaitu . Setelah 24 jam bakteri sudah tidak mampu lagi mempertahankan hidupnya. Kandungan nutrisi media SWC jika dilihat dari komposisi bahan penyusunnya cukup lengkap. Komposisi Bacto pepton, yeast ekstrak dan gliserol yang dilarutkan dalam campuran air laut dan air tawar sebenarnya sudah Populasi Bakteri cfu/mL (Log) Pertumbuhan Vibrio berpendar patogenik ..... (Ince Ayu Khairana Kadriah) 1118 12 10 8 6 4 2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 48 Sampling Jam Ke- (Setiap 2 Jam) Air laut sal 40 ppt Air laut sal 28 ppt Air payau sal 15 ppt Air payau sal 10 ppt Air payau sal 10 ppt Aquadest NB 100% Populasi bakteri cfu/mL (Log) Gambar 1. Kurva pertumbuhan bakteri Vibrio berpendar patogenik pada media air dengan salinitas berbeda 12 10 8 6 4 2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 48 Sampling jam ke- (setiap 2 Jam) ASW SWC Aquadest NB 100% Gambar 2. Kurva pertumbuhan bakteri Vibrio berpendar patogenik pada media miskin nutrisi mencukupi kebutuhan unsur-unsur dasar nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme untuk hidup. Kebutuhan unsur-unsur dasar tersebut yaitu karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya (Waluyo 2005). Diduga ada unsur dasar lain yang dibutuhkan oleh Vibrio yang tidak dimiliki oleh media SWC. Namun masih perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam untuk menjawab dugaan ini. Menurut Beste et al. (2007), tingkat pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk nutrisi, suhu, tekanan osmotik, nilai pH, dan konsentrasi andoxygen. Bakteri yang tumbuh di bawah kondisi optimalnya dapat mencapai tingkat pertumbuhan yang maksimal bervariasi di antara spesies yang berbeda dan diantara strain yang berbeda dari spesies yang sama. Mekanisme yang bertanggung jawab untuk mengontrol tingkat pertumbuhan dan pengaturan tingkat maksimum pertumbuhan masih belum diketahui secara jelas (Nackerdien et al., 2008) . Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan bakteri dan sulit untuk 1119 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 secara jelas menguraikan sebab-akibat, korelasi, dan efek diantara semua faktor-faktor tersebut (Bettenbrock et al., 2007). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat menjadi rekomendasi untuk budidaya udang vanname pada tambak salinitas rendah yang banyak terdapat di daerah-daerah yang jauh dari sumber air laut. Pada kondisi salinitas rendah udang vanname tetap dapat hidup dengan baik bahkan dapat mencapai ukuran panen pada umur 2 bulan pemeliharaan di tambak (komunikasi pribadi). Di samping itu, hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk menghemat peggunaan media kultur bakteri Vibrio patogen untuk keperluan riset uji tantang skala laboratorium. Populasi Bakter cfu/mL (Log) Hasil penelitian sebelumnya mengenai pertumbuhan bakteri Vibrio patogen pada media air pemeliharaan (Kadriah et al., 2013) menunjukkan penurunan populasi bakteri sejak awal infeksi sampai akhir pengamatan. Pengamatan sampai jam ke- 24 setelah infeksi, konsentrasi bakteri hanya sampai 102 CFU/mL dan terus mengalami penurunan sampai jam ke-90 setelah infeksi (Gambar 3). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan pola pertumbuhan bakteri Vibrio patogen jika dikultur pada 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 6 12 18 24 36 60 84 90 Waktu Pengamatan (jam) Isolat 1.7 Isolat 1.5 Isolat 1.3 Isolat 2.7 Isolat 2.5 Isolat 2.3 Isolat 3.7 Isolat 3.5 Isolat 3.3 Kontrol Gambar 3. Kurva pertumbuhan bakteri pada air media pemeliharaan udang (Kadriah et al., 2013) media air laut steril tanpa adanya hewan uji dengan media air laut steril dengan ada hewan uji yang dipelihara. KESIMPULAN Pertumbuhan bakteri Vibrio lebih stabil pada media ASW dan air payau dengan salinitas 15 ppt dibandingkan media air payau 10 ppt dan 5 ppt. Transmisi Vibrio patogen pada lingkungan air payau dengan salinitas antara 10 ppt – 15 ppt sangat mungkin terjadi sedangkan pada air dengan salinitas < 10 ppt bakteri Vibrio sulit mempertahankan hidupnya secara optimal. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dibiayai oleh APBN 2013 Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Terima kasih disampaikan kepada rekan-rekan peneliti dan teknisi Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR ACUAN Beste DJ, Laing E, Bonde B, Avignone-Rossa C, Bushell ME, et al. 2007. Transcriptomic analysis identifies growth rate modulation as a component of the adaptation of mycobacteria to survival inside the Pertumbuhan Vibrio berpendar patogenik ..... (Ince Ayu Khairana Kadriah) 1120 macrophage. J Bacteriol 189: 3969–3976. Bettenbrock K, Sauter T, Jahreis K, Kremling A, Lengeler JW, et al. 2007. Correlation between growth rates, EIIACrr phosphorylation, and intracellular cyclic AMP levels in Escherichia coli K-12. J Bacteriol 189: 6891–6900. Budiyanto AK. 2010. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Kehidupan Mikroba. (http:// rachdie.blogsome.com/2006/10/14/faktor-yang-mempengaruhi-pertumbuhan-mikroba/). Diakses Tanggal 15 Maret 2014. Darwis M, Hamzah A, Tolangi AT. 2008. Pengaruh Konsentrasi Salinitas Terhadap Penyakit KunangKunang (Vibrio harveyi) Pada Larva Udang Windu (Penaeus Monodon Fabricius). Jurnal Harpodon. Vol 1 No. 1. Kautsky N, Rönnbäck P, Tedengren M, Troell M. 2000. Ecosystem perspectives on management of disease in shrimp pond farming. Aquaculture 191:145–161. Kadriah, I.A.K 2012. Pengembangan Metode Deteksi Cepat Vibrio Berpendar Patogenik Pada Udang Penaeid. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Kadriah, I.A.K; E. Susianingsih, Koko Kurniawan 2013. Patogenisitas Bakteri Vibrio harveyi yang Diisolasi Dari Lokasi Berbeda. Prosiding Forum Inovasi dan Teknologi Akuaku. Lavilla-Pitogo, C. R., Leano, E. M. & Paner, M. G. (1998). Mortalities of pond-cultured juvenile shrimp, Penaeus monodon, associated with dominance of luminescent Vibrios in the rearing environment. Aquaculture 164: 337–349. Nackerdien ZE, Keynan A,. Bassler BL, Lederberg J, Thaler DS. 2008. Quorum Sensing Influences Vibrio harveyi Growth Rates in a Manner Not Fully Accounted For by the Marker Effect of Bioluminescence. Plos One. www.plosone.org. Prayitno SB. 1992. Effects of salinity water stress of luminous bacteria on life percentage of Penaeus monodon larvae. Indonesian Center for Agricultural Library and Technology Dissemination. Prayitno SB, Latchford JW. 1995. Experimental infections of crustaceans with luminous bacteria related to Photobacterium and Vibrio – effect of salinity and pH on infectiousity. Aquaculture 132:105–112. Saulnier, D., Haffner, P., Goarant, C., Levy, P., Ansquer, D., 2000a. Experimental infection models for shrimp Vibriosis studies: a review. Aquaculture 191, 133–144. Saulnier, D., Avarre, J.C., Le Moullac, G., Ansquer, D., Levy, P., Vonau, V., 2000b. Rapid and sensitive PCR detection of Vibrio penaeicida, the putative etiological agent of Syndrome 93 in New Caledonia. Dis. Aquat. Org. 40, 109–115. Vandenberghe J, Thompson FL, Gomez-Gil B, Swings J. 2003. Phenotypic diversity among Vibrio isolates from marine aquaculture systems. Aquaculture 219:9–20. Waluyo, Lud. 2005. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhammadiyah Malang Prees. Malang. 1121 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 DISKUSI Nama Penanya: Sri Puji Pertanyaan: Jenis Vibrio apa yang digunakan dalam penelitian ini ? dimanakah habitat jenis Vibrio ini biasa hidup sehingga diperlukan penelitian berbagai tingkat salinitas? Tanggapan: Jenis Vibrio yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vibrio harvevi. yang Percobaan berbagai tingkat salinitas digunakan karena berdasarkan data dari studi sebelumnya menyebutkan bahwa Vibrio Harveyi pada salinitas 10 dan 15 ppt secara nyata lebih patogenik dibanding pada salinitas 20 ppt dan 27 ppt. Stress bakteri berpedar terhadap salinitas rendah merupakan triger terjadinya penyakit. Berdasarkan hasil penelitian diatas diketahui bahwa penurunan salinitas air tambak dapat memicu bakteri menjadi lebih patogen.